(GFD-2020-8038) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Penjelasan Soal Corona dari Mohammad Indro Cahyono dalam Pesan Berantai Ini?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 13/04/2020
Berita
Pesan berantai yang berisi hasil wawancara dengan Mohammad Indro Cahyono tentang virus Corona Covid-19 viral di media sosial. Menurut pesan ini, Mohammad Indro Cahyono adalah seorang dokter hewan yang telah meneliti virus selama 20 tahun.
Salah satu poin wawancara dalam pesan berantai itu menyebut bahwa pandemi Covid-19 hanya akan berlangsung selama dua minggu dan pasien Covid-19 dapat sembuh dengan mengkonsumsi vitamin E. Dalam pesan ini, Indro juga mengatakan bahwa virus bisa dibuat cepat menyebar dan menempel ke manusia.
Pertanyaan: Kalau dari manusia, pasti ada penyebar pertamanya...
Jawaban: Ya, penyebar pertamanya dari Wuhan sana, kenapa dia bisa muncul dari sana dan nyebar banyak, ya kita gak ngerti. Spekulasinya banyak. Cuma kalau saya ditanya sebagai orang yang sudah lama maen sama virus, apakah itu bisa dibikin supaya bisa nyebar cepat dan bisa nempel ke manusia, ya saya bilang bisa dibikin.
Pertanyaan: Lewat intervensi para ilmuwan?
Jawaban: Bisa. Gak akan sulit. Kalau orang yang biasa maenan virus, itu bisa. Cuma sekarang gak ada gunanya lagi kita membahas itu, wong virusnya sudah nyebar.
Poin lainnya dalam pesan berantai tersebut yang kontroversial adalah bahwa pasien Covid-19 di Wuhan bisa sembuh karena mengkonsumsi vitamin E, karena vaksin dan obat Covid-19 belum ada. Oleh karena itu, Indro mengimbau agar masyarakat cukup menjaga kebersihan dan mengkonsumsi vitamin E.
Terakhir, Indro memberikan prediksi bahwa pandemi Covid-19 akan menurun dalam dua minggu, lalu berakhir. "Gak lama. Dalam dua minggu setelah ini, sudah menurun, lalu selesai," demikian narasi dalam pesan berantai yang diklaim berasal dari Indro itu.
Di Facebook, pesan berantai ini dibagikan salah satunya oleh akun Nurwanti Listya Dewi, yakni pada 8 April 2020. Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun Nurwanti Listya Dewi tersebut telah disukai sebanyak 200 kali dan dibagikan lebih dari 150 kali.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Nurwanti Listya Dewi.
Artikel ini akan berisi pemeriksaan terhadap dua hal:
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo dengan tool Plagiarism Checker, narasi dalam pesan berantai di atas bersumber dari artikel di situs Radar Banjarmasin yang dimuat pada 23 Maret 2020. Namun, narasi dalam pesan berantai tersebut telah mengalami penambahan berupa pertanyaan dan jawaban yang memuat prediksi bahwa pandemi Covid-19 akan berakhir dalam dua pekan.
Mohammad Indro Cahyono mengakui bahwa isi dari pesan berantai yang beredar tersebut merupakan pernyataannya. "Benar, aslinya itu obrolan biasa. Saya enggak tahu kalau itu wartawan, dan beberapa statement belum siap dibuka ke publik. Saat dirilis, saya enggak diberitahu sebelumnya," kata Indro pada 1 April 2020 seperti dikutip dari Detik.com.
Siapakah Indro Cahyono dan apakah penjelasan dalam pesan berantai di atas sesuai fakta?
Berdasarkan penelusuran Tempo, Mohammad Indro Cahyono adalah dokter hewan lulusan Universitas Gajah Mada. Sejak 2006, ia bekerja di Badan Penelitian Veteriner (Balitvet), sebuah unit yang berada di bawah Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Kementerian Pertanian. Di Balitvet, Indro bertugas sebagai peneliti di Laboratorium Virologi. Pada 2018, Indro keluar dari Balitvet dan menjadi peneliti di kantor swasta.
Dilihat dari latar belakang tersebut, Indro sebenarnya adalah ahli kesehatan atau ahli virus pada hewan, bukan ahli virus pada manusia. Ia juga tidak terlibat dalam penanganan klinis pasien yang terinfeksi Covid-19.
Dengan alasan ini, Tim CekFakta Tempo perlu memeriksa ulang penjelasan Indro dengan fakta-fakta penelitian mengenai virus Corona Covid-19. Tempo juga menghubungi Dicky Budiman, dokter sekaligus ahli epidemiologi penyakit menular. Epidemiologi adalah ilmu tentang pola penyebaran penyakit atau kejadian yang berhubungan dengan kesehatan serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keadaan tersebut pada lingkup masyarakat tertentu.
Berikut ini pemeriksaan fakta atas klaim dalam pesan berantai di atas:
Klaim 1: Virus Corona sudah ada sejak nabi Isa atau 200 tahun sebelum Masehi.
Menurut Dicky, klaim ini tidak memiliki referensi ilmiah. Beberapa penelitian memang menunjukkan bahwa virus Corona sudah ada sejak lama. Tapi hal itu berlaku untuk jenis virus Corona pada hewan, bukan manusia. Virus Corona pada hewan berbeda dengan virus Corona pada manusia.
Mengutip penelitian Jeffrey Kahn, doktor di Yale University School of Medicine, pada 2005 yang berjudul "History and Recent Advances in Coronavirus Discovery", virus Corona pada manusia baru teridentifikasi pada 1965 ketika Tyrrell dan Bynoe menemukan virus bernama B814 yang menyebabkan sebagian besar infeksi saluran pernapasan atas pada anak-anak.
Kemudian, sejak 2003, setidaknya terdapat lima jenis virus Corona baru pada manusia yang telah diidentifikasi, termasuk virus Corona yang menyebabkan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Virus Corona penyebab Covid-19 sendiri muncul pertama kali di Wuhan, Cina, pada Desember 2019 dan kemudian menjadi pandemi hingga saat ini.
Klaim 2: Virus pertamanya menyebar di Wuhan. Virus bisa dibuat supaya cepat menyebar dan menempel ke manusia.
Klaim ini adalah bagian dari teori konspirasi bahwa virus Corona Covid-19 diproduksi oleh laboratorium di Wuhan, Cina. Tim CekFakta Tempo pernah memuat artikel yang berisi verifikasi atas teori konspirasi yang awalnya diucapkan oleh ahli perang biologis Israel Dany Shoham itu. Menurut Shoham dalam emailnya kepada Tempo, dia tidak memiliki petunjuk dan bukti untuk pernyataannya tersebut, sehingga teori konspirasi ini tidak bisa dibuktikan.
Dicky juga menjelaskan bahwa teori konspirasi selalu muncul dalam setiap pandemi, seperti saat pandemi HIV-AIDS. Sejauh ini, tidak ada satu pun penelitian para ahli virologi dunia yang menunjukkan bahwa virus Corona Covid-19 adalah produk laboratorium, baik laboratorium Cina maupun laboratorium Amerika Serikat.
Teori konspirasi pun dianggap berbahaya dalam upaya pengendalian Covid-19 karena akan mengurangi sinergi dan kolaborasi dunia global. “Padahal, pandemi tidak bisa ditangani satu negara, harus ada kolaborasi karena sifatnya global,” kata Dicky.
Klaim 3: Minum vitamin E bisa mencegah Covid-19.
Menurut Dicky, vitamin E tidak berkaitan langsung dengan pencegahan Covid-19. Sebelumnya, vitamin D sempat dihubungkan dengan Covid-19 karena berkaitan dengan imunitas. Namun, menurut Dicky, bukan berarti ketika daya tahan tubuh meningkat seseorang menjadi lebih aman dari Covid-19. Pencegahan utama, kata dia, adalah mengkonsumsi makanan bergizi, rajin mencuci tangan, dan jaga jarak.
Dikutip dari situs resmi Akademi Ilmuwan Muda Indonesia, vitamin E juga bukan satu-satunya nutrisi yang dibutuhkan untuk melawan Covid-19. Mikronutrisi, seperti vitamin A, B, C, D, dan E, serta mineral zat besi, selenium, dan seng atau zinc sangat penting melawan infeksi. Penelitian menunjukkan bahwa meningkatkan nutrisi dapat membantu mendukung kerja sistem imun yang lebih optimal.
Klaim 4: Pandemi Covid-19 tidak akan berlangsung lama. Dalam dua minggu setelah ini, sudah menurun, lalu selesai.
Hal ini tidak sesuai dengan pemodelan yang dilakukan oleh ahli epidemiologi Universitas Indonesia yang memprediksi bahwa pandemi Corona akan menurun pada Mei 2020. Prediksi menurun pada Mei ini pun disertai syarat di mana pemerintah harus melakukan intervensi dengan efektif, yakni membatasi mobilitas masyarakat seperti mudik.
Dicky juga menjelaskan bahwa klaim "pandemi selesai dalam dua minggu" tersebut sangat gegabah dan tidak sesuai dengan ilmu pandemi. Secara teori, pandemi akan berhenti setelah setengah dari populasi dunia terinfeksi. Proses ini membutuhkan waktu yang lama sehingga tidak mungkin selesai selama dua pekan.
Merujuk pada sejarah pandemi flu yang dimulai pada Januari 1918, pandemi tersebut baru selesai dalam waktu tiga tahun, yakni pada Desember 1920. Pandemi flu saat itu memiliki nilai kecepatan di atas 2, hampir sama dengan pandemi Covid-19. Pandemi saat itu berlangsung lama karena ketidaksiplinan sejumlah negara untuk membatasi mobilitas masyarakat.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, penjelasan seputar virus Corona Covid-19 dalam pesan berantai di atas memang berasal dari Mohammad Indro Cahyono. Namun, Indro adalah ahli kesehatan pada hewan, sehingga beberapa pernyataannya dalam pesan berantai itu tidak sesuai dengan fakta-fakta mengenai virus Corona Covid-19. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penjelasan seputar virus Corona Covid-19 dalam pesan berantai di atas sebagian benar.
ZAINAL ISHAQ | IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- http://archive.ph/O8y2y
- https://kalsel.prokal.co/read/news/31581-bincang-santai-dengan-indro-corona-sudah-ada-sebelum-masehi-sembuh-dengan-vitamin-e.html
- https://bit.ly/2RmjCQv
- https://www.suara.com/lifestyle/2020/03/30/113655/pakar-virologi-indro-cahyo-bantu-peternak-hingga-tidur-di-kandang-babi?page=2
- https://journals.lww.com/pidj/Fulltext/2005/11001/History_and_Recent_Advances_in_Coronavirus.12.aspx
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/581/fakta-atau-hoaks-benarkah-virus-corona-wuhan-adalah-senjata-biologis-cina-yang-bocor
- https://almi.or.id/2020/04/01/5-cara-nutrisi-dapat-membantu-sistem-imun-anda-melawan-coronavirus/
- https://katadata.co.id/berita/2020/04/03/ahli-epidemiologi-ui-prediksi-puncak-corona-indonesia-pekan-ke-3-april
(GFD-2020-8037) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto-foto Jenazah Pasien Corona di Ekuador yang Digeletakkan di Pinggir Jalan?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 10/04/2020
Berita
Sejumlah foto jenazah yang terbungkus plastik ataupun kain serta peti mati yang digeletakkan di pinggir jalan beredar di media sosial. Menurut narasi yang menyertainya, foto-foto itu merupakan foto jenazah pasien yang meninggal di Ekuador karena terinfeksi virus Corona Covid-19.
Salah satu akun di Facebook yang membagikan foto-foto tersebut adalah akun 2020 Story, yakni pada 8 April 2020. Terdapat lima foto yang diunggah oleh akun ini. Foto pertama memperlihatkan jenazah yang terbungkus plastik. Foto kedua merupakan foto peti mati yang diletakkan di pinggir jalan.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook 2020 Story.
Foto ketiga memperlihatkan seorang pria yang terduduk di trotoar dengan wajah menunduk. Di depan pria itu terdapat peti mati yang terbungkus plastik. Adapun foto keempat memperlihatkan petugas yang membereskan kardus yang berukuran sebesar peti mati dan foto kelima memperlihatkan jenazah yang terbungkus kain yang diletakkan di sebuah bangku di pinggir jalan.
Apa benar foto-foto di atas merupakan foto-foto pasien Corona di Ekuador?
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo dengan tool Source, kelima foto tersebut pernah dimuat oleh media asing maupun media dalam negeri. Foto-foto itu pun benar diambil di Ekuador dan merupakan pasien yang meninggal karena terinfeksi virus Corona Covid-19.
Foto pertama, yakni foto jenazah yang terbungkus plastik, pernah diunggah di akun Twitter milik situs stok foto Getty Images pada 7 April 2020. Foto ini diambil oleh fotografer yang bernama Francisco Macias di sebuah jalan di Guayaquil, Ekuador.
Foto itu diberi keterangan, "Mayat yang terbungkus plastik dan ditutupi kardus yang digeletakkan di trotoar di Guayaquil. Ekuador memiliki 3.747 kasus yang terkonfirmasi Corona dan 191 meninggal. Pihak berwenang menyatakan bahwa angka yang sebenarnya mungkin lebih tinggi karena kamar mayat penuh."
Gambar tangkapan layar unggahan akun Twitter Getty Images.
Foto kedua, yakni foto peti mati yang diletakkan di pinggir jalan, pernah dimuat di situs media Italia Sky pada 7 April 2020. Foto yang bersumber dari Getty Images ini dimuat dalam artikel yang berjudul "Virus Corona, Ekuador dengan 3.747 kasus adalah salah satu negara yang paling terdampak di Amerika Selatan". Dalam artikel ini, dimuat pula foto pertama tadi.
Foto ketiga, yakni foto seorang pria yang terduduk di trotoar dengan wajah menunduk, pernah dimuat oleh situs media Chicago Tribune pada 6 April 2020. Foto tersebut berasal dari Getty Images dan diberi keterangan, "Kerabat korban virus Corona menangis di sebelah peti mati korban itu sambil menunggu untuk dibawa ke pemakaman di Guayaquil, Ekuador, pada 4 April 2020."
Terkait foto keempat, yakni foto petugas yang membereskan kardus yang berukuran sebesar peti mati, ditemukan foto yang serupa dengan angle berbeda di situs media The Guardian dalam artikelnya pada 5 April 2020. Foto ini diberi keterangan, "Peti mati kardus di Guayaquil."
Adapun foto kelima, yakni foto jenazah yang terbungkus kain yang diletakkan di sebuah bangku di pinggir jalan, pernah dimuat dalam artikel di situs media dalam negeri, Detik.com, pada 8 April 2020. Foto ini juga merupakan foto jenazah pasien virus Corona Covid-19 di Ekuador. Foto tersebut berasal dari Getty Images. Dalam artikel di Detik.com ini, juga dimuat empat foto lainnya yang diunggah akun 2020 Story.
Dilansir dari organisasi media nonprofit NPR, Ekuador merupakan salah satu negara terkecil di Amerika Selatan yang menghadapi wabah virus Corona Covid-19 terburuk di kawasan itu. Hingga 3 April 2020, lebih dari 3.100 kasus dan 120 kematian akibat Covid-19 teridentifikasi di Ekuador.
Pusat wabah Corona di negara ini berada di kota pelabuhan Guayaquil. Di sana, mayat-mayat terbaring di pinggir-pinggir jalan. Guayaquil mencatatkan sekitar setengah dari total kasus Covid-19 di Ekuador. Pasien memenuhi rumah sakit kota. Jam malam yang diberlakukan serta birokrasi di sana pun menghambat para petugas untuk mengurus jenazah.
Hal ini membuat jenazah orang-orang yang meninggal di rumah karena virus Corona Covid-19 atau penyakit lainnya terbaring selama berhari-hari di pinggir-pinggir jalan. Jenazah-jenazah itu terbungkus seprai dan plastik, lalu membusuk di bawah teriknya matahari tropis Ekuador.
Itulah yang terjadi pada Victor Morande, warga Guayaquil berusia 38 tahun, yang meninggal karena gagal pernapasan. Dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi lokal TV Ecuavisa, Keyla Reyes, sepupu Morande, menyatakan rasa putus asanya karena Morande sudah meninggal selama empat hari dan mulai membusuk sehingga mesti dipindahkan ke trotoar. "Kami telah memanggil polisi, tapi tidak ada yang datang," ujar Reyes.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, foto-foto unggahan akun Facebook 2020 Story di atas adalah benar foto-foto jenazah serta peti mati dari pasien yang meninggal karena terinfeksi virus Corona Covid-19 di Ekuador, tepatnya di Kota Guayaquil. Jam malam yang diberlakukan serta birokrasi di sana menghambat para petugas untuk mengurus jenazah.
IBRAHIM ARSYAD
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://web.facebook.com/yostanabe/photos/pcb.120023916313561/120023639646922/?type=3&theater
- https://twitter.com/GettyImagesNews/status/1247268722613551105
- https://tg24.sky.it/mondo/photogallery/2020/04/07/coronavirus-ecuador-foto.html
- https://www.chicagotribune.com/espanol/sns-es-viacrucis-sanitario-coronavirus-ecuador-20200406-sibty5qoofbhvf6vjxzfcbr2mi-story.html
- https://www.theguardian.com/world/2020/apr/05/ecuadorian-city-creates-helpline-for-removal-of-coronavirus-victims
- https://news.detik.com/berita/d-4969103/dampak-corona-di-ekuador-makin-horor?single=1
- https://www.npr.org/sections/coronavirus-live-updates/2020/04/03/826675439/corpses-lie-for-days-as-ecuador-struggles-to-keep-up-with-covid-19-deaths
(GFD-2020-8036) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Penularan Corona Bisa Dihentikan dengan Berdiam Diri Selama 3 Hari?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 09/04/2020
Berita
Sebuah poster yang mengajak masyarakat untuk berdiam diri selama tiga hari, yakni pada 10-12 April 2020, beredar di media sosial. Menurut poster itu, dengan berdiam diri selama tiga hari, penularan virus Corona Covid-19 bisa dihentikan.
Berikut ini isi lengkap tulisan dalam poster tersebut, "Ayo Kompak Lawan Virus. Serempak Se-Indonesia Berhenti Total Tiga Hari. Virus tidak bisa pindah kecuali dipindahkan, dan jika dalam 24 jam tidak dipindahkan, virus mati sendiri. Pelaksanaan: 10-12 April 2020."
Salah satu akun di Facebook yang mengunggah poster itu adalah akun Septi Virginia Bunda Aldy, yakni pada 7 April 2020. Akun ini pun menuliskan narasi, "Kito buat si Corona mati gaya, istirahat total (kalau biso) 3 hari saja! Cuman bener2 harus kompak artinya tgl2 itu saya berupaya tinggal dirumah, tidak menerima tamu atau orderan, tidak belanja online, tidak menerima paket (kecuali dana segar via rekening) itu saya... bagaimana dengan anda? Ayo bersama kita bisa."
Adapun di WhatsApp, poster itu disebarkan dengan narasi, "Kenapa kita dianjurkan untuk makai masker di tgl 10-12 April. URGENT sbg informasi dari Bpk Dir-1... Bhw 3 hari kedepan diusahakan seluruh anggota keluarga masing2 di Rmh...utk tdk keluar rmh, walau hanya utk berjemur, klu tdk sgt terpaksa.. Krn dlm 3 hari kedepan Arus angin dari Utara ke arah Selatan yg membawa wabah (penyakit) akan melewati Indonesia menuju Australian."
Artikel ini akan berisi pemeriksaan fakta terhadap dua hal:
Hasil Cek Fakta
Klaim I
Untuk memeriksa klaim pertama, Tim CekFakta Tempo menghubungi Dicky Budiman, ahli epidemologi yang kini menjadi kandidat doktor di Universitas Griffith Australia. Menurut dia, klaim bahwa berhenti beraktivitas total selama tiga hari dapat menghentikan penularan virus Corona Covid-19 tidak memiliki landasan ilmiah. "Ini tidak sesuai dengan fakta sifat masa inkubasi virus penyebab Covid-19," kata Dicky kepada Tempo pada 9 April 2020.
Dicky menjelaskan masa inkubasi atau jangka waktu sejak seseorang terpapar virus hingga menunjukkan gejala Covid-19 adalah sekitar 14 hari, bahkan 28 hari. Karena itu, berhenti beraktivitas total selama tiga hari saja tidak akan efektif untuk menghentikan penularan Covid-19.
Menurut Dicky, penelitian sejumlah ahli juga menunjukkan bahwa, untuk menekan angka produksi kasus 1 persen atau di bawahnya, harus dilakukan karantina wilayah hingga 35 hari. "Jadi, jauh sekali antara tiga hari dengan 35 hari itu," kata Dicky.
Hingga kini, berapa lama masa inkubasi Covid-19 memang belum bisa dinyatakan secara final karena pandemi ini masih berlangsung sehingga penelitian mengenai virus itu pun masih berjalan. Namun, Tempo tidak menemukan rujukan yang menyatakan virus Corona Covid-19 bisa dimatikan dalam waktu tiga hari. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ), sebagian besar perkiraan menyatakan masa inkubasi Covid-19 berkisar antara 1-14 hari. Namun, yang paling umum adalah sekitar lima hari.
Baru-baru ini, para peneliti Cina bahkan menemukan virus corona Covid-19 dapat hidup di saluran pernapasan seseorang yang terinfeksi selama 37 hari sejak pertama kali mengalami sakit. Perhitungan tersebut dihasilkan dari penelitian terhadap 191 pasien di dua rumah sakit di Wuhan, Cina.
"Pelepasan virus yang berkepanjangan memberikan alasan untuk strategi isolasi pasien yang terinfeksi dan intervensi antivirus yang optimal di masa depan," demikian temuan yang ditulis di jurnal The Lancet yang terbit pada 11 Maret 2020.
Sementara terkait klaim bahwa virus Corona Covid-19 bisa mati sendiri jika dalam 24 jam tidak dipindahkan, menurut Dicky, belum ada penelitian final mengenai berapa lama virus itu dapat bertahan di permukaan benda. Data yang tersebar di internet mengenai lamanya virus Corona bertahan di permukaan meja, besi, plastik, ataupun kertas masih didasarkan pada sifat virus Corona SARS dan MERS.
Meskipun begitu, Dicky mengingatkan bahwa penting untuk membersihkan setiap permukaan benda dengan deterjen atau cairan disinfektan secara rutin. Dengan cara ini, risiko penularan virus Corona Covid-19 bisa berkurang. "Jadi, tidak perlu menunggu berhari-hari atau berjam-jam untuk membersihkan," kata Dicky.
WHO juga menjelaskan bahwa belum pasti berapa lama virus Corona Covid-19 bertahan di permukaan benda. Tapi virus ini kemungkinan berperilaku seperti virus Corona lainnya. Studi menunjukkan bahwa virus Corona, termasuk informasi awal tentang virus Corona Covid-19, dapat bertahan di permukaan benda selama beberapa jam atau hari. Hal ini bergantung pada jenis benda serta suhu dan kelembaban di sekitarnya.
Klaim II
Terkait klaim bahwa akan ada angin dari utara ke selatan yang membawa wabah penyakit pada 10-12 April 2020, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) telah membantahnya. "Tidak benar pada 10-12 April akan terjadi angin dari utara ke selatan yang kuat dan membawa wabah penyakit," demikian pernyataan resmi dari Lapan pada 9 April 2020.
Berdasarkan prediksi Satellite-based Disaster Early Warning System (Sadewa) Lapan, angin selama tiga hari mendatang tidak didominasi oleh angin utara. Selain itu, hingga kini, belum ada penelitian yang mengaitkan wabah penyakit dengan angin lintas benua dan lautan atau angin monsun. "Virus tidak ditularkan melalui udara, tapi melalui droplet yang jarak jangkaunya pendek, dan yang berbahaya adalah transmisi dari orang ke orang."
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga membantah klaim bahwa akan ada angin dari utara ke selatan yang membawa wabah penyakit pada 10-12 April 2020. "Hal tersebut dapat dipastikan bukan berasal dari BMKG dan isi informasi tersebut hoaks serta tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya," kata Plt Deputi Bidang Meteorologi BMKG Herizal dalam siaran persnya pada 9 April 2020.
Herizal menegaskan bahwa, saat ini, sebagian besar wilayah Indonesia sedang berada dalam peralihan musim hujan menuju musim kemarau sehingga sirkulasi angin tidak lagi didominasi oleh angin dari utara atau dari Benua Asia. "Bahkan, di beberapa wilayah di bagian selatan Indonesia kini sudah mulai berhembus angin dari timur-selatan atau dari Benua Australia," ujar Herizal.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, narasi dalam poster di atas, bahwa penularan virus Corona Covid-19 bisa dihentikan dengan berdiam diri selama tiga hari, keliru. Klaim itu tidak sesuai dengan fakta mengenai masa inkubasi virus Corona Covid-19. Menurut data saat ini, masa inkubasi Covid-19 berkisar antara 1-14 hari. Sejumlah penelitian justru menunjukkan bahwa masa inkubasi Covid-19 lebih panjang, yakni 28 hari dan 37 hari. Klaim yang menyertai poster itu di WhatsApp pun keliru. Menurut Lapan, tidak benar bahwa pada 10-12 April akan ada angin dari utara ke selatan yang membawa wabah penyakit.
IKA NINGTYAS
Catatan Redaksi: Artikel ini diubah pada 9 April 2020 pukul 22.15 WIB di bagian pemeriksaan fakta karena terdapat tambahan penjelasan dari BMKG.
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
(GFD-2020-8035) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Lokasi Karantina Corona untuk TKI dari Luar Negeri yang Pulang ke Jawa Timur?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 09/04/2020
Berita
Foto-foto yang memperlihatkan gubuk-gubuk dari bambu serta sejumlah orang dengan masker dan seorang petugas medis dengan alat pelindung diri (APD) beredar di media sosial. Foto-foto itu diklaim sebagai foto-foto lokasi karantina untuk tenaga kerja Indonesia (TKI) dari luar negeri yang pulang ke Jawa Timur dalam rangka mencegah penyebaran virus Corona Covid-19.
Foto pertama memperlihatkan belasan gubuk bambu yang berjejer di sebuah tanah kosong. Masing-masing gubuk diisi oleh satu orang yang mengenakan masker. Foto kedua memperlihatkan seorang petugas dengan APD yang tengah memeriksa suhu tubuh seorang penghuni gubuk.
Adapun foto ketiga memperlihatkan seorang laki-laki dengan masker yang sedang duduk di tepi sebuah pembaringan. Tempat tidur yang juga terbuat dari bambu itu menjadi satu-satunya fasilitas di dalam gubuk yang beralaskan tanah tersebut.
Akun Facebook yang membagikan foto-foto itu adalah akun Jaka Donie, yakni pada 6 April 2020. Akun ini menulis, "Pemerintah jawa timur sdh menyiapkan 52 buah tempat kurantin bagi TKI yg bru pulang dari luar negri. Mereka akan Di kuarantin selama likor likor nam belas hari."
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Jaka Donie.
Apa benar foto-foto di atas merupakan foto-foto lokasi karantina TKI yang pulang ke Jawa Timur?
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, foto-foto tersebut telah beredar di Twitter sebelumnya. Ada yang menyebut bahwa lokasi dalam foto tersebut berada di Laos. Namun, ada pula yang menyebut bahwa gubuk-gubuk itu merupakan kamp pengungsian etnis Rohingya di Bangladesh.
Untuk memastikan lokasi yang sebenarnya dari foto-foto tersebut, Tempo menggunakan tool Source. Hasilnya, ditemukan bahwa foto-foto itu pernah dimuat di sejumlah situs media Myanmar. Foto-foto tersebut diambil di sebuah lokasi karantina untuk para pendatang di Myanmar.
Dilansir dari artikel di Bamakhit.com yang dimuat pada 1 April 2020, gubuk-gubuk itu dibangun di negara bagian Shan, Myanmar, yang berbatasan dengan Cina, Thailand, dan Laos. Puluhan gubuk tersebut dipakai untuk mengkarantina para pendatang atau imigran selama 14 hari.
Dikutip dari artikel di Democratic Voice of Burma pada 1 April 2020, lokasi karantina itu didirikan dan dikelola oleh Tentara Negara Wa Bersatu (UWSA), pasukan militer di wilayah otonomi Wa, bersama Departemen Kesehatan Myanmar.
Para petugas akan melaporkan hasil pemantauan terhadap para pendatang ke pejabat kesehatan Myanmar. Sejauh ini, terdapat 84 pendatang yang tercatat menempati lokasi karantina di distrik Mong Hsat. Pada 1 April, tersisa 51 pendatang yang masih dikarantina.
Dilansir dari artikel di Myanmarmix.com pada 2 April 2020, kembalinya puluhan ribu pekerja migran dari Thailand memang menjadi keprihatinan utama bagi para pejabat Myanmar. Mereka khawatir para pendatang tersebut bakal menyebarkan virus Corona Covid-19 ketika bepergian di Myanmar.
Pemerintah Myanmar pun meminta para migran untuk melakukan karantina selama dua minggu. Namun, instruksi tersebut diabaikan. Oleh karena itu, beberapa wilayah di Myanmar mengambil inisiatif untuk mendirikan kamp karantina sementara.
Aktivis kemanusiaan Matt Walsh juga pernah mengunggah foto-foto lokasi karantina bagi para migran yang kembali ke Myanmar tersebut di Twitter. Dalam unggahannya pada 2 April 2020 itu, Walsh mencuit bahwa foto-foto itu diambil di negara bagian Shan dan wilayah otonomi Wa.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, narasi yang menyertai foto-foto di atas, bahwa lokasi dalam foto tersebut adalah lokasi karantina TKI yang pulang ke Jawa Timur, menyesatkan. Puluhan gubuk dalam foto-foto itu memang merupakan lokasi karantina bagi pendatang dalam rangka mencegah penyebaran virus Corona Covid-19. Namun, gubuk-gubuk tersebut berada di Myanmar, bukan di Jawa Timur.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://web.facebook.com/photo.php?fbid=1592384967591283&set=pcb.1592385034257943&type=3&__tn__=HH-R&eid=ARD0xvcsD2faUmLK0MAVmW3u4pF_85aDJxsURnlCAXn5YJXaLwYZiQrRym_-wuvt1auwUGOx3T_AS4yk
- https://bit.ly/2XjS2qX
- http://burmese.dvb.no/archives/379693
- https://bit.ly/2wmHpID
- https://twitter.com/mattyrwalsh/status/1245517231611465729
Halaman: 5396/6822



