• (GFD-2021-8525) Keliru, Klaim MUI Beri Cap Halal pada Minuman Beralkohol di Foto Ini

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/03/2021

    Berita


    Foto yang memperlihatkan dua botol produk minuman yang menyerupai minuman beralkohol berlabel halal viral di media sosial. Foto itu dibagikan dengan klaim bahwa dua produk minuman tersebut memperoleh sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
    Foto ini beredar di tengah pro-kontra terbitnya Peraturan Presiden (Perpes) Nomor 10 Thaun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, di mana di dalamnya terdapat lampiran yang mengatur investasi miras di sejumlah provinsi. Per 2 Maret 2021, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mencabut lampiran itu.
    Dalam foto tersebut, terlihat nama dua produk minuman itu, yakni Riviere Vino dan Crystal WSK. Di bawah nama produk, tercantum label halal. Dalam kemasan dua produk minuman itu, tertera pula keterangan bahwa minuman tersebut tidak mengandung alkohol.
    Di Facebook, foto tersebut diunggah oleh akun ini pada 1 Maret 2021. Akun itu menulis, "Kata Kadrun Ini Haram, Tapi Kata MUI Ini Halal.... Yg Bener Yg Mana Drun... ?? Mulai Oleng Para Kadrun." Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapat 325 reaksi dan 410 komentar.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait produk minuman dalam foto yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri foto tersebut denganreverse image toolSource dan Goole. Hasilnya, ditemukan bahwa foto itu telah beredar di internet sejak 2017. Ketika itu, MUI telah memberikan penjelasan bahwa mereka tidak pernah mengeluarkan sertifikat halal untuk dua produk minuman tersebut.
    Dilansir dari Detik.com, Wakil Ketua Umum MUI saat itu, Zainut Tauhid, menyatakan klaim itu sebagai hoaks. Menurut dia, penyebaran gambar tersebut juga merupakan fitnah terhadap Kementerian Agama. Dia menduga label halal pada minuman tersebut palsu, sebab label semacam itu tidak pernah dikenal di Indonesia.
    Zainut mengatakan bahwa Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI masih menjadi pihak yang memberikan sertifikasi halal ketika itu, karena Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kemenag belum aktif bekerja. Dia pun memastikan label halal tersebut tidak berasal dari LPPOM MUI.
    Tempo kemudian menelusuri label halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI. Seperti yang tertera di laman resmi LPPOM MUI, label halal yang mereka keluarkan berbentuk bulat. Tulisan "Halal" berada di bagian tengah label, yang terdapat di dalam lingkaran hijau. Terdapat pula tulisan "Majelis Ulama Indonesia" di dalam lingkaran putih yang berada di sisi luar lingkaran hijau.
    Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah angkat bicara terkait dua produk minuman dalam foto tersebut. Dikutip dari situs resmi BPOM, Crystal WSK dan Riviere Vino tidak terdaftar di BPOM. Apabila ditemukan beredar di pasaran, produk tersebut dikategorikan sebagai produk tanpa izin edar (TIE) atau produk ilegal.
    Selain itu, menurut BPOM, sesuai dengan Surat Keputusan LPPOM MUI Nomor SK46/Dir/LPPOM MUI/XII/14 tentang Ketentuan Penulisan Nama Produk dan Bentuk Produk, LPPOM MUI tidak dapat menerbitkan sertifikat halal terhadap produk dengan nama yang mengandung nama minuman keras (sebagai contoh: rootbeer, es krim rhum raisin, bir 0 persen alkohol, dan lain-lain). Dengan demikian, pencantuman label halal pada produk minuman 0 persen alkohol itu menyalahi ketentuan ini.
    Adapun kedua produk minuman tersebut, Crystal WSK dan Riviere Vino, seperti dilansir dari Jawapos.com, diproduksi oleh Emerald Beverages, perusahaan F&B asal Los Angeles, Amerika Serikat. Ada tiga produk minuman yang mereka produksi, yakni Crystal Whiskey, Empire Vodka, dan Riviere Wine. Meski mengandung katawhiskey, vodka, danwine, ketiganya diklaim tidak mengandung alkohol.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa MUI memberikan label halal pada dua produk minuman yang menyerupai minuman beralkohol di atas keliru. Foto yang memperlihatkan dua produk minuman tersebut telah beredar sejak 2017. Ketika itu, MUI telah menyatakan bahwa mereka tidak pernah mengeluarkan sertifikat halal untuk dua produk minuman tersebut. Label halal yang tercantum dalam kedua produk itu pun berbeda dengan label halal yang diterbitkan oleh LPPOM MUI.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8524) Keliru, Klaim Empat Nakes Ini Meninggal Karena Vaksin Covid-19

