• (GFD-2020-8288) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Vaksin Covid-19 Tanamkan Microchip yang Diprogram untuk Bantai 7,5 Miliar Nyawa?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 18/09/2020

    Berita


    Klaim bahwa vaksin Covid-19 akan menanamkan microchip yang diprogram secara remote untuk membantai 7,5 miliar nyawa beredar di Facebook. Klaim ini terdapat dalam gambar tangkapan layar yang berisi foto microchip serta foto scan tangan manusia.
    "Ketika di vaksin, microchip yg sangat kecil dipasang tanpa terasa dg diam2. Tujuannya lain selain utk corona juga utk membunuh yg diprogram secara remote orang yg tdk disukai oleh Dajjal baru. New Dajjal siap membunuh 7.5 milyard manusia," demikian narasi dalam gambar itu.
    Salah satu akun yang membagikan gambar tersebut adalah akun Novi Hardian, yakni pada 16 September 2020. Akun ini pun menulis, “Waspadalah bagi umat Islam semua dengan adanya vaksin yang mau di programkan pemerintah. Pada awal tahun 2021 umat Islam harus berani tegas menolaknya kalau tidak mau dibuat target pembantaian 7,5 miliar nyawa.”
    Unggahan dengan narasi serupa juga ditemukan di Twitter. Unggahan itu dibagikan oleh akun @DarajatKrisna pada 2 September 2020. Disertai sebuah video pendek, akun ini mencuit bahwa penanaman microchip dalam tubuh melalui vaksin Covid-19 bertujuan untuk perbudakan global.
    “Bantu sadarkan masyarakat dulur. Penanaman microchip dalam tubuh lewat embel-embel vaksin Covid-19 untuk tujuan perbudakan global segera dimulai. Ini bisa membatalkan sholat bila chip berhasil ditanam dalam tubuh. Lupakan WHO, mari kembali kepada fitrah Tuhan. Jgn mau diperbudak.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Novi Hardian.
    Apa benar vaksin Covid-19 akan menanamkan microchip yang diprogram untuk membantai 7,5 miliar nyawa dan melakukan perbudakan global?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, klaim bahwa vaksin Covid-19 akan menanamkan microchip yang diprogram untuk "membantai 7,5 miliar nyawa" maupun "melakukan perbudakan global" keliru. Vaksin diberikan dengan cara disuntikkan ke dalam tubuh, dan tidak menanamkan microchip apapun. Ukuran microchip tidak cukup kecil untuk melalui jarum suntik.
    Beberapa vaksin Covid-19 yang sedang menjalani uji klinis fase III diberikan dengan cara disuntikkan ke dalam tubuh. Vaksin Covid-19 Sinovac misalnya, yang kini sedang dalam tahap uji klinis di Kota Bandung, Jawa Barat, diuji coba kepada relawan dengan cara disuntikkan ke dalam tubuh lewat jarum suntik.
    Cara pemberian vaksin lainnya adalah dengan disemprotkan melalui hidung. Saat ini, otoritas kesehatan di Cina telah menyetujui kandidat vaksin Covid-19 yang disemprotkan lewat hidung untuk diuji kepada manusia (uji klinis fase I) pada 9 September 2020. Vaksin ini dikembangkan oleh peneliti Xiamen University dan Hong Kong University bersama pabrik vaksin di Beijing, Wantai Biological Pharmacy Enterprise Co.
    Dikutip dari Science20, kebanyakan microchip RFID (Radio Frequency Identification) terlalu besar untuk dimasukkan ke dalam jarum berukuran normal yang digunakan untuk vaksin. Mungkin saja membuat chip dengan ukuran yang lebih kecil, tapi tidak berguna apabila tidak memiliki antena sebagai penerima sinyal.
    Sebuah chip harus memiliki kapasitas yang cukup besar untuk mengambil daya dari gelombang mikro, yang kemudian mengirim kembali sinyal yang cukup kuat sehingga bisa diterima oleh penerima. Chip RFID terkecil yang tersedia secara komersial, lengkap dengan antenanya, hanya dapat terbaca dari jarak milimeter. Sementara chip RFID terkecil yang tidak tersedia secara komersial hanya dapat terbaca dari jarak mikron.
