Beredar di media sosial dan aplikasi percakapan pesan berantai yang menjanjikan uang Rp. 5.500.000 dari Bank BRI. Pesan berantai itu ramai dibagikan sejak tengah pekan ini.
Salah satu yang mengunggahnya adalah akun bernama Matho Flamboyan. Dia mempostingnya di Facebook pada 15 April 2021.
Dalam postingannya terdapat tautan: "https://i-vip1.top/wj/11wm123/?p=1"
Saat diklik tautan tersebut terdapat narasi:
"Kami secara acak memilih 100 pengguna setiap hari untuk memberi Anda bantuan keuangan. Mohon hargai kesempatan Anda! Klik untuk melihat apakah Anda memenuhi syarat. :Rp.5.500.000"
(GFD-2021-6716) [SALAH] Pesan Berantai Janjikan Bantuan Rp 5,5 Juta dari Bank BRI
Sumber: WhatsAppTanggal publish: 15/04/2021
Berita
Hasil Cek Fakta
Cek Fakta Liputan6.com menelusuri dengan menghubungi pihak BRI. Mereka membantah telah mengadakan program yang beredar di pesan berantai.
"Atas beredarnya informasi tersebut, dapat kami pastikan bahwa hal tersebut tidak benar," ujar Corporate Secretary Bank BRI, Aestika Oryza Gunarto saat dihubungi Cek Fakta Liputan6.com, Kamis (15/4/2021).
Ia pun mengingatkan masyarakat waspada terkait banyaknya penipuan yang mencatut nama Bank BRI.
"Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengimbau nasabah BRI dan masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap berbagai informasi dengan sumber yang tidak dapat dipertanggung jawabkan," ujarnya.
"Atas beredarnya informasi tersebut, dapat kami pastikan bahwa hal tersebut tidak benar," ujar Corporate Secretary Bank BRI, Aestika Oryza Gunarto saat dihubungi Cek Fakta Liputan6.com, Kamis (15/4/2021).
Ia pun mengingatkan masyarakat waspada terkait banyaknya penipuan yang mencatut nama Bank BRI.
"Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengimbau nasabah BRI dan masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap berbagai informasi dengan sumber yang tidak dapat dipertanggung jawabkan," ujarnya.
Kesimpulan
Pesan berantai yang menjanjikan uang Rp. 5.500.000 dari Bank BRI adalah hoaks.
Rujukan
(GFD-2021-6715) [SALAH] Pentagon Ciptakan Mikrochip Deteksi Covid-19
Sumber: FacebookTanggal publish: 15/04/2021
Berita
Beredar di media sosial postingan terkait informasi bahwa Pentagon membuat microchip untuk mendeteksi covid-19. Postingan ini ramai dibagikan sejak tengah pekan ini.
Salah satu akun yang membagikannya bernama Rocka Philia. Dia mengunggahnya di Facebook pada 14 April 2021.
Dalam postingannya terdapat narasi:
Mikrochip Covid Penemuan Pentagon
Ilmuwan Pentagon yang bekerja di dalam unit rahasia yang didirikan sejak masa perang dingin telah membuat mikrochip yang akan mendeteksi infeksi covid-19. Selain mikrochip, tim ini juga mengklaim memiliki filter revolusioner yang dapat mengeluarkan virus dari darah saat dipasang dengan mesin dialisis.
Tim di Defence Advance Research Projects Agency (DARPA) telah bekerja selama bertahun-tahun untuk mencegah dan mengakhiri pandemi.
MASIH BERFIKIR SEMUA INI HANYALAH KARANGAN PENIKMAT TEORI KONSPIRASI?"
Salah satu akun yang membagikannya bernama Rocka Philia. Dia mengunggahnya di Facebook pada 14 April 2021.
Dalam postingannya terdapat narasi:
Mikrochip Covid Penemuan Pentagon
Ilmuwan Pentagon yang bekerja di dalam unit rahasia yang didirikan sejak masa perang dingin telah membuat mikrochip yang akan mendeteksi infeksi covid-19. Selain mikrochip, tim ini juga mengklaim memiliki filter revolusioner yang dapat mengeluarkan virus dari darah saat dipasang dengan mesin dialisis.
Tim di Defence Advance Research Projects Agency (DARPA) telah bekerja selama bertahun-tahun untuk mencegah dan mengakhiri pandemi.
MASIH BERFIKIR SEMUA INI HANYALAH KARANGAN PENIKMAT TEORI KONSPIRASI?"
Hasil Cek Fakta
Cek Fakta Liputan6.com menelusuri dan menemukan artikel berjudul "Fact Check: Did the Pentagon Develop a COVID-Detecting Microchip?" yang tayang di Newsweek.com pada 14 April 2021.
Di sana terdapat penjelasan dari Dr. Matt Hepburn, dokter militer Amerika Serikat (AS) yang bekerja untuk DARPA. Ia menjelaskan pernyataannya telah banyak disalahartikan di media sosial.
Teknologinya memang benar ditanam tersembunyi di bawah kulit namun bukan mikrochip dan tidak bisa mendeteksi covid-19 secara khusus.
"Tidak ada mikrochip, tidak ada elektronik, tidak ada yang semacam itu. Teknologi tidak akan memberi tahu Anda jika Anda menderita influenza atau jika Anda menderita covid-19," ujar Hepburn.
Teknologi tersebut sebenarnya adalah hidrogel, zat seperti spons yang dirancang memiliki komposisi yang mirip dengan jaringan di sekitarnya sehingga tubuh tidak berusaha menolaknya.
Dengan menggunakan reaksi kimia, hidrogel dapat diubah untuk merespons sejumlah zat dalam tubuh. Saat menyala, cahaya bersinar sangat redup dan cahaya ini kemudian dapat dideteksi menggunakan sensor yang ditempatkan di luar kulit.
Salah satu zat jaringan yang dapat dideteksi oleh hidrogel adalah laktat. Hepburn mengatakan kadar laktat ini dapat menunjukkan apakah seseorang akan sakit.
"Saat seseorang sakit maka tingkat jaringan laktat akan meningkat dan jika naiknya cukup tinggi maka Anda sakit parah dengan sangat cepat. Teknologi ini hanya memberitahu bawah mungkin ada sesuatu yang salah dengan diri Anda," ujar Hepburn.
"Anda bisa memeriksanya lagi dengan tes covid-19 yang ada atau tes untuk penyakit lain sehingga bisa dibuat diagnosis khusus patogen apa yang membuat Anda sakit."
Hepburn juga menganalogikan teknologi ini seperti indikator pada mobil. "Ini tidak memberi tahu Anda apa yang salah dengan mesin Anda, tetapi sinyal untuk 'Anda mungkin ingin melihatnya.'"
Selain itu Hepburn juga menjelaskan teknologi ini dikembangkan antara lembaga pemerintah AS seperti DARPA dan JPEO-CBRND tempat Hepburn bekerja dengan perusahaan bioteknologi swasta yang berbasis di California, Profusa.
Selain itu terdapat juga penjelasan Hepburn dalam artikel "Pentagon develops microchip that detects COVID under your skin" yang tayang di nypost.com.
"Teknologi ini tidak akan dipakai di luar Departemen Pertahanan. Ini seperti sebuah sensor di mobil. Ini bukan microchip pemerintah yang ditakuti untuk melacak setiap gerakan Anda, tetapi gel seperti tisu yang direkayasa untuk terus menguji darah Anda." ujar Hepburn.
Di sana terdapat penjelasan dari Dr. Matt Hepburn, dokter militer Amerika Serikat (AS) yang bekerja untuk DARPA. Ia menjelaskan pernyataannya telah banyak disalahartikan di media sosial.
Teknologinya memang benar ditanam tersembunyi di bawah kulit namun bukan mikrochip dan tidak bisa mendeteksi covid-19 secara khusus.
"Tidak ada mikrochip, tidak ada elektronik, tidak ada yang semacam itu. Teknologi tidak akan memberi tahu Anda jika Anda menderita influenza atau jika Anda menderita covid-19," ujar Hepburn.
Teknologi tersebut sebenarnya adalah hidrogel, zat seperti spons yang dirancang memiliki komposisi yang mirip dengan jaringan di sekitarnya sehingga tubuh tidak berusaha menolaknya.
Dengan menggunakan reaksi kimia, hidrogel dapat diubah untuk merespons sejumlah zat dalam tubuh. Saat menyala, cahaya bersinar sangat redup dan cahaya ini kemudian dapat dideteksi menggunakan sensor yang ditempatkan di luar kulit.
Salah satu zat jaringan yang dapat dideteksi oleh hidrogel adalah laktat. Hepburn mengatakan kadar laktat ini dapat menunjukkan apakah seseorang akan sakit.
"Saat seseorang sakit maka tingkat jaringan laktat akan meningkat dan jika naiknya cukup tinggi maka Anda sakit parah dengan sangat cepat. Teknologi ini hanya memberitahu bawah mungkin ada sesuatu yang salah dengan diri Anda," ujar Hepburn.
"Anda bisa memeriksanya lagi dengan tes covid-19 yang ada atau tes untuk penyakit lain sehingga bisa dibuat diagnosis khusus patogen apa yang membuat Anda sakit."
Hepburn juga menganalogikan teknologi ini seperti indikator pada mobil. "Ini tidak memberi tahu Anda apa yang salah dengan mesin Anda, tetapi sinyal untuk 'Anda mungkin ingin melihatnya.'"
Selain itu Hepburn juga menjelaskan teknologi ini dikembangkan antara lembaga pemerintah AS seperti DARPA dan JPEO-CBRND tempat Hepburn bekerja dengan perusahaan bioteknologi swasta yang berbasis di California, Profusa.
Selain itu terdapat juga penjelasan Hepburn dalam artikel "Pentagon develops microchip that detects COVID under your skin" yang tayang di nypost.com.
"Teknologi ini tidak akan dipakai di luar Departemen Pertahanan. Ini seperti sebuah sensor di mobil. Ini bukan microchip pemerintah yang ditakuti untuk melacak setiap gerakan Anda, tetapi gel seperti tisu yang direkayasa untuk terus menguji darah Anda." ujar Hepburn.
Kesimpulan
Postingan yang menyebut Pentagon membuat mikrochip untuk mendeteksi covid-19 adalah tidak benar. Faktanya teknologi biosensor kimia ini bukan hanya untuk mengukur apakah seseorang akan sakit covid-19 atau tidak tetapi juga bisa untuk penyakit lain.
Rujukan
- https://www.liputan6.com/cek-fakta/read/4533144/cek-fakta-pentagon-bikin-mikrochip-deteksi-covid-19-bagaimana-fakta-sebenarnya
- https://www.newsweek.com/covid-microchip-inject-pentagon-fact-check-real-hoax-1583532
- https://www.youtube.com/watch?v=No5Bz2eHNtA
- https://www.cbsnews.com/news/last-pandemic-science-military-60-minutes-2021-04-11/
- https://nypost.com/2021/04/12/microchip-developed-by-pentagon-to-detect-covid-19/?utm_source=whatsapp_sitebuttons
(GFD-2021-6714) [SALAH] Kadrun Merupakan Panggilan PKI untuk Umat Islam
Sumber: twitter.comTanggal publish: 15/04/2021
Berita
Telah beredar sebuah komentar di Twitter oleh akun @MohCipto1 yang mengatakan bahwa istilah Kadal Gurun (Kadrun) merupakan istilah PKI yang ditujukan untuk orang Islam. Komentar tersebut muncul setelah terdapat akun lain yang menanyakan apa arti dari istilah Kadrun. Akun @MohCipto1 juga mengatakan bahwa apabila seseorang hendak menjadi komunis, ia dapat menggunakan istilah Kadrun kepada orang Islam.
Hasil Cek Fakta
Setelah melakukan penelusuran, fakta tersebut tidak benar. Melansir dari detik.com, Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yakni Asvi Warman Adam melalui laman Detik mengatakan bahwa istilah Kadrun baru muncul setelah Pilkada 2012 hingga Pilpres 2019, diikuti oleh kemunculan istilah Cebong dan Kampret.
“Pada Pemilu 1955 ada persaingan yang tajam antara Masyumi dan PKI. Masyumi menuduh orang PKI itu ateis. PKI menuduh Masyumi dapat bantuan dana dari AS. Tidak ada istilah kadal gurun tersebut. Tahun 1960-an, yang ada yakni istilah Nekolim, Aksi Sepihak, Setan Desa dan Setan Kota.”, tutur Asvi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa istilah Kadrun belum muncul saat era PKI masih ada.
Dengan demikian, maka komentar oleh akun Twitter @MohCipto1 tidak sesuai fakta dan masuk ke dalam kategori misleading content atau konten yang menyesatkan.
“Pada Pemilu 1955 ada persaingan yang tajam antara Masyumi dan PKI. Masyumi menuduh orang PKI itu ateis. PKI menuduh Masyumi dapat bantuan dana dari AS. Tidak ada istilah kadal gurun tersebut. Tahun 1960-an, yang ada yakni istilah Nekolim, Aksi Sepihak, Setan Desa dan Setan Kota.”, tutur Asvi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa istilah Kadrun belum muncul saat era PKI masih ada.
Dengan demikian, maka komentar oleh akun Twitter @MohCipto1 tidak sesuai fakta dan masuk ke dalam kategori misleading content atau konten yang menyesatkan.
Kesimpulan
Pernyataan tersebut tidaklah benar. Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui laman Detik mengatakan bahwa istilah Kadal Gurun (Kadrun) baru muncul setelah Pilkada 2012 hingga Pilpres 2019.
Rujukan
- https://www.instagram.com/p/CBrvnpqBkHR/?igshid=zxx2fvv7yaul
- https://m.medcom.id/telusur/cek-fakta/4bam8YJb-cek-fakta-istilah-kadrun-sudah-lama-dipakai-pki-untuk-serang-kaum-muslim
- https://www.merdeka.com/cek-fakta/cek-fakta-tidak-benar-istilah-kadrun-muncul-sejak-zaman-pki.html
- https://news.detik.com/berita/d-5048771/debat-istilah-kadrun-bikinan-pki-atau-semata-kadal-gurun/2
- https://turnbackhoax.id/?s=kadrun+pki
(GFD-2021-6713) [SALAH] Gambar Jokowi Membaca Komik Doraemon
Sumber: facebook.comTanggal publish: 15/04/2021
Berita
Beredar di Facebook gambar Presiden Jokowi sedang membaca sebuah komik Doraemon, gambar tersebut diunggah oleh akun bernama Faisal Alam Babegah dan diposting pada grup PLANGA PLONGO.
NARASI:
“Gerakan gemar membaca”
NARASI:
“Gerakan gemar membaca”
Hasil Cek Fakta
Setelah ditelusuri foto tersebut adalah foto suntingan karena pada tribunnews.com ditemukan foto yang asli pada artikel dengan judul “Presiden Jokowi Berkerut saat Baca Komik jadi Viral Begini Kisahnya” yang unggah pada 26 Oktober 2016. Selain pada tribunnews gambar yang sama ditemukan pada viva.co.id dan komik yang sedang di pegang oleh Jokowi adalah komik Si Juki karya Faza Faza Meonk.
Dengan demikian gambar Presiden Jokowi membaca komik Doraemon adalah salah. Gambar tersebut telah disunting pada bagian cover komik, komik yang sedang dibaca Jokowi adalah komik Si Juki bukan Doraemon dengan demikian hal tersebut masuk kategori konten yang dimanipulasi.
Dengan demikian gambar Presiden Jokowi membaca komik Doraemon adalah salah. Gambar tersebut telah disunting pada bagian cover komik, komik yang sedang dibaca Jokowi adalah komik Si Juki bukan Doraemon dengan demikian hal tersebut masuk kategori konten yang dimanipulasi.
Kesimpulan
Gambar tersebut tidak benar. Faktanya, gambar tersebut telah disunting pada bagian cover komik dan gambar yang asli adalah Jokowi sedang membaca komik Si Juki bukan Doraemon.
Selengkapnya pada penjelasan!
Selengkapnya pada penjelasan!
Rujukan
Halaman: 5491/6592