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/03/2021

    Berita


    Klaim yang mempertanyakan meninggalnya empat tenaga kesehatan baru-baru ini setelah disuntik vaksin Covid-19 Sinovac beredar di Facebook pada 25 Februari 2021. Menurut klaim itu, meskipun sejumlah pihak mengatakan bahwa keempatnya meninggal bukan karena Covid-19, mereka meninggal dengan penyebab yang sama, yakni penyakit kardiovaskular (cardiovascular), kelainan darah (blood disorder), dan kerusakan otak (brain damage).
    "Walau tim cek fakta dan beberapa media klaim bukan karena vaksin covid.. tapi kenapa semua nya meninggal dengan ciri ciri penyebab yg sama seperti korban lain di luar negeri ? Yaitu : 1. Cardiovascular 2. Blood Disorder 3. Brain Damage," demikian narasi yang diunggah oleh akun ini.
    Menurut akun tersebut, penyebab meninggalnya seorang dokter di Palembang, Sumatera Selatan, usai disuntik vaksin Covid-19 adalah penyakit jantung (cardiovascular). Sementara itu, seorang nakes di Cilacap karena demam berdarah (thrombocytopenia/blood disorder); seorang nakes di Blitar, karena demam dan sesak napas (cardiovascular); dan Direktur Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Tamalatea Makassar karena sesak nafas (cardiovascular).
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait meninggalnya empat tenaga kesehatan baru-baru ini di tengah program vaksinasi Covid-19.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, keempat tenaga kesehatan tersebut meninggal bukan karena vaksin Covid-19. Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI), Hindra Irawan Satari, mengatakan meninggalnya empat nakes itu sudah diaudit oleh tim dari lembaganya. “Hasilnya, bukan karena vaksin Covid-19,” kata Hindra saat dihubungi pada 4 Maret 2021.
    Selain itu, menurut Hindra, cardiovascular, blood disorder, dan brain damage bukan penyakit yang disebabkan oleh vaksin Covid-19. Khusus kejadian di Blitar, nakes ini meninggal karena terinfeksi Covid-19 sebelum menerima vaksin Sinovac. Dengan demikian, dia belum memiliki antibodi dari vaksin untuk mencegah terinfeksi Covid-19. “Antibodi terbentuk antara 14-30 hari setelah penyuntikan vaksin kedua,” ujarnya.
    Hal tersebut ditegaskan oleh dokter spesialis patologi klinis, Tonang Dwi Ardyanto. Menurut dia, tiga penyakit itu, cardiovascular, blood disorder, dan brain damage, bisa terjadi dalam beberapa kondisi. Namun, bukan dampak dari vaksin Covid-19 maupun infeksi Covid-19.
    Pernyataan Hindra terkait kejadian di Blitar pun sama dengan pernyataan Deny Christianto, Kepala Bidang Pelayanan Medik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ngudi Waluyo, Blitar, yang dikutip dari VoA Indonesia. Menurut Deny, hasil audit Komite Daerah (Komda) KIPI, meninggalnya perawat tersebut tidak disebabkan oleh vaksin Covid-19.
    “Kalau dari Komda KIPI menyatakan, ini kan sudah dilaksanakan audit KIPI di tingkat nasional, itu disampaikan bahwa memang kejadian meninggalnya nakes E ini tidak berhubungan dengan vaksinasi Covid-19 sebelumnya. Dan kesimpulannya bahwa vaksin Sinovac ini aman dan bisa dilanjutkan,” tutur Deny.
    Terkait penyebab meninggalnya nakes di Cilacap, dikutip dari Portal Purwokerto, nakes tersebut didiagnosa mengalami demam berdarah, dengan pemberat di saluran cerna. Dia masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) di rumah sakit pada 3 Februari 2021 sore dengan keluhan lemas dan feses berwarna hitam.
    Soal Direktur STIK Tamalatea Makassar, menurut Hindra, dia terkena Covid-19 setelah bepergian ke Mamuju, Sulawesi Barat. Anak dan suaminya juga terkonfirmasi positif Covid-19.
    Dikutip dari IDN Times Sulawesi Selatan, Direktur Pelayanan Medik, Keperawatan, dan Penunjang Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Mansyur Arif mengatakan kematian Direktur STIK Tamalatea Eha Soemantri sudah dikaji dan diasesmen bersama Komda Penanggulangan dan Pengkajian KIPI Sulsel.
    Mansyur mengatakan Eha menerima suntikan vaksin Covid-19 pertama pada 14 Januari. Sebelum dan sesudah vaksinasi, dia berkunjung ke Mamuju. "Nyonya ES diketahui mengalami sesak napas, demam, dan batuk tiga hari pasca vaksinasi kedua yakni pada 1 Februari dan dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19 pada 5 Februari berdasarkan tes swab antigen," kata Mansyur.
    Pada 17 Februari, Eha telah dinyatakan negatif berdasarkan tes swab PCR. Namun, keesokan harinya, keadaan Eha menurun. "Almarhumah dinyatakan meninggal ketika dirawat di ICU (Intensive Care Unit) RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo pada 19 Februari," ujar Mansyur.
    Berdasarkan asesmen, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo mengambil kesimpulan bahwa Eha kemungkinan terinfeksi Covid-19 sebelum vaksinasi kedua diberikan. Ketika berkunjung ke luar kota itulah Eha diduga pernah berkontak dengan orang yang positif Covid-19.
    Adapun terkait dokter di Palembang yang diklaim meninggal karena vaksin Covid-19, Tempo telah memeriksa klaim itu pada 25 Januari dan menyatakannya keliru. Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan kematian dokter yang berinisial JF tersebut tidak ada hubungannya dengan vaksinasi Covid-19, yang saat ini baru dilakukan dengan vaksin Sinovac.
    "Laporan sementara, almarhum memang menerima vaksin pada Kamis (21 Januari) dan ditemukan telah meninggal pada Jumat (22 Januari) malam. Dari pemeriksaaan sementara, ditemukan tanda-tanda kekurangan oksigen, dan tanda ini tidak berhubungan dengan akibat vaksinasi," ujar Nadia.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa empat tenaga kesehatan tersebut meninggal karena vaksin Covid-19, keliru. Keempatnya meninggal karena beberapa penyebab, mulai dari terinfeksi Covid-19, kekurangan oksigen, hingga demam berdarah. Ketiga hal tersebut tidak berkaitan dengan pemberian vaksin Covid-19.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8523) Keliru, Klaim Pengasuh Ponpes Gus Idris Ditembak Orang Tak Dikenal di Video Ini

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 03/03/2021

    Berita


    Klaim bahwa pengasuh Pondok Pesantren Thoriqul Jannah, Malang, Jawa Timur, Idris Al Marbawy alias Gus Idris, ditembak oleh orang tak dikenal viral di media sosial. Klaim itu dilengkapi dengan sebuah video yang memperlihatkan momen ketika Idris tiba-tiba terjatuh ke tanah dan mengalami muntah darah.
    Video ini diambil di malam hari. Dalam video itu, terlihat bahwa Gus Idris sedang berjalan ke arah sebuah mobil berwarna putih. Tiba-tiba, terdengar suara letusan. Seketika itu juga, Idris terjatuh ke tanah. Terdapat darah di bajunya. Terlihat pula darah yang mengalir dari mulutnya.
    Sejumlah pria yang sedang bersama Gus Idris pun mengerumuninya. Seorang pria dalam video itu bertanya, "Dari mana tembakannya ini?" Terdapat pula seorang bocah laki-laki yang berkata, "Ketembak tho?" Kemudian, Idris digotong untuk dimasukkan ke dalam sebuah mobil berwarna putih.
    Di YouTube, salah satu kanal mengunggah video itu pada 28 Februari 2021. Video tersebut diberi judul "Detik-detik Gus Idris Ditembak Orang Tak Dikenal saat Live Streaming". Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah ditonton lebih dari 94 ribu kali dan disukai lebih dari seribu kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan di YouTube yang berisi klaim keliru terkait video milik pengasuh Pondok Pesantren Thoriqul Jannah, Idris Al Marbawy alias Gus Idris, yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo memfragmentasi video itu menjadi sejumlah gambar dengan tool InVID. Lalu, gambar-gambar ini ditelusuri dengan reverse image tool Google. Hasilnya, ditemukan bahwa video itu merupakan potongan dari video live streaming yang disiarkan oleh kanal YouTube milik Gus Idris, Gus Idris Official, pada 28 Februari 2021. Video tersebut berjudul "[Live] Kalahkan Kekuatan Dayang Nyi Ronggeng Gus Idris: 'Jangan Kasih Ampun Mamaz Karyo Bersamaku'".
    Tempo kemudian menelusuri video lain yang diunggah oleh kanal Gus Idris Official. Pada 2 Maret 2021, kanal ini kembali menyiarkan sebuah videolive streamingyang berjudul "(Live) Penjelasan Gus Idris Al-Marbawy atas Isu Penembakan". Dalam video tersebut, Idris membantah bahwa peristiwa dalam videolive streamingpada 28 Februari 2021 adalah peristiwa penembakan. "Bukan, bukan penembakan," katanya.
    Menurut Gus Idris, serangan yang terjadi ketika itu merupakan serangan spiritual. Terkait suara letusan yang terdengar dalam video tersebut, Idris mengatakan sedang menyelidiknya. "Itu adalah murni serangan sihir. Di video memang ada suara tembakan, itu yang aneh. Kita masih selidiki, kok bisa mirip banget kayak tembakan. InsyaAllah, 100 persen bukan penembakan. Itu tembakan sihir, bukan manusia pelakunya," ujarnya.
    Juru bicara Gus Idris, Ian Firdaus, yang menemani Idris dalam video tersebut, juga mengatakan bahwa tidak ada bekas tembakan di tubuh Idris. Menurut dia, jika Idris mengalami penembakan, pihaknya pasti telah melaporkan hal itu ke polisi. Namun, Ian juga meminta maaf karena, setelah kejadian, ia tidak memberi kabar ke orang-orang terdekatnya dan Idris. Ketika itu, usai kejadian, ia menemani Idris melakukan ritual tapa geni di sebuah sungai di Pacet, Mojokerto, Jawa Timur.
    Gus Idris pun menyampaikan permohonan maafnya dalam video tersebut. "Dua hari kita menghilang untuk menenangkan diri. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila membuat Anda khawatir, cemas. Tidak ada unsur kesengajaan," katanya. Idris pun menuturkan bahwa, saat ini, kondisinya baik-baik saja. "Ada beberapa kendala sedikit, kurang enak di badan. Tapi saya baik-baik saja," ujarnya.
    Pihak kepolisian juga telah memberikan penjelasan terkait video yang diklaim sebagai video penembakan Gus Idris. Dilansir dari CNN Indonesia, pada 2 Maret 2021, Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur, Komisaris Besar Gatot Repli Handoko, memastikan bahwa klaim tersebut hoaks. Kesimpulan itu diambil setelah penyidik Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim menelusuri unggahan video di kanal YouTube bernama Anggsri.
    "Ada dua unggahan video, yang pertama hari Senin (1 Maret 2021), pukul 22.30 WIB malam, video itu menceritakan bahwa Gus Idris ditembak oleh orang tidak dikenal," katanya. Namun, sehari setelahnya, kanal itu kembali mengunggah video yang menyatakan Idris tidak tertembak dan dalam keadaan baik-baik saja. Berdasarkan fakta tersebut, pihaknya memastikan bahwa kabar tertembaknya Gus Idris adalah informasi bohong.
    Dilansir dari Kumparan.com, Kapolres Malang Ajun Komisaris Besar Hendri Umar menuturkan bahwa jajarannya juga telah mengklarifikasi kabar penembakan terhadap Gus Idris. Berdasarkan penyelidikan, tidak terjadi penembakan yang dilakukan oleh orang tak dikenal. "Gus Idris tidak pernah tertembak dan tidak pernah mengalami luka apapun. Saya sudah bertemu langsung dengan Gus Idris, dan tidak ada sama sekali bekas luka tembak," ujar Hendri saat mendatangi Pondok Pesantren Thoriqul Jannah pada 2 Maret 2021.
    Di tempat yang sama, Gus Idris juga memberikan pernyataan bahwa dirinya tidak pernah menyebut kata penembakan dalam videonya. "Saya, Idris Al-Marbawi, alhamdulilah sehat wal afiat. Yang ingin saya sampaikan bahwa tidak ada unsur penembakan. Karena saya, dalam video, tidak mengeluarkan pernyataan penembakan," katanya. Menurut dia, pernyataan soal adanya penembakan dilontarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
    Juru bicara Gus Idris, Ian Firdaus, menyatakan hal serupa, bahwa pihaknya tidak pernah memberikan pernyataan soal adanya penembakan. "Yang menyampaikan penembakan itu bukanlah akun dari kami," tuturnya. Namun, menurut dia, kabar ini menjadi simpang siur karena baik dirinya maupun Idris tidak bisa dihubungi beberapa hari setelah kejadian. "Yang jadi masalah memang baik dari Gus maupun saya tidak ada kabar beberapa hari. Sehingga orang-orang berkesimpulan bahwa Gus Idris ditembak dan segala macam," katanya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Idris Al Marbawy alias Gus Idris, ditembak oleh orang tak dikenal dalam video yang beredar, keliru. Idris telah membantah bahwa peristiwa dalam video tersebut adalah peristiwa penembakan. Pihak kepolisian pun telah menyatakan klaim tertembaknya Idris sebagai hoaks. Kapolres Malang Ajun Komisaris Besar Hendri Umar telah bertemu langsung dengan Idris dan tidak menemukan adanya bekas luka tembak di tubuh pengasuh Pondok Pesantren Thoriqul Jannah tersebut.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8522) Keliru, Semua Pemilik KTP Elektronik Dapat Bansos Tunai Rp 600 Ribu

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 03/03/2021

    Berita


    Klaim bahwa semua pemilik Kartu Tanda Penduduk atau KTP elektronik mendapatkan batuan sosial atau bansos tunai di tengah pandemi Covid-19 beredar di Facebook. Menurut klaim itu, bansos tunai (BST) yang didapatkan oleh para pemilik e-KTP adalah sebesar Rp 600 ribu.
    Klaim itu dilengkapi dengan dua foto. Salah satu foto menunjukkan sebuah banner yang bertuliskan "Bantuan Sosial Tunai dengan Jumlah Rp 600 ribu per Keluarga Penerima Manfaat (KPM)". Di belakang banner itu, tampak sejumlah warga yang sedang mengantri.
    Akun ini membagikan klaim itu pada 28 Februari 2021. Akun itu pun menulis, “Yg punya KTP elektronik sdh bisa mengambil kompensasi Per Tgl 2 Maret2021 sebesar Rp. 600.000 untuk biaya # dirumahaja. Silakan cek apakah nama anda tercantum, dan cocokkan dengan NIK E-KTP anda melalui link berikut ini."
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait bansos tunai.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula mengecek tautan dalam unggahan di atas. Namun, tautan itu sama sekali tidak berhubungan dengan data penerima bansos. Tautan tersebut mengarah ke sebuah laman yang menyerupai laman login Facebook, yang meminta alamat email sekaligus password.
    Tempo kemudian menelusuri informasi resmi maupun pemberitaan terkait dengan mesin pencari Google. Hasilnya, ditemukan bahwa klaim dalam unggahan di atas keliru. Klaim ini telah beredar di media sosial sejak awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
    Narasi yang identik dengan narasi dalam unggahan di atas pernah dibagikan ke Twitter pada April 2020. Cuitan ini juga menyertakan sebuah tautan. Namun, isi tautan itu sama sekali tidak berhubungan dengan data penerima bantuan. Ketika diklik, tautan itu mengarah pada laman yang berisi gambar parodi.
    Dikutip dari situs media IDN Times, Sekretaris Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri I Gede Suratha telah menyatakan bahwa klaim tersebut tidak benar. Menurut Suratha, pemerintah tidak pernah membuat program bansos untuk pemilik e-KTP.
    Suratha pun mengimbau masyarakat untuk memperhatikan domain atau alamat situs yang dibagikan. Situs resmi program bansos yang dibuat pemerintah, kata dia, umumnya tidak akan menggunakan domain bit.ly, tinyurl.com, sites.google.com, tiny.cc, atau semacamnya.
    Domain atau alamat situs seperti itu justru berbahaya. Pasalnya, data pribadi yang diberikan bisa disalahgunakan, bahkan untuk tindak kejahatan. Jika mendapat informasi mengenai bansos dari pemerintah, masyarakat diimbau untuk mengecek lebih dahulu ke situs-situs resmi milik pemerintah atau media-media arus utama yang kredibel.
    Dikutip dari Kompas.com, pemerintah memang memberikan berbagai macam bantuan kepada masyarakat dari berbagai kalangan yang terdampak Covid-19 pada 2020. Selain bantuan berupa uang tunai, ada juga bantuan sembako serta pelatihan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat.
    Beberapa program bantuan yang masih berlanjut hingga 2021 di antaranya adalah kartu prakerja, subsidi listrik, bantuan langsung tunai (BLT) Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), program keluarga harapan (PKH), program sembako, dan bansos tunai (BST).
    BST merupakan program dari Kementerian Sosial ( Kemensos ). Rencananya, BST akan disalurkan melalui pos. Setiap penerima BST akan mendapatkan uang tunai sebesar Rp 300 ribu yang diberikan selama empat bulan berturut-turut, terhitung sejak Januari hingga April 2021.
    Dilansir dari Tirto.id, untuk mengetahui apakah menerima BST, masyarakat memang hanya perlu menggunakan KTP, dengan memasukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nama lengkap sesuai KTP di laman DTKS Kemensos. Namun, terdapat syarat tertentu yang harus dipenuhi sebagai calon penerima BST ini.
    Dilansir dari situs resmi Portal Informasi Indonesia milik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), BST Rp 300 ribu ditujukan untuk 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) di seluruh Indonesia. Adapun syarat penerima BST Rp 300 ribu dari Kemensos ini adalah sebagai berikut:

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa semua pemilik KTP elektronik mendapat bansos tunai (BST) sebesar Rp 600 ribu, keliru. Klaim serupa telah beredar di media sosial sejak awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Klaim itu telah dibantah oleh Kemendagri. Pada 2021, pemerintah melanjutkan program BST. Untuk mengetahui apakah menerima BST, masyarakat memang hanya perlu menggunakan KTP, dengan memasukkan NIK dan nama lengkap sesuai KTP di laman DTKS Kemensos. Namun, terdapat syarat tertentu yang harus dipenuhi sebagai calon penerima BST, tidak hanya menunjukkan e-KTP.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan