• (GFD-2020-8083) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Refly Harun Sebut Kemenangan Jokowi Hasil Kejahatan Antek Cina?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 12/05/2020

    Berita


    Akun Facebook Alfi Laili Cholidah membagikan tautan artikel dari situs Law-justice.co berjudul "Refly Harun Ungkap Cara Curang Jokowi Menangkan Pilpres 2019" pada 7 Mei 2020. Akun ini kemudian memberikan narasi, "Apapun caranya rakyat wajib tumbangkan Jokowi, karena dia bukan pilihan rakyat, ini rezim haram hasil kejahatan antek-antek China."
    Unggahan tersebut viral dan, hingga artikel ini dimuat, telah dikomentari lebih dari 500 kali dan dibagikan lebih dari 900 kali. Sebagian besar komentar menyatakan persetujuannya mengenai adanya kecurangan dalam Pilpres 2019. Ada pula warganet yang berkomentar sebagai berikut: "Pasti untuk kepentingan Cina. Lihat sekarang."
    Adapun artikel dari situs Law-justice.co tersebut berisi pernyataan Refly Harun, ahli hukum tata negara, dalam sebuah video di kanal YouTube pribadinya pada 27 April 2020. Dalam video itu, Refly sempat menyinggung banyaknya komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ikut berkampanye dalam Pilpres 2019.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Alfi Laili Cholidah.
    Apa benar dalam videonya itu Refly Harun menyebut bahwa kemenangan Presiden Jokowi dalam Pilpres 2019 adalah hasil kejahatan antek Cina?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk mendapatkan konteks utuh pernyataan Refly Harun, Tim CekFakta Tempo menonton hingga selesai video yang dikutip dalam artikel di situs Pojok Satu yang menjadi sumber artikel Law-justice.co. Video yang berdurasi sekitar 26 menit ini berjudul "Badan Usaha Milik Negara Bukan Badan Usaha Milik Neneklu!!!".
    Dalam video itu, Refly sebenarnya menjawab pertanyaan warganet terkait pencopotannya sebagai komisaris utama di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pelabuhan, PT Pelindo I, dan pandangannya soal kritik yang dilontarkan oleh pejabat BUMN terhadap pemerintah.
    Seperti diketahui, Refly diangkat sebagai Komisaris Utama Pelindo I oleh eks Menteri BUMN Rini Soemarno pada 2018. Seharusnya, Refly menjabat selama lima tahun atau hingga 2023. Namun, pada 20 April 2020, Refly dicopot berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Selaku Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia I Nomor SK-123/MBU/04/2020.
    Warganet menduga Refly dicopot karena kerap mengkritik pemerintah meskipun menduduki kursi sebagai Komisaris Utama Pelindo I. Yang terakhir, Refly mengkritik kasus Staf Khusus Presiden Andi Taufan Garuda Putra yang mengirim surat kepada camat di seluruh Indonesia agar mendukung relawan PT Amartha Mikro Fintek, perusahaan Andi, dalam penanggulangan Covid-19. Surat itu berkop Sekretariat Kabinet.
    Dalam videonya, Refly menjawab bahwa tidak ada larangan bagi komisaris BUMN untuk mengkritik pemerintah. Sebab, dia melontarkan kritik itu dalam kapasitasnya sebagai akademisi, khususnya ahli hukum tata negara. Selain itu, BUMN adalah badan usaha milik negara, bukan badan usaha milik pemerintah. BUMN adalah instrumen untuk mewujudkan tujuan negara seperti yang tertuang dalam Sila Ke-5 Pancasila dan Pasal 33 UUD 1945.
    "Jadi, ketika kita bekerja di BUMN, saya merasa bukan bekerja untuk pemerintah, tapi bekerja untuk negara. Kalau misalnya ada hal-hal yang perlu kita kritisi dari kebijakan pemerintah, kita berpikir bahwa itu juga untuk kepentingan negara. Saya kan tidak mengajarkan untuk memberontak, untuk memprovokasi aksi massa, tapi saya mengajarkan sebuah ilmu pengetahuan," katanya.
    Refly pun mencontohkan dosen di perguruan tinggi negeri atau peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang tetap bisa mengkritik kebijakan publik pemerintah meskipun mereka mendapatkan gaji dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
    Keterlibatan ASN dalam pilpres
    Dalam video itu, Refly menjelaskan bahwa hal yang dilarang oleh Undang-Undang adalah keterlibatan aparatur sipil negara (ASN), termasuk pengurus BUMN, terlibat sebagai anggota tim sukses kampanye dan pengurus partai politik. Pada menit 20:59, Refly menunjukkan buku yang diterbitkannya pada awal Januari 2019 yang berjudul "Politik Keledai Pemilu: Catatan Hukum Refly Harun".
    Refly pun menjelaskan isi bukunya, "Saya termasuk yang mengkritik komisaris-komisaris BUMN yang ikut berkampanye bagi incumbent. Kenapa? Bukannya saya enggak suka pemerintah, enggak. Saya ingin menegakkan aturan, konstitusi, Undang-Undang. Karena Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 280 menyatakan yang namanya komisaris, dewan pengawas, direksi, dan karyawan BUMN dilarang dilibatkan kampanye. Bahkan dikatakan, mereka yang dilibatkan kampanye itu bisa diancam hukuman dua tahun penjara dan atau denda Rp 24 juta. Jadi, saya tidak mau terlibat dalam kampanye. Kritis tetap, karena saya menjalankan fungsi akademik. Jadi, saya tidak nyebong atau ngampret."
    Pernyataan Refly inilah yang kemudian dikutip oleh situs Pojok Satu, yang kemudian diamplifikasi oleh situs Law-justice.co. Dengan demikian, isi artikel itu memang benar berdasarkan pernyataan Refly. Namun, dalam video Refly maupun artikel itu, tidak terdapat informasi bahwa kemenangan Jokowi adalah hasil kejahatan antek Cina.
    Dalam videonya, Refly hanya mengatakan:
    "Sudah bukan rahasia umum lagi, banyak ASN yang terlibat dalam kampanye pilpres. Misalnya, dosen-dosen perguruan tinggi negeri yang sering terang-terangan ingin memihak, bahkan berkampanye untuk salah satu pasangan calon. Lebih banyak lagi yang terlibat adalah PPPK, yaitu Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. ASN juga, tapi yang non-PNS. Sering mereka tidak sadar bahwa status mereka adalah ASN yang harus netral. Karena direkrut oleh pemerintah, sering mereka merasa harus memihak kepada pemerintah. Pemikiran itu tidak keliru. Keberpihakan mereka sebatas kepada pemerintah, bukan kepada calon presiden. Dalam realitas sehari-hari, memang sukar dibedakan antara presiden dan petahana yang menjadi calon presiden. Antara menjelaskan kebijakan presiden dan mengkampanyekan calon presiden petahana memang sukar dibedakan, walaupun sebenarnya tetap saja ada garis pembatasnya.
    Di tengah kondisi seperti itu, di mana semua pihak ingin merapat dengan kekuasaan atau yang bakal berkuasa, saya mengambil sikap untuk netral terhadap kedua pasangan calon agar dapat lebih berpikir jernih dan lebih bebas dalam mengemukakan pendapat. Secara formal, saya memang harus netral karena masih tercatat sebagai Komisaris Utama PT Pelabuhan Indonesia I (Persero), salah satu BUMN yang bergerak di bidang kepelabuhan. Jadi, ketika netral dalam pemilu, bagi pengurus BUMN, it’s a must! Tapi kan kita tahu, banyak sekali pengurus BUMN yang berkampanye, baik secara diam-diam maupun terang-terangan. Yang terang-terangan, misalnya memobilisasi alumni. Nah, karena yang berkuasa tetap sama, ya aman. Tapi coba kalau yang berkuasa berbeda orangnya, ya sudah, maka politisasi BUMN ini akan senantiasa terjadi. Saya menginginkan agar BUMN itu profesional.”

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Refly Harun menyebut kemenangan Presiden Jokowi dalam Pilpres 2019 adalah hasil kejahatan antek Cina keliru. Video Refly maupun artikel di situs-situs di atas sama sekali tidak menyinggung bahwa kemenangan Jokowi adalah hasil kejahatan antek Cina. Dalam video ataupun artikel-artikel itu, Refly hanya menyinggung soal banyaknya komisaris BUMN yang ikut berkampanye selama Pilpres 2019.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekf akta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8082) [Fakta atau Hoaks] Benarkah PLN Diam-diam Naikkan Tagihan Pelanggan Non Subsidi untuk Biayai Program Listrik Gratis?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 12/05/2020

    Berita


    Narasi bahwa PLN diam-diam menaikkan tagihan listrik pelanggan non subsidi beredar di media sosial. Menurut narasi itu, hal ini dilakukan untuk menutupi biaya program diskon listrik. Untuk meringankan beban masyarakat yang terdampak pandemi virus Corona Covid-19, listrik pelanggan 450 VA digratiskan selama tiga bulan. Sementara bagi pelanggan 900 VA bersubsidi, diberikan diskon 50 persen.
    Di Facebook, narasi itu diunggah salah satunya oleh akun Malik Al Azmi Noor, yakni pada 8 Mei 2020. Akun ini menulis, "Pemerintah sungguh luar biasa. pemakaian listrik 450 VA bersubsidi di gratiskan selama tiga bulan. pemakaian listrik 900 VA bersubsidi di beri keringanan 50%. untuk mengganti uang yg di pakai untuk meringankan pemakaian listrik tersebut. diam diam PLN menaikan biaya pemakaian listrik non subsidi. Pasti banyak yg tdk merasa ya. Tlong cek benar apa tidak. Yg pakai pulsa lbh mudah cara mengeceknya lg."
    Dalam unggahannya, akun tersebut juga menyertakan tautan artikel dari situs The IDN Daily berjudul "Terus Didesak Netizen, PLN Akui Diam-diam Naikkan Tagihan Listrik Pelanggan Non Subsidi" yang dimuat pada 9 Mei 2020. Hingga artikel ini dipublikasikan, unggahan akun Malik Al Azmi Noor itu telah direspons lebih dari 400 kali, dikomentari lebih dari 200 kali, dan dibagikan lebih dari 1.400 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Malik Al Azmi Noor.
    Apa benar PLN diam-diam menaikkan tagihan listrik pelanggan non subsidi untuk biayai program diskon listrik bagi masyarakat yang terdampak pandemi virus Corona Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan arsip berita Tempo, Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN, I Made Suprateka, membantah isu bahwa PLN melakukan subsidi silang antara penerima program diskon listrik dan pelanggan non subsidi secara diam-diam. Menurut dia, kenaikan tagihan listrik pada dua bulan terakhir terjadi karena penggunaan listrik konsumen yang meningkat. "Jadi, bukan karena kenaikan tarif listrik dari PLN," kata Made pada 6 Mei 2020.
    Menurut Made, sejak adanya protokol Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada Maret 2020, PLN melakukan sedikit modifikasi dalam penghitungan tagihan listrik. Pasalnya, petugas PLN tidak bisa lagi mengecek secara langsung meteran listrik di rumah pelanggan. Hal ini dilakukan untuk meredam penyebaran virus Corona Covid-19, mengingat petugas PLN bisa saja menjadi pembawa virus.
    Dengan demikian, untuk Maret 2020, PLN menggunakan tagihan listrik rata-rata tiga bulan sebelumnya, yaitu Desember, Januari, dan Februari. Jika rata-rata tagihan pelanggan adalah 50 kWh, jumlah itulah yang ditagihkan pada Maret. Namun, karena masyarakat mulai bekerja dari rumah, dan penggunaan listrik meningkat, ada pelanggan yang tagihan listriknya naik menjadi 70 kWH. Artinya, sebanyak 20 kWh belum ditagihkan.
    Pada April, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan secara penuh. Sebagian masyarakat berada di rumah selama 24 jam. Akibatnya, tagihan listrik kembali naik menjadi 90 kWH. Tagihan ini pun ditambahkan dengan 20 kWh yang belum ditagihkan pada Maret sehingga totalnya menjadi 110 kWh. Kondisi inilah, kata Made, yang membuat pemakaian listrik seolah-olah naik 100 persen, dari 50 kWh menjadi 110 kWh.
    Dikutip dari Kompas.com, Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan bahwa PLN adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang setiap laporannya harus diaudit oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan diawasi oleh (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Karena itu, PLN tidak mungkin menaikkan tarif listrik diam-diam.
    "Terhadap tuduhan PLN curang dan menaikkan tarif diam-diam, kami diawasi secara internal maupun eksternal. Jadi, dalam hal tarif listrik, kami tidak mungkin dan tidak bisa melakukan kebijakan semena-mena," kata Zulkifli dalam keterangan persnya pada 9 Mei 2020.
    Menurut Zulkifli, akar masalah dari keluhan kenaikan tarif listrik pada Mei oleh sebagian pelanggan terjadi ketika diberlakukannya PSBB pada Maret. Untuk menghindari paparan virus Corona Covid-19 dengan pelanggan, petugas PLN tidak melakukan pencatatan meteran listrik sebagian pelanggan. Hitungan penggunaan listrik pun ditetapkan rata-rata selama tiga bulan terakhir.
    Dengan cara ini, ada akibat kurang bayar atau lebih bayar pada bulan berjalan, yaitu April. Secara sistem, kurang bayar akan dibebankan pada pembayaran bulan berikutnya. "Dan kita semua tahu, pada April, PSBB berlangsung makin luas, dan work from homejuga makin besar. Sehingga, tagihan listrik pelanggan rumah tangga semakin besar. Ditambah dengan kurang bayar pada bulan sebelumnya, tagihan tersebut menjadi makin besar," kata Zulkifli.
    Dilansir dari Kumparan.com, PLN memastikan bahwa tarif dasar listrik seluruh golongan tarif tidak mengalami kenaikan, termasuk pelanggan 900 VA Rumah Tangga Mampu (RTM) dan di atasnya. Seperti diketahui, penetapan tarif dilakukan tiga bulan sekali oleh pemerintah. Untuk April hingga saat ini, tarif dinyatakan tetap, sama dengan periode tiga bulan sebelumnya.
    "Kami pastikan saat ini tidak ada kenaikan listrik, harga masih tetap sama dengan periode tiga bulan sebelumnya. Bahkan sejak tahun 2017 tarif listrik ini tidak pernah mengalami kenaikan," tutur Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN, I Made Suprateka, pada 3 Mei 2020.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, narasi bahwa PLN diam-diam menaikkan tagihan listrik pelanggan non subsidi untuk biayai program diskon listrik bagi masyarakat yang terdampak pandemi virus Corona Covid-19, menyesatkan. Tagihan listrik pelanggan naik dalam dua bulan terakhir karena penggunaan listrik konsumen meningkat selama pemberlakuan PSBB danwork from home.
    Selain itu, untuk menghindari paparan virus Corona Covid-19 dengan pelanggan, petugas PLN tidak melakukan pencatatan meteran listrik sebagian pelanggan. Hitungan penggunaan listrik pun ditetapkan rata-rata selama tiga bulan terakhir. Dengan cara ini, ada akibat kurang bayar atau lebih bayar pada bulan berjalan. Secara sistem, kurang bayar akan dibebankan pada pembayaran bulan berikutnya.
    IBRAHIM ARSYAD
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekf akta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8081) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Polisi AS Sebut Kematian Bing Liu Terkait Risetnya Soal Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 11/05/2020

    Berita


    Narasi bahwa kematian Bing Liu, peneliti dari Universitas Pittsburgh, Amerika Serikat, terkait dengan risetnya soal virus Corona Covid-19 beredar di media sosial. Menurut narasi itu, kaitan antara pembunuhan Bing Liu dan penelitiannya terkait Covid-19 ditegaskan oleh kepolisian AS.
    Di Instagram, narasi tersebut dibagikan salah satunya oleh akun @sobatqolbu. Akun ini mengunggah foto Bing Liu yang di bawahnya diberi tulisan "Nyaris ungkap temuan penting seputar virus Corona, profesor ini tewas dibunuh. Jenazah ditemukan dengan sejumlah luka tembakan di kepala, leher dan perut".
    Adapun dalam caption-nya, akun ini menjelaskan bahwa pelaku yang dipercaya membunuh Bing Liu bernama Hao Gu, 46 tahun. Ia ditemukan dalam kondisi sudah tak bernyawa setelah diduga melakukan bunuh diri. Pihak kepolisian mengatakan bahwa Hao Gu diduga membunuh Bing Liu di kediamannya sebelum akhirnya bunuh diri di mobilnya. Polisi meyakini pelaku dan korban saling mengenal satu sama lain.
    Akun ini juga menulis bahwa pembunuhan Bing Liu tersebut menimbulkan misteri terkait temuan penting yang akan diungkapkannya. Ia diketahui merupakan peneliti komputasi dan sistem biologi di Sekolah Kesehatan Universitas Pittsburgh. "Kepolisian setempat telah menegaskan jika pembunuhan Bing Liu ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukannya seputar Covid-19," demikian narasi yang ditulis akun itu.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Instagram @sobatqolbu.
    Apa benar polisi AS menyebut kematian Bing Liu terkait dengan risetnya soal Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memeriksa klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo membandingkannya dengan pemberitaan di media-media arus utama, baik dalam negeri maupun luar negeri. Dilansir dari USA Today, Bing Liu, asisten profesor dari Universitas Pittsburgh, 37 tahun, memang ditemukan tewas di dalam sebuah rumah di Pennsylvania, AS, pada 2 Mei 2020, dengan luka tembak di kepala, leher, dan dadanya.
    Satu jam kemudian, polisi menemukan Hao Gu, 46 tahun, dalam sebuah mobil dengan jarak kurang dari 1 mil dari lokasi ditemukannya Bing Liu. Menurut Detektif Sersan Brian Kohlhepp dari Departemen Kepolisian Ross, penyidik meyakini Hao Gu membunuh Bing Liu di rumahnya sebelum mengendarai mobilnya dan bunuh diri.
    Bing Liu mendapat gelar PhD dalam ilmu komputasi dari Universitas Nasional Singapura, lalu melanjutkan studi pascadoktoralnya di Universitas Carnegie Mellon. Kemudian, Bing Liu menjadi peneliti di Sekolah Kedokteran Universitas Pittsburgh. Para koleganya menuturkan bahwa Bing Liu merupakan seorang peneliti yang produktif yang telah mempublikasikan lebih dari 30 makalah dan merupakan mentor yang luar biasa.
    "Bing Liu berada di ambang penemuan yang sangat signifikan untuk memahami mekanisme seluler yang mendasari infeksi SARS-CoV-2 (virus Corona baru penyebab Covid-19) dan basis seluler dari komplikasi tersebut. Kami akan berupaya untuk menyelesaikan apa yang telah dia mulai dalam rangka memberikan penghormatan pada keahlian ilmiahnya," ujar para koleganya dalam sebuah pernyataan resmi.
    Namun, Kohlhepp menuturkan bahwa pembunuhan Bing Liu tidak ada kaitannya dengan risetnya soal Covid-19. Polisi meyakini Bing Liu dan Hao Gu saling mengenal satu sama lain dan, kata Kohlhepp, pembunuhan itu adalah "hasil dari perselisihan panjang terkait pasangan intim".
    Menurut Kohlhepp, polisi tidak menemukan bukti apapun bahwa pembunuhan Bing Liu berhubungan dengan pekerjaannya di Universitas Pittsburgh. "Kami telah menemukan nol bukti bahwa peristiwa tragis ini ada hubungannya dengan pekerjaannya di Universitas Pittsburgh atau pekerjaan apapun yang terkait dengan Universitas Pittsburgh, dan krisis kesehatan saat ini yang mempengaruhi AS dan dunia (Covid-19)," kata Kohlhepp.
    Penjelasan yang sama juga dilaporkan oleh CNN pada 6 Mei 2020. Kepolisian AS meyakini Bing Liu dan Hao Gu saling kenal. Namun, Detektif Sersan Brian Kohlhepp menyatakan "tidak ada indikasi bahwa Bing Liu sengaja ditarget karena dia orang Cina".
    Demikian pula dalam arsip pemberitaan Tempo pada 7 Mei 2020. Berdasarkan keterangan Kepolisian Ross, jenazah Bing Liu ditemukan di rumahnya dengan luka tembak di kepala, leher, dan dada. "Kasus ini masih kami selidiki. Sejauh ini, tidak ada indikasi bahwa Liu diincar karena dia berasal dari Cina," ujar Detektif Sersan Brian Kohlhepp pada 6 Mei 2020.
    Kohlhepp melanjutkan, menurut dugaan sementara, Bing Liu adalah korban aksi pembunuhan dan bunuh diri. Sebab, tak jauh dari lokasi tewasnya Bing Liu, polisi menemukan seorang pria yang tewas di dalam mobilnya. Walaupun begitu, kata Kohlhepp, polisi masih menyelidiki apakah keduanya saling kenal.
    Universitas Pittsburgh, dalam keterangan persnya, menyatakan rasa berdukanya atas kematian Bing Liu. Mereka menyayangkan kematian Bing Liu mengingat ia tengah melakukan penelitian terkait cara kerja virus Corona Covid-19 yang akan membantu proses penanganannya ke depan. "Bing Liu hampir mendapatkan temuan penting soal bagaimana memahami cara kerja sel dalam penularan virus Corona," ujar salah satu koleganya.
    Kematian Bing Liu ini pun kembali memicu diskusi warganet terkait sejumlah teori konspirasi mengenai asal-usul virus Corona Covid-19, baik itu buatan Cina atau buatan AS. Ada pula yang mengaitkan kematian tersebut dengan nama pendiri Microsoft, Bill Gates. Sejumlah klaim bahwa virus ini buatan laboratorium ataupun teori konspirasi soal Bill Gates sudah pernah dibantah oleh Tim CekFakta Tempo.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, narasi bahwa polisi Amerika Serikat menyebut kematian Bing Liu terkait dengan risetnya soal Covid-19 adalah narasi yang menyesatkan. Kepolisian menyatakan tidak ada indikasi bahwa Bing Liu diincar karena berasal dari Cina ataupun karena sedang mengerjakan riset soal virus Corona Covid-19. Pembunuhan Bing Liu diduga kuat karena perselisihan terkait pasangan intim.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8080) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Pendiri Alibaba Jack Ma Sebut Tahun 2020 Hanyalah Tahun untuk Bertahan Hidup?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 11/05/2020

    Berita


    Sebuah kutipan yang diklaim bersumber dari pendiri perusahaan teknologi Alibaba, Jack Ma, beredar di media sosial. Menurut kutipan itu, tahun 2020 hanyalah tahun untuk bertahan hidup. Kutipan ini beredar di tengah pandemi virus Corona Covid-19 yang muncul sejak akhir 2019 lalu.
    Berikut narasi lengkap dalam kutipan tersebut: "For people in business, 2020 is really just a year for staying alive. Don't even talk about your dreams or plans. Just make sure you stay alive. If you can stay alive, then you would have made a profit already. - Jack Ma, Alibaba Group".
    Di Facebook, kutipan tersebut terdapat dalam sebuah poster berlatar belakang hitam yang dilengkapi dengan foto Jack Ma. Poster tersebut diunggah salah satunya oleh halaman Facebook Jack.Ma pada 1 Mei 2020. Sejak diunggah, poster ini telah dibagikan sebanyak lebih dari 1.500 kali.
    Sementara di Twitter, kutipan itu dicuitkan salah satunya oleh akun @AbdulAbmJ pada 1 Mei 2020. Kutipan serupa juga beredar dalam versi bahasa Indonesia, seperti yang dibagikan salah satunya oleh akun @yan_widjaya pada 1 Mei 2020.
    Berikut narasi lengkapnya: "Jack Ma bilang: Tahun ini jangan cerita untung atau rugi, utamakan bisa hidup lalu berkembang. Harus mikir cara gimana bisa hidup. Jangan cerita yenyang berkembang. Tahun ini adalah tahun pelindung nyawa, jika kamu bisa tahan hidup kamu sudah beruntung..."
    Gambar tangkapan layar unggahan di halaman Facebook Jack.Ma (kiri) dan akun Twitter Yan Widjaya (kanan).
    Apa benar Jack Ma menyebut bahwa tahun 2020 hanyalah tahun untuk bertahan hidup?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menghubungi Director of Corporate Affairs Alibaba Group Indonesia, Dian Safitri. Menurut Dian, kutipan tentang tahun 2020 hanyalah tahun untuk bertahan hidup itu tidak berasal dari Jack Ma. "Tidak ada catatan bahwa Jack Ma pernah menyampaikan pesan tersebut," kata Dian pada 8 Mei 2020.
    Dian juga memastikan bahwa halaman Facebook Jack.Ma yang mengunggah poster berisi kutipan tersebut bukanlah akun milik Jack Ma. "Terkait akun media sosial resmi Jack Ma, saat ini, Jack Ma hanya memiliki akun resmi di Weibo dan Twitter. Untuk Facebook resmi Jack Ma, tidak ada," ujar Dian.
    Kutipan yang terdapat dalam poster yang disertai foto Jack Ma itu diduga bersumber dari video hasil editan dengan suara yang bukan suara Jack Ma. Video tersebut diunggah oleh akun yang menggunakan nama Jack Ma di Douyin atau TikTok versi Cina.
    Berdasarkan penelusuran Tempo dengan reverse image tool Yandex, video aslinya pernah diunggah di platform video Cina, iQiyi, pada 9 September 2019, sebelum munculnya virus Corona Covid-19 pada Desember 2019. Menurut keterangannya, video itu merupakan video pidato Jack Ma soal wirausaha. "Jangan berhenti memulai bisnis, kejar impian Anda."
    Di akun Twitter-nya, Jack Ma juga tidak pernah menyinggung bahwa tahun 2020 hanyalah tahun untuk bertahan hidup. Berdasarkan pencarian lanjutan pada akun @JackMa di Twitter dengan kata kunci "2020 staying alive", dinyatakan bahwa "tidak ada yang muncul untuk pencarian tersebut".
    Pada 19 April 2020, dalam wawancara dengan televisi Cina CGTN, Jack Ma menyatakan bahwa pandemi virus Corona Covid-19 bakal mengubah cara masyarakat berbisnis dalam jangka panjang. Secara bertahap, masyarakat akan beralih ke bisnis online.
    Menurut dia, penerapan teknologi e-commerce bisa menjadi kunci untuk mempertahankan pelanggan. Masyarakat harus menemukan cara inovatif untuk beradaptasi dengan situasi saat ini. "Tidak ada negara atau perusahaan yang bisa diisolasi dari internet," katanya.
    Jack Ma juga menuturkan e-commerce bakal menjadi kunci bagi perusahaan untuk bertahan hidup, bagi negara-negara untuk makmur, dan bagi ekonomi dunia untuk bergerak. Virus ini merupakan alarm bagi negara-negara untuk meningkatkan langkah mereka dalam memperkuat sistem ekonominya.
    Menurut Jack Ma, pandemi Covid-19 pun tidak akan berakhir dalam waktu singkat. Selain itu, pandemi ini hanya bisa menghilang dengan mengandalkan terobosan teknologi, inovasi, dan penelitian medis. "Jadi, kita harus melakukan persiapan jangka panjang," tuturnya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, kutipan soal tahun 2020 hanyalah tahun untuk bertahan hidup bukan berasal dari Jack Ma. Kutipan tersebut bersumber dari sebuah video hasil editan dengan suara yang bukan suara Jack Ma. Video aslinya pernah diunggah di platform video Cina, iQiyi, pada 9 September 2019, sebelum munculnya virus Corona Covid-19 pada Desember 2019.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan