• (GFD-2022-10711) Cek Fakta: Tidak Benar dalam Video Ini Hewan Hasil Modifikasi Genetik antara Babi dan Sapi

    Sumber: liputan6.com
    Tanggal publish: 10/10/2022

    Berita


    Liputan6.com, Jakarta- Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim video hewan ternak hasil modifikasi genetik antara babi dan sapi. Informasi tersebut diungggah salah satu akun Facebook, pada 7 September 2022.
    Unggahan klaim video hewan ternak hasil modifikasi genetik antara babi dan sapi tersebut menampilkan sejumlah hewan berkaki empat berada di dalam kandang.
    Video tersebut diberi keterangan sebagai berikut.
    "hewan ternak yang sudah dimodifikasi secara genetik dari babi dan daging sapi dijual pemerintah penguasa dunia untuk dikonsumsi di eropa dan seluruh dunia."
    Benarkah klaim video hewan ternak hasil modifikasi genetik antara babi dan sapi? Simak hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.

    Hasil Cek Fakta


    Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim video hewan ternak hasil modifikasi genetik antara babi dan sapi dengan menangkap layar video tersebut untuk dijadikan bahan penelusuran menggunakan Google Image.
     
    Penelusuran mengarah pada sejumlah situs salah satunya berjudul "Videonun Çin’de domuz ile koyundan klonlanan hayvanı gösterdiği iddiası" yang dimuat situs teyit.org, situs tersebut mengulas video yang identik dengan klaim.
    Situs teyit.org menyebutkan hewan dalam video tersebut adalah domba Beltex, setelah melihat dengan cermat video tersebut terdapat spanduk bertuliskan "Jewitt Belte ..."
    Setelah ditelusuri mengarah pada situs "Jewitt's Beltex"  dalam situs tersebut ditemukan banyak hewan yang terlihat seperti hewan dalam klaim video dan diketahui bahwa ini adalah jenis domba yang disebut Beltex.
    Penelusuran juga mengarah pada artikel berjudul "The video shows double-muscled sheep breed from Belgium" yang dimuat situs factcheck.afp.com. Situs tersebut juga mengulas video yang identik dengan klaim.
    Dalam situs factcheck.afp.com, Henny Nuraini, seorang dosen di Institut Pertanian Bogor di Indonesia, pada Juni 2020 menyatakan, hewan dalam video tersebut adalah domba Beltex dari Belgia. Domba jenis ini merupakan hasil persilangan antara domba lokal Belgia dan domba Texel. Domba ini dikembangkan oleh seorang breeder Belgia yang dibantu oleh Professor Roger Hanset dari University of Liege, peneliti yang juga mengembangkan sapi Belgian Blue.
     
    Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, klaim video hewan ternak hasil modifikasi genetik antara babi dan sapi tidak benar.
    Faktanya hewan dalam video tersebut adalah domba Beltex dari Belgia. Domba jenis ini merupakan hasil persilangan antara domba lokal Belgia dan domba Texel.

    Rujukan

  • (GFD-2022-10710) Cek Fakta: Tidak Benar Pemain Ligue 1 Prancis Lakukan Aksi Teatrikal Sindir Penggunaan Gas Air Mata di Tragedi Kanjuruhan

    Sumber: liputan6.com
    Tanggal publish: 09/10/2022

    Berita


    Liputan6.com, Jakarta - Beredar di media sosial postingan video yang menyebut para pemain Toulouse dan Montpellier di Ligue 1 Prancis melakukan aksi teatrikal menyindir aksi pihak keamanan menggunakan gas air mata di Tragedi Kanjuruhan. Postingan itu ramai dibagikan sejak awal pekan kemarin.
    Salah satu akun ada yang mengunggahnya di Instagram. Akun itu mempostingnya pada 4 Oktober 2022.
    Dalam postingannya terdapat video dengan narasi sebagai berikut:
    "Para pemain Ligue 1 Prancis ikutan protes tragedi gas air mata di Indonesia. Pekan ke-9 Ligue 1 Prancis antara Toulouse Vs Montpellier disuguhi aksi teatrikal para pemain dengan menutup hidung dengan jersey, Senin (3/10)."
    Akun itu menambahkan narasi: "Respect from France. Para pemain liga Perancis ikut teatrikal tutup hidung dengan jersey sebagai bentuk penghormatan kepada Aremania atas Gas Air Mata diluar regulasi FIFA"
    Lalu benarkah postingan video yang menyebut para pemain Toulouse dan Montpellier di Ligue 1 Prancis melakukan aksi teatrikal menyindir aksi pihak keamanan menggunakan gas air mata di Tragedi Kanjuruhan?

    Hasil Cek Fakta


    Cek Fakta Liputan6.com melakukan penelusuran dengan memasukkan kata kunci "Toulouse Vs Montpellier tear gas" di mesin pencarian Google.
    Hasilnya terdapat artikel dari Goal.com berjudul "Insiden Gas Air Mata, Laga Ligue 1 Prancis Sempat Dihentikan" yang tayang pada 3 Oktober 2022.
    Berikut isi artikelnya:
    "Sehari setelah tragedi Kanjuruhan, Liga Prancis mendapati penghentian pertandingan akibat insiden gas air mata
    Sebuah pertandingan Ligue 1 (Liga Prancis) antara Toulouse Montpellier sempat dihentikan setelah terdapat pelemparan gas air mata oleh suporter kandang ke arah suporter tandang, Minggu (2/10).
    Toulouse, selaku tuan rumah di Stadium de Toulouse, tengah unggul 4-1 saat insiden tersebut terjadi di menit ke-57.
    Gas air mata tertiup ke arah lapangan dan terhirup oleh para pemain, yang langsung menutupi hidung dan mata mereka sebelum dipandu wasit Jeremie Pignard memasuki ruang ganti.
    Laga kembali dilanjutkan usai gas dirasa telah menguap.
    Montpellier mampu memperkecil ketinggalan lewat Elye Wahi di menit ke-68, tetapi tak mampu menyelematkan poin kendati unggul jumlah pemain usai Mikkel Desler dikartu merah di 10 menit terakhir. Pertandingan berakhir 4-2 bagi tuan rumah."
    Selain itu terdapat video asli yang diunggah oleh akun @btsportfootball di Twitter. Postingan video itu disertai narasi:
    "Kejadian mengejutkan di Prancis. Pertandingan Ligue 1 antara Toulouse dan Montpellier telah dihentikan sejenak, dilaporkan karena pelepasan gas air mata di lapangan."

    Kesimpulan


    Postingan video yang menyebut para pemain Toulouse dan Montpellier di Ligue 1 Prancis melakukan aksi teatrikal menyindir aksi pihak keamanan menggunakan gas air mata di Tragedi Kanjuruhan adalah tidak benar. Faktanya pertandingan memang sempat dihentikan karena adanya gas air mata di lapangan.

    Rujukan

  • (GFD-2022-10709) Cek Fakta: Hoaks Pesan Berantai Klaim Tragedi Kanjuruhan akibat Komunis Ujicoba Gas Beracun untuk Bunuh Rakyat Indonesia

    Sumber: liputan6.com
    Tanggal publish: 07/10/2022

    Berita


    Liputan6.com, Jakarta - Beredar di media sosial postingan pesan berantai yang menyebut Tragedi Kanjuruhan disebabkan oleh komunis yang menguji coba gas beracun untuk membunuh rakyat Indonesia. Postingan itu beredar sejak awal pekan ini.
    Salah satu akun ada yang mengunggahnya di Facebook. Akun itu mempostingnya pada 5 Oktober 2022.
    Berikut isi postingannya:
    "INFO VALID A1**FIX SUPER VALID NO HOAX DARI ORANG BIN PENSIUNAN KOMBES & MANTAN ORANG BAIS, KEDUA INFO INI DISATUKAN MENJADI DATA, DATA-DATA DARI INFORMASI SAYA KUMPULKAN MENJADI SEBUAH DOKUMENTASI, BAHWA PADA TANGGAL 1 OKTOBER HARI KESAKTIAN PANCASILA KEMARIN KOMUNIS MENGUJI COBA CAMP PEMBANTAIAN MIRIP SEPERTI NAZI MENGGUNAKAN GAS BERACUN, NAMUN KALI INI KELINCI PERCOBAAN NYA MELALUI MEDAN LAPANGAN BOLA, RAKYAT JATIM, DAN AGENDA PERTANDINGAN BOLA YANG SUDAH DI GRAND DESIGN SECARA MATANG MELALUI PSSI & BRIMOB.**SIAP SIAP SELURUH RAKYAT INDONESIA, NEGERI INI SEBENTAR LAGI AKAN BANYAK CAMP CAMP SEPERTI DI XINJIANG UIGHUR, BUKAN HANYA UMAT ISLAM, SELURUH AGAMA AKAN DIHABISI.**INFO INI WAJIB DI VIRALKAN."
    Postingan itu juga disertai video dari stasiun tv Al Jazeera berdurasi dua menit 43 detk.
    Lalu benarkah postingan pesan berantai yang menyebut Tragedi Kanjuruhan disebabkan oleh komunis yang menguji coba gas beracun untuk membunuh rakyat Indonesia?

    Hasil Cek Fakta


    Cek Fakta Liputan6.com menelusuri dan tidak menemukan informasi valid seperti yang diklaim dalam postingan. Tragedi Kanjuruhan sendiri terjadi pada 1 Oktober 2022 lalu usai laga Arema FC Vs Persebaya.
    Berikut kronologi Tragedi Kanjuruhan seperti ditulis Liputan6.com pada 7 Oktober 2022 dalam artikel berjudul "Kronologi Tragedi Kanjuruhan Versi Kapolri, Penjaga Pintu 13 Tidak di Tempat"
    "Liputan6.com, Malang - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) membeberkan kronologi tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, dengan korban tewas sebanyak 131 orang usai laga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya pada Sabtu (1/10).
    Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengatakan bahwa, pada 12 September 2022, panitia pelaksana Arema FC mengirimkan surat kepada Polres Malang terkait laga yang dimulai pukul 20.00 WIB itu.
    "Polres Malang menanggapi surat secara resmi, untuk mengubah jadwal pelaksanaan menjadi pukul 15.30 WIB dengan pertimbangan keamanan," kata Listyo dalam jumpa pers di Kota Malang, Jawa Timur, Kamis malam (6/10/2022).
    Namun, lanjutnya, permintaan tersebut, ditolak oleh PT Liga Indonesia Baru (LIB) dengan alasan jika waktu pertandingan digeser, maka akan ada sejumlah konsekuensi yang harus ditanggung seperti adanya pembayaran ganti rugi.
    Kemudian, lanjutnya, Polres Malang melakukan persiapan pengamanan melalui sejumlah rapat koordinasi dan menambah personel yang akan bertugas pada laga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dari sebelumnya 1.073 personel menjadi 2.034 personel.
    "Kemudian, dalam rakor tersebut juga disepakati khusus untuk suporter yang hadir hanya dari Aremania," ujarnya.
    Pertandingan, yang berjalan pada 1 Oktober 2022 pukul 20.00 WIB hingga selesai tersebut berakhir dengan skor 2-3 untuk kemenangan tim tamu.
    Proses pertandingan di Stadion Kanjuruhan semua lancar, namun saat akhir pertandingan muncul reaksi dari suporter terkait hasil yang ada.
    Muncul beberapa penonton yang masuk lapangan dan kemudian tim melakukan pengamanan khususnya kepada ofisial dan pemain Persebaya Surabaya dengan menggunakan empat unit kendaraan taktis barakuda.
    "Proses evakuasi berjalan cukup lama, hampir satu jam, karena sempat terjadi kendala dan hambatan karena memang terjadi penghadangan. Namun demikian semua bisa berjalan lancar dan evakuasi saat itu dipimpin Kapolres Malang," katanya.
    Namun, lanjutnya, pada saat yang bersamaan juga semakin banyak penonton yang turun ke lapangan sehingga, akhirnya kemudian anggota yang bertugas mulai melakukan kegiatan penggunaan kekuatan.
    "Seperti yang kita lihat, ada yang menggunakan tameng, termasuk pada saat mengamankan kiper Arema FC Adilson Maringa," ujarnya.
    Dengan semakin bertambahnya penonton, beberapa personel menembakkan gas air mata. Tembakan itu, mengakibatkan para penonton, terutama yang ada di tribun kemudian panik dan berusaha meninggalkan arena.
    Penonton yang kemudian berusaha untuk keluar, khususnya di pintu 3, 10, 11, 12, 13 dan 14 mengalami kendala karena pintu yang terbuka hanya kurang lebih selebar 1,5 meter. Kemudian, para penjaga pintu, tidak berada di tempat.
    Akibat kondisi tersebut, terjadi desak-desakan yang menyebabkan sumbatan di pintu keluar itu hampir 20 menit. Akibat berdesakan ditambah adanya gas air mata, banyak korban yang mengalami patah tulang, trauma di kepala dan leher.
    "Sebagian besar yang meninggal dunia mengalami asfiksia atau kadar oksigen dalam tubuh berkurang," katanya.
    Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Malang korban meninggal dunia akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang sebanyak 131 orang, sementara 440 orang mengalami luka ringan dan 29 orang luka berat."
    Artikel terkait Tragedi Kanjuruhan lainnya bisa dilihat di link ini...
    Sementara video yang disertakan dalam postingan juga tidak berhubungan dengan pesan berantai yang beredar. Video itu merupakan liputan langsung Al Jazeera ke Stadion Kanjuruhan usai kejadian.

    Kesimpulan


    Pesan berantai yang menyebut Tragedi Kanjuruhan disebabkan oleh komunis yang menguji coba gas beracun untuk membunuh rakyat Indonesia adalah hoaks.

    Rujukan

  • (GFD-2022-10708) Cek Fakta: Hoaks Kabar Dedi Mulyadi Meninggal Dunia Usai Diracun pada 6 Oktober 2022

    Sumber: liputan6.com
    Tanggal publish: 07/10/2022

    Berita


    Liputan6.com, Jakarta - Kabar tentang anggota DPR RI, Dedi Mulyadi meninggal dunia usai diracun beredar di media sosial. Kabar tersebut disebarkan salah satu akun Facebook pada 6 Oktober 2022.
    Akun Facebook tersebut mengunggah sebuah video dari situs berbagi video YouTube dengan judul "INALILLAHI, Kabar Duka dari DEDI MULYADI / Almarhum Meninggal Dunia Usai Diracun".
    Gambar dalam video menampilkan sebuah mobil ambulance yang dikerumuni banyak orang. Terdapat juga narasi yang berisi kabar duka dari Dedi Mulyadi.
    "LIVE DARI RUMAH DUKA
    INALILLAHI KABAR DUKA DARI DEDI MULYADI," demikian narasi dalam gambar tersebut.
    "Innalilahi wa innailaihi raaziuun," tulis salah satu akun Facebook.
    Konten yang disebarkan akun Facebook tersebut telah beberapa kali direspons dan dibagikan warganet.
    Benarkah kabar Dedi Mulyadi meninggal dunia usai diracun? Berikut penelusurannya.

    Hasil Cek Fakta


    Cek Fakta Liputan6.com menelusuri kabar tentang Dedi Mulyadi meninggal dunia usai diracun. Penelusuran dilakukan dengan memasukkan kata kunci "dedi mulyadi meninggal dunia diracun" di kolom pencarian Google Search.
    Hasilnya terdapat beberapa artikel yang memuat bantahan dari kabar tersebut. Satu di antaranya artikel berjudul "Dedi Mulyadi jadi korban berita hoaks disebut telah diracun" yang dimuat situs antaranews.com pada 6 Oktober 2022.
    Purwakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menjadi korban terkait dengan kabar bohong atau hoaks di media sosial yang menyebutkan adanya kabar duka telah diracun.
    "Kalau cari views jangan kebablasan, semoga Allah SWT memberikan kemuliaan bagi kita semua,” kata Dedi, di Purwakarta, Kamis.
    Akun YouTube Seputar Berita pada Kamis ini mengunggah sebuah video dengan judul ‘INALILLAHI, Kabar Duka dari DEDI MULYADI / Almarhum Meninggal Dunia Usai Diracun’.
    Judul video itu dianggap mengagetkan, karena Dedi Mulyadi saat ini dalam kondisi baik-baik saja dan tidak ada kabar duka.
    Dedi menyebutkan judul yang menyebutkan telah meninggal dunia karena racun, sangat melenceng dari fakta alias hoaks. Dalam video berdurasi 3.43 menit itu diawali dengan narasi yang menggambarkan sosok Dedi Mulyadi.
    Di tengah video barulah diceritakan bahwa Dedi baru saja ditinggal untuk selama-lamanya oleh bapaknya yang bernama Sahlin Ahmad Suryana. Faktanya, saat ini Dedi masih beraktivitas seperti biasa dan dalam keadaan sehat.
    Mengenai bapaknya memang sudah meninggal pada Selasa, 22 Februari 2022. Meninggalnya bukan karena diracun, melainkan sakit di usia 92 tahun.
    Terkait hal tersebut, Dedi Mulyadi berharap siapa pun yang memanfaatkan media sosial bisa dilakukan dengan bijak.
    "Lebih baik memberitakan atau mengunggah hal-hal yang baik dibanding hoaks," katanya pula.
     

    Kesimpulan


    Kabar tentang Dedi Mulyadi meninggal dunia usai diracun ternyata tidak benar alias hoaks. Dedi Mulyadi mengaku, saat ini dalam kondisi baik-baik saja dan tidak ada kabar duka.

    Rujukan