• (GFD-2020-8214) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Pembacaan Alquran oleh Erdogan di Hagia Sopia?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/08/2020

    Berita


    Video yang memperlihatkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sedang membacakan ayat-ayat Alquran di sebuah masjid beredar di media sosial. Video tersebut diklaim sebagai video pembacaan Alquran oleh Erdogan di Hagia Sophia. Video ini menyebar setelah, pada 11 Juli 2020, Erdogan mengumumkan bahwa Museum Hagia Sophia kembali berstatus sebagai masjid.
    Di Facebook, video tersebut diunggah akun Kangpri Tual pada 18 Juli 2020. Dalam video berdurasi 1 menit 44 detik tersebut, Erdogan yang mengenakan jas hitam itu membacakan ayat-ayat Alquran menggunakan pengeras suara. Selain dihadiri sejumlah pejabat, peristiwa itu juga disaksikan oleh para pengunjung yang memadati masjid tersebut.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Kangpri Tual.
    Namun, apa benar video di atas adalah video pembacaan Alquran oleh Erdogan di Hagia Sophia?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video di atas dengan tool InVID. Selanjutnya, gambar-gambar itu ditelusuri jejak digitalnya dengan reverse image tool Yandex dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa masjid dalam video tersebut bukanlah Hagia Sophia.
    Video yang sama dengan kualitas yang lebih tinggi pernah diunggah oleh kanal TVNET di MRchannel pada 15 Juli 2019. Video itu diberi judul dalam bahasa Turki yang artinya "Presiden Erdoham membaca Alquran" dan keterangan "Presiden Erdogan membaca Alquran di Masjid Millet dalam semangat para martir 15 Juli.”
    Video tersebut juga pernah dimuat oleh situs media berbahasa Turki, Yenisafak, pada 15 Juli 2019 dengan judul “Bacaan Alquran untuk para martir kita dari Presiden Erdogan”. Dalam keterangannya, tertulis bahwa video itu merupakan video saat Erdogan membaca Alquran dalam upacara yang digelar untuk para martir setiap 15 Juli.
    Kantor berita Turki Anadolu Agency pun pernah mengunggah video tersebut ke YouTube pada 15 Juli 2019 dengan judul “Presiden Erdogan membaca Alquran untuk para martir 15 Juli”. Dalam keterangannya, Anadolu Agency menulis, "Presiden Recep Tayyip Erdogan menghadiri acara yang diadakan di Masjid Bestepe Millet. Presiden Erdogan membaca Alquran di sini untuk para martir".
    Dilansir dari Anadolu Agency, memperingati tiga tahun upaya kudeta FETO pada 15 Juli 2016, Presiden Recep Tayyip Erdogan mengumumkan penetapan tanggal 15 Juli sebagai hari libur nasional. Di Turki, tanggal 15 Juli memang diperingati sebagai Hari Demokrasi dan Persatuan Nasional yang diramaikan dengan berbagai acara untuk menghormati para martir yang gugur melawan para pemberontak.
    FETO dan pemimpinnya yang berbasis di Amerika Serikat, Fetullah Gulen, mengatur upaya kudeta yang berhasil dikalahkan pada 15 Juli 2016, menyebabkan 251 orang tewas dan sekitar 2.200 lainnya terluka. Ankara juga menuduh FETO berada di balik kampanye jangka panjang untuk menggulingkan negara melalui infiltrasi institusi Turki, khususnya militer, polisi dan pengadilan.
    Dilansir dari Hurriyet Daily News, sebagai bagian dari upacara pada 15 Juli 2019, Presiden Recep Tayyip Erdogan bertemu untuk pertama kalinya dengan para veteran dan kerabat para martir di depan Istana Kepresidenan. Mereka kemudian berbaris ke sebuah monumen yang didirikan untuk memperingati tanggal 15 Juli, disertai dengan Lagu Kebangsaan 15 Juli.
    Erdogan meletakkan bunga di Monumen Martir tersebut dan berdoa bagi mereka yang binasa. Setelah meninggalkan bunga di Monumen Martir, Erdogan menghadiri sebuah acara di Masjid Bestepe Millet di mana para peserta acaranya membacakan ayat-ayat Alquran. Erdogan kemudian menghadiri sesi khusus 15 Juli yang diadakan di parlemen, yang menyatukan anggota parlemen untuk memperingati upaya kudeta.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas adalah video pembacaan Alquran oleh Presiden Erdogan di Hagia Sophia keliru. Video tersebut diambil di masjid Masjid Bestepe Millet pada 15 Juli 2019 dalam rangka Hari Demokrasi dan Persatuan Nasional Turki.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8213) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Warga Palestina Diserang Pasukan Israel Saat Salat Idul Adha 2020?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/08/2020

    Berita


    Kanal YouTube Januar Ali mengunggah video yang diklaim sebagai video pasukan Israel yang menyerang warga Palestina saat salat Idul Adha di Masjid Al Aqsa. Video ini diunggah pada 31 Juli 2020, bertepatan saat umat muslim di Indonesia merayakan Idul Adha.
    Video berdurasi sekitar 7 menit itu memperlihatkan momen saat ribuan orang menggelar salat berjamaah di sebuah masjid. Setelah salat usai, pasukan dengan seragam hitam yang bersenjata lengkap membubarkan jemaah yang berada di masjid itu. Beberapa kali, terdengar suara tembakan dan orang-orang yang berteriak.
    Kanal Januar Ali memberikan judul terhadap video itu "VIRAL NEW PAGI,,, detik detik Israel serang palestina lagi sholat idul adha di masjid al,aqsa". Adapun dalam keterangannya, kanal itu menulis, "Israel serang palestina pagi hari yang sedang sholat idul adha di masjid Al Aqsa."
    Gambar tangkapan layar video unggahan kanal YouTube Januar Ali.
    Apa benar warga Palestina diserang pasukan Israel saat salat Idul Adha 2020?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, video itu memang menunjukkan penyerangan warga Palestina oleh pasukan Israel di Masjid Al Aqsa. Namun, peristiwa itu terjadi setahun lalu atau saat Idul Adha 2019, bukan saat Idul Adha 2020.
    Tempo mendapatkan fakta itu setelah memfragmentasi video yang diunggah kanal Januar Ali menjadi sejumlah gambar dengan tool InVID. Gambar-gambar tersebut kemudian ditelusuri kembali dengan reverse image tool Google untuk mendapatkan jejak digital video itu.
    Lewat cara ini, Tempo mendapatkan petunjuk dari situs MSN yang pernah memuat video yang sama, namun bagian awalnya saja yang berdurasi sekitar 1 menit, pada 11 Agustus 2019. Situs MSN memberi keterangan terhadap video itu dalam bahasa Turki yang artinya: "Serangan polisi Israel dengan gas air mata ke Palestina di Harem-i Sharif".
    Gambar bagian awal video unggahan kanal Januar Ali (kiri) sama dengan video yang dimuat situs MSN (kanan).
    Tempo kemudian menggunakan petunjuk dari MSN itu untuk melakukan pencarian lanjutan di YouTube. Hasilnya, Tempo mendapatkan video yang sama dengan kualitas yang lebih tinggi yang dipublikasikan oleh Al Jazeera TV dalam program talk show-nya. Video itu berjudul “Analysis: Israeli police fire tear gas at Palestinians at Al-Aqsa".
    Sama halnya dengan video di situs MSN, video itu diunggah pada 11 Agustus 2019. Isi video Al Jazeera, tepatnya pada menit 4:42 hingga 5:15, sama dengan isi video unggahan kanal Januar Ali pada menit 4:54 hingga 5:35, di mana tampak sejumlah pria yang merekam penyerangan itu.
    Gambar dari video unggahan kanal Januar Ali (kiri) dan gambar dari video Al Jazeera (kanan).
    Al Jazeera memberikan keterangan bahwa polisi Israel menembakkan gas air mata, peluru karet, dan granat suara untuk mengusir jemaah Palestina dari kompleks Masjid Al Aqsa di Yerusalem Timur. Sebelumnya, ribuan warga Palestina berkumpul di masjid tersebut untuk merayakan hari pertama Idul Adha. Hari itu bertepatan dengan hari libur Yahudi Tisha B'av, yang biasanya diikuti dengan peningkatan kunjungan orang Yahudi ke situs suci tersebut.
    Menurut Anadolu Agency, sebanyak 37 warga Palestina terluka setelah pasukan Israel menyerang para jemaah di Masjid Al-Aqsa dengan peluru karet, gas air mata, dan pentungan. Media Israel menyebut polisi hanya mencegah pemukim menyerbu Masjid Al Aqsa. Polisi Israel menilai kehadiran ribuan jemaah Palestina itu akan meningkatkan kemungkinan terjadinya bentrokan.
    Wakaf Islam di Yerusalem memutuskan salat Idul Adha saat itu ditunda menjadi pukul 7.30, bukan 6.30 seperti yang telah dijadwalkan, untuk mengatasi pemukim yang menyerbu kompleks masjid itu. Israel menduduki Yerusalem Timur selama Perang Arab-Israel 1967, sebelum akhirnya menduduki seluruh wilayah kota pada 1980.
    Negara itu bahkan mengklaim Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara yang "abadi dan tidak terbagi". Yerusalem masih menjadi poros konflik perselisihan Timur Tengah yang telah berlangsung selama puluhan tahun, di mana warga Palestina mengharapkan Yerusalem Timur pada akhirnya dapat berfungsi sebagai ibu kota negara Palestina.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas merupakan video Warga Palestina yang diserang pasukan Israel saat salat Idul Adha 2020 di Masjid Al Aqsa menyesatkan. Video itu memang memperlihatkan penyerangan jemaah Palestina oleh pasukan Israel di Masjid Al Aqsa, namun saat Idul Adha 2019.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8212) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Parade Militer Pasukan Arab Saudi untuk Pengamanan Haji 2020?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/08/2020

    Berita


    Video yang memperlihatkan sebuah parade yang diikuti oleh ribuan tentara bersenjata lengkap, kendaraan-kendaraan militer, serta helikopter beredar di media sosial. Video tersebut diklaim sebagai video parade pasukan keamanan Arab Saudi untuk pengamanan ibadah haji 2020.
    Di Facebook, video berdurasi 9 menit itu dibagikan salah satunya oleh akun Zaydil, yakni pada 19 Juli 2020. Akun itu pun menuliskan narasi, “Parade pasukan keamanan Arab Saudi untuk pengamanan Haji tahun ini.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Zaydil.
    Apa benar video itu adalah video parade pasukan kemanan Arab Saudi untuk pengamanan haji 2020?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video itu menjadi beberapa gambar dengan tool InVID. Gambar-gambar tersebut kemudian ditelusuri dengan reverse image tool Yandex dan Google. Hasilnya, ditemukan jejak digital video itu yang telah beredar sejak tiga tahun yang lalu, yakni pada 2017.
    Video tersebut pernah diunggah oleh kanal YouTube Rusland Trad pada 10 September 2017. Video itu diberi judul “Hajj military parade - Mecca, Saudi Arabia 2017”. Dalam keterangannya tertulis, "Parade militer pasukan keamanan yang akan memastikan keamanan selama haji, diadakan di Mekah di hadapan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman. (23.08.2017)."
    Video dari peristiwa yang sama juga pernah diunggah ke YouTube oleh kanal WhatisISLAM Urdu pada 11 September 2017 dengan judul “Crown Prince Muhammad Bin Salman inspects Haj security forces.2017”.
    Parade militer pasukan Arab Saudi untuk pengamanan haji 2017 ini pun pernah disiarkan oleh stasiun televisi Indonesia, tvOne, yang diunggah di kanal YouTube-nya, tvOnenews, pada 25 Agustus 2017. Video itu diberi judul “Parade Militer Kesiapan Pengamanan Haji 2017”.
    Selain itu, parade militer tersebut pernah diberitakan oleh sejumlah media. The National misalnya, menulis pada 24 Agustus 2017 bahwa parade tersebut merupakan pertunjukan terbesar kekuatan militer Arab Saudi sejak parade ini mulai diadakan di Mekah bertahun-tahun yang lalu. Dalam parade itu, ribuan pasukan elit kerajaan berpartisipasi.
    Acara yang diadakan setiap tahun dalam pekan menjelang permulaan haji ini memperlihatkan pasukan yang berbaris dalam formasi dan tank-tank yang meluncur di jalanan Mekah serta helikopter yang terbang di atas parade. Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman hadir dalam pawai tersebut. Acara ini pun disaksikan ratusan penonton.
    Keamanan dan stabilitas selama haji adalah salah satu kekhawatiran terbesar Arab Saudi ketika jutaan umat muslim berkumpul di Mekah untuk ziarah tahunan. Sekitar 2-3 juta umat muslim dari seluruh dunia diperkirakan akan melakukan perjalanan ke Mekah untuk haji pada 2019, yang akan dimulai pada 30 Agustus 2017.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video tersebut merupakan video parade militer pasukan Arab Saudi untuk pengamanan haji 2020, menyesatkan. Parade militer dalam video itu memang digelar oleh pasukan Arab Saudi, namun untuk pengamanan haji pada 2017.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8211) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Klaim-klaim Hadi Pranoto dalam Video Milik Anji Ini?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 03/08/2020

    Berita


    Musisi Erdian Aji Prihartanto alias Anji mengunggah video yang berisi wawancara dengan seorang pria bernama Hadi Pranoto di kanal YouTube-nya pada Jumat, 31 Juli 2020. Pria itu diklaim sebagai profesor mikrobiologi yang berhasil membuat obat herbal bernama “Antibodi Covid-19”.
    Dalam video berdurasi 35 menit itu, Hadi Pranoto mengatakan obatnya itu telah dibagikan kepada 250 ribu orang dan cukup efektif untuk menyembuhkan dan mencegah Covid-19. “Herbal kita sudah berhasil dan terbukti. Yang positif kita obati sembuh, yang menjelang terinfeksi kita obati sembuh semuanya,” ujarnya.
    Hadi menyatakan telah melakukan riset terhadap virus Corona dan pengembangan obat itu sejak 2000. Ia mengklaim obatnya itu berbeda dengan vaksin karena tidak disuntikkan, melainkan diminum. Obat itu, kata dia, akan membentuk antibodi yang akan menjadi piranti keamanan tubuh. “Bahan baku semuanya di Indonesia,” ujar Hadi.
    Selain mengklaim menemukan obat antibodi, Hadi juga menyampaikan sejumlah pernyataan yang kontroversial, mulai dari adanya 1.153 jenis virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, dan empat golongan Covid-19; SARS-CoV-2 yang sama dengan virus Corona sebelumnya; dan harga tes swab digital yang harganya Rp 10-20 ribu.
    Sebelum dihapus oleh YouTube pada 2 Agustus 2020, video Anji itu telah viral dan dibagikan ulang oleh kanal lain di YouTube serta menyebar ke Facebook, Twitter, Instagram, dan WhatsApp.
    Gambar tangkapan layar video wawancara musisi Anji dengan Hadi Pranoto yang diunggah di YouTube pada 31 Juli 2020.
    Bagaimana kebenaran pernyataan Hadi Pranoto dalam video Anji tersebut?

