(GFD-2020-8356) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video saat Polisi Prancis Serang Muslim di Turki ketika Salat?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 02/11/2020
Berita
Video yang diklaim sebagai video saat polisi Prancis menyerang muslim yang sedang salat di sebuah jalan di Yuksekova, Turki, beredar di Twitter. Video ini menyebar di tengah munculnya berbagai kecaman terhadap Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait pernyataannya soal Islam sebagai tanggapan atas pemenggalan terhadap seorang guru Prancis yang bernama Samuel Paty.
Dalam video itu, terlihat momen ketika dua tank meriam air membubarkan puluhan orang yang sedang duduk beralaskan kardus dan plastik di tengah sebuah jalan. Terdengar pula suara tembakan beberapa kali, yang disertai dengan kepulan asap. Selain itu, tampak mobil polisi di mana teksnya tertulis dalam bahasa Turki, "Polis".
Salah satu akun yang membagikan video beserta klaim itu adalah akun asal India, @PiyushTweets1, tepatnya pada 28 Oktober 2020. Akun ini menulis, "French police attacked muslims praying on the streets of Yüksekova! When India is going to come out with secularism band & when will we start similar practice in India!”
Gambar tangkapan layar unggahan akun Twitter @PiyushTweets1.
Apa benar video tersebut adalah video saat polisi Prancis menyerang muslim yang sedang salat di jalan Yuksekova, Turki?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menjadi sejumlah gambar dengan tool InVid. Selanjutnya, gambar-gambar itu ditelusuri jejak digitalnya dengan reverse image tool Yandex dan Google.
Hasilnya, ditemukan bahwa video tersebut memang memperlihatkan peristiwa di Turki, namun terjadi pada 2012, jauh sebelum munculnya berbagai kecaman terhadap Macron terkait pernyataannya soal Islam sebagai tanggapan atas pemenggalan terhadap Samuel Paty. Polisi yang membubarkan massa dengan tank dalam video itu pun bukan polisi Prancis, melainkan polisi Turki.
Video yang sama pernah diunggah oleh akun Twitter @SaccoVanzetti3 pada 22 Mei 2020. Dalam cuitannya, akun ini menulis, “Mereka mengatakan bahwa seekor hewan pun tidak akan lewat di depan mereka yang berdoa, seperti yang terlihat di video ini. Selama sujud, biarkan hewan itu lewat di depan Anda, panzer mungkin akan melindas Anda. Jumat sipil. Hakkari 2012.”
Di YouTube, video tersebut juga pernah diunggah oleh kanal Yuksekova Haber Portali pada 9 November 2012 dengan judul "Salat Jumat Sipil dengan bom gas - Yuksekova - Gever". Dalam keterangannya, tertulis bahwa video itu memperlihatkan peristiwa yang terjadi saat "salat Jumat sipil" di Distrik Yuksekova, Hakkari, Turki.
Berbekal petunjuk waktu, lokasi, dan sebutan dari peristiwa tersebut, Tempo menelusuri pemberitaan terkait di berbagai media. Dilansir dari situs media Turki InternetHaber, pada 9 November 2012, memang terjadi aksi protes "Jumat Sipil" di Distrik Yuksekova, Provinsi Hakkari, Turki.
Di tengah demonstrasi, polisi setempat mengintervensi sekelompok mahasiswa yang menutup jalan dengan melakukan aksi duduk untuk mendukung aksi mogok makan yang berlangsung di sebuah penjara di Yuksekova. Terjadi pula penembakan gas air mata dan air di tempat pelaksanaan salat "Jumat Sipil".
Menurut laporan kantor berita Jerman Deutsche Welle pada 18 November 2012, lebih dari 700 tahanan Kurdi di penjara Turki melakukan aksi mogok makan selama 68 hari. Mereka menuntut pemerintah Turki memberikan perawatan yang lebih baik kepada pemimpin Partai Pekerja Kurdistan (PKK), Abdullah Ocalan, selama di penjara.
Para tahanan berhenti mogok makan setelah Ocalan mengatakan bahwa tujuan protes mereka telah tercapai. "Atas dasar seruan pemimpin kami, kami mengakhiri protes kami pada 18 November 2012," ujar Deniz Kaya, juru bicara militan PKK yang dipenjara, seperti dikutip oleh sebuah organisasi yang mewakili keluarga para tahanan.
Pemerintah Turki menyambut baik berita tersebut, setelah sebelumnya Perdana Menteri Turki saat itu, Recep Tayyip Erdogan, menyebut demonstrasi tersebut sebagai "pertunjukan". "Turki adalah negara demokratis. Apa pun tuntutan rakyat, pemerintah dan politikus dapat menyuarakannya di parlemen," ujar Wakil Perdana Menteri Turki Bulent Arinc.
PKK dianggap sebagai organisasi teroris oleh pemerintah Turki, serta Uni Eropa dan Amerika Serikat. Karena itu, mereka tidak diizinkan mengajukan calon anggota parlemen. Militer Turki dan pejuang PKK sering terlibat dalam konflik di wilayah selatan Turki yang dipadati oleh penduduk dari etnis Kurdi. Lebih dari 40 ribu orang tewas dalam hampir tiga dekade akibat pertempuran ini.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas adalah video saat polisi Prancis menyerang muslim yang sedang salat di jalan Yuksekova, Turki, keliru. Peristiwa dalam video itu terjadi pada 2012, jauh sebelum munculnya berbagai kecaman terhadap Presiden Emmanuel Macron terkait pernyataannya soal Islam sebagai tanggapan atas pemenggalan terhadap seorang guru asal Prancis bernama Samuel Paty. Video tersebut memperlihatkan polisi Turki yang sedang membubarkan demonstrasi yang mendukung aksi mogok makan tahanan Kurdi di sebuah penjara di Yuksekova.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
(GFD-2020-8355) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Pembakaran Kantor Kedubes Prancis di Sudan?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 02/11/2020
Berita
Video pendek yang diklaim sebagai video pembakaran kantor Kedutaan Besar Prancis di Sudan beredar di media sosial. Video ini menyebar di tengah munculnya berbagai kecaman terhadap Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait pernyataannya soal Islam sebagai tanggapan atas pemenggalan terhadap seorang guru Prancis yang bernama Samuel Paty.
Dalam video itu, terlihat puluhan warga kulit hitam yang berlari ke arah sebuah gedung. Kedatangan mereka ke bangunan tersebut dihadang oleh sejumlah petugas. Kericuhan pun terjadi. Massa melempari gedung tersebut dengan batu. Massa juga membakar sebuah bangunan kecil yang terdapat di halaman gedung itu.
Salah satu akun di Facebook membagikan video berdurasi sekitar 2 menit itu pada 27 Oktober 2020. Akun ini kemudian menulis, "Pembakaran kedutaan Perancis di Sudan untuk menolak gambar Nabi yang menghina, semoga Tuhan memberkatinya dan memberinya kedamaian."
Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan lebih dari 31 ribu reaksi dan dikomentari sebanyak 91 kali.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook ????????? ????.
Apa benar video tersebut adalah video pembakaran kantor Kedubes Prancis di Sudan?
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, video tersebut bukanlah video pembakaran kantor Kedubes Prancis di Sudan, melainkan video unjuk rasa yang berakhir ricuh di Kedubes Jerman di Khartoum, ibukota Sudan, pada 14 September 2012.
Untuk memeriksa klaim di atas, Tempo mula-mula memfragmentasi video itu menjadi sejumlah gambar dengan tool InVID. Lalu, gambar-gambar tersebut ditelusuri jejak digitalnya dengan reverse image tool Yandex.
Hasilnya, ditemukan foto yang dipublikasikan oleh situs media Australia, ABC, pada 14 September 2012 yang memperlihatkan seorang demonstran tengah berorasi di depan kobaran api. Momen ini sama dengan yang terlihat dalam video yang beredar, tepatnya pada menit 1:51.
Gambar tangkapan layar video yang beredar pada menit 1:51 (kiri) dan foto yang diunggah oleh ABC pada 14 September 2012 (kanan).
ABC menulis bahwa foto tersebut bersumber dari Reuters, dan diberi keterangan “A still image take from video footage shows demonstrators shouting next to the German embassy in Khartoum” atau "Foto yang diambil dari rekaman video yang menunjukkan para demonstran berteriak di sebelah kedutaan Jerman di Khartoum".
Berbekal informasi ini, Tempo menggunakan kalimat “demonstrators shouting next to the German embassy in Khartoum” sebagai kata kunci pencarian di YouTube. Lewat cara ini, ditemukan video yang dipublikasikan CNN pada 14 September 2012. Cuplikan pada detik ke-8 hingga menit 1:15 video ini sama dengan cuplikan pada awal hingga menit 1:49 video yang beredar.
Gambar tangkapan layar video yang beredar pada detik ke-2 (kiri) dan video yang diunggah oleh CNN pada detik ke-12 (kanan).
Sama halnya dengan ABC, CNN memberikan keterangan bahwa, dalam video itu, para pengunjuk rasa mampu menembus pasukan keamanan yang berjaga dan menerobos masuk ke Kedubes Jerman di Khartoum, Sudan.
Kantor berita Jerman Deutsch Welle melaporkan, pada 14 September 2012, sekitar 5 ribu pengunjuk rasa di ibukota Sudan menyerbu Kedubes Inggris dan Jerman. Mereka marah atas film amatir Amerika Serikat yang berjudul "Innocence of Muslims". Film ini menggambarkan Nabi Muhammad sebagai seorang wanita, homoseksual, dan melecehkan anak-anak.
Serbuan demonstran ini membuat pasukan kepolisian Sudan yang berjaga menggunakan gas air mata untuk menghentikan mereka. Namun, beberapa pengunjuk rasa tetap berhasil melewati gerbang Kedubes Jerman.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas adalah video pembakaran Kedubes Prancis di Sudan keliru. Video tersebut adalah video lama pada 14 September 2012, jauh sebelum Presiden Prancis Emmanuel Macron melontarkan pernyataan yang kontroversial soal Islam sebagai tanggapan atas pemenggalan terhadap seorang guru Prancis yang bernama Samuel Paty. Video itu memperlihatkan aksi protes warga Sudan di Kedubes Jerman pada 14 September 2012. Ketika itu, sekitar 5 ribu demonstran berunjuk rasa pasca rilisnya sebuah film amatir yang dianggap menghina Islam.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/prancis
- https://www.tempo.co/tag/samuel-paty
- https://archive.ph/lS8rR
- https://www.tempo.co/tag/sudan
- https://www.abc.net.au/news/2012-09-15/protesters-target-the-german-embassy-in-khartoum/4263002?nw=0
- https://www.youtube.com/watch?v=JmCOiwMi3ok
- https://www.dw.com/en/german-embassy-stormed-in-sudan/a-16242473
- https://www.tempo.co/tag/emmanuel-macron
- https://www.tempo.co/tag/emmanuel-macron
(GFD-2020-8354) [Fakta atau Hoaks] Benarkah CDC Sebut Covid-19 Tak Menyebar Lewat Udara sehingga Pakai Masker Tak Berguna?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 02/11/2020
Berita
Klaim bahwa Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyebut virus, dalam hal ini virus Corona penyebab Covid-19, tidak menyebar lewat udara beredar di Facebook. Karena itu, menurut klaim tersebut, CDC menyatakan bahwa pemakaian masker tidak berguna.
Salah satu akun yang membagikan klaim tersebut adalah akun Facebook Nellie Niloufar Holden, tepatnya pada 18 Oktober 2020. Dalam unggahannya, akun ini menulis, “Here we go again. CDC says virus was never airborne rendering masks worthless.” Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan 68 reaksi dan dibagikan sebanyak 94 kali.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Nellie Niloufar Holden.
Apa benar CDC menyebut virus Corona Covid-19 tidak menyebar lewat udara sehingga pemakaian masker tidak berguna?
Hasil Cek Fakta
Untuk memeriksa klaim itu, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri pemberitaan terkait dengan memasukkan kata kunci “CDC says virus was never airborne rendering masks worthless” di mesin pencarian Google. Namun, tidak ditemukan berita di situs media apa pun yang memuat informasi bahwa CDC menyebut virus Corona Covid-19 tidak menyebar lewat udara sehingga pemakaian masker tidak berguna.
Tempo kemudian menelusuri informasi tentang penyebaran Covid-19 melalui udara di situs resmi CDC. Menurut penjelasan CDC yang diperbarui pada 28 Oktober 2020, Covid-19 paling sering menyebar melalui kontak fisik yang berdekatan, yaitu sekitar 6 kaki atau 1,8 meter. Saat penderita Covid-19 batuk, bersin, bernapas, berbicara, atau bernyanyi, mereka menghasilkan tetesan atau droplet.
Droplet menyebabkan infeksi saat terhirup atau terpapar pada selaput lendir yang melapisi bagian dalam hidung dan mulut. Ketika terdapat jarak dengan penderita Covid-19, sehingga droplet bergerak lebih jauh, konsentrasi virus dalam droplet lebih rendah. Droplet dengan ukuran besar jatuh dari udara karena gravitasi. Adapun droplet dengan ukuran kecil bisa menyebar di udara.
Menurut CDC, droplet berukuran kecil dapat bertahan di udara selama beberapa menit hingga jam. Terdapat bukti bahwa, dalam kondisi tertentu, penderita Covid-19 tampaknya telah menginfeksi orang lain yang jaraknya lebih dari 6 kaki. Transmisi ini terjadi di ruang tertutup yang memiliki ventilasi kurang memadai. Terkadang, orang yang terinfeksi mengalami sesak napas, misalnya saat bernyanyi atau berolahraga.
Dalam keadaan ini, para ilmuwan percaya bahwa jumlah droplet berukuran kecil yang menular, yang diproduksi oleh penderita Covid-19, menjadi cukup terkonsentrasi untuk menyebarkan virus ke orang lain. “Orang-orang yang terinfeksi berada di ruang yang sama dalam waktu yang sama atau tidak lama setelah penderita Covid-19 pergi,” demikian penjelasan CDC.
Meskipun begitu, CDC menegaskan bahwa data-data yang tersedia hingga saat ini menunjukkan penyebaran virus Corona Covid-19 lewat kontak dekat jauh lebih umum ketimbang lewat transmisi udara. Penjelasan CDC terkait potensi penularan Covid-19 melalui transmisi udara yang lebih detail dapat diakses di tautan ini, yang diperbarui pada 5 Oktober 2020.
Selain CDC, Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) dalam pernyataannya pada 9 Juli 2020 menyatakan bahwa transmisi virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, melalui udara diakibatkan oleh penyebaran droplet nuclei (aerosol) yang tetap menular saat melayang di udara dan bergerak hingga jarak yang jauh. Namun, belum diketahui berapa banyak jumlah droplet nuclei yang dihembuskan serta dosis SARS-CoV-2 hidup yang diperlukan untuk menyebabkan infeksi pada orang lain.
Laporan-laporan klinis terbaru, di mana tenaga kesehatan terpapar Covid-19 pada prosedur-prosedur yang menghasilkan aerosol, tidak menemukan transmisi nosokomial atau transmisi yang terjadi di lingkungan rumah sakit jika diterapkan kewaspadaan kontak atau jarak fisik serta mengenakan masker medis sebagai bagian dari alat pelindung diri (APD).
Di luar fasilitas medis, beberapa laporan kejadian luar biasa (KLB) di ruangan yang padat dan tidak berventilasi cukup mengindikasikan kemungkinan transmisi aerosol, yang disertai transmisi droplet, misalnya dalam latihan paduan suara, di restoran, atau di kelas kebugaran. Dalam hal ini, kemungkinan terjadinya transmisi aerosol tidak dapat dikesampingkan, terutama jika kebersihan tangan tidak dijaga, masker tidak digunakan, dan jaga jarak fisik tidak dilakukan.
Dalam Journal of American Medical Association (JAMA), CDC meninjau bukti ilmiah terbaru dan menegaskan bahwa masker kain adalah alat yang penting dalam mengurangi penyebaran Covid-19, terutama ketika digunakan secara universal dalam komunitas. Terdapat semakin banyak bukti bahwa masker kain membantu mencegah orang yang mengidap Covid-19 menyebarkan virus ke orang lain.
Dikutip dari situs resmi Kementerian Kesehatan pada 9 Juni 2020, anggota tim komunikasi publik Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan Covid-19 Reisa Broto Asmoro mengatakan, ''Pemakaian masker hanya dapat efektif apabila kita menerapkan protokol kesehatan lainnya dengan aktif, seperti cuci tangan pakai sabun dan jaga jarak fisik.''
Dikutip dari BBC, Fernandez dan Amy Mueller, insinyur di Universitas Northeastern, meneliti efektivitas berbagai masker buatan sendiri. Menurut penelitian mereka, masker yang paling efektif memiliki banyak lapisan, meskipun sedikit kurang efektif jika dibandingkan dengan N95 dan masker bedah. Namun, menambahkan nilon pada lapisan masker dapat meningkatkan efektivitas, hingga mampu menahan 80 persen partikel.
Dilansir dari Kompas.com, juru bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan masker scuba dan buff kurang efektif menangkal virus Corona Covid-19. "Masker scuba atau buff adalah masker dengan satu lapisan saja dan terlalu tipis, sehingga kemungkinan untuk tembus lebih besar," ujar Wiku.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa “CDC menyebut virus Corona Covid-19 tidak menyebar lewat udara sehingga pemakaian masker tidak berguna” keliru. CDC menyatakan bahwa salah satu penyebaran virus Corona Covid-19 adalah melalui transmisi udara, meskipun penyebaran lewat kontak dekat jauh lebih umum ketimbang lewat transmisi udara. Transmisi ini bisa terjadi dalam kondisi tertentu, terutama di ruang tertutup yang memiliki ventilasi kurang memadai. CDC juga menyatakan pemakaian masker kain penting dalam mengurangi penyebaran Covid-19, terutama ketika digunakan secara massal dalam komunitas.
SITI AISAH
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/cdc
- https://archive.ph/qvNpC
- https://www.tempo.co/tag/covid-19
- https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/prevent-getting-sick/how-covid-spreads.html
- https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/more/scientific-brief-sars-cov-2.html
- https://www.who.int/docs/default-source/searo/indonesia/covid19/transmisi-sars-cov-2---implikasi-untuk-terhadap-kewaspadaan-pencegahan-infeksi---pernyataan-keilmuan.pdf?sfvrsn=1534d7df_4
- https://www.tempo.co/tag/corona
- https://www.tempo.co/tag/masker
- https://www.cdc.gov/media/releases/2020/p0714-americans-to-wear-masks.html
- https://www.kemkes.go.id/article/view/20060900002/begini-aturan-pemakaian-masker-kain-yang-benar.html
- https://www.bbc.com/future/article/20200504-coronavirus-what-is-the-best-kind-of-face-mask
- https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/18/083500265/membandingkan-efektivitas-berbagai-jenis-masker-dari-masker-medis-n95?page=all
- https://www.tempo.co/tag/virus-corona
(GFD-2020-8353) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Macron Memohon-mohon Timur Tengah Akhiri Seruan Boikot Produk Prancis?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 30/10/2020
Berita
Klaim bahwa Presiden Prancis Emmanuel Macron memohon-mohon agar negara-negara Timur Tengah mengakhiri seruan boikot produk Prancis beredar di Facebook. Klaim ini disertai dengan sebuah video yang memperlihatkan peristiwa boikot serta slide judul-judul berita terkait boikot produk Prancis.
Akun yang membagikan klaim beserta video tersebut adalah akun Suara Rakyat Fesbuk, tepatnya pda 27 Oktober 2020. Akun ini menulis, "Presiden Prancis Emmanuel Macron memohon-mohon negara-negara Timur Tengah agar mengakhiri seruan boikot produk prancis." Dalam video, terdapat pula judul berita yang berbunyi "Macron Memohon-mohon Jangan Boikot Produk-produk Asal Prancis".
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Suara Rakyat Fesbuk.
Apa benar Presiden Macron memohon-mohon agar negara-negara Timur Tengah mengakhiri seruan boikot produk Prancis?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait di situs media kredibel dengan memasukkan kata kunci "Macron mohon Timur Tengah akhiri boikot" di mesin pencarian Google. Hasilnya, ditemukan sejumlah berita, baik dari media dalam negeri maupun media asing, bahwa Prancis memang meminta seruan boikot terhadap produk-produknya dihentikan. Namun, pernyataan itu dilontarkan oleh Kementerian Luar Negeri Prancis, bukan Presiden Emmanuel Macron.
Dilansir dari Kompas.com, yang mengutip BBC pada 26 Oktober 2020, Kementerian Luar Negeri Prancis mendesak negara-negara Timur Tengah mengakhiri seruan boikot terhadap produk Prancis. Menurut kementerian, saat ini, terdapat seruan "tidak berdasar" untuk memboikot barang-barang Prancis yang "didorong oleh minoritas radikal".
Produk Prancis telah dihapus dari beberapa toko di Kuwait, Yordania, dan Qatar. Reaksi dari beberapa negara di Timur Tengah ini muncul setelah Macron mengomentari pemenggalan seorang guru Prancis, Samuel Paty, yang mempertunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelas. Macron mengatakan Paty "dibunuh karena Islamis menginginkan masa depan kami", tapi Prancis "tidak akan melepaskan kartun kami".
Penggambaran Nabi Muhammad dapat dianggap pelanggaran yang serius bagi umat Islam, karena tradisi Islam secara eksplisit melarang gambar Muhammad dan Allah (Tuhan). Namun, sekulerisme negara dianggap sebagai pusat identitas nasional bagi Prancis, sehingga membatasi kebebasan berekspresi untuk melindungi perasaan satu komunitas tertentu, kata negara, merusak persatuan.
Dikutip dari berita di CNN Indonesia pada 26 Oktober 2020, Kementerian Luar Negeri Prancis meminta agar seruan boikot terhadap produk mereka yang dilakukan di berbagai negara Timur Tengah segera dihentikan. Dalam sebuah pernyataan pada 25 Oktober malam, Kementerian Luar Negeri Prancis berkata diplomatnya sedang bergerak untuk menanyakan negara-negara di mana boikot dilakukan atau seruan kebencian diliontarkan.
"Di banyak negara di Timur Tengah, seruan untuk boikot produk Prancis dan secara lebih umum, seruan untuk berdemonstrasi melawan Prancis, dalam istilah yang terkadang penuh kebencian, telah disebarkan di media sosial," kata Kementerian Luar Negeri Prancis seperti dilansir dari Associated Press.
Dilansir dari Reuters, pada 25 Oktober 2020, Prancis mendesak negara-negara Timur Tengah untuk menghentikan perusahaan ritel yang memboikot produk Prancis. Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan, dalam beberapa hari terakhir, terdapat seruan untuk memboikot produk Prancis, terutama produk makanan, di beberapa negara Timur Tengah.
Menurut Kementerian Luar Negeri Prancis, terdapat pula seruan untuk demonstrasi melawan Prancis atas penerbitan kartun satir Nabi Muhammad. "Seruan untuk boikot ini tidak berdasar dan harus segera dihentikan, serta semua serangan terhadap negara kita, yang didorong oleh minoritas radikal," demikian bunyi pernyataan itu.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "Presiden Macron memohon-mohon agar negara-negara Timur Tengah mengakhiri seruan boikot produk Prancis" menyesatkan. Desakan untuk menghentikan seruan boikot produk Prancis dilontarkan oleh Kementerian Luar Negeri Prancis, bukan Presiden Emmanuel Macron. Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Prancis berkata, "Seruan untuk boikot ini tidak berdasar dan harus segera dihentikan, serta semua serangan terhadap negara kita, yang didorong oleh minoritas radikal."
IBRAHIM ARSYAD
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/emmanuel-macron
- https://web.facebook.com/watch/?v=662990894645676
- https://www.tempo.co/tag/prancis
- https://www.kompas.com/global/read/2020/10/26/141646570/perancis-desak-timur-tengah-hentikan-boikot-produknya-di-tengah-kisruh?page=all
- https://www.bbc.com/news/world-europe-54683738
- https://www.cnnindonesia.com/internasional/20201026103722-134-562700/prancis-desak-seruan-boikot-dari-timteng-segera-dihentikan
- https://www.tempo.co/tag/boikot-produk-prancis
- https://www.reuters.com/article/us-kuwait-france-boycott-ministry-idUSKBN27A0R3
- https://www.tempo.co/tag/timur-tengah
- https://www.tempo.co/tag/macron
Halaman: 4678/6183