(GFD-2020-8206) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Indonesia Sudah Borong Vaksin Covid-19 dari Cina Meski WHO Sebut Belum Ada Vaksin Resmi?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 29/07/2020
Berita
Akun Facebook Fayzmawon membagikan gambar tangkapan layar dan tautan artikel dari situs Swarakyat pada 22 Juli 2020. Artikel yang dimuat pada 21 Juli 2020 itu berjudul "WHO Sebut Belum Ada Vaksin Resmi Covid-19, Indonesia Malah Sudah Borong Vaksin Asal China".
Akun itu pun menambahkan kata "waspada" dalam unggahannya tersebut. Unggahan ini beredar setelah 2.400 vaksin Sinovac dari Cina didatangkan ke Indonesia untuk diuji klinis tahap ketiga pada Agustus 2020. Vaksin Covid-19 itu akan diujicobakan terhadap 1.620 sukarelawan.
Sejumlah warganet pun mempercayai narasi dalam judul artikel Swarakyat itu. Akun Kang Anam Tinamune misalnya, mengomentari unggahan akun Fayzmawon dengan berkata, “Jadi harus lebih teliti dan waspada niih.” Warganet lain, Fahrur Rozy, menulis, “Semua itu bisnis gan, kita dibodohi.”
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Fayzmawon.
Apa benar Indonesia sudah borong vaksin Covid-19 dari Cina meski WHO sebut belum ada vaksin resmi?
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, judul artikel situs Swarakyat tersebut menyesatkan. Judul itu tidak sesuai dengan isi artikel. Dalam paragraf ke-6 artikel tersebut, dijelaskan bahwa vaksin Sinovac dari Cina itu didatangkan ke Indonesia untuk diuji coba fase ketiga.
Uji coba tersebut dilakukan oleh Sinovac Biotech Cina yang bekerja sama dengan PT Bio Farma. Dalam melakukan uji coba itu, Biofarma melibatkan Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (FK Unpad) Bandung. Karena masih diuji coba, vaksin Sinovac ini belum resmi menjadi vaksin Covid-19.
Di sisi lain, Swarakyat bukan termasuk situs media kredibel karena hanya mengambil konten dari situs media lain tanpa menyebutkan sumbernya. Situs tersebut tidak mencantumkan penanggung jawab, susunan redaksi, serta alamat perusahaan.
Padahal, ketentuan terkait itu diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang berbunyi "Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat, dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan."
Kedatangan vaksin Sinovac untuk diuji klinis
Produksi vaksin membutuhkan proses yang panjang. Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat ( CDC ) menjelaskan ada enam tahap yang biasanya diperlukan dalam pengembangan vaksin, yakni eksplorasi, pra-klinis, pengembangan klinis, tinjauan peraturan dan persetujuan, produksi, dan kontrol kualitas.
Pengembangan klinis meliputi tiga fase. Selama fase I, sejumlah orang menerima vaksin percobaan. Pada fase II, studi klinis diperluas dan vaksin diberikan kepada orang yang memiliki karakteristik (seperti usia dan kesehatan fisik) yang mirip dengan orang yang menjadi sasaran vaksin baru.
Pada fase III, vaksin diberikan kepada ribuan orang serta diuji efikasi dan keamanannya. Pelibatan warga Indonesia dalam uji coba vaksin Sinovac termasuk dalam fase III ini. Selain Indonesia, Brasil dan Bangladesh juga berpartisipasi dalam uji klinis fase III vaksin Sinovac.
Selain Sinovac, vaksin Covid-19 lain juga diproduksi oleh perusahaan-perusahaan yang berbasis di AS dan Inggris. Sama halnya dengan Sinovac, perusahaan-perusahaan itu menerapkan prosedur yang mengujicobakan vaksin buatannya kepada warga negara lain.
Di Australia misalnya, beberapa vaksin Covid-19 sedang diuji coba. Salah satunya adalah vaksin yang dikembangkan Clover Biopharmaceuticals yang berbasis di Cina. Perusahaan bioteknologi yang berbasis di AS, Novavax, pun sudah memulai uji coba vaksinnya di Australia pada Mei 2020.