    Hasil Cek Fakta


    Klaim 1: Hadi Pranoto adalah profesor di bidang mikrobiologi yang telah melakukan riset virus Corona selama 20 tahun.
    Fakta:
    Tempo menggunakan Google Scholar untuk memeriksa profil Hadi di dunia akademik dan jejak hasil penelitiannya. Google Scholar adalah layanan yang dapat membantu publik mencari jurnal tertentu, menyimpan sumber ke "perpustakaan pribadi", dan mendapatkan kutipan dari para peneliti dengan cepat.
    Lewat pencarian ini, ditemukan empat nama Hadi Pranoto, tapi tiga di antaranya tidak berkaitan dengan bidang mikrobiologi. Terdapat satu nama Hadi Pranoto yang berasal dari Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman. Namun, setelah Tempo melakukan pencarian di situs resmi Universitas Mulawarman, Hadi Pranoto dalam foto yang tercantum di sana berbeda dengan Hadi dalam video Anji.
    Selain itu, tidak ditemukan jejak jurnal ilmiah dalam direktori Google Scholar yang diterbitkan atas nama Hadi Pranoto di bidang mikrobiologi maupun terkait virus Corona. Padahal, menurut Pasal 26 ayat 3 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) Nomor 46 Tahun 2013, syarat untuk mencapai jenjang profesor atau guru besar di antaranya adalah memiliki karya ilmiah yang telah dipublikasikan di jurnal internasional bereputasi dan memiliki pengalaman kerja sebagai dosen paling singkat 10 tahun.
    Wakil Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi mengatakan pihaknya telah mencoba menelusuri latar belakang Hadi. Dia mengatakan Hadi bukanlah anggota IDI. Kelompok ahli mikrobiologi, kata dia, juga tak mengenal sosok Hadi.
    Menurut Anggota Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Supriadi Rustad, di pangkalan data Dikti, tidak ada nama Hadi Pranoto yang di dalam video Anji diklaim bergelar profesor. “Dia profesor dari kampus mana, laboratoriumnya di mana, dan tim peneliti obat Covid-19 siapa saja, itu tidak jelas. Jadi, klaim gelar profesornya sangat diragukan.”
    Update pada 4 Agustus 2020: Dalam wawancaranya bersama Jawapos. com  pada 3 Agustus 2020 malam, Hadi Pranoto mengakui bahwa dirinya memang bukan dokter atau profesor. Itu hanya sebutan dari teman-temannya. Hadi mengklaim bahwa teman-temannya selama ini kagum terhadap dirinya sebagai anak bangsa yang bisa menjadi penemu. "Kami juga sudah sampaikan pada IDI bahwa kalau di database nama saya pasti tidak ada. Karena saya bukan dokter, dan saya tak ada hubungan atau kerja sama dengan IDI," kata Hadi. Ia menambahkan, "Saya tak pernah declare diri saya seorang dokter atau seorang profesor. Itu kan panggilan kesayangan teman-teman saya karena merasa bangga ada anak bangsa, orang kecil, bisa menemukan suatu herbal yang bermanfaat untuk pengobatan Covid-19."
    Klaim 2: Menemukan obat herbal “Antibodi Covid-19” yang cukup efektif untuk menyembuhkan mereka yang terkena Covid-19, hanya dalam 2-3 hari. Dia mengatakan sudah mendistribusikan obat herbal itu ke sejumlah daerah di Sumatera, Jawa, Bali, dan kalimantan. Di Jakarta, obat ini didistribusikan ke RS Darurat Wisma Atlet.
    Fakta:
    Kepala Pusat Kesehatan TNI Mayor Jenderal Tugas Ratmono mengatakan RS Darurat Wisma Atlet tidak pernah menggunakan obat herbal “Antibodi Covid-19”. Mantan Komandan Satuan Tugas Kesehatan RS Darurat Wisma Atlet, Brigadir Jenderal Agung Hermawanto, pun mengatakan tidak pernah menggunakan obat buatan Hadi. Agung menjabat sebagai Komandan RS Wisma Atlet hingga 15 April 2020.
    IDI sendiri mempertanyakan institusi yang menjadi tempat penelitian obat itu. IDI juga ragu bahwa obat tersebut sudah melewati uji klinis. Memang, dalam video Anji itu, Hadi Pranoto tidak menjelaskan detail bahan, komposisi, laboratorium, dan uji klinis atas obat yang diklaimnya.
    Padahal, menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sebelum dipasarkan, suatu obat baru mesti melalui proses pengembangan yang panjang, mulai dari konsep pengembangan obat baru, pengembangan zat aktif, proses pembuatan, metode analisis dan pengujian non-klinik, hingga program uji klinik yang merupakan tahapan pembuktian keamanan, khasiat, dan mutu obat pada manusia yang datanya akan digunakan untuk registrasi obat tersebut. Uji non-klinis diberikan ke hewan, sedangkan uji klinis diberikan ke manusia.
    Ahli biologi molekuler, Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, menuturkan hal yang sama. Menurut dia, produksi obat harus melewati proses yang panjang dan ketat. Tahapan yang harus dilalui yakni uji pra-klinis yang dilakukan di laboratorium dan pada hewan serta uji klinis yang dilakukan pada manusia melalui fase 1-3.
    Dalam uji klinis fase 3, obat harus diberikan kepada pasien Covid-19 dengan kondisi yang spesifik. Sebab, kondisi pasien Covid-19 tidak seragam, ada yang bergejala ringan, berat, dan kritis. “Hasil dari uji pra-klinis dan klinis harus ditulis dalam jurnal ilmiah sebagai bentuk transparansi,” katanya. Klaim sembuh juga harus ditunjukkan dengan data yang detail, seperti pasien pada gejala mana yang sembuh. “Sebab, pada pasien gejala ringan, mayoritas 60-80 persen akan sembuh sendiri tanpa harus minum ramuan tersebut,” katanya.
    Ahmad menjelaskan masyarakat tetap boleh membuat ramuan herbal asalkan tidak mencantumkan klaim sebagai obat atau dapat menyembuhkan Covid-19 sepanjang tidak melalui prosedur ilmiah. Selain bisa menyesatkan publik, klaim soal obat Covid-19 ini dapat mengurangi kepatuhan masyarakat terhadap protokol pencegahan penularan Covid-19, seperti menggunakan masker, menjaga jarak, dan rutin membersihkan tangan dengan sabun serta air yang mengalir.
    Dalam rilisnya, Kementerian Riset dan Teknologi ( Kemenristek ) pun mengimbau agar masyarakat berhati-hati terhadap produk herbal yang belum terbukti kebenarannya. Menurut Kemenristek, setiap klaim yang disebutkan terkait produk herbal harus melewati kaidah penelitian yang benar. Produk herbal juga harus diuji klinis sesuai protokol yang disetujui oleh BPOM.
    Selain itu, Kemenristek menyatakan bahwa Hadi tidak ada hubungannya dengan Konsorsium Riset dan Inovasi untuk Percepatan Penanganan Covid-19 dan tidak pernah menjadi anggota peneliti konsorsium dalam tim pengembangan herbal imunomodulator. Konsorsium ini pun menyatakan tidak pernah memberikan dukungan uji klinis obat herbal produksi Bio Nuswa yang diakui oleh Hadi telah diberikan kepada pasien di RS Darurat Wisma Atlet. Setiap pelaksanaan uji klinis harus mendapatkan persetujuan pelaksanaan uji klinis seperti oleh BPOM danethical clearance oleh Komisi Etik.
    Klaim 3: Virus Covid-19 berkembang menjadi 1.153 jenis.
    Fakta:
    Pengajar mikrobiologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga, Agung Dwi Widodo, mengatakan bidang mikrobiologi tidak menggunakan istilah jenis untuk mengklasifikasi virus. Secara ringkas, Agung menjelaskan virus penyebab Covid-19 digolongkan dalam famili virus Corona, spesiesnya bernama SARS-CoV-2. Spesies itu kemudian dibagi lagi menjadi strain. Dasar klasifikasi strain adalah geografi dan genetik virus. “Kalau berdasarkan daerah, ada 6-8 kelompok. Berdasarkan genetik, jumlahnya sama. Jadi, tidak sampai seribu,” kata Agung.
    Wakil Ketua Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Herawati S

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim-klaim yang dilontarkan oleh Hadi Pranoto dalam video yang diunggah oleh Anji di kanal YouTube-nya keliru. Tiga klaim, yakni klaim bahwa golongan D Covid-19 hanya bisa dideteksi melalui tes DNA, klaim bahwa virus Corona Covid-19 memiliki 1.153 jenis, dan klaim bahwa virus Corona Covid-19 mati pada suhu 350 derajat, keliru. Dua klaim, yakni klaim bahwa obat herbal “Antibodi Covid-19” dapat menyembuhkan Covid-19 dan klaim bahwa Covid-19 bisa terdeteksi lewat keringat, tidak terbukti. Sedangkan satu klaim, yakni terkait tes digital teknologi Covid-19 seharga Rp 10-20 ribu, menyesatkan.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan