• (GFD-2025-24987) [PERNYATAAN TERBUKA] Cekfakta.com Menyayangkan Meta yang Menuduh Pemeriksaan Fakta Bias dan Melakukan Penyensoran

    Sumber:
    Tanggal publish: 10/01/2025

    Berita

    Koalisi pemeriksa fakta terbesar di Indonesia, CekFakta.com, yang telah aktif terlibat dalam kegiatan pengecekan fakta di Asia Tenggara sejak tahun 2018, menyatakan kekecewaan dan keterkejutannya atas kebijakan Meta baru-baru ini yang mengakhiri Program Pemeriksa Fakta Pihak Ketiga yang dimulai di Amerika Serikat. Kami juga menyesalkan pernyataan CEO Meta yang mengaitkan pengecekan fakta dengan bias politik dan penyensoran.

    Pemeriksa fakta memiliki standar tertinggi dalam hal pelaporan yang tidak bias, transparansi, integritas, dan akuntabilitas. Kami dipantau oleh publik dan secara teratur dinilai oleh badan independen seperti International Fact Checking Network.

    Sebagai salah satu platform media sosial terbesar di dunia, Facebook dan Instagram memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyebaran misinformasi, termasuk di Indonesia.

    Per Desember 2024, pengguna Facebook di Indonesia mencapai setidaknya 174 juta, atau sekitar 63% dari total populasi Indonesia yang mencapai 275 juta jiwa. Selain itu, pengguna Instagram di Indonesia mencapai 90,1 juta. Angka-angka ini menunjukkan tanggung jawab besar yang dipegang Meta dalam memastikan platformnya tidak digunakan untuk menyebarkan informasi yang salah atau menyesatkan.

    Sejak tahun 2018, program cek fakta yang dikoordinasikan oleh Koalisi CekFakta.com, bekerja sama dengan platform digital, telah menjadi langkah penting dalam memerangi misinformasi di Indonesia. Program ini melibatkan setidaknya 100 organisasi media, jurnalis, dan pemeriksa fakta independen yang berkomitmen untuk menjaga integritas informasi publik. Kehadiran program ini tidak hanya membantu mengurangi penyebaran hoaks, tetapi juga meningkatkan literasi digital di masyarakat.

    Keputusan Meta untuk menghentikan program pemeriksaan fakta dengan pihak ketiga di Amerika Serikat menimbulkan kekhawatiran akan potensi dampaknya terhadap komitmen Meta di negara lain, termasuk Indonesia. Kebijakan ini dapat melemahkan upaya memerangi penyebaran informasi palsu di platform Meta, terutama di negara-negara dengan tingkat literasi digital yang rendah. Kebijakan ini juga dapat memicu penyebaran hoaks dan propaganda secara masif, mengingat jangkauan pengguna yang sangat luas di Indonesia.

    Koalisi CekFakta.com percaya bahwa penghentian ini dan penggantinya dengan Community Notes dan program moderasi konten lainnya yang berbasis algoritma, bukanlah solusi yang efektif dibandingkan dengan pengecekan fakta oleh media independen.

    Oleh karena itu, kami mendesak Meta untuk:
    1. Mengklarifikasi dampak dari perubahan kebijakan ini terhadap program pengecekan fakta di negara lain.
    2. Membatalkan keputusan ini dan menggandakan dukungan terhadap program-program pemeriksaan fakta di seluruh dunia.
    3. Terlibat lebih sering dan secara substansial dengan para pemangku kepentingan penting dalam memerangi mis/disinformasi.

    Kami percaya bahwa langkah proaktif Meta dalam mendukung program pemeriksaan fakta selama ini merupakan wujud nyata dari tanggung jawab sosial perusahaan terhadap para penggunanya di seluruh dunia. Kami berharap Meta dapat mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan terus menunjukkan komitmennya dalam menjaga integritas informasi di platformnya, terutama di negara-negara dengan basis pengguna yang besar seperti Indonesia.

    Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi Adi Marsiela (Koordinator Koalisi) di info@cekfakta.com.

    ======

    The largest fact-checking coalition in Indonesia, CekFakta.com, which has been actively engaged in fact-checking activities in Southeast Asia since 2018, expresses disappointment and shock regarding Meta's recent policy to end its Third Party Fact-Checking Program starting in the United States. We also deplores its CEO’s statements linking fact-checking with political bias and censorship.
     
    Fact-checkers are held to the highest standards of non-biased reporting, transparency, integrity and accountability. We are monitored by the public and regularly assessed by independent body such as International Fact Checking Network.

    As one of the largest social media platforms in the world, Facebook and Instagram have a significant influence on the spread of mis/disinformation, including in Indonesia.
     
    As of December 2024, Facebook users in Indonesia reached at least 174 million, or about 63% of Indonesia’s total population of 275 million. Additionally, Instagram users in Indonesia, reached 90.1 million. These numbers demonstrate the immense responsibility Meta holds in ensuring its platforms are not used to disseminate false or misleading information.
     
    Since 2018, the fact-checking program coordinated by the CekFakta.com Coalition, in collaboration with digital platforms, has been a crucial step in combating mis/disinformation in Indonesia. This program involves 100 media organizations, journalists, and independent fact-checkers committed to maintaining the integrity of public information. The presence of this program not only helps reduce the spread of hoaxes but also improves the digital literacy in our communities.
     
    Meta’s decision to terminate the fact-checking program with third parties in the United States raises concerns about its potential impact on Meta’s commitments in other countries, including Indonesia. This policy could undermine efforts to combat the spread of false information on Meta’s platforms, especially in countries with low levels of digital literacy. It could also trigger massive spread of hoaxes and propaganda, given the extensive reach of users in Indonesia.
     
    CekFakta.com Coalition believes this termination and its replacement with Community Notes and other content moderation program based on algorithms, are not an effective solution compared to fact-checking by independent media.
     
    Therefore, we urges Meta to:
    1. Clarify the impact of this policy change on fact-checking programs in other countries.
    2. Reverse this decision and double down on supporting fact-checking programs around the world.
    3. Engage more often and substantially with important stakeholders in combating mis/disinformation.
     
    We believes that Meta’s proactive steps in supporting fact-checking programs all these years are a concrete manifestation of the company’s social responsibility toward its users worldwide. We hope Meta will reconsider this policy and continue to demonstrate its commitment to maintaining the integrity of information on its platforms, particularly in countries with large user bases like Indonesia.

    For further information and interview, please contact Adi Marsiela (Coordinator Coalition) at info@cekfakta.com

    Hasil Cek Fakta

  • (GFD-2025-24986) Diskon tarif listrik 50 persen perlu pendaftaran, benarkah?

    Sumber:
    Tanggal publish: 10/01/2025

    Berita

    Jakarta (ANTARA/JACX) – Sebuah unggahan di Facebook menarasikan program PLN Peduli yang akan memberikan voucher gratis kepada pelanggan PLN berdasarkan besar daya listriknya.

    Sebelumnya, pemerintah telah mengumumkan pemberlakuan diskon tarif listrik sebesar 50 persen mulai 1 Januari 2025.

    Akun bernama Subsidi Listrik PLN Persero di Facebook meminta pelanggan PLN untuk melakukan pendaftaran pada tautan yang diberikan agar mendapat potongan 50 persen dari program PLN Peduli.

    Berikut narasi dalam unggahan tersebut:

    “Mendukung Kebijakan Pemerintah terkait pembebasan biaya tarif listrik bagi konsumen rumah tangga dan pemberian keringanan tagihan kepada konsumen rumah tangga Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah menyiapkan cara mendapatkan program PLN Peduli tersebut.

    (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

    Sesuai dengan janji pemerintah, PLN Peduli akan melakukan pengisian Voucher Gratis kepada para pelanggan setia PLN.”

    Namun, benarkah perlu pendaftaran untuk mendapatkan diskon tarif listrik 50 persen tersebut?



    Hasil Cek Fakta

    PLN dalam akun Instagram resminya menarasikan tautan pendaftaran diskon tarif listrik 50 persen merupakan penipuan.

    PLN mengingatkan kepada para pelanggan untuk berhati-hati terhadap informasi palsu. Diskon tarif listrik 50 persen untuk pelanggan rumah tangga (450 VA, 950 VA, 1.300 VA, dan 2.200 VA) tidak memerlukan pendaftaran maupun pembayaran apa pun.

    (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

    PLN juga meminta masyarakat untuk selalu memastikan informasi hanya dari media sosial resmi PLN. Jika ragu, segera hubungi call center PLN 123 atau melalui aplikasi PLN Mobile.



    Berikut cara mendapatkan diskon listrik PLN 50 persen

    Untuk pelanggan pascabayar:

    Diskon tarif listrik sebesar 50 persen akan langsung diterapkan secara otomatis pada tagihan listrik bulan Januari dan Februari 2025.

    Contohnya, jika tagihan listrik Anda pada bulan Januari sebesar Rp100.000, maka pada bulan Februari Anda hanya perlu membayar setengahnya, yaitu Rp50.000. Tidak ada langkah tambahan yang perlu dilakukan oleh pelanggan karena potongan ini akan masuk langsung ke dalam sistem tagihan.

    (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

    Untuk pelanggan prabayar:

    Potongan diskon juga berlaku untuk pelanggan yang menggunakan sistem prabayar. Diskon akan langsung diterima saat pembelian token listrik pada bulan Januari dan Februari 2025.

    Misalnya, jika Anda membeli token listrik senilai Rp100.000, maka Anda hanya perlu membayar Rp50.000, tetapi tetap mendapatkan jumlah kWh yang setara dengan nilai token Rp100.000.



    Klaim: Tautan pendaftaran diskon tarif listrik 50 persen

    (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

    Rating: Hoaks



    Pewarta: Tim JACX

    Editor: Indriani

    Copyright © ANTARA 2025

    Rujukan

  • (GFD-2025-24985) [HOAKS] Tautan Pendaftaran Layanan BPJS Kesehatan Gratis

    Sumber:
    Tanggal publish: 09/01/2025

    Berita

    KOMPAS.com - Beredar informasi pendaftaran layanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan gratis bagi peserta mandiri dan yang belum terdaftar.

    Informasi tersebut disertai tautan yang diklaim untuk melakukan pendaftaran.

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, informasi tersebut hoaks.

    Informasi pendaftaran layanan BPJS Kesehatan gratis dibagikan oleh akun Facebook ini, ini, dan ini pada Januari 2025.

    Berikut narasi yang dibagikan:

    Bagi pengguna BPJS MANDIRI yang mau pindah ke BPJS GRATIS dan juga yang belum punya BPJS, jangan lewatkan sekarang ada Bantuan dari pemerintah pembuatan BPJS GRATIS bagi seluruh rakyat Indonesia. Info penuh dan cara daftar klik

    Tautan yang disertakan berjudul "BANTUAN BPJS KESEHATAN".

    Hasil Cek Fakta

    Tim Cek Fakta Kompas.com menghubungi BPJS Kesehatan untuk mengonfirmasi kebenaran informasi tersebut.

    Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah mengatakan, informasi dan tautan pendaftaran layanan BPJS Kesehatan gratis adalah hoaks.

    "Ini hoaks dan penipuan. Tidak ada bantuan dan program seperti hal tersebut," kata Rizzky saat dihubungi Kompas.com, Rabu (8/1/2025).

    Rizzky meminta masyarakat berhati-hati terhadap penipuan mengatasnamakan BPJS Kesehatan yang beredar di media sosial.

    Sementara itu, BPJS Kesehatan melalui akun Instagram resmi, 4 November 2024, telah membantah adanya program peralihan kepesertaan mandiri ke penerima bantuan iuran (PBI).

    "Tidak ada kebijakan untuk peserta mandiri (PBPU) harus dialihkan ke kepesertaan yang bersifat gratis (PBI)" demikian imbauan BPJS Kesehatan.

    Kesimpulan

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, informasi pendaftaran layanan BPJS Kesehatan gratis yang beredar di Facebook adalah hoaks.

    Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah mengatakan, informasi dan tautan pendaftaran tersebut adalah hoaks serta modus penipuan.

    Rujukan

  • (GFD-2025-24984) [KLARIFIKASI] WEF Tidak Merencanakan Pandemi Serangan Siber

    Sumber:
    Tanggal publish: 09/01/2025

    Berita

    KOMPAS.com - Sebuah video menampilkan Ketua Eksekutif Forum Ekonomi Dunia atau WEF, Klaus Schwab.

    Narasi di media sosial menyebutkan, Schwab berbicara tentang cyber attack pandemic atau pandemi serangan siber.

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi itu tidak benar atau merupakan hoaks.

    Video Klaus Schwab bicara soal pandemi serangan siber disebarkan oleh akun Facebook ini dan ini.

    Dalam video, Schwab memang memperingatkan mengenai serangan siber skala besar.

    "Bersiaplah untuk cyber attack pandemic," tulis salah satu akun pada Jumat (3/1/2025).

    Sementara berikut narasi yang ditulis akun lainnya:

    Simak baik - baik apa yang diucapkan oleh ketua WEF

    Bersiaplah untuk menghadapi CYBER ATTACK PANDEMICYang akan mengakibatkan terhentinya sumber daya listrik dan juga internetInilah agenda selanjutnya mereka ingin terjadi huru hara di akhir zaman

    akun Facebook Tangkapan layar konten dengan konteks keliru di sebuah akun Facebook, menampilkan Klaus Schwab bicara soal pandemi serangan siber.

    Hasil Cek Fakta

    Klip Klaus Schwab bersumber dari acara Cyber Polygon pada Juli 2020.

    Salah satu video acara tersebut diunggah di kanal YouTube BI.ZON?.

    Acara tersebut mempertemukan pejabat senior dari organisasi global dan praktisi keamanan siber.

    Dalam pidato versi lengkapnya, Schwab memberi peringatan tentang risiko jika keamanan siber tidak ditanggapi dengan serius dan manfaat keamanan siber dalam skala global.

    Namun narasi yang beredar di media sosial menyalahartikan video seolah serangan siber adalah agenda global yang telah direncanakan.

    Sebelumnya, pemeriksa fakta Logically Facts telah meluruskan konteks dari video serupa.

    Pengguna media sosial keliru menarasikan video tersebut sebagai seruan penerapan ID biometrik digital yang wajib bagi pengguna internet di seluruh dunia.

    Padahal, Schwab atau WEF tidak mengemukakan gagasan tersebut.

    Kesimpulan

    Video Klaus Schwab memperingatkan mengenai keamanan siber disebarkan dengan konteks keliru.

    Ketua eksekutif WEF tersebut bicara mengenai manfaat keamanan siber dan risiko jika mengabaikannya dalam acara Cyber Polygon pada Juli 2020.

    Dia tidak menyampaikan rencana mengenai agenda serangan siber.

    Rujukan