(GFD-2021-8581) Keliru, Presiden Tanzania Meninggal karena Dibungkam Demi Agenda Kontrol Populasi Lewat Vaksinasi
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 12/04/2021
Berita
Video pendek yang berjudul "Kematian Janggal Presiden Tanzania" beredar di Instagram. Video ini beredar tak lama setelah Presiden Tanzania John Magufuli meninggal pada 17 Maret 2021. Menurut video itu, terdapat spekulasi bahwa Magufuli sebenarnya dibungkam untuk mensukseskan "The Great Reset", agenda World Economic Forum (WEF) untuk mengontrol populasi dunia melalui vaksinasi.
Berdurasi satu menit, video itu berisi gabungan foto dan video yang terkait dengan kematian Magufuli. Video itu memuat narasi sebagai berikut:
"Pada bulan Maret lalu, Presiden Tanzania John Magufuli dikabarkan meninggal dunia karena sakit jantung setelah hilang dari publik selama dua minggu lebih. Beliau adalah salah satu tokoh terkenal di Afrika karena skeptis virus corona dan menolak lockdown atau pun vaksinasi. John Magufuli kemudian digantikan oleh Samia Suluhu Hassan, sosok yang pernah menjabat sebagai wakil presiden di sana. Namun, keraguan baru pun muncul setelah diketahui bahwa Samia Suluhu adalah salah satu bagian member dari World Economic Forum (WEF). WEF merupakan organisasi non-profit yang terdiri dari para pemimpin elite yang gencar mempromosikan agenda 'The Great Reset'. Agenda ini memanfaatkan pandemi untuk melancarkan aksi mereka mengontrol populasi dunia, seperti mevaksin seluruh umat manusia sebelum tahun 2030. Berbagai spekulasi mengklaim, Mantan Presiden Tanzania itu dibungkam untuk menyukseskan agenda tersebut."
Akun ini membagikan video tersebut pada 6 April 2021. Hingga artikel ini dimuat, video itu telah ditonton lebih dari 171 ribu kali.
Gambar tangkapan layar unggahan di Instagram yang memuat klaim keliru terkait meninggalnya Presiden Tanzania John Magufuli.
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, 'The Great Reset' bukanlah agenda untuk mengontrol populasi dunia di tengah pandemi Covid-19 melalui vaksinasi. Kematian Presiden Tanzania John Magufuli pun disebut karena gagal jantung. Berikut ini fakta-fakta atas klaim dalam video di atas:
Klaim 1: Presiden Tanzania John Magufuli dibungkam untuk mensukseskan 'The Great Reset'
Fakta:
Kematian Magufuli diumumkan oleh wakil presidennya, Samia Suluhu Hassan, dan disiarkan di sejumlah televisi setempat. Suluhu menjelaskan bahwa Magufuli meninggal karena gagal jantung. Dikutip dari National Public Radio (NPR), Magufuli sudah tidak muncul di depan publik sejak akhir Februari 2021. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa dia sedang sakit.
Saingan politik utama Magufuli, Tundu Lissu, menduga presiden menderita Covid-19. Lissu berkata, "Ini adalah presiden yang menyangkal Covid-19, yang berusaha untuk menutupinya, yang dengan tegas menolak untuk mengambil tindakan apa pun untuk memerangi pandemi, yang telah mengacungkan hidungnya ke dunia, menolak kerjasama internasional atau regional untuk menangani Covid-19 dan sekarang dia terjangkit Covid-19. Itu adalah keadilan puitis bagi saya."
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Magufuli meninggal karena dibungkam untuk mensukseskan agenda "The Great Reset".
Sumber: NTV Kenya dan NPR
Klaim 2: "The Great Reset" adalah agenda World Economic Forum (WEF) untuk mengontrol populasi dunia melalui vaksinasi.
Fakta:
"The Great Reset" adalah inisiatif dari WEF yang telah dikonseptualisasikan oleh pendiri dan Ketua Eksekutif WEF, Klaus Schwab, dan telah berkembang selama beberapa tahun terakhir. Hal tersebut didasarkan pada penilaian bahwa perekonomian dunia sedang dalam kesulitan yang parah. Schwab berpendapat bahwa situasinya telah menjadi jauh lebih buruk karena banyak faktor, termasuk efek pandemi yang menghancurkan masyarakat global, revolusi teknologi, dan konsekuensi dari perubahan iklim.
Schwab menuntut bahwa "dunia harus bertindak bersama dan cepat untuk mengubah semua aspek masyarakat dan ekonomi kita, dari pendidikan hingga kontrak sosial dan kondisi kerja. Setiap negara, dari Amerika Serikat hingga Cina, harus berpartisipasi, dan setiap industri, dari minyak dan gas hingga teknologi, harus diubah. Singkatnya, kita membutuhkan 'Penyetelan Ulang Besar' kapitalisme."
Konsep ini kemudian berkembang menjadi teori konspirasi dan diklaim untuk mengontrol populasi dunia melalui vaksinasi. Vaksinasi sendiri bukan untuk mengontrol populasi manusia, tapi mencegah populasi terinfeksi Covid-19.
Sumber: situs resmi WEF, Indian Express, dan BBC
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa kematian Presiden Tanzania John Magufuli adalah bentuk pembungkaman untuk mensukseskan "The Great Reset", agenda WEF untuk mengontrol populasi dunia melalui vaksinasi, keliru. Pemerintah Tanzania telah mengumumkan bahwa Magufuli meninggal karena gagal jantung. "The Great Reset" pun merupakan agenda untuk memulihkan ekonomi dunia pasca pandemi, bukan untuk mengontrol populasi dunia melalui vaksinasi.
TIM CEK FAKTA TEMPO
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/tanzania
- https://www.instagram.com/p/CNUqFYJFMU0/?utm_source=ig_embed
- https://www.tempo.co/tag/pandemi-covid-19
- https://www.tempo.co/tag/covid-19
- https://www.youtube.com/watch?v=PMV4GiybKY4
- https://www.npr.org/2021/03/17/978336051/tanzania-president-john-magufuli-a-covid-19-skeptic-has-died
- https://www.tempo.co/tag/pandemi
- https://www.tempo.co/tag/vaksinasi
- https://www.weforum.org/great-reset/
- https://indianexpress.com/article/explained/what-is-the-great-reset-and-why-is-it-controversial-world-economic-forum-7160434/
- https://www.bbc.com/news/55017002
(GFD-2021-8580) Keliru, Klaim Anggota Brimob Maluku Ini Korban Vaksin AstraZeneca
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 09/04/2021
Berita
Foto seorang pria yang terbaring di atas kasur di sebuah ruang perawatan beredar di Facebook. Di sekeliling pria itu, terdapat beberapa orang dengan ekspresi sedih. Ada pula seorang pria yang tampak menangis. Pria yang terbaring di atas kasur itu diklaim sebagai anggota Brimob yang menjadi korban vaksin Covid-19 AstraZeneca.
Akun ini membagikan foto beserta klaim itu pada 7 April 2021. Akun tersebut menulis narasi sebagai berikut:
"Korban Vaksin Lagi. Tanggung Jawab @jokowiAlm VaKsin hari Minggu kemarin setelah vaksin Astrazaneca banyak anggota Brimob hilang kesadaran dan histeris di UGD. Perawatan oleh RS Bhayangkara. Suasana berlanjut hingga keesokan hari meski sdh ada yg pulang kerumah tapi keluhan sakit berbagai macam keluhan belum hilang. Termasuk alm yg kembali berobat ke RS Bhayangkara. Namun kejang2 dan sesak didada tdk pula sembuh hingga alm menghembuskan napas terakhir tadi pagi sekitar pkl 07.15 wit di RS Bhayangkara Polda Maluku. Innalillahi Wainna ilaihi rooji'uun.."
Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait penyebab meninggalnya salah satu anggota Brimob Polda Maluku.
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait di media. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa memang ada anggota Brimob Polda Maluku yang meninggal beberapa hari setelah menjalani vaksinasi Covid-19 dengan vaksin AstraZeneca. Dia merupakan Komandan Kompi 4 Batalion A Pelopor Brimob Polda Maluku, Inspektur Satu Laurens Tenine. Namun, penyebab kematiannya bukan vaksin, melainkan infeksi Covid-19.
Dilansir dari Merdeka.com, Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) Hindra Irawan Safari mengatakan Laurens meninggal bukan karena vaksin. Seperti diketahui, Laurens meninggal lima hari setelah disuntik vaksin Covid-19 AstraZeneca pada 30 Maret 2021. Namun, ia meninggal karena terinfeksi Covid-19.
"Almarhum meninggal bukan karena vaksin, tapi karena terinfeksi Covid-19," kata Hindra pada 5 April 2021. Menurut Hindra, Laurens sudah terpapar Covid-19 sebelum disuntik vaksin AstraZeneca. Hal ini diketahui berdasarkan hasil penelitian dan audit Komnas KIPI.
"Kalau tanggal terpaparnya saya tidak hafal. Tapi yang pasti almarhum terpapar sebelum 30 Maret (tanggal disuntik). Jadi, berdasarkan hasil audit Komnas KIPI, almarhum meninggal bukan gara-gara vaksin," ujarnya. Selain itu, berdasarkan audit, Komnas KIPI menyatakan Laurens tidak memiliki penyakit penyerta. "Tidak ada penyakit penyerta, sakitnya karena Covid-19," ujarnya.
Polri juga telah memastikan bahwa Laurens meninggal lantaran terjangkit Covid-19, bukan akibat penyuntikan vaksin Covid-19 AstraZeneca. "Dilakukan sampel pemeriksaan Covid-19 (RT-PCR) di Rumah Sakit Haulussy Ambon dengan hasil positif," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono pada 7 April 2021 seperti dilansir dari CNN Indonesia.
Argo menjelaskan bahwa perwira kepolisian itu meninggal ketika tiba di RS Bhayangkara, Ambon, Maluku, dengan keluhan tidak sadarkan diri. Kemudian, kata dia, dilakukan pemeriksaan menyeluruh oleh dokter. Namun, dokter tidak menemukan adanya respons napas dan nadi dari pasien.
Selanjutnya, dokter melakukan tindakan resusitasi jantung-paru selama satu siklus, namun dinyatakan tidak berhasil. "Pasien juga diperiksakan rekam jantung dengan alat EKG, didapatkan hasilno response. Untuk refleks pupil dan kornea, negatif, dan dinyatakan meninggal pukul 07.17 WIT," ujar Argo.
Dilansir dari Terasmaluku.com, Laurens memang sempat mengikuti vaksinasi Covid-19 dosis pertama di Lapangan Polda Maluku, Tantui, Ambon, pada 30 Maret 2021. Namun, Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar Rum Ohoirat menepis kabar bahwa yang bersangkutan meninggal akibat menjalani vaksin covid-19. Rum mengungkapkan almarhum sebelumnya merasakan sesak napas pada 3 April 2021 malam.
Pada 4 April 2021 pagi, Laurens pun dilarikan ke RS Bhayangkara untuk mendapatkan penanganan medis. "Ada yang bilang dia meninggal karena ikut vaksin itu tidak (tidak benar), Jadi, tadi malam sekitar jam 12, dia merasa sakit, sesak napas. Terus tadi pagi dibawa ke rumah sakit langsung sudah meninggal," kata Rum. Setelah dinyatakan meninggal, RS Bhayangkara kemudian melakukan Tes Cepat Molekuler (TCM). Hasilnya, almarhum positif Covid-19.