    Sejak April 2020, isu tentang microchip yang ditanamkan ke dalam tubuh manusia melalui vaksin beredar seiring dengan rumor bahwa pendiri Microsoft, Bill Gates, membuat vaksin Covid-19 yang dipasang microchip. Rumor tersebut telah dibantah oleh Tempo melalui dua artikel berikut:
    Vaksin memiliki efek samping, tapi tidak mematikan
    Vaksin, seperti obat-obatan lainnya, dapat menyebabkan efek samping. Yang paling umum terjadi adalah efek samping ringan. Vaksin telah banyak digunakan untuk mencegah berbagai penyakit berbahaya yang bisa berujung serius atau bahkan kematian. Vaksinasi adalah cara terbaik untuk mencegah seseorang terinfeksi penyakit tertentu.
    Dilansir dari BBC, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mencatat vaksin mampu menurunkan kematian akibat campak hingga 80 persen sepanjang 2000-2007. Demikian pula dengan polio yang hampir tidak bisa dijumpai lagi di tengah masyarakat dibandingkan beberapa dekade lalu di mana jutaan orang menjadi korban polio.
    Riset WHO lainnya mengestimasi efek ekonomi dari vaksinasi periode 2001-2020, yang menyebut vaksinasi 10 jenis penyakit menular dapat mencegah 20 juta kematian di 73 negara, termasuk Indonesia. Vaksinasi juga dapat menyelamatkan kerugian yang ditimbulkan sebesar 350 miliar dolar Amerika Serikat (hampir Rp 5 ribu triliun) untuk biaya perawatan kesehatan. Adapun nilai ekonomi dan sosial yang lebih luas dari vaksinasi diperkirakan mencapai 820 miliar dolar AS (sekitar Rp 11.700 triliun) di 73 negara tersebut.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "vaksin Covid-19 akan menanamkan microchip yang diprogram untuk membantai 7,5 miliar nyawa dan melakukan perbudakan global" keliru. Vaksin diberikan dengan cara disuntikkan ke dalam tubuh, dan ukuran microchip tidak cukup kecil untuk melalui jarum suntik. Vaksin pun merupakan salah satu cara untuk memberikan kekebalan pada tubuh terhadap penyakit tertentu yang berbahaya atau mematikan, sebagaimana yang telah terjadi pada vaksin campak dan polio.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8287) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Pelaku Penusukan Syekh Ali Jaber Mengaku Dibiayai Megawati dan PKI?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 18/09/2020

    Berita


    Klaim bahwa pelaku penusukan ulama Syekh Ali Jaber mengaku dibiayai oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Partai Komunis Indonesia (PKI) beredar di Facebook. Klaim tersebut diunggah oleh akun Aru Saja pada 15 September 2020.
    "Atas dasar pengakuan si pelaku penusukan syeh ali jaber itu tlh di biyayai oleh megawati dan sekutu nya PKI di blakang nya terbongkar sudah semua nya ... bahwa megawati berencana untuk menghabisi para alim ulama kiyai ustad penda'i di indonesia ini ... kita harus bela ulama untuk memerangi mereka komunis PKI megawati," demikian narasi yang diunggah oleh akun Aru Saja.
    Narasi itu disertai dengan gambar tangkapan layar sebuah video di YouTube yang berjudul "[TERKUAK] Ini Tokoh Yang Membiayai Alfin Untuk Menikam Syekh Ali Jaber". Video yang diunggah oleh kanal Dakwah Islam itu telah ditonton lebih dari 600 ribu kali. Dalamthumbnailvideo ini, terdapat foto pelaku penusukan Syekh Ali Jaber, Alfin Andrian, serta teks yang berbunyi "Tokoh yang Membiayai Alfin untuk Menikam Syekh Ali Jaber".
    Selain itu, terdapat gambar tangkapan layar video lain di mana dalamthumbnail-nya tercantum foto Syekh Ali Jaber, Alfin, Megawati, dan Menteri Agama Fachrul Razi. Dalam thumbnail itu, terdapat pula tulisan "Akhirnya Komun!s Menyesal!!! Syekh Ali Jaber Murka Tak Terbendung".
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Aru Saja.
    Apa benar pelaku penusukan Syeh Ali Jaber mengaku dibiayai Megawati dan PKI?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk menelusuri klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri video-video yang gambar tangkapan layarnya diunggah oleh akun Aru Saja. Video pertama, yang merupakan video milik kanal Dakwah Islam, diunggah pada 14 September 2020 dengan judul “[TERKUAK] Ini Tokoh Yang Membiayai Alfin Untuk Menikam Syeh Ali Jaber”.
    Video berdurasi 11 menit 5 detik itu terdiri dari dua segmen. Segmen pertama, dari detik ke-8 hingga menit 2:39, berisi komentar dari seorang pria berbaju dan berserban putih mengenai penusukan Syekh Ali Jaber. Pria itu heran mengapa Syekh Ali Jaber, seorang ulama yang lembut dan kalem, bisa menjadi target pembunuhan. Pria ini pun menyinggung soal PKI."Upaya pembunuhan terhadap Syekh Ali Jaber di bulan September ini mengingatkan saya pada peristiwa berdarah pembantaian PKI yang juga terjadi di bulan September. Maka, saran saya, mari kita umat Islam, para pemuda, laskar-laskar, di mana pun antum berada, jaga para ulama kita, para kiai kita, para habib kita, kawal mereka di mana pun mereka berada," kata pria itu.
    Adapun segmen kedua, dari menit 2:39 hingga akhir, menayangkan rekaman dakwah Syeh Ali Jaber. Tidak terdapat pengakuan dari pelaku penusukan Syekh Ali Jaber bahwa ia dibiayai oleh Megawati dan PKI.
    Dalam video kedua, dengan thumbnail yang bertuliskan "Akhirnya Komun!s Menyesal!!! Syekh Ali Jaber Murka Tak Terbendung", tidak terdapat pula pengakuan dari pelaku penusukan Syekh Ali Jaber bahwa ia dibiayai oleh Megawati dan PKI.
    Video itu dimuat oleh kanal Kabar Harian pada 15 September 2020 dengan judul "Viral Terbaru Hari Ini ~ Syekh Ali Jaber Turun Tangan Sendiri ~ Berita Info News Terkini PDIP Menag". Video berdurasi 10 menit 15 detik ini berisi narasi tentang pernyataan Syekh Ali Jaber dalam konferensi pers terkait penusukannya. Narasi ini diiringi dengan cuplikan-cuplikan yang memperlihatkan Syekh Ali Jaber serta pelaku penusukannya, Alfin.
    Selain itu, video ini berisi narasi tentang pembacokan imam masjid di Kabupaten Ogan Ilir (OKI), Sumatera Selatan, M. Arif, saat salat Magrib pada 11 September 2020 oleh marbot masjid yang merasa tersinggung karena kunci kotak amal diminta oleh korban. Video itu pun berisi narasi mengenai unggahan Ustaz Abdul Somad alias UAS yang menanggapi peristiwa penusukan Syekh Ali Jaber.
    Tempo kemudian menelusuri pemberitaan di media kredibel dengan memasukkan kata kunci "pelaku penusukan Syekh Ali Jaber mengaku dibiayai Megawati dan PKI" ke mesin pencarian Google. Namun, tidak ditemukan berita dengan judul semacam itu di situs-situs media mana pun.
    Pengusutan kasus penusukan Syekh Ali Jaber
    Berdasarkan arsip berita Tempo, penyidik Polda Lampung menetapkan pasal berlapis terhadap tersangka penusukan Syekh Ali Jaber, Alfin Andrian. Pasal yang dimaksud adalah Pasal 340 juncto Pasal 53 KUHP subsider Pasal 38 juncto Pasal 53 subsider Pasal 351 ayat 2 dan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Pasal 2 ayat 1.
    Penerapan pasal itu, selain berdasarkan hasil gelar perkara, juga berdasarkan pemeriksaan tersangka, saksi korban, dan saksi-saksi lainnya yang berada di lokasi kejadian. "Dengan pemeriksaan tersebut, tersangka patut diduga melakukan penusukan dengan ancaman hukuman kurungan penjara lebih dari lima tahun," kata Kepala Bidang Humas Polda Lampung Komisaris Besar Zahwani Pandra Arsyad.
    Pandra menambahkan, saat ini, tersangka dalam keadaan sehat dan berada di tahanan polisi. Menurut Pandra, pelaku penusukan Syekh Ali Jaber, Alfin Andrian, sudah merencanakan perbuatannya. Dia menuturkan bahwa pelaku sudah lama ingin melukai Syekh Ali Jaber.
    "Motif pelaku itu merasa terbayangi Syekh Ali Jaber. Beberapa saksi mengatakan, saat kegiatan ceramah, itu (pelaku) gelisah mendengar suara Syekh Ali Jaber yang membuatnya kemudian bergerak (melakukan penusukan)," kata Pandra saat dihubungi pada 16 September 2020.
    Pandra pun mengatakan pelaku dan korban tidak saling mengenal, namun Alfin kerap mendengarkan ceramah Syekh Ali Jaber di berbagai media. Selama mendengarkan ceramah tersebut, pelaku selalu terbayang ingin melakukan tindakan melukai Syekh Ali Jaber.
    Saat pelaku mendengar suara Syekh Ali Jaber dalam acara dakwah di Masjid Falahuddin, Tamin, Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung, yang berada dekat dari rumahnya, niat yang sudah lama terpendam muncul kembali. "Bunyi speaker itu terdengar sampai rumahnya. Ada beberapa saksi yang mengatakan dia (pelaku) di rumah itu gelisah," tuturnya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa pelaku penusukan Syeh Ali Jaber, Alfin Andrian, mengaku dibiayai Megawati dan PKI, keliru. Dalam video yang digunakan untuk menyebarkan klaim itu, tidak terdapat pengakuan dari Alfin bahwa ia dibiayai oleh Megawati dan PKI. Tidak ada pula pemberitaan media bahwa pelaku penusukan Syekh Ali Jaber mengaku dibiayai Megawati dan PKI.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8286) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Menkes Terawan Sebut Kematian Dokter Jangan Dibesar-besarkan?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 17/09/2020

    Berita


    Sebuah poster yang berisi foto Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dengan kutipan "kematian dokter jangan dibesar-besarkan, masih banyak tenaga cadangan dokter capai 3 ribuan" beredar di media sosial dan grup-grup percakapan WhatsApp pada 17 September 2020. Dalam poster berwarna hijau tua ini, terdapat pula logo situs media RMOL.id.
    Selain kutipan yang diklaim berasal dari Terawan itu, poster ini juga memuat pernyataan dari anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil. Pernyataan itu berisi kritik Nasir atas statement Terawan terkait tenaga kesehatan cadangan yang jumlahnya masih mencapai 3 ribu orang di tengah pandemi Covid-19 ini. Terawan dianggap menjadikan dokter sebagai "stok" gudang.
    “Selain tidak menunjukkan empati, ucapan sang menkes tersebut malah menunjukkan kegagalannya mengantisipasi krisis kesehatan di Indonesia sehingga banyak tenaga kesehatan yang gugur," demikian kritikan yang tercantum dalam poster tersebut.
    Apa benar Menkes Terawan menyebut kematian dokter jangan dibesar-besarkan seperti yang termuat dalam poster berlogo RMOL.id tersebut?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, poster berlogo RMOL.id dengan kutipan "kematian dokter jangan dibesar-besarkan, masih banyak tenaga cadangan dokter capai 3 ribuan" adalah hasil suntingan. Poster asli yang memang dibuat oleh RMOL.id tersebut tidak memuat pernyataan itu.
    Dalam konferensi pers di Kantor Presiden pada 14 September 2020, Menkes Terawan memang menyinggung soal tenaga kesehatan cadangan yang jumlahnya masih mencapai 3 ribu orang di tengah pandemi Covid-19. Namun, dalam konferensi pers itu, Terawan tidak menyatakan "kematian dokter jangan dibesar-besarkan".
    Untuk memverifikasi klaim "Menkes Terawan menyebut kematian dokter jangan dibesar-besarkan", Tempo mula-mula memeriksa akun media sosial resmi RMOL.id, baik di Twitter maupun Instagram. Hasilnya, ditemukan bahwa akun-akun RMOL.id ini pernah mengunggah poster yang identik. Namun, dalam poster itu, tidak ada kutipan "kematian dokter jangan dibesar-besarkan, masih banyak tenaga cadangan dokter capai 3 ribuan".
    Tulisan yang tertera dalam poster asli, yang disunting dengan tulisan "kematian dokter jangan dibesar-besarkan, masih banyak tenaga cadangan dokter capai 3 ribuan", berbunyi “Dokter Bukan Stok Gudang”. Poster tersebut diunggah oleh akun Twitter dan Instagram RMOL.id pada 15 September 2020.
    Poster suntingan (kiri) dari poster milik RMOL.id (kanan) terkait pernyataan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto soal tenaga kesehatan cadangan.
    Teks yang berbunyi “Dokter Bukan Stok Gudang” dalam poster asli tersebut berasal dari pernyataan anggota DPR dari Fraksi PKS Nasir Djamil, yang juga dimuat oleh situs RMOL.id dalam artikelnya pada 15 September 2020. Artikel tersebut berjudul "Menkes Mengatakan Masih Ada 3.500 Dokter 'Cadangan', Anggota DPR: Tidak Berempati, Dokter Seolah Stok Gudang!".
    Dikutip dari berita tersebut, Nasir mengatakan, "Komunikasi publik sejumlah menteri di kabinet Jokowi sangat buruk dan kurang berempati dengan korban, terutama para dokter. Pernyataan itu bisa diinterpretasi seolah-olah dokter itu barang yang ada di gudang."
    Tempo pun menelusuri asal-usul pernyataan Menkes Terawan mengenai tenaga kesehatan cadangan itu. Lewat pencarian di mesin perambah Google dengan kata kunci “dokter magang atau internship yang jumlahnya mencapai 3.500 orang”, Tempo mendapatkan petunjuk bahwa pernyataan soal tenaga kesehatan cadangan tersebut disampaikan Terawan dalam konferensi pers yang disiarkan di YouTube milik Sekretariat Presiden pada 14 September 2020.
    Namun, dalam video berdurasi 9 menit 10 detik tersebut, tidak ditemukan pernyataan "kematian dokter jangan dibesar-besarkan, masih banyak tenaga cadangan dokter capai 3 ribuan" yang dilontarkan oleh Terawan. Dia hanya menyinggung soal dokter magang dan internship, yang jumlahnya sekitar 3.500 orang, pada menit 6:47. Pernyataan lengkap Terawan adalah sebagai berikut:
    “...... Seperti diketahui, jumlah relawan tenaga kesehatan Nusantara Sehat dan internship yang sudah ditempatkan adalah sebanyak 16.286 orang, tersebar di rumah sakit Covid-19 dan laboratorium untuk melayani terkait Covid-19. Dan masih ada 3.500 dokter internship, masih ada 800 tenaga Nusantara Sehat, di samping itu ada tenaga relawan 685 di sini, termasuk di dalamnya dokter spesialis paru, anestesi, penyakit dalam, dan juga tenaga kesehatan lain seperti perawat, dokter umum, dan sebagainya yang siap di-deploy-kan, siap untuk membantu apabila ada penambahan tenaga yang dibutuhkan."

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim yang tercantum dalam poster itu, bahwa "Menkes Terawan menyebut kematian dokter jangan dibesar-besarkan", keliru. Poster itu merupakan hasil suntingan dari poster milik RMOL.id. Dalam poster asli, teksnya berbunyi “Dokter Bukan Stok Gudang”, yang berasal dari kritikan anggota DPR dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, terhadap pernyataan Terawan soal tenaga kesehatan cadangan di tengah pandemi  Covid-19. Lewat pemeriksaan verbatim video konferensi pers pada 14 September 2020 soal tenaga kesehatan cadangan pun, Terawan tidak pernah menyatakan “kematian dokter jangan dibesar-besarkan”.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8285) [Fakta atau Hoaks] Benarkah PDIP Buka Opsi Bubarkan MUI Demi Utuhnya Pancasila?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 17/09/2020

    Berita


    Klaim bahwa PDIP membuka opsi membubarkan Majelis Ulama Indonesia atau MUI beredar di media sosial. Klaim ini terdapat dalam gambar tangkapan layar sebuah artikel berjudul "PDIP Buka Opsi Bubarkan MUI Demi Utuhnya Pancasila" yang dimuat pada 3 September 2020 pukul 00.57 WIB.
    Dalam gambar tangkapan layar itu, terdapat pula foto sebuah ruangan rapat yang terisi belasan orang. Foto itu diberi keterangan "Suasana rapat Komisi II DPR RI dengan Kemendagri di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/9/2020). (Foto: Zul/GoNews.co)".
    Di Facebook, gambar tangkapan layar tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Ir Deni Kunto, yakni pada 15 September 2020.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Ir Deni Kunto.
