• (GFD-2022-8928) Keliru, Pernyataan Robert Malone soal Vaksin mRNA untuk Covid-19 belum Diuji secara Memadai dan Vaksinasi Anak Tidak Bermanfaat.

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 06/01/2022

    Berita


    Potongan video Robert Malone yang berisi beberapa klaim bahwa vaksin mRNA belum diuji memadai dan tidak ada manfaat memberikan vaksin bagi anak, diunggah salah satu akun ke Twitter pada 26 Desember 2021. Adapun Robert Malone adalah seorang ahli virus dan imunologi asal Amerika Serikat.
    Dalam video berdurasi 2 menit 20 detik itu, Robert Malone berpakaian jas hitam lengkap, membacakan sejumlah narasi tentang pemberian vaksin mRNA bagi anak-anak. Pada satu menit awal, Robert mengatakan bahwa vaksin dapat menyebabkan gangguan pada otak, penyakit jantung, dan kerusakan sistem reproduksi. 
    “Ini tentang fakta bahwa teknologi baru (vaksin mRNA) itu belum diuji memadai. kita membutuhkan setidaknya lima tahun untuk penelitian dan pengujian. sebelum kita benar-benar memahamirisikonya yang terkait dengan teknologi ini,” kata dia. 
    Sedangkan pada menit kedua, Robert mengatakan bahwa vaksinasi anak adalah bagian dari eksperimen paling radikal dalam sejarah manusia. Alasan vaksinasi pada anak dianggap hanyalah kebohongan. 
    “Poin terakhir alasan mereka memberi  vaksin anak Anda adalah kebohongan. Anak-anak tidak berbahaya bagi orangtua atau kakek nenek mereka. kebalikannya ada kekebalan setelah kena covid diciptakan untuk mengamankan keluarga anda jika bukan dunia dari penyakit ini,” katanya. 
    Tangkapan layar unggahan dengan klaim bahwa Robert Malone Menyatakan Vaksin mRNA untuk Covid-19 belum Diuji secara Memadai dan Vaksinasi Anak Tidak Bermanfaat.

    Hasil Cek Fakta


    Klaim 1: Vaksin mRNA belum diuji memadai
    Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa teknologi vaksin mRNA COVID-19 telah dinilai secara ketat terkait aspek keamanan. Dalam uji klinis telah menunjukkan bahwa vaksin mRNA menghasilkan respons imun yang memiliki kemanjuran tinggi terhadap penyakit. Teknologi vaksin mRNA telah dipelajari selama beberapa dekade, termasuk dalam konteks vaksin Zika, rabies, dan influenza. Vaksin mRNA tidak menggunakan virus hidup dan tidak mengganggu DNA manusia.
    Vaksin Covid-19 yang menggunakan teknologi mRNA dan telah mendapatkan izin penggunaan dari sejumlah negara yakni Pfizer-BioNTech dan Moderna. Pusat Pencegahan dan Pengendalian Amerika Serikat (CDC) menjelaskan, seperti semua vaksin, vaksin mRNA bermanfaat bagi orang yang divaksinasi dengan memberi mereka perlindungan terhadap penyakit seperti COVID-19 tanpa mempertaruhkan konsekuensi yang berpotensi serius dari sakit.
    Dikutip dari laman Komisi Eropa, Michel Goldman, seorang Profesor Imunologi dan pendiri Institut untuk Inovasi Interdisipliner dalam perawatan kesehatan di Université Libre de Bruxelles, Belgia, menjelaskan proses vaksin Covid-19 mRNA lebih cepat dari biasanya. Ini karena para peneliti sebelumnya telah membangun platform mRNA untuk kebutuhan vaksin kanker atau vaksin lain yang sedang diuji coba. Artinya, vaksin mRNA dapat diterapkan segera setelah urutan genom virus dibagikan.
    Selama pandemi Covid-19, regulator vaksin juga bekerja lebih cepat dari biasanya untuk meninjau data uji coba Covid-19 mRNA. Akan tetapi standar aturan tetap diberlakukan seperti vaksin-vaksin sebelumnya. “Saya benar-benar tidak berpikir mereka memotong ‘tikungan’  dalam hal keamanan,” kata Prof. Goldman. Uji coba vaksin mRNA untuk Covid-19 dilakukan secara bertahap, dimulai dengan uji coba pada hewan, dan kemudian tiga uji coba pada manusia – Fase 1, Fase 2, dan akhirnya Fase 3.
    Klaim 2: Vaksin mRNA merusak otak, jantung dan sistem reproduksi
    Kondisi neurologis yang langka dapat terjadi setelah vaksinasi Covid, tetapi risikonya jauh lebih tinggi pada orang yang terinfeksi Covid-19, menurut penelitian yang dimuat di Nature Medicine, seperti dikutip dari BBC edisi 25 Oktober 2021. Penelitian penting di Inggris ini menunjukkan bahwa vaksinasi menawarkan perlindungan terbaik untuk kesehatan secara keseluruhan. 
    Para ilmuwan, dari Universitas Oxford dan Edinburgh, membandingkan tingkat kondisi neurologis yang terlihat dalam sebulan setelah suntikan Covid pertama, dengan yang terlihat dalam sebulan setelah tes virus corona positif. Mereka mencari perbandingan kondisi langka yang disebut Guillain-Barre Syndrome (GBS), yang menyebabkan peradangan pada saraf dan dapat memicu mati rasa, kelemahan dan nyeri, biasanya di kaki, tangan dan anggota badan dan dapat menyebar ke dada dan wajah. GBS dapat diobati dan kebanyakan orang pada akhirnya akan sembuh total, tetapi bisa sangat serius dan bahkan mengancam jiwa bagi sebagian orang. 
    Salah satu hasil penelitian menunjukkan ada 60 kasus ekstra stroke hemoragik (pendarahan di otak) untuk setiap 10 juta orang dewasa yang mendapatkan vaksin mRNA Pfizer. Sedangkan terdapat 145 kasus GBS tambahan per 10 juta dengan tes positif dan 123 kasus gangguan peradangan otak ekstra seperti meningitis ensefalitis dan mielitis ditemukan per 10 juta orang yang positif Covid-19. Akan tetapi diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami hal ini.
    Prof Julia Hippisley-Cox, dari Universitas Oxford, mengatakan: "Pesan yang sangat besar dari penelitian tersebut adalah ini adalah munculnya peristiwa neurologis yang mungkin terkait dengan vaksin sangat langka. Tetapi ada banyak bukti keefektifan vaksin terhadap penyakit serius.”
    Terkait klaim vaksin menyebabkan gangguan jantung, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC) menjelaskan, jarang ada laporan terjadinya gangguan jantung seperti miokarditis dan perikarditis setelah vaksin Covid-19. Kasus miokarditis yang dilaporkan warga Amerika ke kanal laporan kejadian ikutan pasca imunisasi (Vaccine Adverse Event Reporting System/VAERS) terjadi setelah vaksinasi mRNA COVID-19 (Pfizer-BioNTech atau Moderna), terutama menimpa remaja pria dan dewasa muda, setelah mendapat dosis kedua. 
    Namun sebagian besar pasien dengan miokarditis atau perikarditis yang menerima perawatan, bisa pulih dengan cepat setelah mendapatkan obat dan istirahat cukup.  Pasien biasanya dapat kembali ke aktivitas normal sehari-hari setelah gejala membaik. 
    Terakhir soal klaim vaksin Covid-19 mRNA dapat mengganggu sistem reproduksi atau kemandulan, tidak ada bukti atas klaim ini. Dikutip dari situs Science News, sebuah penelitian menemukan bahwa tidak ada perbedaan dalam tingkat kehamilan setelah transfer embrio pada wanita yang memiliki antibodi terhadap virus corona dari vaksinasi atau infeksi, dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki antibodi. 
    Para peneliti melaporkan hal itu dalam Fertility and Sterility Reports pada bulan September. Dalam uji klinis yang menguji vaksin, kehamilan yang tidak disengaja terjadi pada kelompok vaksin dan kelompok kontrol yang tidak divaksinasi pada tingkat yang sama, seperti data yang ditunjukkan dalam Nature Review Immunology pada bulan April.
    Klaim 3: Vaksin untuk anak-anak tidak bermanfaat
    John Hopkins Medicine menjelaskan bahwa anak-anak yang mendapatkan vaksin Covid-19 akan mendapatkan banyak manfaat. Pertama, vaksin membantu mencegah anak-anak terkena COVID-19. Meskipun COVID-19 pada anak-anak terkadang lebih ringan daripada orang dewasa, beberapa anak yang terinfeksi virus corona dapat mengalami infeksi paru-paru yang parah, menjadi sangat sakit, dan memerlukan rawat inap.
    Vaksin membantu mencegah atau mengurangi penyebaran COVID-19: Seperti orang dewasa, anak-anak juga dapat menularkan virus corona kepada orang lain jika mereka terinfeksi, bahkan ketika mereka tidak memiliki gejala. Vaksin untuk anak juga dapat membantu menghentikan munculnya varian lain.
    Menurut UNICEF, dari 3,4 juta kematian akibat Covid-19 di seluruh dunia, 0,4 persen di antaranya atau sekitar 12 ribu adalah anak-anak dan remaja yang berusia di bawah 20 tahun. Dari jumlah kematian anak-anak dan remaja itu, 58 persen adalah remaja berusia 10-19 tahun dan 42 persen berusia 0-9 tahun. 

    Kesimpulan


    Dari pemeriksaan fakta di atas, narasi bahwa vaksin mRNA untuk Covid-19 belum diuji secara memadai dan tidak ada manfaat vaksin untuk anak, adalah keliru. Proses pembuatan vaksin mRNA telah melalui uji keamanan yang ketat seperti halnya vaksin lainnya. Sedangkan vaksin untuk anak memiliki manfaat untuk mengurangi tingkat keparahan dan penyebaran Covid-19.
    Tim Cek Fakta Tempo

    Rujukan

  • (GFD-2022-8927) [SALAH] Varian Baru Covid-19 Bernama Florona

    Sumber: Facebook
    Tanggal publish: 06/01/2022

    Berita

    Beredar di media sosial postingan terkait varian covid-19 baru bernama Florona. Postingan itu ramai dibagikan sejak beberapa hari lalu.

    Salah satu akun ada yang mengunggahnya di Facebook. Akun itu mempostingnya pada 5 Januari 2022.

    Dalam postingannya terdapat narasi sebagai berikut:

    "Florona itu siapa, Mas? Namanya ada di mana-mana lho di sini! *halah!

    Setelah muncul dengan Varian Alfa, Beta, Gamma, Delta, Lambda, Kappa, Kembar Delta, Delmicron dan Omicron, sekarang COVID-19 muncul dengan Varian Florona. Udah kayak sinetron aja, bersambung-sambung nih episode virus"

    Hasil Cek Fakta

    Cek Fakta Liputan6.com menelusuri dengan menghubungi Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, dr. Siti Nadia Tarmizi. Ia menjelaskan Florona bukanlah varian baru covid-19.

    "Florona adalah kondisi di mana seseorang terkena covid-19 dan flu secara bersamaan. Jadi bukan varian baru covid-19," ujar Dr. Nadia saat dihubungi Rabu (5/1/2022).

    "Hingga saat ini belum ada laporan kasus Florona di Indonesia," katanya menambahkan.

    Selain itu Cek Fakta Liputan6.com menemukan artikel berjudul "Bukan Varian Baru Corona dan Bukan Nama Penyakit Baru, Apa Itu Florona?" yang tayang di Liputan6.com pada 4 Januari 2022.

    Dalam artikel tersebut terdapat penjelasan dari Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Profesor Tjandra Yoga Aditama.

    "Florona bukan nama penyakit baru. Florona adalah kejadian seorang pasien yang terkena covid-19 dan pada saat bersamaan terkena flu," ujar Tjandra.

    "Florona juga bukan merupakan jenis dan varian covid-19. Ini dua penyakit yang kebetulan terkena pada orang yang sama," ujarnya menambahkan.

    Dalam website resminya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menjelaskan bahwa seseorang memang bisa terkena covid-19 dan flu secara bersamaan.

    WHO menjelaskan untuk mencegah dua penyakit itu muncul adalah dengan vaksinasi, menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan.

    Kesimpulan

    Postingan yang mengklaim ada varian covid-19 baru bernama Florona adalah tidak benar.

    Rujukan

  • (GFD-2022-8926) [SALAH] Video Penculikan Anak di Sindangbarang Cianjur

    Sumber: Facebook
    Tanggal publish: 06/01/2022

    Berita

    Sebuah video yang diklaim peristiwa penculikan anak di Sindangbarang, Cianjur, Jawa Barat beredar di media sosial. Video tersebut disebarkan oleh salah satu akun Facebook pada 2 Januari 2022.

    Dalam video berdurasi 30 detik itu, terlihat sejumlah orang mengeroyok seorang pria yang diklaim sebagai pelaku penculikan anak.

    Video tersebut kemudian disisipi narasi bahwa terjadi penculikan anak di Sindangbarang, Cianjur. Korban penculikan disebut-sebut dimasukkan ke dalam karung.

    "Penculikan anak di daerah sidang barang baru saja posisi anak sudah masuk karung sama penculik y...alhamdullah masih bisa d selamatkn dan pelaku di hakimi masa...hati2 buat yg punya anak tolong d jaga dengan baik," demikian narasi dalam video tersebut.

    Konten yang disebarkan akun Facebook tersebut telah 3.400 kali dibagikan dan mendapat 61 komentar warganet.

    Hasil Cek Fakta

    Cek Fakta Liputan6.com menelusuri video yang diklaim peristiwa penculikan anak di Sindangbarang, Cianjur, Jawa Barat. Penelusuran dilakukan dengan menghubungi Kapolres Cianjur, AKBP Doni Hermawan.

    Doni mengatakan bahwa kabar adanya penculikan di Sindangbarang, Cianjur adalah tidak benar alias hoaks.

    "Itu hoax," kata Doni kepada Liputan6.com, Selasa (4/1/2022).

    Doni juga memastikan bahwa video yang viral tersebut bukan peristiwa penangkapan pelaku penculikan anak di Sindangbarang, Cianjur.

    "Bukan. Kejadian (dalam video) bukan di Cianjur," ucap Doni.

    Kesimpulan

    Video yang diklaim peristiwa penculikan anak di Sindangbarang, Cianjur, Jawa Barat ternyata tidak benar. Faktanya, Kapolres Cianjur, AKBP Doni Hermawan memastikan kabar adanya penculikan di Sindangbarang, Cianjur adalah tidak benar.

    Rujukan

  • (GFD-2022-8925) Keliru, Foto dengan Klaim Vaksin Bisa Mengubah Warna Darah

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 05/01/2022

    Berita


    Sebuah foto yang memperlihatkan dua kantong darah dengan warna berbeda beredar di media sosial Facebook. Foto itu diunggah akun ini di Facebook pada 21 September 2021.
    Pada foto itu dua kantong darah yang berbeda warnanya itu diberi keterangan tambahan, “darah orang yang sudah di vaksin” untuk keterangan kantong darah yang berwarna merah gelap dan “darah orang yang belum divaksin” untuk keterangan foto pada kantong darah berwarna merah. 
    Unggahan foto dengan klaim Vaksin Bisa Mengubah Warna Darah

    Hasil Cek Fakta


    Untuk menguji klaim tersebut, Tempo mula-mula menelusuri informasi dampak vaksin terhadap darah pada sumber kredibel. Hasilnya diketahui vaksin tidak berdampak terhadap perubahan warnah darah. Informasi ini sempat beredar ada Oktober 2021Menurut Dr. Pampee Young, kepala petugas medis layanan biomedis di Palang Merah Amerika Serikat seperti dikutip dari USA TODAY, tidak ada substansi klaim bahwa vaksin COVID-19 mengubah warna darah.
    Palang Merah Amerika Serikat, memeriksa semua unit yang disumbangkan dan pihaknya belum melihat bahwa unit darah yang divaksinasi COVID-19 mengubah warna darah.
    Young  mengatakan pada sel darah merah mengandung molekul yang disebut hemoglobin, yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh dan memberi warna merah pada sel, Tingkat oksigen dalam sel darahlah menentukan warna merah pada darah. Ketika darah meninggalkan jantung, darah itu kaya oksigen dan berwarna merah cerah. Darah yang kembali ke jantung memiliki lebih sedikit oksigen, menghasilkan warna yang lebih gelap.
    Dr. PJ Utz, profesor imunologi dan reumatologi Universitas Stanford di Amerika Serikat, seperti dilansir AFP mengatakan tidak ada sama sekali hubungan vaksinasi dengan warna darah. Warna pada darah sebenarnya ditentukan oleh seberapa banyak oksigen dalam darah, dan itu adalah hal yang sangat bervariasi,"Jika Anda menyumbangkan 15 kantong darah, Anda akan melihat berbagai warna merah sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan sama sekali dengan sampel darah itu."
    Dan Milner, kepala petugas medis di American Society for Clinical Pathology, juga mengatakan hal yang sama bahwa variasi warna darah berasal dari tingkat oksigenasi, yang berubah berdasarkan "tingkat penggunaan jaringan yang berbeda, jika mereka (pasien) memiliki lebih banyak otot, lebih banyak lemak, apakah darah itu berasal dari lengan yang dominan atau tidak."

    Kesimpulan


    Dari hasil pemeriksaan fakta TEMPO, klaim vaksin bisa mengubah warna darah, Keliru. Perubahan warna pada darah tidak berhubungan sama sekali dengan vaksin. Dr. Pampee Young, kepala petugas medis layanan biomedis di Palang Merah Amerika Serikat mengatakan belum ada temuan vaksin bisa mengubah warna darah.
    Perubahan warna pada darah sesungguhnya dipengaruhi sel darah merah yang mengandung molekul hemoglobin mengangkut oksigen ke seluruh tubuh dan memberi warna merah pada sel. Tingkat oksigen dalam sel darahlah menentukan warna merah pada darah. Ketika darah meninggalkan jantung, darah itu kaya oksigen dan berwarna merah cerah. Darah yang kembali ke jantung memiliki lebih sedikit oksigen, menghasilkan warna yang lebih gelap.
    TIM CEKFAKTA TEMPO

    Rujukan