Dilansir dari Kompas.com, gejala meriang seperti yang dirasakan Laurens juga dialami oleh puluhan anggota Polda Maluku. Rum mengatakan bahwa mereka sama-sama disuntik vaksin AstraZeneca pada 30 Maret 2021 lalu. Saat itu, ada sekitar 1.500 anggota yang menjalani penyuntikan vaksin.
"Ada 20-an anggota kami yang alami meriang setelah vaksinasi massal itu, salah satunya Iptu LT. Jadi ada banyak, bukan LT sendiri," kata Rum pada 5 April 2021. Namun, menurut dia, gejala meriang termasuk hal yang wajar dalam KIPI. Kini, kondisi mereka sudah membaik dan bekerja seperti biasa.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa anggota Brimob Maluku, Leurens Tenine, adalah korban vaksin Covid-19 AstraZeneca, keliru. Laurens, yang merupakan Komandan Kompi 4 Batalion A Pelopor Brimob Polda Maluku ini, memang meninggal beberapa hari setelah menjalani vaksinasi dengan vaksin AstraZeneca. Namun, berdasarkan hasil audit Komnas KIPI, almarhum meninggal bukan akibat vaksin AstraZeneca, melainkan karena terinfeksi Covid-19 sebelum menjalani vaksinasi.
TIM CEK FAKTA TEMPO
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://web.facebook.com/denuha.denuha.39/posts/128266635932273?_rdc=1&_rdr
- https://www.merdeka.com/peristiwa/penjelasan-ketua-kipi-soal-brimob-di-maluku-meninggal-usai-vaksinasi-astrazeneca.html
- https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210407215438-12-627234/polri-pastikan-danki-brimob-maluku-wafat-bukan-karena-vaksin
- https://terasmaluku.com/danki-brimob-maluku-meninggal-positif-covid-19-almarhum-sempat-jalani-vaksin-tahap-pertama/
- https://regional.kompas.com/read/2021/04/06/051000778/tak-hanya-komandan-brimob-20-anggota-juga-rasakan-meriang-setelah-divaksin?page=all
(GFD-2021-8579) Keliru, Bill Gates Tolak Beri Vaksin ke Anak-anaknya
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 09/04/2021
Berita
Sebuah artikel berbahasa Inggris yang berisi klaim soal Bill Gates beredar di Facebook. Menurut artikel itu, bekas dokter pribadi Bill Gates menyebut bahwa pendiri perusahaan teknologi Microsoft tersebut menolak memberikan vaksin kepada anak-anaknya saat mereka masih kecil.
Artikel berjudul "Bill Gates former doctor say billionaire refused to vaccinate his children"itu dimuat di situs Defend Democracy Press, pada 2 Desember 2018. "The physician who served as Bill Gates private doctor in Seattle in the 1990's says the Microsoft Founder and vaccine proponent refused to vaccinate his own children when they were young."
Gambar tangkapan layar artikel di sebuah situs yang berisi klaim keliru soal pendiri Microsoft, Bill Gates.
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, situs Defend Democracy Press menyebut artikel berjudul" Bill Gates former doctor say billionaire refused to vaccinate his children" itu diambil dari situs Your News Wire, Yournewswire.com) yang telah berubah nama menjadi News Punch, Newspunch.com. Namun, artikel tersebut telah dicabut oleh redaksi News Punch.
Poynter, institut jurnalisme di Amerika Serikat, pernah menulis bahwa Your News Wire adalah salah satu penerbit berita palsu paling populer di dunia. Situs tersebut, yang dijalankan oleh dua pria di Los Angeles, AS, secara teratur mempublikasikan hoaks dan teori konspirasi.
Dikutip dari Reuters, editor News Punch mengkonfirmasi bahwa artikel tersebut telah dihapus ketika Your News Wire pindah ke News Punch pada 2018. "Standar editorial kami telah berubah secara signifikan sejak artikel tersebut diterbitkan, dan kami tidak lagi mendukung pernyataan yang dibuat dalam artikel tersebut," katanya.
Artikel yang berisi klaim bahwa Bill Gates menolak memberikan vaksin ke anak-anaknya itu pun sudah dibantah oleh sejumlah media. PolitiFact menulis bahwa Your News Wire tidak mengidentifikasi dokter pribadi Bill Gates tersebut. Tidak dijelaskan pula konteks dari klaim dokter itu bahwa informasi ini diungkap secara pribadi di "simposium medis di Seattle". Ia tidak menyebut apa nama simposium itu atau kapan simposium tersebut berlangsung.
Istri Gates, Melinda Gates, juga telah membantah klaim palsu ini ketika beredar pada April 2019. "Ketiga anak saya telah divaksinasi secara penuh," katanya dalam sebuah unggahan di Facebook, seperti dikutip dari Associated Press. "Vaksin bekerja. Dan ketika lebih sedikit orang yang memutuskan untuk mendapatkannya, kita semua menjadi lebih rentan terhadap penyakit."
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa pendiri Microsoft Bill Gates menolak memberikan vaksin kepada anak-anaknya, keliru. Istri Bill Gates, Melinda Gates, telah membantah klaim palsu itu pada 2019, dan menyatakan bahwa ketiga anak mereka telah divaksinasi secara penuh. Artikel yang berisi klaim tersebut juga telah dihapus di situs aslinya, Your News Wire, yang telah berubah nama menjadi News Punch.
TIM CEK FAKTA TEMPO
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://archive.is/eMYmI
- http://www.defenddemocracy.press/bill-gates-former-doctor-says-billionaire-refused-to-vaccinate-his-children/
- https://newspunch.com/bill-gates-doctor-vaccinate/
- https://www.poynter.org/fact-checking/2018/fact-checkers-have-debunked-this-fake-news-site-80-times-its-still-publishing-on-facebook/
- https://www.reuters.com/article/uk-factcheck-bill-gates-vaccinate-childr-idUSKBN22B26Z
- https://www.politifact.com/factchecks/2018/may/02/yournewswirecom/Website-falsely-claims-Bill-Gates-refused-to-vacci/
- https://apnews.com/article/8873480039
(GFD-2021-8578) Sesat, Klaim Rizieq Shihab Dapat Penghargaan di Malaysia saat Ditahan di Indonesia
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 08/04/2021
Berita
Gambar tangkapan layar video di YouTube yang berjudul "Penghargaan kepada IB HRS di Malaysia" beredar di Facebook. IB HRS merupakan sebutan bagi mantan pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab. Penghargaan itu disebut bernama Moeslim Choice Award.
Akun ini membagikan gambar itu pada 5 April 2021. Akun ini pun menulis, "Di Malaysia dapat penghargaan di tanah airnya dapat penghinaan...emas tetap emas, di Rohingya, jangan kan Muslim yang non muslim pun beliau bantu, HR5 ulama ku, semoga Allah selalu melindungi beliau."
Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim menyesatkan terkait penghargaan yang diterima oleh mantan pemimpin Front Pembela Islam, Rizieq Shihab.
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri gambar tangkapan layar tersebut denganreverse image tool Yandex dan Google. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa Rizieq Shihab memang mendapat penghargaan dalam Moeslim Choice Award 2018 untuk kategori Ulama Award. Namun, penghargaan itu diberikan di Jakarta, Indonesia, bukan di Malaysia.
Cuplikan yang identik dengan yang terlihat dalam gambar tangkapan layar itu terdapat dalam video yang diunggah ke YouTube oleh kanal ini pada 24 Desember 2020. Video itu berjudul "PENGHARGAAN KEPADA IB HRS DI MALAYSIA | Habib Rizieq Dapat Piala Ulama di Moeslim Choice Award". Namun, dalam keterangan video tersebut, dijelaskan bahwa penghargaan itu diberikan di di Hotel Pullman, Jakarta Pusat.
Video yang sama pernah diunggah ke YouTube oleh kanal MOESLIMCHOICE TV pada 16 Desember 2018 dengan judul “ULAMA AWARD: Habib Muhammad Rizieq Shihab”. Dalam keterangannya, Moeslim Choice menyatakan bahwa Rizieq merupakan simbol perlawanan umat terhadap kesewenang-wenangan. "Dengan segala macam kontroversinya, ia tetaplah seorang ulama kharismatik dengan Front Pembela Islam sebagai basis jamaahnya," demikian narasi yang ditulis Moeslim Choice.
Dikutip dari situs resmi Moeslim Choice, Rizieq Shihab diberi penghargaan Moeslim Choice Ulama Award lantaran dianggap sebagai representasi perjuangan Islam. Penghargaan ini diterima oleh Muhammad Hanif Alatas, menantu Rizieq, karena ia tengah berada di luar negeri. "Saya berdiri di sini mewakili Ayahanda, kebetulan beliau mertua saya," ujarnya.
Hal ini juga diberitakan oleh Suara.com. Rizieq Shihab meraih penghargaan dalam Moeslim Choice Award 2018 kategori Ulama Award. Saat nama Rizieq disebutkan oleh pemandu acara, pekik takbir terdengar di dalam ruangan dari para pengikutnya. "Allahu Akbar!" teriak para pengikut Rizieq.
Menantu Rizieq, Muhammad Hanif bin Abdurrahman Alatas, datang mewakili mertuanya yang masih bermukim di Mekah, Arab Saudi. Selain Rizieq, sejumlah penceramah terkemuka yang mendapat penghargaan untuk kategori Ulama Award adalah ustaz Adi Hidayat, ustaz Haikal Hasan, dan ustazah Munifah Syanwani.
Berdasarkan arsip berita Tempo, penyidik Polda Metro Jaya resmi menahan Rizieq Shihab pada 12 Desember 2020, seusai pemeriksaan selama lebih dari 12 jam. Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono mengatakan penahanan Rizieq dilakukan berdasarkan pertimbangan objektif dan subjektif penyidik.
Secara objektif, kata Argo, ancaman hukuman dari pasal yang disangkakan kepada Rizieq lebih dari 5 tahun. Sementara dari sisi objektif, lanjut dia, agar tersangka tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan tidak mengulangi perbuatannya.
Polda Metro Jaya telah menetapkan Rizieq sebagai tersangka terkait kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan dalam kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat, pada 14 November lalu. Polisi menjerat Rizieq dengan Pasal 160 dan Pasal 216 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hingga 6 tahun penjara.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa mantan pemimpin FPI Rizieq Shihab mendapat penghargaan di Malaysia saat ditahan di Indonesia, menyesatkan. Rizieq memang mendapatkan penghargaan dalam Moeslim Choice Award 2018 untuk kategori Ulama Award. Namun, acara penghargaan pada 12 Desember 2018 itu digelar di Jakarta, Indonesia, bukan di Malaysia. Penghargaan ini pun diberikan jauh sebelum Rizieq ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Polda Metro Jaya pada 2020.
TIM CEK FAKTA TEMPO
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/rizieq-shihab
- https://archive.vn/oK63w
- https://www.tempo.co/tag/malaysia
- https://www.youtube.com/watch?v=8M8MDowv-GQ
- https://www.youtube.com/watch?v=RN90Kyhi6rQ&list=PLH2bbOASErYevsny7UQLb1BOetkO3oGIt&index=15
- https://www.moeslimchoice.com/read/2018/12/13/16421/habib-rizieq-diganjar-penghargaan-moeslimchoice-ulama-award
- https://www.suara.com/news/2018/12/12/235258/habib-rizieq-dapat-piala-ulama-di-moeslim-choice-award-2018
- https://www.tempo.co/tag/arab-saudi
- https://metro.tempo.co/read/1413942/kasus-kerumunan-petamburan-polda-metro-jaya-resmi-menahan-rizieq-shihab/full&view=ok
- https://www.tempo.co/tag/polda-metro-jaya
- https://www.tempo.co/tag/fpi
Halaman: 4552/6114