• (GFD-2025-24983) Cek Fakta: Akun Penjualan Pupuk Subsidi Ini Tidak Resmi

    Sumber:
    Tanggal publish: 10/01/2025

    Berita


    Liputan6.com, Jakarta- Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim akun penjualan pupuk subsidi, informasi tersebut diunggah salah satu akun Facebook, pada 26 Oktober 2024.
    Unggahan tersebut berupa infografis tabel harga pupuk bersubsidi jenis urea, ZA, SP-36, NPK PHONSKA, Petroganik dan mengarahkan untuk menghubungi akun WhatsApp yang dicantumkan dalam unggahan.Unggahan tersebut juga membubuhkan logok Kementerian BUMN, Petrokimia Gresik dan Pupuk Indonesia.
    Unggahan infografis ini diberi keterangan sebagai berikut.
    "Disampaikan Kepada Petani/Pekebu, Bagi Yang Butuh Pupuk Subsudi Asli Langsung Pabrik Bisa Bayar Di Tempat".
    Benarkah klaim akun penjualan pupuk subsidi? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.
    Ikuti Kuis Cek Fakta Liputan6.com di Aplikasi Youniverse dan menangkan saldo e-money jutaan rupiah.
    Caranya mudah:
    * Gabung ke Room Cek Fakta di aplikasi Youniverse
    * Scroll tab ke samping, klik tab “Campaign”
    * Klik Campaign “Kuis Cek Fakta”
    * Klik “Check It Out” untuk mengikuti kuisnya
     

    Hasil Cek Fakta


    Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim akun penjualan pupuk subsidi, dalam artikel berjudul "Waspada Hoaks Penebusan Pupuk Bersubsidi, Simak Ragam Faktanya" yang dimuat Liputan6.com, 9 Januari 2025 menyebutkan, beredar hoaks terkait penebusan pupuk bersubsidi di media sosial, unggahan tersebut memuat sejumlah klaim palsu, termasuk harga bersubsidi yang lebih murah dari harga resmi, alur penebusan yang tidak sesuai prosedur, serta kontak narahubung yang mengatasnamakan Dinas Pertanian.
    VP Komunikasi Korporat Pupuk Indonesia Cindy Systiarani Galuchandri mengatakan, unggahan tersebut mencantumkan logo Pupuk Indonesia secara tidak sah dan mengarahkan petani untuk memesan pupuk langsung dari pabrik melalui aplikasi WhatsApp, yang jelas melanggar mekanisme resmi penebusan pupuk bersubsidi.
    "Pupuk Indonesia menegaskan bahwa unggahan di platform Facebook adalah informasi tidak benar dan akun tersebut bukan saluran resmi dari Pupuk Indonesia maupun anak perusahaan," kata Cindy, saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (9/1/2025).
    Dia melanjutkan, terkait Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi, pemerintah telah menetapkan melaluikeputusan Menteri Pertanian No.644/KPTS/SR.310/M/11/2024 tentang Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2025 yang diteken oleh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman pada 19 November 2024, yaitu HET pupuk organik sebesar Rp800 per kilogram, HET pupuk urea sebesar Rp2.250 per kilogram, HET pupuk NPK sebesar Rp2.300per kilogram, dan HET pupuk NPK untuk kakao sebesar Rp3.300 per kilogram.
    Cindy menjelaskan, mekanisme resmi penebusan pupuk subsidi hanya dapat dilakukan melalui kios resmi sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1 Tahun 2024. Prosesnya memerlukan data petani yang telah terdaftar dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK).
    "Jika telah terdaftar dalam e-RDKK, petani hanya perlu membawa KTP untuk menebus pupuk dan dapat langsung membawa pupuk saat itu juga. Bagi petani yang tidak dapat menebus langsung, dapat diwakilkan oleh anggota keluarga atau pun gapoktan dengan menyertakan surat kuasa," tuturnya.
     

    Kesimpulan


    Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com klaim akun penjualan pupuk subsidi tidak benar.
    Unggahan tersebut memuat sejumlah klaim palsu, termasuk harga bersubsidi yang lebih murah dari harga resmi, alur penebusan yang tidak sesuai prosedur yaitu dengan memesan pupuk langsung dari pabrik melalui aplikasi WhatsApp, yang jelas melanggar mekanisme resmi penebusan pupuk bersubsidi.
  • (GFD-2025-24982) Cek Fakta: Vonis Ulang, Harvey Moeis Akan Dijatuhi Hukuman 20 Tahun Penjara

    Sumber:
    Tanggal publish: 10/01/2025

    Berita

    Suara.com - Beredar di media sosial sebuah unggahan yang menarasikan hakim akan memberikan vonis 20 tahun penjara bagi terpidana kasus korupsi timah, Harvey Moeis.

    Sebelumnya, Harvey Moeis yang juga suami dari artis Sandra Dewi dijatuhi vonis hukuman penjara 6,5 tahun, karena kasus tindak pidana korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada kurun 2015–2022.

    Berikut narasi yang disampaikan dalam unggahan Tiktok tersebut:

    "HARVEY MOISE, DI VONIS ULANG OLEH HAKIM NANTI, SELAMA 20 TAHUN PENJARA"

    Lantas benarkah klaim tersebut?

    Hasil Cek Fakta

    Mungutip hasil penelusuran ANTARA, terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) dijatuhi vonis pidana penjara selama 6,5 tahun. Majelis Hakim yang diketuai Eko Aryanto mengatakan Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan secara bersama-sama.

    Di samping itu, Harvey Moeis juga dikenakan denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama enam bulan.

    Majelis hakim diketahui juga menjatuhkan hukuman tambahan kepada Harvey berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider dua tahun penjara.

    Majelis Hakim dalam membuat putusan tersebut juga mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan.

    "Sementara hal meringankan, yaitu terdakwa berlaku sopan di persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum," kata Hakim Ketua Eko Aryanto dilansir dari ANTARA.

    Meski demikian, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Harli Siregar mengatakan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mengajukan banding terkait putusan Majelis Hakim terhadap terdakwa Harvey Moeis.

    “Kami berkomitmen, dan sesungguhnya kami sudah melakukan upaya hukum, melakukan banding dan sudah didaftarkan di pengadilan,” kata Harli, mengutip ANTARA.

    Dikatakan bahwa jaksa penuntut umum (JPU) tengah fokus menyusun poin-poin atau dalil-dalil yang terkait dengan memori banding. Langkah tersebut tetap diambil oleh Kejagung dengan menjadikan catatan persidangan sebagai pedomannya, meskipun saat ini masih menunggu salinan putusan.

    “Itu juga bisa kami jadikan sebagai pedoman, sebagai dasar untuk menyusun dalil-dalil yang kami sampaikan. Karena kita tahu bahwa dari sisi strachmat (lama tuntutan) yang diajukan bahwa penuntut umum menuntut yang bersangkutan 12 tahun, tetapi hanya diputus dengan 6,5 tahun,” ungkapnya.

    Mahkamah Agung mengimbau semua pihak untuk dengan sabar menunggu hasil putusan pidana Harvey Moeis setelah diajukannya banding oleh JPU.

    "Jadi, mohon bersabar karena perkara itu diajukan banding oleh jaksa sehingga kami tunggu karena dengan diajukan banding maka putusan pengadilan menjadi belum inkrah, belum berkekuatan hukum tetap," ujar Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Yanto, seperti dikutip dari ANTARA.

    Hingga artikel ini ditulis dan diterbitkan, belum ada hasil putusan banding terhadap terdakwa Harvey Moeis.

    Kesimpulan

    Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa klaim mengenai Harvey Moeis akan dijatuhi hukuman 20 tahun penjara belum terbukti kebenarannya.
  • (GFD-2025-24981) [OPEN STATEMENT] Cekfakta.com deplore Meta's accusation of fact-checking's bias and censorship

    Sumber:
    Tanggal publish: 10/01/2025

    Berita

    The largest fact-checking coalition in Indonesia, CekFakta.com, which has been actively engaged in fact-checking activities in Southeast Asia since 2018, expresses disappointment and shock regarding Meta's recent policy to end its Third Party Fact-Checking Program starting in the United States. We also deplores its CEO’s statements linking fact-checking with political bias and censorship.
     
    Fact-checkers are held to the highest standards of non-biased reporting, transparency, integrity and accountability. We are monitored by the public and regularly assessed by independent body such as International Fact Checking Network.

    As one of the largest social media platforms in the world, Facebook and Instagram have a significant influence on the spread of mis/disinformation, including in Indonesia.
     
    As of December 2024, Facebook users in Indonesia reached at least 174 million, or about 63% of Indonesia’s total population of 275 million. Additionally, Instagram users in Indonesia, reached 90.1 million. These numbers demonstrate the immense responsibility Meta holds in ensuring its platforms are not used to disseminate false or misleading information.
     
    Since 2018, the fact-checking program coordinated by the CekFakta.com Coalition, in collaboration with digital platforms, has been a crucial step in combating mis/disinformation in Indonesia. This program involves 100 media organizations, journalists, and independent fact-checkers committed to maintaining the integrity of public information. The presence of this program not only helps reduce the spread of hoaxes but also improves the digital literacy in our communities.
     
    Meta’s decision to terminate the fact-checking program with third parties in the United States raises concerns about its potential impact on Meta’s commitments in other countries, including Indonesia. This policy could undermine efforts to combat the spread of false information on Meta’s platforms, especially in countries with low levels of digital literacy. It could also trigger massive spread of hoaxes and propaganda, given the extensive reach of users in Indonesia.
     
    CekFakta.com Coalition believes this termination and its replacement with Community Notes and other content moderation program based on algorithms, are not an effective solution compared to fact-checking by independent media.
     
    Therefore, we urges Meta to:
    1. Clarify the impact of this policy change on fact-checking programs in other countries.
    2. Reverse this decision and double down on supporting fact-checking programs around the world.
    3. Engage more often and substantially with important stakeholders in combating mis/disinformation.
     
    We believes that Meta’s proactive steps in supporting fact-checking programs all these years are a concrete manifestation of the company’s social responsibility toward its users worldwide. We hope Meta will reconsider this policy and continue to demonstrate its commitment to maintaining the integrity of information on its platforms, particularly in countries with large user bases like Indonesia.

    For further information and interview, please contact Adi Marsiela (Coordinator Coalition) at info@cekfakta.com

    ======

    Koalisi pemeriksa fakta terbesar di Indonesia, CekFakta.com, yang telah aktif terlibat dalam kegiatan pengecekan fakta di Asia Tenggara sejak tahun 2018, menyatakan kekecewaan dan keterkejutannya atas kebijakan Meta baru-baru ini yang mengakhiri Program Pemeriksa Fakta Pihak Ketiga yang dimulai di Amerika Serikat. Kami juga menyesalkan pernyataan CEO Meta yang mengaitkan pengecekan fakta dengan bias politik dan penyensoran.

    Pemeriksa fakta memiliki standar tertinggi dalam hal pelaporan yang tidak bias, transparansi, integritas, dan akuntabilitas. Kami dipantau oleh publik dan secara teratur dinilai oleh badan independen seperti International Fact Checking Network.

    Sebagai salah satu platform media sosial terbesar di dunia, Facebook dan Instagram memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyebaran misinformasi, termasuk di Indonesia.

    Per Desember 2024, pengguna Facebook di Indonesia mencapai setidaknya 174 juta, atau sekitar 63% dari total populasi Indonesia yang mencapai 275 juta jiwa. Selain itu, pengguna Instagram di Indonesia mencapai 90,1 juta. Angka-angka ini menunjukkan tanggung jawab besar yang dipegang Meta dalam memastikan platformnya tidak digunakan untuk menyebarkan informasi yang salah atau menyesatkan.

    Sejak tahun 2018, program cek fakta yang dikoordinasikan oleh Koalisi CekFakta.com, bekerja sama dengan platform digital, telah menjadi langkah penting dalam memerangi misinformasi di Indonesia. Program ini melibatkan setidaknya 100 organisasi media, jurnalis, dan pemeriksa fakta independen yang berkomitmen untuk menjaga integritas informasi publik. Kehadiran program ini tidak hanya membantu mengurangi penyebaran hoaks, tetapi juga meningkatkan literasi digital di masyarakat.

    Keputusan Meta untuk menghentikan program pemeriksaan fakta dengan pihak ketiga di Amerika Serikat menimbulkan kekhawatiran akan potensi dampaknya terhadap komitmen Meta di negara lain, termasuk Indonesia. Kebijakan ini dapat melemahkan upaya memerangi penyebaran informasi palsu di platform Meta, terutama di negara-negara dengan tingkat literasi digital yang rendah. Kebijakan ini juga dapat memicu penyebaran hoaks dan propaganda secara masif, mengingat jangkauan pengguna yang sangat luas di Indonesia.

    Koalisi CekFakta.com percaya bahwa penghentian ini dan penggantinya dengan Community Notes dan program moderasi konten lainnya yang berbasis algoritma, bukanlah solusi yang efektif dibandingkan dengan pengecekan fakta oleh media independen.

    Oleh karena itu, kami mendesak Meta untuk:
    1. Mengklarifikasi dampak dari perubahan kebijakan ini terhadap program pengecekan fakta di negara lain.
    2. Membatalkan keputusan ini dan menggandakan dukungan terhadap program-program pemeriksaan fakta di seluruh dunia.
    3. Terlibat lebih sering dan secara substansial dengan para pemangku kepentingan penting dalam memerangi mis/disinformasi.

    Kami percaya bahwa langkah proaktif Meta dalam mendukung program pemeriksaan fakta selama ini merupakan wujud nyata dari tanggung jawab sosial perusahaan terhadap para penggunanya di seluruh dunia. Kami berharap Meta dapat mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan terus menunjukkan komitmennya dalam menjaga integritas informasi di platformnya, terutama di negara-negara dengan basis pengguna yang besar seperti Indonesia.

    Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi Adi Marsiela (Koordinator Koalisi) di info@cekfakta.com.

    Hasil Cek Fakta

  • (GFD-2025-24980) [HOAKS] CNN Indonesia Beritakan Ledakan di Rumah Terawan

    Sumber:
    Tanggal publish: 09/01/2025

    Berita

    KOMPAS.com - Situs berita CNN Indonesia diklaim memberitakan bahwa terjadi sebuah ledakan di rumah mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto.

    Namun, setelah ditelusuri konten tersebut merupakan hasil manipulasi. Konten itu hoaks dan informasinya palsu.

    Narasi yang mengeklaim CNN Indonesia memberitakan soal ledakan di rumah Terawan muncul di media sosial, salah satunya dibagikan akun Facebook ini, ini, dan ini.

    Akun tersebut membagikan video yang menampilkan presenter CNN Indonesia Ferdi Ilyas sedang mewawancarai Terawan.

    Ferdi menyebutkan, ledakan itu diduga terjadi karena Terawan melontarkan kritik terhadap sebuah perusahaan farmasi.

    Hasil Cek Fakta

    Sampai saat ini tidak ada informasi kredibel soal adanya ledakan di rumah Terawan.

    Setelah ditelusuri, diketahui bahwa video tersebut identik dengan unggahan di kanal YouTube CNN Indonesia pada 29 Oktober 2019.

    Video itu berjudul "Menanti Gebrakan Menkes Terawan ; Blak-blakan Menkes Terawan".

    Dalam video aslinya, presenter CNN Indonesia, Ferdi Ilyas mewawancarai Terawan soal gebrakannya sebagai Menteri Kesehatan di Kabinet Indonesia Maju pada tahun 2019.

    Tidak ada pembahasan soal ledakan di rumah Terawan.

    Kemudian Tim Cek Fakta Kompas.com mengecek suara presenter Ferdi Ilyas dan Terawan dalam video menggunakan Hive Moderation.

    Hasilnya, suara tersebut terdeteksi dihasilkan oleh artificial intelligence (AI).

    Suara Ferdi Ilyas dalam video memiliki probabilitas 99 persen dihasilkan AI. 

    Sementera suara Terawan memiliki probabilitas 98 persen dihasilkan AI. 

    Kesimpulan

    Video yang mengeklaim CNN Indonesia memberitakan soal ledakan di rumah Terawan merupakan hasil manipulasi.

    Video aslinya berisi wawancara soal gebrakan yang akan dilakukan Terawan pada 2019 ketika ia masih menjabat Menteri Kesehatan. Sampai saat ini tidak ada informasi valid soal adanya ledakan di rumah Terawan. 

    Rujukan