Diperkirakan, Novavax akan segera memperluas pengujiannya ke AS dan negara-negara lain. Uji coba skala besar pun akan dimulai di AS pada Agustus oleh kandidat vaksin yang dikeluarkan oleh Universitas Oxford. Uji coba vaksin ini didanai oleh pemerintah Inggris.
Di Indonesia, pendaftaran relawan uji klinis telah dibuka hingga 31 Agustus 2020, setelah tim riset uji klinis vaksin Covid-19 Sinovac dari FK Unpad mengantongi izin dari Komite Etik Penelitian Unpad. Tim riset telah membuat sejumlah persyaratan bagi relawan yang berminat ikut uji klinis. Kriteria utamanya adalah kondisi sehat dan berusia 18-59 tahun. Selain mematuhi protokol kesehatan, relawan juga bersih dari riwayat terinfeksi Covid-19.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, judul artikel yang dimuat oleh situs Swarakyat, yakni "WHO Sebut Belum Ada Vaksin Resmi Covid-19, Indonesia Malah Sudah Borong Vaksin Asal China", menyesatkan. Judul ini tidak sesuai dengan isi artikel yang justru menjelaskan bahwa vaksin Sinovac dari Cina itu didatangkan ke Indonesia untuk diuji coba fase ketiga. Uji coba tersebut dilakukan oleh Sinovac Biotech Cina yang bekerja sama dengan PT Bio Farma.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://web.archive.org/web/20200729023124/
- https://www.facebook.com/photo.php?fbid=288497222220621&set=a.102042324199446&type=3&theater=
- https://www.swarakyat.com/2020/07/who-sebut-belum-ada-vaksin-resmi-covid.html
- https://www.cdc.gov/vaccines/basics/test-approve.html
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/914/fakta-atau-hoaks-benarkah-indonesia-satu-satunya-negara-yang-jadi-kelinci-percobaan-vaksin-covid-19-dari-cina
- https://tekno.tempo.co/read/1369851/izin-uji-klinis-vaksin-covid-19-sinovac-keluar-relawan-dibuka/full&view=ok
(GFD-2020-8205) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Siswa Secapa AD Bantah Positif Covid-19 di Depan Kasad TNI?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 28/07/2020
Berita
Video saat Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa mengunjungi siswa Sekolah Calon Perwira (Secapa) AD Bandung yang dinyatakan positif Covid-19 beredar di media sosial. Video tersebut dibagikan dengan narasi bahwa sejumlah siswa Secapa AD yang ditanyai oleh Andika dalam video itu membantah positif terkena Covid-19.
Di Facebook, video dan klaim tersebut diunggah salah satunya oleh akun Anyta Putry, yakni pada 16 Juli 2020. Berikut narasi lengkap yang ditulis oleh akun Anyta Putry:
“Pak KASAD klarifikasi....!!!! setelah 1300 lebih anggota TNI di bandung dinyatakan Positif Corona Pak Andika KROSCEK langsung secara acak pada anggota nya , apa benar kena Covid ..?? ternyata rata2 membantah Positif kena Covid 19!!.... jadii Covid ituu sebenarnya............??? waspada Pesantren &TNI mulai di gembosin, PKI benar2 sedang beraksi... dan mrka sangat jahaaat sekali.”
Hingga artikel ini dimuat, video unggahan akun tersebut telah ditonton lebih dari 123 ribu kali dan dibagikan lebih dari 2.500 kali.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Anyta Putry.
Namun, apa benar para siswa Secapa AD yang ditanyai oleh Kasad TNI dalam video itu membantah positif terkena Covid-19?
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, video yang diunggah oleh akun Anyta Putry itu bersumber dari kanal YouTube milik situs media iNews.id, iNews Portal. Video yang dibagikan pada 11 Juli 2020 itu diberi judul “Dikunjungi KSAD, Siswa Positif Covid-19 di Secapa Mengaku Sehat Secara Fisik Namun Merasa Sedih”.
Dalam video berdurasi 4 menit 52 detik tersebut, Kasad TNI Andika menanyakan kondisi tiga siswa Secapa AD setelah dinyatakan positif Covid-19. Berikut transkripnya:
Andika: Oke, kita pernah kordinasi soal saya akan tanya ke Zakiyah?Zakiyah: Siap, tidak.Andika: Belum pernah ya?Zakiyah: Siap, belum pernah.Andika: Coba, saya ingin tahu, harus jujur ya Zakiyah, apa yang dirasakan setelah positif Covid-19?Zakiyah: Siap, yang dirasakan saat kami dinyatakan positif Covid-19 adalah, pertama, kami merasa sehat Jenderal, tidak ada keluhan flu, demam, atau pun yang lain-lain.Andika: Jadi, sama sekali tidak ada yang dirasakan ya?Zakiyah: Siap, tidak ada Jenderal.
Pertanyaan yang sama juga diajukan oleh Andika kepada dua siswa lainnya, yakni Dede dan Aditya. Jawaban mereka sama dengan Zakiyah, yakni tidak merasakan keluhan secara fisik. Keduanya pun merasa sedih setelah dinyatakan positif Covid-19. Namun, tidak terdapat pernyataan dari ketiganya yang membantah telah positif Covid-19.
Kunjungan Andika ke Secapa AD ini juga diberitakan oleh Tempo. Andika mengatakan terungkapnya siswa Secapa AD yang tertular Covid-19 terjadi secara tidak disengaja. “Jadi, tepatnya dua minggu lalu, ada laporan pertama dari Komandan Secapa AD kepada saya. Diawali ketidaksengajaan,” kata dia di Makodam III/Siliwangi, Bandung, pada 11 Juli 2020.
Andika menjelaskan klaster Covid-19 Secapa AD berawal dari berobatnya dua siswa ke Rumah Sakit Dustira, Cimahi. “Yang satu keluhan karena bisul, demam karena adanya infeksi, dan satu lagi masalah tulang belakang atau HMP. Tapi ternyata, saat mereka di-swab, positif,” ujar Andika.
Pada hari itu juga, Andika mengirim alat rapid test dari Jakarta sebanyak 1.250 buah. "Karena jumlah siswa Secapa AD saat itu dan sampai saat ini adalah 1.198. Tapi, karena pertimbangan ada para pelatih yang sehari-hari berinteraksi dengan mereka, akhirnya kami kirim 1.400,” tuturnya.
Hasil rapid test mendapati 187 penghuni Secapa AD reaktif Covid-19. Agar lebih yakin, Andika meminta dilakukan tes swab. “Saya kirim VTM, kemudian dilakukan tes swab. Dari situ akhirnya ditemukan,” kata Andika.
Orang tanpa gejala Covid-19
Dilansir dari BBC Indonesia, sebanyak 1.262 siswa dan pelatih Secapa AD dinyatakan positif Covid-19. Dari jumlah itu, hanya 17 orang yang dirawat di rumah sakit, sementara sisanya yang berstatus orang tanpa gejala (OTG) menjalani isolasi di Secapa AD.
Berdasarkan arsip berita Tempo pada 29 Juni 2020, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Doni Monardo pernah menyatakan bahwa kasus positif Covid-19 di Indonesia didominasi oleh OTG. Karena itu, menurut Doni, penyebaran virus dari OTG harus benar-benar diwaspadai.
"Faktanya, di negara kita, lebih dari 70 persen. Bahkan, beberapa daerah ada yang mendekati 90 persen, mereka yang tidak ada gejala, positif Covid-19," kata Doni usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada 29 Juni 2020.
Dilansir dari berita di Kompas.com pada 13 Juni 2020, OTG diartikan sebagai mereka yang tidak bergejala dan memiliki risiko tertular dari orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 tapi memiliki kontak erat. Karena tidak dapat diketahui secara kasat mata, OTG sulit terdeteksi.
OTG juga kerap disebut asimptomatik, berarti seseorang yang telah terinfeksi virus, namun tidak merasa sakit atau mengalami gejala apa pun. Meskipun begitu, menurut WHO, OTG dapat menularkan Covid-19. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan tingkat penularannya.
Orang yang tidak bergejala ini dapat melepaskan virus dengan berbagai cara, termasuk melalui meludah, batuk, dan bersin. Infeksi juga dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan orang lain atau dengan mencemari suatu permukaan atau benda. "Ketika Anda berbicara, kadang-kadang Anda akan meludah sedikit," ujar Anne Rimoin, profesor epidemiologi di School of Public Health Universitas California Los Angeles.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa siswa Secapa AD membantah positif Covid-19 di depan Kasad TNI Jenderal TNI Andika Perkasa, keliru. Tiga siswa Secapa AD yang ditanyai oleh Andika hanya mengatakan bahwa mereka tidak memiliki keluhan secara fisik. Tidak terdapat pernyataan dari ketiganya yang membantah telah positif Covid-19. Siswa dan pelatih Secapa AD yang dinyatakan positif Covid-19 memang mencapai 1.262 orang. Namun, hanya 17 orang yang dirawat di rumah sakit. Sisanya berstatus orang tanpa gejala (OTG).
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- http://archive.ph/Bqj4l
- https://bit.ly/39zbX98
- https://bit.ly/2X5u5mh
- https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-53371977
- https://nasional.tempo.co/read/1359204/doni-monardo-70-persen-kasus-positif-di-indonesia-adalah-otg
- https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/12/080500965/mengenal-apa-itu-otg-dan-bagaimana-mengujinya?page=all#page2
- https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/13/193100665/5-hal-yang-perlu-diketahui-soal-otg-pada-covid-19?page=all
(GFD-2020-8204) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Presiden Prancis Telah Izinkan Pendirian Sekolah Turki Usai Diancam Erdogan?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 28/07/2020
Berita
Klaim bahwa Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memberikan balasan yang tegas kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron karena melarang pendirian sekolah Turki beredar di media sosial. Menurut klaim tersebut, larangan Macron itu dibalas Erdogan dengan memerintahkan penutupan semua sekolah Prancis di Turki.
Di Facebook, klaim itu diunggah salah satunya oleh akun Al Fajri, yakni pada 18 Juli. Dalam unggahannya, akun ini juga membagikan gambar tangkapan layar artikel dari situs Suara Lira. Artikel yang terbit pada 30 Juli 2019 tersebut berjudul “Presiden Perancis Melarang Pendirian Sekolah Turki di Negaranya, Erdogan Balas dengan Tegas”.
Isi artikel inilah yang kemudian dibagikan oleh akun Al Fajri dalam unggahannya, bahwa Macron mengeluarkan larangan pendirian sekolah Turki di Prancis. Merespons hal itu, Erdogan mengeluarkan perintah penutupan semua sekolah Prancis di Turki.
“Beberapa menit kemudian, Presiden Macron menarik kembali keputusannya, meminta maaf kepada rakyat Turki, dan berjanji membantu menyediakan semua fasilitas untuk kepentingan pendirian sekolah Turki di Prancis,” demikian narasi dalam artikel itu. Situs Suara Lira menulis bahwa artikel tersebut dikutip dari situs media berbahasa Arab, Turki Al Yaum.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Al Fajri.
Apa benar Presiden Prancis telah mengizinkan pendirian sekolah Turki setelah diancam Erdogan?
Hasil Cek Fakta
Informasi yang ditulis oleh situs Suara Lira dalam artikelnya dan dibagikan oleh akun Al Fajri tersebut menyesatkan. Pada 2019, Turki memang berencana membuka sekolah di berbagai negara, termasuk di Prancis. Namun, hingga artikel ini ditulis, Prancis belum menyetujui pembukaan sekolah itu.
Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, tidak ada pemberitaan yang menyebut Macron menarik kembali keputusannya, meminta maaf kepada rakyat Turki, dan berjanji membantu menyediakan semua fasilitas untuk kepentingan pendirian sekolah Turki di Prancis.
Bahkan, dalam situs Al Yaum yang diklaim sebagai sumber informasi itu, juga tidak ditemukan informasi tersebut saat Tempo memasukkan kata kunci “Presiden Prancis Izinkan Turki Buka Sekolah” dalam bahasa Arab di kolom pencarian situs tersebut.
Tempo pun menghubungi Dandy Koswaraputra, Kepala Anadolu Agency Indonesia, kantor berita milik pemerintah Turki di Indonesia, yang menanyakan informasi itu kepada para jurnalis Anadolu, baik di Turki maupun di Eropa. Hingga saat ini, tidak ada informasi lebih lanjut mengenai rencana pendirian sekolah Turki di Perancis. Tidak ada pula penutupan sekolah Prancis di Turki.
Alasan Prancis menolak
Pada akhir Mei 2019, Turki memang berencana mendirikan sekolah menengah di Prancis. Mereka telah mengirimkan delegasi untuk mewujudkan rencana itu. "Orang-orang Prancis mendapat tekanan di Istanbul dan Ankara oleh kekuatan Erdogan, yang berupaya mendirikan sekolah-sekolah Turki di Prancis,” ujar sumber yang diwawancarai oleh Le Point.
Namun, keinginan Turki membuka sekolah di Prancis itu belum menemui titik temu dan membuat keresahan baru dalam hubungan kedua negara. "Kami telah melakukan pembicaraan dengan pemerintah Prancis untuk membuka sekolah-sekolah yang dikontrol Turki di Prancis selama beberapa tahun terakhir, tapi pembicaraan belum membuahkan hasil," kata seorang pejabat Turki yang akrab dengan negosiasi tersebut kepada Xinhua.
"Negosiasi dilakukan atas dasar bahwa Prancis memiliki sekolah di Turki selama bertahun-tahun, dan kami mencari timbal balik untuk praktik ini," ujar pejabat itu.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki Hami Aksoy mengatakan bahwa "negosiasi atas sekolah yang akan dibuka oleh Turki sesuai dengan sistem pendidikan Prancis pada dasarnya dilakukan secara timbal balik dengan sekolah-sekolah ini di Turki".
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Prancis Jean-Michel Blanquer mengatakan bahwa pemerintah tidak mendukung gagasan Turki membuka sekolah menengah di Prancis. Blanquer mengisyaratkan bahwa Turki ingin membawa ideologinya ke Prancis melalui sekolah-sekolah itu.
Dilansir dari Euronews, yang mengutip seorang pejabat Kementerian Pendidikan Prancis, Turki mengancam akan melakukan hal yang sama pada sekolah-sekolah Prancis di Turki jika Prancis menciptakan masalah dalam pendirian sekolah-sekolah Turki di sana.
Prancis menolak inisiatif ini dengan alasan prinsip-prinsip sekuler negara tersebut, dan sejak saat itu Ankara menunjukkan tekanan terhadap sekolah-sekolah Prancis di Turki. Ada dua sekolah negeri Prancis di Ankara dan Istanbul. Satu di antaranya adalah Sekolah Menengah Yunus Emre.
Menurut kepala Yunus Emre, Seref Ates, sekolahnya menerima anggaran dari pemerintah Turki dan tidak dapat melakukan kebijakan apa pun yang bertentangan dengan kebijakan luar negeri Turki. Sekolah itu pun menerima 3 miliar euro dari Uni Eropa untuk dialog budaya Turki-Eropa.
Pemerintah Turki sendiri meluncurkan kebijakan memperluas pendirian sekolah-sekolah Turki di negara lain melalui Yayasan Maarif, yang bertanggung jawab atas kegiatan pendidikan Turki di luar negeri dengan berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kementerian Luar Negeri. Yayasan ini telah menjalin kontak resmi dengan 90 negara. Saat ini, yayasan tersebut telah mengelola 162 sekolah di 12 negara.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Presiden Prancis Macron telah mengizinkan pendirian sekolah Turki setelah diancam Presiden Turki Erdogan menyesatkan. Memang benar Turki ingin membuka sekolah di Prancis, yang merupakan bagian dari rencana mereka memperluas pendirian sekolah Turki di negara lain. Namun, tidak benar bahwa Macron telah menarik kembali keputusannya, meminta maaf kepada rakyat Turki, dan berjanji membantu menyediakan semua fasilitas untuk kepentingan pendirian sekolah Turki di Prancis. Hingga artikel ini dimuat, rencana pendirian sekolah Turki itu belum disetujui oleh pemerintah Perancis dengan alasan prinsip-prinsip sekuler negara tersebut.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- http://archive.ph/nLgfc
- http://suaralira.com/news/detail/18168/presiden-perancis-melarang-pendirian-sekolah-turki-di-negaranya-erdogan-balas-dengan-tegas
- https://freewestmedia.com/2019/05/08/erdogan-wants-to-open-turkish-high-schools-in-france/
- http://www.xinhuanet.com/english/2019-05/11/c_138051333.htm
(GFD-2020-8203) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Jenazah Pasien Covid-19 yang Berdaster Ini Tak Dimakamkan Sesuai Syariat Islam?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 28/07/2020
Berita
Gambar tangkapan layar sebuah unggahan yang berisi foto seorang jenazah dengan kain kafan yang terbuka dan terlihat masih mengenakan daster beredar di media sosial. Jenazah dalam foto itu diklaim sebagai jenazah pasien Covid-19 di Medan, Sumatera Utara, yang saat dimakamkan masih mengenakan daster dan tidak sesuai dengan syariat fardu kifayah Islam.
"Meninggal postif covid 19 di RSU Sembiring, Medan. Di kuburkan di perkuburan suka maju stm sesuai protokol kesehatan. Ternyata peti jenazah tidak maut., maka pihak keluarga membuka peti, dan ternyata si mayat masih menggunakan daster (tidak sesuai dgn syariat fardhu kifayah islam). Yg penting dapat target, cair dananya," demikian klaim dalam gambar tangkapan layar tersebut.
Di Facebook, salah satu akun yang mengunggah gambar tangkapan layar itu adalah Muh Taufiq Hidayat, yakni pada 26 Juli 2020. Akun tersebut hanya menuliskan narasi, “Terlalu miris.” Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun Muh Taufiq Hidayat tersebut telah dibagikan lebih dari 1.400 kali dan dikomentari lebih dari 200 kali.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Muh Taufiq Hidayat.
Apa benar jenazah pasien Covid-19 yang berdaster itu tidak dimakamkan sesuai syariat Islam?
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, jenazah perempuan yang berdaster itu tercatat sebagai pasien Rumah Sakit Umum (RSU) Sembiring, Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang, Medan. Pasien ini masuk rumah sakit pada 23 Juli 2020 dan meninggal keesokan harinya.
Dilansir dari IDN Times, jenazah perempuan itu dikuburkan dengan protokol Covid-19 di Pemakaman Suka Maju, Jalan STM Medan, Sumatera Utara. Tapi masalah muncul saat pemakaman, di mana peti jenazah tidak muat masuk ke liang lahat. Akhirnya, keluarga membuka peti dan melihat jenazah perempuan itu masih menggunakan daster di balik kain kafan.
Lurah Suka Maju, Harry Agus Perdana, membenarkan peristiwa tersebut. Dia mengatakan bahwa pasien perempuan tersebut masuk ke RSU Sembiring pada 23 Juli dengan catatan penyakit jantung. Namun, pada 24 Juli subuh, pasien perempuan itu dinyatakan meninggal.
“Ketika saya hadir di lokasi, kondisi peti jenazah sudah terbuka. Tidak tahu pasti siapa yang membuka. Ada info di lapangan bahwa pihak keluarga yang membuka peti. Tapi (memang) itu belum dipastikan Covid-19 atau tidak. Informasi yang kami terima dari rumah sakit, warga kita yang meninggal hasil rapid test-nya reaktif," kata Harry.
Karena hasil rapid test pasien itu reaktif, rumah sakit mengarahkan keluarga agar pemakaman dilakukan sesuai protokol Covid-19. Meski sempat ada penolakan, akhirnya keluarga menerima dengan kesepakatan jenazah dimakamkan di pemakaman Covid-19 dan tetap dilakukan sesuai protokol Covid-19.
"Waktu proses pemakaman awal, tidak ada masalah. Tapi info yang diterima dari keluarga, petinya tidak muat. Lalu, oleh keluarga, petinya dibongkar sehingga nampaklah jenazah yang masih berdaster itu," tuturnya. Keluarga pun menuding rumah sakit belum memandikan jenazah. Namun, Harry menyebut rumah sakit telah memastikan jenazah dimandikan sebelum dikafani dan dimasukkan ke peti.
"Saya tanya petugas itu, 'Ini bagaimana jenazah? Apakah sudah dimandikan atau bagaimana?' Jawaban dari petugas RSU Sembiring, 'Pak, sudah kita mandikan. Saya langsung yang mandikan, demi Allah.'," ujar Harry. Harry menyebut pihaknya pun berupaya memediasi keluarga dengan rumah sakit yang terlibat keributan. Akhirnya, pemakaman dilanjutkan dengan protokol Covid-19
Dikutip dari Detik.com, juru bicara Gugus Tugas Covid-19 Sumatera Utara, Aris Yudhariansyah, turut memberikan penjelasan soal protokol pengurusan jenazah pasien terkait Covid-19. Menurutnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa soal hal itu.
"Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 bagi jenazah yang menurut medis dapat dimandikan, jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya," katanya. Selain itu, menurut fatwa tersebut, jenazah bisa hanya ditayamumkan. "Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama (dengan jenazah), dimandikan oleh petugas yang ada dengan syarat jenazah tetap memakai pakaian. Jika tidak, ditayamumkan," kata Aris.
Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020
MUI telah mengeluarkan Fatwa Nomor 18 Tahun 2020 tentang pedoman pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz) muslim yang terinfeksi Covid-19. Fatwa ini menegaskan kembali Fatwa MUI Nomor 14 tahun 2020 angka 7 yang menetapkan:
“Pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz) yang terpapar Covid-19, terutama dalam memandikan dan mengafani, harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk mensalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19.”
Pedoman memandikan jenazah yang terpapar Covid-19 adalah sebagai berikut:
Adapun pedoman mengafani jenazah yang terpapar Covid-19 adalah sebagai berikut:
Keputusan Menteri Kesehatan
Dilansir dari Kompas.com, pemerintah telah menerbitkan revisi pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19 melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/413/2020. Dalam Kepmenkes tersebut, diatur beberapa perubahan, termasuk istilah-istilah operasional hingga kriteria atau protokol tertentu, salah satunya tentang pencegahan dan pengendalian infeksi untuk pemulasaraan jenazah.
Memandikan jenazah perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya penularan virus dari jenazah tersebut. Memandikan jenazah hanya dapat dilakukan setelah tindakan disinfeksi. Petugas jenazah dibatasi sebanyak dua orang. Sementara, keluarga yang hendak membantu memandikan jenazah juga dibatasi serta menggunakan APD sebagaimana petugas pemandi jenazah.
Setelah dimandikan dan dikafani atau diberi pakaian, jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah atau dibungkus dengan plastik dan diikat rapat. Apabila diperlukan peti jenazah, maka dilakukan dengan cara berikut:
Adapun beberapa ketentuan dalam pemakaman adalah sebagai berikut:
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa jenazah pasien Covid-19 yang berdaster dalam foto di atas tidak dimakamkan sesuai syariat Islam, keliru. Hingga artikel ini dimuat, pasien tersebut belum diketahui apakah positif Covid-19. Meskipun begitu, hasil rapid test pasien itu reaktif sehingga dimakamkan sesuai protokol Covid-19. Menurut Harry Agus Perdana, Lurah Suka Maju, tempat jenazah itu dimakamkan, rumah sakit telah memastikan jenazah tersebut dimandikan sebelum dikafani dan dimasukkan ke peti. Menurut Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 tentang pedoman pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz), muslim yang terpapar Covid-19 pun dapat dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
Halaman: 4619/6087