BUKAN di Italia dan TIDAK terkait dengan wabah virus Corona COVID-19. Peristiwa di video itu adalah aksi unjuk rasa untuk memprotes penindasan Muslim Uighur Cina di St. Georg, Hamburg, Jerman pada Januari 2020.
Akun Ishaq Asy’ari (fb.com/ishaq.asyari.7) membagikan video yang diunggah oleh akun Varial SH (fb.com/baang.varial) dengan narasi sebagai berikut:
“Sdh terjdi wabah yg luar biasa baru ingat akan kkuasaan Allah, sbelum2nya mreka terlena dgn knikmatan dunia dgn berbagai gaya hidup, rupa2nya takut jg akan kmatian, smg hal ini mnjadi pelajaran bg yg berakal.”
Video yang diunggah oleh akun Varial SH itu disertai narasi “Subhanallah Italia Bergema Takbir…Allahu Akbar…” dan terdapat narasi “ITALIA bergema takbir aamiin” di video.
(GFD-2020-3808) [SALAH] Video “ITALIA bergema takbir aamiin”
Sumber: Sosial MediaTanggal publish: 06/04/2020
Berita
Hasil Cek Fakta
PENJELASAN
Berdasarkan hasil penelusuran, klaim bahwa video itu adalah video orang-orang yang sedang bertakbir dan direkam di Italia adalah kalim yang salah.
Peristiwa di video itu adalah aksi unjuk rasa untuk memprotes penindasan Muslim Uighur Cina di St. Georg, Hamburg, Jerman pada Januari 2020.
Salah satu kanal Youtube, AfD Hamburg mengunggah video yang sama pada 18 Januari 2020 dengan judul “Allahu Akbar -Rufe in Hamburg”.
Dikutip dari situs dzienniknarodowy.pl, dua hingga tiga ribu orang berdemonstrasi Sabtu lalu di Hamburg melawan penindasan minoritas Muslim Uighur di Cina. Menurut polisi, tidak ada insiden selama protes di jalan di St. Georg.
Daerah ini adalah distrik gay di Hamburg yang terkenal dengan toko desain interior aslinya, studio seniman, dan kafe serta bar yang trendi. Namun, pada saat yang sama, itu juga merupakan distrik imigran. Orang asing merupakan sekitar 30% dari populasi.
Cabang Hamburg dari Kantor Federal untuk Perlindungan Konstitusi (Bundesamt für Verfassungsschutz, BfV) – dinas intelijen sipil Jerman – mengumumkan pada hari Jumat bahwa kaum Islamis dari Hizb at-Tahrir (Partai Pembebasan) mengorganisir rapat umum.
Berdasarkan hasil penelusuran, klaim bahwa video itu adalah video orang-orang yang sedang bertakbir dan direkam di Italia adalah kalim yang salah.
Peristiwa di video itu adalah aksi unjuk rasa untuk memprotes penindasan Muslim Uighur Cina di St. Georg, Hamburg, Jerman pada Januari 2020.
Salah satu kanal Youtube, AfD Hamburg mengunggah video yang sama pada 18 Januari 2020 dengan judul “Allahu Akbar -Rufe in Hamburg”.
Dikutip dari situs dzienniknarodowy.pl, dua hingga tiga ribu orang berdemonstrasi Sabtu lalu di Hamburg melawan penindasan minoritas Muslim Uighur di Cina. Menurut polisi, tidak ada insiden selama protes di jalan di St. Georg.
Daerah ini adalah distrik gay di Hamburg yang terkenal dengan toko desain interior aslinya, studio seniman, dan kafe serta bar yang trendi. Namun, pada saat yang sama, itu juga merupakan distrik imigran. Orang asing merupakan sekitar 30% dari populasi.
Cabang Hamburg dari Kantor Federal untuk Perlindungan Konstitusi (Bundesamt für Verfassungsschutz, BfV) – dinas intelijen sipil Jerman – mengumumkan pada hari Jumat bahwa kaum Islamis dari Hizb at-Tahrir (Partai Pembebasan) mengorganisir rapat umum.
Rujukan
(GFD-2020-3807) [SALAH] Gambar “Dalam Bayang-Bayang Luhut” Sampul Majalah Tempo
Sumber: Sosial MediaTanggal publish: 06/04/2020
Berita
Hasil SUNTINGAN. Judul yang benar: “Dalam Bayang-Bayang Paloh”, sampul edisi November tahun 2014.
Akun “Andra Febi” (facebook.com/andra.febi.395), sudah dibagikan 1 kali per arsip dibuat.
======
NARASI
“Dulu statusnya Petugas Partai, sekarang dibawah bayang-bayang Luhut si Menteri satu untuk semua.
Aslinya jago prank.. ????”.
======
Akun “Andra Febi” (facebook.com/andra.febi.395), sudah dibagikan 1 kali per arsip dibuat.
======
NARASI
“Dulu statusnya Petugas Partai, sekarang dibawah bayang-bayang Luhut si Menteri satu untuk semua.
Aslinya jago prank.. ????”.
======
Hasil Cek Fakta
PENJELASAN
(1) First Draft News: “Konten yang dimanipulasi
Ketika informasi atau gambar yang asli dimanipulasi untuk menipu”
Selengkapnya di http://bit.ly/2rhTadC / http://bit.ly/2MxVN7S.
* Foto yang dibagikan oleh SUMBER adalah hasil suntingan.
* SUMBER menambahkan narasi yang tidak sesuai dengan gambar asli sehingga menimbulkan kesimpulan keliru.
(2) Klarifikasi oleh Tempo: “Tweeps, sedang beredar hoax di medsos yang menyebut majalah Tempo edisi 1-7 April 2020 mengangkat cover story ‘Dalam Bayang-Bayang Luhut’.
Padahal gambar cover itu hoax dan dimanipulasi dari laporan utama berjudul “Dalam Bayang-Bayang Paloh” yang dimuat di edisi November 2014.”
http://archive.md/w3Q7v (arsip cadangan).
======
(1) First Draft News: “Konten yang dimanipulasi
Ketika informasi atau gambar yang asli dimanipulasi untuk menipu”
Selengkapnya di http://bit.ly/2rhTadC / http://bit.ly/2MxVN7S.
* Foto yang dibagikan oleh SUMBER adalah hasil suntingan.
* SUMBER menambahkan narasi yang tidak sesuai dengan gambar asli sehingga menimbulkan kesimpulan keliru.
(2) Klarifikasi oleh Tempo: “Tweeps, sedang beredar hoax di medsos yang menyebut majalah Tempo edisi 1-7 April 2020 mengangkat cover story ‘Dalam Bayang-Bayang Luhut’.
Padahal gambar cover itu hoax dan dimanipulasi dari laporan utama berjudul “Dalam Bayang-Bayang Paloh” yang dimuat di edisi November 2014.”
http://archive.md/w3Q7v (arsip cadangan).
======
Rujukan
(GFD-2020-3806) [SALAH] Foto “Dampak 16 Hari Lockdown di Italia”
Sumber: Sosial MediaTanggal publish: 06/04/2020
Berita
BUKAN foto dampak lockdown. Foto keluarga napi merespon pembatasan kunjungan, berkaitan dengan wabah COVID-19.
Akun “ComicLoL punya informasi” (instagram.com/comicinfo.id), http://archive.md/KIUWE (arsip cadangan).
======
NARASI
“Sejak Senin (16/3/2020), Perdana menteri Italia Giuseppe Conte telah mengumumkan untuk mengambil kebiajakan lockdown.”
Selengkapnya di tautan bagian SUMBER.
======
Akun “ComicLoL punya informasi” (instagram.com/comicinfo.id), http://archive.md/KIUWE (arsip cadangan).
======
NARASI
“Sejak Senin (16/3/2020), Perdana menteri Italia Giuseppe Conte telah mengumumkan untuk mengambil kebiajakan lockdown.”
Selengkapnya di tautan bagian SUMBER.
======
Hasil Cek Fakta
PENJELASAN
(1) First Draft News: “Konten yang Salah
Ketika konten yang asli dipadankan dengan konteks informasi yang salah”
Selengkapnya di http://bit.ly/2rhTadC / http://bit.ly/2MxVN7S.
* SUMBER membagikan foto keluarga napi merespon pembatasan kunjungan, berkaitan dengan wabah COVID-19.
* SUMBER menambahkan narasi yang salah yang menyebabkan kesimpulan keliru.
(2) Salah satu sumber foto, ABC News: “Kerabat narapidana di penjara Rebibbia menghadapi polisi setelah para napi menggelar protes terhadap langkah-langkah penahanan virus corona baru, di Roma, 9 Maret 2020.Kerabat narapidana di penjara Rebibbia menghadapi polisi setelah para napi menggelar protes terhadap langkah-langkah penahanan virus corona baru, di Roma, 9 Maret 2020.
Cecilia Fabiano / AP” (deskripsi foto).
Google Translate Chrome extension, selengkapnya di “Tahanan memberontak setelah penjara Italia membatasi pengunjung karena masalah coronavirus” https://abcn.ws/3dW5LtV / http://archive.md/1guFl (dalam bahas asli, English).
======
(1) First Draft News: “Konten yang Salah
Ketika konten yang asli dipadankan dengan konteks informasi yang salah”
Selengkapnya di http://bit.ly/2rhTadC / http://bit.ly/2MxVN7S.
* SUMBER membagikan foto keluarga napi merespon pembatasan kunjungan, berkaitan dengan wabah COVID-19.
* SUMBER menambahkan narasi yang salah yang menyebabkan kesimpulan keliru.
(2) Salah satu sumber foto, ABC News: “Kerabat narapidana di penjara Rebibbia menghadapi polisi setelah para napi menggelar protes terhadap langkah-langkah penahanan virus corona baru, di Roma, 9 Maret 2020.Kerabat narapidana di penjara Rebibbia menghadapi polisi setelah para napi menggelar protes terhadap langkah-langkah penahanan virus corona baru, di Roma, 9 Maret 2020.
Cecilia Fabiano / AP” (deskripsi foto).
Google Translate Chrome extension, selengkapnya di “Tahanan memberontak setelah penjara Italia membatasi pengunjung karena masalah coronavirus” https://abcn.ws/3dW5LtV / http://archive.md/1guFl (dalam bahas asli, English).
======
Rujukan
(GFD-2020-3805) [SALAH] Foto “Lihatlah Kebiadapan Israel Ini”
Sumber: Sosial MediaTanggal publish: 06/04/2020
Berita
BUKAN foto kebiadaban Israel. Foto yang diunggah ke internet sejak tahun 2009 itu adalah bagian dari tradisi ‘Tibetan Sky Burial’, sebuah tradisi kuno pemakaman langit di Tibet.
FYI: Sumber klaim dan tautan referensi memuat gambar yang mengganggu bagi sebagian orang, mohon untuk bersikap bijaksana.
Beredar artikel berjudul “Kalau Anda Benar,Benar Umat Muslim Mohon Di Bagikan,Lihatlah Kebiadapan Israel Ini”. Artikel ini dimuat di situs berita-inter[dot]net pada bulan April 2020.
Berikut kutipan artikelnya :
“Apa yang ada dalam benak hati anda setelah lihat f0t0 diatas, apakah mendiami ataukah hanya diam saja tutup mulut serta telinga serta berpura-pura tidak paham, mari sebar luaskan inf0rmasi ini supaya semua 0rang di semua dunia tahu kebiadabanya. ASTAGHFIRULLAH. Tidak ada yang memiliki kesangsian mengenai aktivitas tiran pasukan Israel di Palestina di semua dunia. Mereka mulai tingkatkan itu 10-20 th. paling akhir. Dalam rekaman harian Anda dapat memiliki c0nt0h aktivitas tiran pasukan-pasukan Israel di mana mereka yang mengubur anak-anak Muslim hidup hidup.”
FYI: Sumber klaim dan tautan referensi memuat gambar yang mengganggu bagi sebagian orang, mohon untuk bersikap bijaksana.
Beredar artikel berjudul “Kalau Anda Benar,Benar Umat Muslim Mohon Di Bagikan,Lihatlah Kebiadapan Israel Ini”. Artikel ini dimuat di situs berita-inter[dot]net pada bulan April 2020.
Berikut kutipan artikelnya :
“Apa yang ada dalam benak hati anda setelah lihat f0t0 diatas, apakah mendiami ataukah hanya diam saja tutup mulut serta telinga serta berpura-pura tidak paham, mari sebar luaskan inf0rmasi ini supaya semua 0rang di semua dunia tahu kebiadabanya. ASTAGHFIRULLAH. Tidak ada yang memiliki kesangsian mengenai aktivitas tiran pasukan Israel di Palestina di semua dunia. Mereka mulai tingkatkan itu 10-20 th. paling akhir. Dalam rekaman harian Anda dapat memiliki c0nt0h aktivitas tiran pasukan-pasukan Israel di mana mereka yang mengubur anak-anak Muslim hidup hidup.”
Hasil Cek Fakta
PENJELASAN
Berdasarkan hasil penelusuran, klaim bahwa foto itu adalah foto kebiadaban Israel adalah klaim yang salah. Sebelumnya foto ini juga pernah diklaim sebagai bukti adanya praktik kanibalisme di konflik Rohingya, Myanmar, namun klaim ini juga jelas salah.
Foto yang diunggah ke internet sejak tahun 2009 itu adalah bagian dari tradisi ‘Tibetan Sky Burial’, sebuah tradisi kuno pemakaman langit di Tibet.
Mayoritas warga Tibet menganut agama Buddha. Mereka menyambut kematian secara sukacita karena percaya reinkarnasi di alam selanjutnya. Oleh karena itulah mereka memilih cara pemakaman langit atau yang disebut dengan ritual ‘Jhator’.
Jhator berarti ‘sky burial’ atau pemakaman di langit. Dinamakan begitu karena ritual Jhator dilakukan di atas bukit atau gunung. Tak sembarang orang bisa dimakamkan dengan cara begini. Jenazah tak boleh di bawah 18 tahun, wanita hamil, atau mereka yang meninggal karena penyakit atau kecelakaan.
Dalam ritual Jhator, jenazah tidak benar-benar dikubur karena tanah di Tibet terlalu keras dan berbatu. Tidak pula dibakar karena kelangkaan bahan bakar dan kayu. Cara mereka adalah dengan memutilasi jenazah, memisahkan daging dan tulang, untuk menjadi makanan Burung Nasar alias burung bangkai.
Burung Nasar dalam bahasa Tibet disebut Dakini, yang berarti penari langit. Warga Tibet yakin, Dakini adalah reinkarnasi dari malaikat. Mereka akan mengambil arwah jenazah dan mengantarnya ke surga, sebuah tempat menunggu reinkarnasi kehidupan selanjutnya.
Bagi orang Tibet, ritual Jhator juga sarat akan nilai religi. Daging manusia diumpankan pada Burung Nasar karena dianggap menyelamatkan hewan-hewan tersebut. Mereka mencontoh salah satu Buddha yakni Sakyamuni, yang konon pernah melakukan hal ini. Untuk menyelamatkan seekor merpati, Sakyamuni memberi makan elang dengan dagingnya sendiri.
Begini proses ritualnya. Setelah upacara kematian, jenazah akan dibiarkan begitu saja selama 3 hari. Para biksu akan berdoa mengelilingi jenazah tersebut sebelum Jhator dilakukan. Jenazah lalu diposisikan seperti janin, sama seperti ketika dilahirkan.
Jhator biasanya dilakukan sebelum fajar. Jenazah dibawa ke atas bukit kemudian dilepas pakaiannya. Mutilasi pun dimulai, pemotongan pertama dilakukan pada punggungnya. Kapak dan parang digunakan karena daya potongnya cepat dan pasti. Tulang, daging, dan organ dalam dipisahkan. Tulang kemudian dihancurkan dan dicampur dengan ‘tsampa’ atau tepung barley panggang. Setelah tubuh benar-benar terpotong seluruhnya, adonan tulang itu kemudian disebar ke tanah. Dakini pun mulai datang.
Masyarakat percaya, agar arwah terbawa sepenuhnya ke surga, seluruh bagian tubuh harus dimakan. Setelah adonan tulang, bagian selanjutnya yang jadi persembahan adalah organ dalam, baru kemudian daging. Bagi orang awam yang melihatnya, tradisi ini tentu terbilang cukup mengerikan. Namun, bagi warga Tibet ritual Jhator menjadi bukti akan pandangan lain terhadap kematian.
Meski banyak pertanyaan yang muncul di benak traveler, melihat prosesi Jhator haram hukumnya bagi mereka yang bukan keluarga. Hanya keluarga mendiang yang boleh hadir di ritual tersebut. Memotret juga haram hukumnya, masyarakat percaya bisa menimbulkan efek negatif bagi arwah mendiang. Traveler memang tidak diperbolehkan untuk melihat ritual Jhator secara langsung. Namun traveler bisa melihat lokasi ritual Jhator di bukit setinggi 4.150 Mdpl dekat Kuil Drigung.
Berdasarkan hasil penelusuran, klaim bahwa foto itu adalah foto kebiadaban Israel adalah klaim yang salah. Sebelumnya foto ini juga pernah diklaim sebagai bukti adanya praktik kanibalisme di konflik Rohingya, Myanmar, namun klaim ini juga jelas salah.
Foto yang diunggah ke internet sejak tahun 2009 itu adalah bagian dari tradisi ‘Tibetan Sky Burial’, sebuah tradisi kuno pemakaman langit di Tibet.
Mayoritas warga Tibet menganut agama Buddha. Mereka menyambut kematian secara sukacita karena percaya reinkarnasi di alam selanjutnya. Oleh karena itulah mereka memilih cara pemakaman langit atau yang disebut dengan ritual ‘Jhator’.
Jhator berarti ‘sky burial’ atau pemakaman di langit. Dinamakan begitu karena ritual Jhator dilakukan di atas bukit atau gunung. Tak sembarang orang bisa dimakamkan dengan cara begini. Jenazah tak boleh di bawah 18 tahun, wanita hamil, atau mereka yang meninggal karena penyakit atau kecelakaan.
Dalam ritual Jhator, jenazah tidak benar-benar dikubur karena tanah di Tibet terlalu keras dan berbatu. Tidak pula dibakar karena kelangkaan bahan bakar dan kayu. Cara mereka adalah dengan memutilasi jenazah, memisahkan daging dan tulang, untuk menjadi makanan Burung Nasar alias burung bangkai.
Burung Nasar dalam bahasa Tibet disebut Dakini, yang berarti penari langit. Warga Tibet yakin, Dakini adalah reinkarnasi dari malaikat. Mereka akan mengambil arwah jenazah dan mengantarnya ke surga, sebuah tempat menunggu reinkarnasi kehidupan selanjutnya.
Bagi orang Tibet, ritual Jhator juga sarat akan nilai religi. Daging manusia diumpankan pada Burung Nasar karena dianggap menyelamatkan hewan-hewan tersebut. Mereka mencontoh salah satu Buddha yakni Sakyamuni, yang konon pernah melakukan hal ini. Untuk menyelamatkan seekor merpati, Sakyamuni memberi makan elang dengan dagingnya sendiri.
Begini proses ritualnya. Setelah upacara kematian, jenazah akan dibiarkan begitu saja selama 3 hari. Para biksu akan berdoa mengelilingi jenazah tersebut sebelum Jhator dilakukan. Jenazah lalu diposisikan seperti janin, sama seperti ketika dilahirkan.
Jhator biasanya dilakukan sebelum fajar. Jenazah dibawa ke atas bukit kemudian dilepas pakaiannya. Mutilasi pun dimulai, pemotongan pertama dilakukan pada punggungnya. Kapak dan parang digunakan karena daya potongnya cepat dan pasti. Tulang, daging, dan organ dalam dipisahkan. Tulang kemudian dihancurkan dan dicampur dengan ‘tsampa’ atau tepung barley panggang. Setelah tubuh benar-benar terpotong seluruhnya, adonan tulang itu kemudian disebar ke tanah. Dakini pun mulai datang.
Masyarakat percaya, agar arwah terbawa sepenuhnya ke surga, seluruh bagian tubuh harus dimakan. Setelah adonan tulang, bagian selanjutnya yang jadi persembahan adalah organ dalam, baru kemudian daging. Bagi orang awam yang melihatnya, tradisi ini tentu terbilang cukup mengerikan. Namun, bagi warga Tibet ritual Jhator menjadi bukti akan pandangan lain terhadap kematian.
Meski banyak pertanyaan yang muncul di benak traveler, melihat prosesi Jhator haram hukumnya bagi mereka yang bukan keluarga. Hanya keluarga mendiang yang boleh hadir di ritual tersebut. Memotret juga haram hukumnya, masyarakat percaya bisa menimbulkan efek negatif bagi arwah mendiang. Traveler memang tidak diperbolehkan untuk melihat ritual Jhator secara langsung. Namun traveler bisa melihat lokasi ritual Jhator di bukit setinggi 4.150 Mdpl dekat Kuil Drigung.
Rujukan
Halaman: 5464/5892