    Apa benar PDIP membuka opsi membubarkan MUI demi utuhnya Pancasila?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri artikel dengan judul seperti dalam gambar tangkapan layar di atas lewat mesin perambah Google. Namun, tidak ditemukan artikel di situs-situs media kredibel dengan judul "PDIP Buka Opsi Bubarkan MUI Demi Utuhnya Pancasila".
    Tempo pun menelusuri jejak digital foto dalam gambar tangkapan layar itu. Hasilnya, foto ini pernah dimuat oleh situs GoNews.co dalam artikelnya pada 3 September 2020 pukul 00.57 WIB, tanggal dan jam yang sama dengan yang tercantum dalam gambar tangkapan layar di atas.
    Keterangan foto itu pun sama dengan yang tercantum dalam gambar tangkapan layar di atas, yakni "Suasana rapat Komisi II DPR RI dengan Kemendagri di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/9/2020). (Foto: Zul/GoNews.co)". Namun, artikel tersebut berjudul "Junimart Buka Opsi Bubarkan IPDN, Demi Kemanusiaan".
    Menurut berita ini, legislator Fraksi PDIP Junimart Girsang menyatakan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) sebaiknya dibubarkan, menyusul adanya perlakuan yang mengusik nilai kemanusiaan di sekolah kedinasan tersebut. Junimart menyoal makanan yang disediakan di salah satu kampus IPDN yang tak layak, bahkan jika dibandingkan dengan makanan di lembaga pemasyarakatan (lapas).
    "Dari segi kemanusiaan, saya sudah bilang dari kemarin, bubarkan saja IPDN. Makannya itu lebih sejahtera yang di lapas. Saya sudah ke IPDN Jakarta," kata Junimart dalam rapat Komisi Pemerintahan atau Komisi II DPR bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Gedung DPR pada 2 September 2020.
    Kondisi makanan yang demikian dinilai ironi oleh Junimart, karena bangsa Indonesia membutuhkan birokrat-birokrat unggul yang terlahir dari IPDN. "Bagaimana mungkin kita mendapatkan bibit unggul? Yang di lapas saja makanannya cukup bergizi. Tolong Pak Sekjen, kalau bisa diperbaiki," ujar Junimart.
    Bukan kali ini saja Junimart Girsang menyorot IPDN. Dilansir dari CNN Indonesia, Junimart pernah menyinggung fenomena sejumlah pengasuh di IPDN yang kerap meminta "setoran" tertentu kepada para praja sebagai pelicin untuk mendapatkan sesuatu. Junimart mengetahui praktik itu berdasarkan pengalaman sanak saudaranya yang kuliah di IPDN.
    Berdasarkan penelusuran Tempo, rapat antara Komisi II DPR dan Kemendagri pada 2 September 2020 pun sama sekali tidak membahas MUI. Agenda rapat tersebut adalah pembahasan rencana program dan anggaran Kemendagri pada 2021. Dilansir dari situs resmi DPR, Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustofa menyampaikan bahwa komisinya menyetujui jumlah pagu anggaran Kemendagri pada 2021, yakni sebesar Rp 3,204 triliun, yang termasuk di dalamnya pagu anggaran Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebesar Rp 17,303 miliar.
    "Namun, untuk pengalokasian anggaran program dan kegiatan, Komisi II DPR meminta Kemendagri dan DKPP melakukan penyesuaian dengan memperhatikan saran dan masukan yang disampaikan oleh Komisi II DPR, yang kemudian akan dibahas kembali untuk ditetapkan pada rapat selanjutnya," ucap Saan dalam rapat Komisi II DPR dengan Kemendagri, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), dan DKPP di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada 2 September 2020.
    Politikus Fraksi Partai NasDem itu juga mengatakan bahwa Komisi II DPR menyetujui usulan tambahan anggaran yang diajukan Kemendagri sebesar Rp 1,275 triliun, termasuk usulan tambahan anggaran DKPP sebesar Rp 91,949 miliar dan mengamanatkan kepada anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR di Komisi II DPR untuk memperjuangkannya dalam pembahasan di Banggar DPR.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "PDIP buka opsi bubarkan MUI demi utuhnya Pancasila" keliru. Gambar tangkapan layar artikel yang berisi klaim itu merupakan hasil suntingan. Artikel aslinya berjudul “Junimart Buka Opsi Bubarkan IPDN, Demi Kemanusiaan”. Artikel ini pun sama sekali tidak menyinggung MUI.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan