• (GFD-2020-8043) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Muslim Amerika yang Salat Hingga ke Jalan di Tengah Pandemi Corona?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 15/04/2020

    Berita


    Video yang memperlihatkan ribuan orang sedang menunaikan salat berjamaah di jalan raya viral di media sosial. Video itu diklaim sebagai video muslim Amerika Serikat yang berbondong-bondong salat berjamaah hingga ke jalan di tengah pandemi Corona Covid-19.
    Dalam video berdurasi 45 detik ini, terlihat pula seorang jamaah yang mengibarkan bendera Amerika Serikat serta bendera Yaman. Di Facebook, video ini dibagikan salah satunya oleh akun Hafiz Okta Sanjaya, yakni 10 April 2020. Akun ini menuliskan narasi sebagai berikut:
    "Situasi dan Kondisi (Sikon) Tadi Malem di Amerika Serikat... Saat Tiba Masuk Sholat Magrib Masyarakat Kaum Muslim berbondong bondong Menunaikan Sholat berjama"ah di Mesjid sampai Tumpah Ruah di Jalan Raya. Sehubungan dengan Adanya Covid 19, Pemerintah Setempat Memberi Kesempatan Ummat Islam beribadah Secara Terbuka & di boleh kan Suara Volume Mesdjid di besar kan. Tumben... Sebelum Covid 19 datang di Amerika, Suara Volume Mesjid tidak di bolehkan Keluar."
    Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun tersebut telah direspons lebih dari 2.900 kali, dikomentari lebih dari 1.200 kali, dibagikan lebih dari 2.500 kali, dan ditonton lebih dari 39 ribu kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Hafiz Okta Sanjaya.
    Apa benar video di atas merupakan video muslim Amerika yang salat berjamaah hingga ke jalan di tengah pandemi Corona?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo dengan memasukkan kata kunci "muslim pray on New York street" di mesin pencari Google, ditemukan video yang sama yang pernah diunggah ke YouTube oleh kanal Quran Videos pada 5 Februari 2017 dengan judul "Muslim praying in New York streets".
    Video serupa juga pernah diunggah oleh situs CNN pada 3 Februari 2017 dengan judul "Bodega owners protest immigration order". Video tersebut diberi keterangan:
    "Donald Trump mengeluarkan perintah eksekutif yang melarang perjalanan dari tujuh negara mayoritas muslim, termasuk Yaman, ke Amerika. Sebagai respons atas kebijakan itu, sekitar 1.000 pemilik bodega (convenience store) asal Yaman di New York melakukan mogok kerja untuk menunjukkan solidaritas mereka kepada orang-orang yang terkena dampak dan membuktikan pentingnya mereka bagi masyarakat."
    Selain menelusuri dengan mesin pencari, dengantoolInVID, Tempo melakukan fragmentasi terhadap video itu menjadi beberapa gambar. Gambar-gambar itu kemudian ditelusuri denganreverse image toolTinEye.
    Hasilnya, gambar yang identik pernah dimuat dalam sebuah artikel di situs berbahasa Arab yang berbasis di Palestina, Alwatanvoice.com, pada 9 Februari 2017. Artikel itu berjudul "Muslim berdoa di jalan-jalan Amerika untuk menanggapi keputusan Trump".
    Tempo pun menelusuri pemberitaan mengenai peristiwa itu di media-media kredibel. Hasilnya, ditemukan bahwa berita soal unjuk rasa yang berlangsung di New York tersebut pernah dimuat oleh The New Yorker pada 4 Februari 2017 dengan judul "The Bodega Strike Against Trump's Executive Order on Immigration".
    Terdapat pula foto aksi protes itu dengan latar belakang gedung yang sama dengan yang terlihat dalam video unggahan akun Hafiz Okta Sanjaya. Foto tersebut diberi keterangan, "Ribuan warga Yaman-Amerika melakukan doa malam sebagai bagian dari protes di Brooklyn (sebuah wilayah di New York) terhadap larangan perjalanan anti-Muslim Donald Trump." Foto ini diabadikan oleh fotografer Anadolu Agency, Mohammed Elshamy.
    Gambar tangkapan layar berita di The New Yorker pada 4 Februari 2017 mengenai unjuk rasa warga Amerika Serikat keturunan Yaman terkait kebijakan Presiden Donald Trump soal imigrasi.
    Pemberitaan mengenai unjuk rasa tersebut juga pernah dimuat oleh situs dalam negeri. Dilansir dari Detik.com, ratusan warga keturunan Yaman di New York turun ke jalan dan memenuhi bagian luar Brooklyn Borough Hall untuk memprotes kebijakan imigrasi Presiden Amerika Donald Trump. Aksi protes itu diwarnai dengan salat berjamaah di tengah kota New York.
    Seperti dikutip dari Reuters dan AFP pada 3 Februari 2017, sebagian besar toko kelontong dan restoran milik warga Amerika-Yaman di New York juga tutup pada 2 Februari waktu setempat sebagai bentuk protes atas kebijakan Trump yang kontroversial. Kebijakan itu melarang warga dari tujuh negara mayoritas muslim, termasuk Yaman, masuk ke Amerika setidaknya selama 90 hari ke depan.
    Warga yang berunjuk rasa melambaikan bendera Amerika dan Yaman sambil meneriakkan "bersatu kita bangkit melawan larangan muslim" dan "USA". Mereka juga membawa poster bertuliskan "Muslim Lives Matter" dan "kebencian tidak akan membuat kita hebat", serta "Tuan Trump, dari mana asal istri Anda?" merujuk pada Ibu Negara Melania yang lahir di Slovenia.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, narasi bahwa video di atas merupakan video muslim Amerika yang salat berjamaah hingga ke jalan di tengah pandemi Covid-19, menyesatkan. Peristiwa dalam video tersebut terjadi pada Februari 2017, jauh sebelum munculnya virus Corona Covid-19 pada Desember 2019. Ketika itu, terjadi protes dari warga Amerika keturunan Yaman terkait kebijakan Presiden Donald Trump yang melarang warga dari tujuh negara mayoritas muslim, termasuk Yaman, masuk ke Amerika.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8042) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Penangkapan Para Lansia di Italia yang Berkeliaran Saat Pandemi Corona?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 14/04/2020

    Berita


    Akun Facebook Norman Sophan membagikan sebuah video yang memperlihatkan penangkapan sejumlah pria lansia oleh polisi pada 3 April 2020. Para pria lansia dalam video itu diklaim sebagai warga Italia berusia di atas 60 tahun yang berkeliaran di jalan.
    Video ini dibagikan di tengah pandemi Covid-19 yang juga menimpa Italia. Menurut data Worldometers per 14 April 2020, Italia menempati posisi ketiga dengan kasus Covid-19 terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat dan Spanyol, yakni sebesar 159.156 kasus di mana 20.465 orang di antaranya meninggal.
    Dalam video berdurasi 4 menit 52 detik itu, terlihat petugas kepolisian dengan seragam berwarna hitam yang sedang menangkap sejumlah pria dengan rambut yang sudah beruban. Setelah ditangkap, para pria lansia itu dibawa ke mobil patroli.
    Akun Norman Sophan pun menulis narasi terhadap video itu, "Italia panik... Usia di atas 60 tahun dilarang berkeliaran di jalan-jalan." Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah ditonton lebih dari 23 ribu kali dari dibagikan lebih dari 1.900 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Norman Sophan.
    Apa benar penangkapan para pria lansia dalam video di atas terjadi di Italia sebagai bagian dari penanganan Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memeriksa klaim dalam unggahan akun Norman Sophan di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula mengidentifikasi sejumlah nama tempat yang terlihat dalam video tersebut, di antaranya Azercell, Baku Mobile, dan Mobi Center.
    Dengan mengeceknya di mesin pencarian Google, diketahui bahwa Azercell dan Baku Mobile adalah perusahaan operator seluler yang berbasis di Baku, Azerbaijan. Sementara Mobi Center adalah toko aksesoris ponsel yang juga berada di Baku.
    Logo Azercell, Baku Mobile, dan Mobi Center yang terlihat dalam video unggahan akun Facebook Norman Sophan.
    Selain itu, Toplum TV yang logonya tercantum di pojok kiri atas video tersebut juga merupakan perusahaan media yang berpusat di Baku, Azerbaijan. Dengan demikian, video ini bukan diambil di Italia, melainkan di Baku, ibukota Azerbaijan.
    Republik Azerbaijan adalah sebuah negara yang berada di wilayah Kaukasus di persimpangan Eropa dan Asia Barat Daya. Negara ini berbatasan dengan Rusia di sebelah utara, Georgia dan Armenia di sebelah barat, dan Iran di selatan.
    Penangkapan Demonstran
    Dengan memasukkan kata kunci "penangkapan oleh polisi di Baku Azerbaijan", Tempo memperoleh beberapa video liputan dari sejumlah media tentang penangkapan demonstran oleh polisi di Baku, Azerbaijan, pada 19 Oktober 2019. Beberapa sudut dalam video itu sama dengan yang terlihat dalam video unggahan akun Norman Sophan.
    Video pertama adalah video milik Radio Free Europe. Cuplikan pada detik ke-14 video ini sama dengan cuplikan pada menit 2:22 video unggahan akun Norman Sophan.
    Video Radio Free Europe (kiri) dan video unggahan akun Facebook Norman Sophan (kanan).
    Kemudian, cuplikan pada detik ke-35 video itu sama dengan cuplikan pada menit 2:46 video unggahan akun Norman Sophan.
    Video Radio Free Europe (kiri) dan video unggahan akun Facebook Norman Sophan (kanan).
    Sementara video kedua adalah video yang diunggah oleh kanal YouTube Voice of America (VoA). Cuplikan pada bagian awal video yang diunggah VoA sama dengan cuplikan pada menit 1:53 video unggahan akun Norman Sophan.
    Video VoA (kiri) dan video unggahan akun Facebook Norman Sophan (kanan).
    Radio Free Europe memberikan penjelasan bahwa video itu merekam tindakan polisi yang menahan belasan demonstran di ibukota Azerbaijan, Baku, pada 19 Oktober 2019. Pemimpin Partai Front Rakyat, Ali Kerimli, termasuk salah satu yang ditahan. Para pengunjuk rasa menuntut pembebasan tahanan politik dan pengurangan tarif untuk gas alam dan listrik.
    Sebelumnya, terdapat sejumlah orang yang ditahan saat demonstrasi pada 8 Oktober di Baku dalam rangka mendukung hak untuk bebas berkumpul yang diselenggarakan oleh Dewan Nasional Pasukan Demokrat, sebuah kelompok payung pasukan oposisi Azerbaijan. Penjelasan yang sama juga ditulis oleh VoA yang mereka kutip dari Reuters.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, narasi yang ditulis akun Norman Sophan, bahwa video itu adalah video penangkapan warga Italia berusia di atas 60 tahun yang berkeliaran di jalan saat pandemi virus Corona Covid-19, keliru. Video tersebut direkam di ibukota Azerbaijan, Baku, saat polisi menangkap para demonstran pada 19 Oktober 2019. Ketika itu, belum terjadi pandemi Covid-19 yang berawal di Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8041) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto-foto Warga Italia yang Bersujud di Tengah Pandemi Corona?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 14/04/2020

    Berita


    Foto-foto yang memperlihatkan ratusan orang bersujud di lapangan sebuah kota beredar di media sosial. Foto-foto tersebut diklaim diambil di Italia. Tiga foto ini beredar di tengah pandemi virus Corona Covid-19 yang terjadi di berbagai negara, termasuk Italia.
    Salah satu akun Facebook yang membagikan foto-foto itu adalah akun Mey Rianti, yakni pada 29 Maret 2020. Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun Mey Rianti ini telah direspons lebih dari 1.600 kali dan dibagikan lebih dari 600 kali.
    Akun Mey Rianti pun memberikan narasi terhadap foto-foto itu, "Italia 'Bersujud'. Di Italia... Mereka mulai 'Bersujud'. Meski entah kepada Siapa? Mereka Menangisi Diri. Mereka Mohon Ampun atas Dosa. Tapi entah kepada Siapa? Tapi setidaknya mereka Telah Mengakui: Manusia Tidak Berdaya Sama Sekali."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Mey Rianti.
    Apa benar foto-foto di atas merupakan foto-foto warga Italia yang bersujud di tengah pandemi Corona?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memeriksa klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri foto-foto unggahan akun Mey Rianti denganreverse image toolGoogle dan Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa foto-foto itu merupakan gambar tangkapan layar dari sebuah video.
    Salah satu kanal YouTube, Aatif Aneeq, pernah memuat video itu, yakni pada 27 Maret 2020, dengan judul "Plaza San Martin - Lima, Peru, People are praying against corrupted people during election".
    Gambar tangkapan layar unggahan kanal YouTube Aatif Aneeq.
    Dalam keterangannya, kanal ini juga menulis, "Orang-orang berdoa kepada orang-orang yang korupsi selama pemilihan umum dan mendatangi Plaza San Martin - Lima, Peru. Ini di Peru, Desember 2019, tapi video ini digunakan sebagai berita palsu yang mengatakan: Orang-orang di Spanyol jatuh dalam sujud karena penyakit virus Corona."
    Untuk memastikan informasi tersebut, Tempo menelusuri lokasi Plaza San Martin di Lima, Peru. Berdasarkan penelusuran dengan Google Maps, lokasi dalam video itu memang benar berada di Plaza San Martin, Lima, Peru. Hal ini terlihat dari kesamaan bentuk patung kuda dalam video tersebut dan arsitektur gedung berwarna putih yang berada di sekitar plaza tersebut.
    Gambar tangkapan layar street view di Google Maps yang menunjukkan lokasi Plaza San Martin di Lima, Peru.
    Dilansir dari situs Limaeasy.com, Plaza San Martin yang diresmikan pada 1921 dibangun untuk menghormati seratus tahun kemerdekaan Peru. Plaza ini juga didedikasikan untuk Jenderal Jose de San Martin, tokoh kunci perjuangan kemerdekaan di Amerika Selatan. Dia mendeklarasikan kemerdekaan Peru pada 28 Juli 1821.
    Organisasi cek fakta India, Alt News, juga telah memverifikasi video tersebut dan menyatakan bahwa video itu tidak diambil di Italia maupun Spanyol, melainkan di Plaza San Martin, Lima, Peru. Video itu diunggah oleh politikus Peru, Alejandro Munante, di Facebook dengan keterangan "Prayer Vigil for Peru".
    Video tersebut dibagikan pada 6 Desember 2019 waktu setempat, sebelum kasus Covid-19 pertama muncul di Peru pada 6 Maret 2020 dan sebelum Cina memberi tahu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai adanya kasus yang mirip pneumonia, yang saat ini disebut Covid-19, pada 31 Desember 2019.
    Alt News juga menemukan video dari acara yang sama di Facebook yang diunggah dengan narasi, "Prayer Vigil for Peru. Plaza San Martin - Lima." Video tersebut dibagikan oleh halaman Facebook Peru, Jesucristo es la unica esperanza (Peru, Yesus Kristus adalah satu-satunya harapan), platform koordinasi nasional untuk gereja-gereja evangelis di Peru.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, narasi dalam unggahan akun Facebook Mey Rianti keliru. Foto tersebut berasal dari sebuah video yang direkam di Plaza San Martin, Lima, Peru, pada 6 Desember 2019. Artinya, video ini tidak terkait dengan virus Corona Covid-19 karena direkam sebelum kasus Covid-19 pertama muncul di Peru pada 6 Maret 2020 dan sebelum Cina memberi tahu WHO mengenai adanya kasus yang mirip pneumonia, yang saat ini disebut Covid-19, pada 31 Desember 2019.
    ANGELINA ANJAR SAWITRI
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8040) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Jenazah Muslim di New York yang Meninggal Karena Corona?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 14/04/2020

    Berita


    Sebuah video pendek yang memperlihatkan puluhan jenazah yang ditutup dengan kain kafan di dalam sebuah ruangan beredar di Instagram, WhatsApp, dan Twitter dalam beberapa hari terakhir. Jenazah-jenazah tersebut diklaim sebagai warga muslim di New York, Amerika Serikat, yang meninggal karena terinfeksi virus Corona Covid-19.
    Di Instagram, video berdurasi 1 menit itu diunggah salah satunya oleh akun Drama Kereta Official, @drama.kereta, yakni pada 8 April 2020. Dalam video itu, terlihat seorang pria yang memakai masker dan sarung tangan sedang menunjukkan banyaknya jenazah yang meninggal karena Covid-19 dan belum dimakamkan. Terdengar pula suara pria yang berbicara dalam bahasa Arab di video tersebut.
    Di WhatsApp, video yang beredar memiliki durasi lebih panjang, yakni 3 menit 25 detik. Video itu diiringi narasi sebagai berikut:
    “Ini kiriman video betapa dahsyatnya wabah covid 19 di Amerika. Video ini dari murid saya yg tinggal di Amerika. Ini yg diliput di Brooklyn (sebuah wilayah di New York) untuk mengingatkan semua, jangan menganggap enteng virus covid 19 ini. Mayat-mayat Muslim diserahkan ke komunitas (Arab) untuk dimakamkan karena Pemerintah setempat sudah kewalahan. Komunitas ini menerima mayat puluhan orang perharinya kurang lebih 55 orang. Jenazah-jenazah itu digeletakin begitu saja di ruang kantor menunggu antre untuk dimakamkan.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Instagram Drama Kereta Official.
    Apa benar video di atas adalah video muslim di New York yang meninggal karena virus Corona Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Tim CekFakta Tempo menggunakan tool InVID untuk mengekstraksi video tersebut menjadi sejumlah foto. Foto-foto itu kemudian ditelusuri dengan reverse image tool. Dengan cara ini, Tempo memperoleh video dalam versi lengkap yang berdurasi 5 menit 15 detik.
    Video itu adalah video milik akun Facebook @sherifkhorsheid yang dipublikasikan oleh Youm7.com, sebuah situs berita berbahasa Arab yang berbasis di Mesir, pada 7 April 2020. Video tersebut diunggah dengan keterangan "video tentang jumlah mayat muslim yang menjadi korban Corona sebelum pemakaman mereka di New York".
    Lewat video itu, Tempo memperoleh petunjuk pada menit awal, ketika dua pria yang bercakap-cakap dalam bahasa Arab hendak masuk ke sebuah kantor. Di kaca jendela kantor tersebut, tertera dua nomor telepon. Tempo kemudian mengecek nomor telepon tersebut, yakni 347-262-2744 dan 718-435-6700, ke mesin pencarian Google.
    Berdasarkan informasi dari situs Business Directory, nomor telepon itu adalah milik Islamic International Funeral Services atau Layanan Pemakaman Islam Internasional yang beralamat di Pat Marmo, 4123 4th Avenue, Brooklyn, New York.
    Melalui penelusuran dengan Google Maps, Tempo mendapati bahwa kantor itu adalah benar kantor Islamic International Funeral Services. Hal ini terlihat dari kesamaan tulisan nomor telepon yang tertera pada kaca jendela kantor serta bangunan yang berada di seberang jalan.
    Gambar tangkapan layar street view di Google Maps yang menunjukkan lokasi Islamic International Funeral Services di New York, Amerika Serikat.
    Dalam artikelnya, Youm7.com menjelaskan bahwa video itu direkam oleh Bakr Mansour, warga Yordania, yang memantau jumlah kematian akibat Covid-19 pada kalangan muslim di Amerika. Saat video itu diambil, salah satu staf biro pemakaman mengatakan bahwa kantornya menerima 55 jenazah kasus Covid-19, sepuluh jenazah di antaranya telah dimakamkan. Situs ini juga menjelaskan bahwa 90 persen kematian yang diterima oleh Islamic International Funeral Services adalah karena virus Corona.Setelah video ini menyebar di media sosial, petugas Islamic International Funeral Services yang berada dalam video itu kemudian membuat klarifikasi. Tempo mendapatkan video klarifikasi tersebut diunggah oleh kanal Abu Ammar di YouTube pada 7 April 2020.
    Melalui bantuan Direktur Tempo Institute, Qaris Tajudin, yang merupakan lulusan Universitas Al Azhar Mesir dan bisa berbahasa Arab, diketahui bahwa pria dalam video itu menjelaskan jenazah-jenazah tersebut meninggal bukan karena Covid-19, tapi karena sebab lain.
    Menurut pria itu, pasien yang meninggal karena Covid-19 diletakkan dalam peti tertutup dan dikuburkan langsung oleh rumah sakit, tanpa melalui Islamic International Funeral Services. “Jenazah diurus di rumah sakit, dilakukan tayamum, lalu langsung ke pemakaman,” katanya.
    Tempo pun sempat mengirimkan pesan ke Islamic International Funeral Services lewat Facebook. Salah satu admin menjawab bahwa video yang viral itu diambil dan diedarkan ke media sosial tanpa kesepakatan. “Maaf, kami tidak dapat mengomentari video itu. Itu diambil tanpa persetujuan kami dan kami menghargai privasi saudara-saudari muslim kami,” katanya pada 13 April 2020.
    Dilansir dari Bloomberg, New York menjadi pusat yang terdampak parah dari wabah Covid-19 di Amerika. Departemen Kesehatan setempat menjelaskan bahwa hari Minggu kemarin, 12 April 2020, merupakan hari keenam berturut-turut di mana kematian mencapai lebih dari 700 orang. Hingga kini, total kematian di New York telah mencapai 9.385 orang dengan jumlah yang terinfeksi mencapai 188.694 orang.
    Dikutip dari NY Daily News, tingginya kematian akibat Covid-19 memang menyebabkan rumah duka kewalahan melayani permintaan untuk pemakaman dan pembakaran jenazah. "Setiap lingkungan, kelompok etnis, kelompok agama, mereka semua dibanjiri (jenazah)," kata John D'Arienzo, pengelola rumah duka Brooklyn dan Presiden Asosiasi Direktur Pemakaman Metropolitan di New York. "Ini yang terburuk yang pernah kulihat."

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, dapat disimpulkan bahwa narasi yang menyertai video di atas sebagian benar. Video tersebut memang diambil di kantor layanan pemakaman muslim, Islamic International Funeral Services, di New York yang sedang dipenuhi oleh jenazah. Namun, menurut klarifikasi dari staf kantor tersebut, jenazah-jenazah dalam video di atas meninggal bukan karena terinfeksi virus Corona, melainkan karena sebab lain. Jenazah kasus Covid-19 di sana akan dimasukkan ke dalam peti tertutup dan dimakamkan langsung oleh rumah sakit.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan