• (GFD-2021-8595) Sesat, Pesan Berantai yang Klaim KH Hasyim Asyari Sengaja Dihilangkan dari Kamus Sejarah Indonesia

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 22/04/2021

    Berita


    Pesan berantai yang berjudul "Awas! Neo-Komunis Hendak Memotong Sejarah" beredar di Facebook. Pesan berantai ini berisi klaim bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di bawah pimpinan Menteri Nadiem Makarim sengaja menghilangkan profil pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Kiai Haji Hasyim Asyari, dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid I.
    "Tampaknya, Kemendikbud di bawah pimpinan Nadiem Makarim tak habis-habis menuai blunder. Kini membuat blunder kembali berupa penghilangan peran KH Hasyim Asyari dalam sejarah kemerdekan RI. Apakah faktor alpa/lalai, atau disengaja? Sesuai judul telaah ini, 'Awas! Neo-komunis hendak memotong sejarah!'," demikian narasi yang tertulis dalam pesan berantai itu.
    Akun ini membagikan pesan berantai tersebut pada 20 April 2021. Pesan berantai itu dilengkapi dengan foto KH Hasyim Asyari. Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan 294 reaksi dan 152 komentar serta dibagikan lebih dari 200 kali.
    Gambar tangkapan layar pesan berantai yang beredar di Facebook yang berisi klaim sesat terkait tidak adanya profil pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Kiai Haji Hasyim Asyari, dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid I.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait di media-media kredibel. Hasilnya, ditemukan penjelasan dari Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid bahwa narasi yang menyebut kementeriannya sengaja menghilangkan profil KH Hasyim Asyari dari Kamus Sejarah Indonesia Jilid I tidak benar.
    Berdasarkan arsip berita Tempo, Hilmar mengakui adanya kealpaan tim teknis yang menyebabkan hilangnya jejak KH Hasyim Asyari dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid I. "Saya mengakui ada kesalahan. Tapi ya karena kealpaan, bukan kesengajaan. Itu poin yang mau saya tekankan," kata Hilmar dalam konferensi pers daring pada 20 April 2021.
    Menurut Hilmar, kamus tersebut sebenarnya tidak pernah diterbitkan secara resmi. "Dokumen tidak resmi yang sengaja diedarkan di masyarakat oleh kalangan tertentu merupakansoftcopynaskah yang masih perlu penyempurnaan. Naskah tersebut tidak pernah kami cetak dan edarkan kepada masyarakat," ujar Hilmar.
    Kamus Sejarah Indonesia Jilid I pun, kata Hilmar, disusun pada 2017, sebelum posisi Mendikbud dijabat oleh Nadiem Makarim. "Selama periode kepemimpinan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim, kegiatan penyempurnaan belum dilakukan dan belum ada rencana penerbitan naskah tersebut," tuturnya.
    Secara teknis, menurut Hilmar, penyusunan Kamus Sejarah Indonesia Jilid I pada 2017 belum rampung, karena begitu panjangnya perjalanan sejarah Indonesia sejak 1900. "Karena, pada saat itu, tahun anggaran sudah berakhir. Sebagai pertanggungjawaban, kami tetap melaporkan draf naskah yang belum selesai tersebut dalam format PDF," katanya.
    Dilansir dari CNN Indonesia, Hilmar Farid menyebut bahwa naskah kamus yang belum rampung itu memang telah masuk ke proses tata letak atau desain, hingga terbit dalam bentuk PDF dan cetak. Namun, Kamus Sejarah Indonesia Jilid I ini hanya dicetak terbatas sebanyak 20 eksemplar.
    Pada 2019, kata Hilmar, kamus tersebut kemudian diminta oleh Direktorat Sejarah untuk diunggah di situs Rumah Belajar Kemendikbud. Dia pun menyatakan telah menyelidiki kekeliruan dalam kamus itu ke staf yang terlibat langsung dalam penyusunan. "Naskah yang sebenarnya belum siap ikut masuk dalam proses penyertaan pemuatan buku tersebut di website," ujarnya.
    Hilmar membantah Kemendikbud ingin menghapus KH Hasyim Asyari dari pendidikan sejarah. Buktinya, kata dia, sejarah KH Hasyim Asyari masih ada dalam entri atau beberapa bagian kamus. Bahkan, di tahun kamus itu terbit, Kemendikbud juga menerbitkan buku tentang riwayat KH Hasyim Asyari yang diulas dan ditulis oleh sejumlah intelektual NU.
    Dia menyampaikan permintaan maafnya atas kekeliruan tersebut. Hilmar mengatakan telah menarik kamus tersebut dari peredaran, termasuk yang diunggah di situs resmi Rumah Belajar Kemendikbud. "Dan saya juga minta tadi untuk menurunkan semua buku terkait sejarah modern sampai adareview," kata Hilmar.
    Ia pun menyatakan akan membentuk tim pengkoreksi untuk menyempurnakan Kamus Sejarah Indonesia Jilid I tersebut. "Tim pengkoreksi akan dibentuk dengan melibatkan organisasi yang turut membangun negara ini, termasuk dengan NU," kata Hilmar dalam keterangan resminya pada 20 April 2021.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, pesan berantai berjudul "Awas! Neo-Komunis Hendak Memotong Sejarah" yang mengklaim bahwa Kemendikbud di bawah pimpinan Nadiem Makarim sengaja menghilangkan profil KH Hasyim Asyari dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid I, menyesatkan. Kemendikbud telah menyatakan bahwa tidak adanya jejak KH Hasyim Asyari dalam kamus itu karena kealpaan, bukan kesengajaan. Kamus tersebut pun disusun pada 2017, sebelum Nadiem menjabat sebagai Mendikbud.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8594) Keliru, Klaim Ini Foto Biden Berlutut di Depan Anak George Floyd

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/04/2021

    Berita


    Foto yang memperlihatkan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden tengah berlutut di hadapan seorang bocah laki-laki beredar di media sosial. Foto ini diklaim sebagai foto ketika Biden berlutut di depan anak George Floyd, pria kulit hitam asal Minneapolis, AS, yang tewas pada Mei 2020 akibat kehabisan oksigen karena lehernya ditindih oleh polisi ketika ditangkap karena dugaan menggunakan uang palsu.
    Foto itu dilengkapi dengan teks sebagai berikut: "We are sorry - US Government awards George Floyd's family $ 27 million dollars for his untimely death caused by the police officers an incidence that caused World-wide demonstrations. President Joe Biden had to kneel down in front of George Floyd's son to ask for forgiveness."
    Di Facebook, foto tersebut dibagikan oleh akun ini pada 14 April 2021. Akun itu pun menulis narasi serupa sebagai berikut: "Pemimpin hebat dunia , Presiden USA Joe Biden berlutut, memohon maaf didepan anak lelaki George Floyd diatas kesilapan pihak Polis terhadap kematian Bapanya. 'Ular menyusur akar, tidak akan hilang bisanya'."
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait foto Presiden Amerika Serikat Joe Biden yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri jejak digital foto tersebut dengan reverse image tool Source, Google, dan Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa foto tersebut diambil oleh fotografer kantor berita Associated Press (AP) saat Joe Biden berbelanja untuk cucunya di sebuah toko di Detroit, Michigan. Bocah dalam foto tersebut adalah anak si pemilik toko, bukan anak George Floyd.
    Foto itu pernah dimuat situs berita Local12.com dalam artikelnya pada 17 April 2021. Menurut artikel ini, yang mengutip AP, foto tersebut diambil pada 9 September 2020. Ketika itu, Joe Biden yang masih berstatus sebagai calon Presiden AS dari Partai Demokrat, sedang berbincang dengan pemilik toko Three Thirteen, Clement Brown dan anaknya, CJ Brown. Biden mengunjungi toko itu untuk berbelanja bagi cucu-cucunya.
    Tempo kemudian menelusuri foto tersebut di situs stok foto milik AP, AP Images. Foto itu merupakan foto karya Patrick Semansky yang diambil pada 9 September 2020 di Detroit, Michigan. Foto ini diberi keterangan sebagai berikut:
    "Calon presiden dari Partai Demokrat sekaligus mantan wakil presiden Joe Biden mengunjungi CJ Brown (kanan) dan Clement Brown, putra dan ayah dari pemilik Three Thirteen, ketika Biden datang untuk berbelanja bagi cucu-cucunya di toko yang terletak di Detroit tersebut, Rabu, 9 September 2020. Biden mengunjungi Michigan untuk acara-acara kampanye."
    Foto yang identik yang diambil dari sudut berbeda juga diabadikan oleh fotografer bernama Chip Somodevilla. Foto ini bisa ditemukan di situs stok foto Getty Images. Di Getty Images, foto tersebut diberi keterangan sebagai berikut:
    "Mengenakan masker untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh virus Corona, calon presiden dari Partai Demokrat Joe Biden berlutut untuk mengobrol dengan CJ Brown saat berbelanja di Three Thirteen, sebuah toko pakaian di Avenue of Fashion, 9 September 2020, di Detroit, Michigan. Biden berkampanye di Michigan, negara bagian yang dimenangkan oleh Presiden Donald Trump pada 2016 dengan selisih kurang dari 11 ribu suara, margin kemenangan terkecil dalam sejarah pemilihan presiden negara bagian."
    Di akun Instagram pribadinya pun, Joe Biden pernah mengunggah foto yang identik yang diambil dari sudut berbeda. Foto itu dibagikan pada 15 September 2020. Foto-foto lain yang diambil dari momen yang sama juga pernah diunggah oleh Karen Travers, koresponden ABC di Gedung Putih, di akun Twitter  miliknya pada 10 September 2020.
    Keluarga Floyd terima US$ 27 juta dari Minneapolis
    Dilansir dari kantor berita Reuters, pada 12 Maret 2021, Kota Minneapolis setuju membayar US$ 27 juta untuk menyelesaikan gugatan yang dilayangkan oleh keluarga George Floyd atas kematiannya ketika berada di bawah penahanan polisi. Pria kulit hitam berusia 46 tahun itu meninggal pada Mei 2020 usai Derek Chauvin, seorang polisi berkulit putih asal Minneapolis, berlutut di lehernya selama hampir 9 menit.
    Benjamin Crump, pengacara keluarga Floyd, mengatakan bahwa persetujuan oleh  Kota Minneapolis tersebut merupakan penyelesaian pra-sidang terbesar dari gugatan "wrongful death" dalam sejarah AS. Menurut Cramp, hal ini menandakan bahwa kematian orang kulit hitam di tangan polisi tidak akan lagi dianggap sepele atau tidak penting. Keluarga Floyd juga menyatakan "puas karena bagian dari perjalanan tragis kami menuju keadilan untuk George diselesaikan".

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto tersebut adalah foto saat Presiden AS Joe Biden berlutut di depan anak George Floyd, keliru. Foto itu adalah foto ketika Biden berbincang dengan seorang bocah laki-laki yang merupakan anak dari pemilik toko yang dikunjunginya di Detroit, Michigan. Foto ini diambil pada September 2020. Ketika itu, Biden yang masih berstatus sebagai calon Presiden AS ini mampir ke toko pakaian bernama Three Thirteen di tengah kampanyenya di Michigan. Pemilik toko itu bernama Clement Brown, sementara anaknya bernama CJ Brown.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8593) Keliru, Pejabat Denmark Meninggal karena Diracun saat Umumkan Larangan Vaksin AstraZeneca

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 20/04/2021

    Berita


    Klaim bahwa pejabat pemerintah Denmark meninggal karena diracun saat mengumumkan larangan penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca beredar di Facebook. Klaim itu terdapat dalam video berdurasi 15 detik yang menunjukkan momen saat seorang perempuan terjatuh di hadapan peserta sebuah forum.
    Video itu memuat teks yang berbunyi: "Denmark melarang vaksin AstraZeneca dan selama pengumuman berlangsung salah satu pejabat pemerintah pingsan dan meninggal." Akun ini membagikan video itu pada 16 April 2021 dengan narasi sebagai berikut:
    "Ini risikonya kalau berani melawanndoroglobe. Kemarin presiden Tanzaniaygsempat 1 minggu menghilang dan dinyatakan meninggal akibat serangan jantung. Sekarang salah satu pejabat pemerintah Denmark meregang nyawa saat mengumumkan pelaranganvaxastrazeneca. Mungkin di racun."
    Video yang diunggah di Facebook yang memperlihatkan jatuhnya seorang pejabat Denmark saat mengumumkan penghentian penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca. Video ini disebarkan dengan klaim keliru, bahwa pejabat tersebut meninggal karena diracun.

    Hasil Cek Fakta


    Hasil verifikasi Tim CekFakta Tempo menemukan bahwa perempuan yang terjatuh dalam video tersebut adalah Kepala Badan Obat-obatan Denmark, Tanja Erichsen. Namun, ketika itu, Erichsen hanya pingsan, tidak meninggal karena diracun. Kondisinya pun telah membaik setelah menjalani perawatan.
    Video tumbangnya Erichsen ini pernah dipublikasikan oleh sejumlah media. Media Inggris, The Sun, memuat video itu dalam artikelnya yang berjudul "Dramatic moment Danish vaccine chief FAINTS during a Covid conference announcing the permanent ban of AstraZeneca jab" pada 15 April 2021.
    Erichsen pingsan dalam sebuah konferensi pers yang mengumumkan larangan permanen Denmark terhadap vaksin Covid-19 AstraZeneca. Namun, menurut The Sun, pemerintah Denmark mengumumkan bahwa Erichsen sudah sadar dan telah dilarikan ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut.
    Klaim-klaim palsu terkait pingsannya Tanja Erichsen itu tidak hanya beredar di Indonesia, tapi juga di Eropa. Di sana, menyebar klaim yang menyebut bahwa dia pingsan setelah menerima vaksin Astrazeneca.
    Dilansir dari Associated Press, Direktur Jenderal Otoritas Kesehatan Denmark Soren Brostrom mengatakan bahwa Erichsen baik-baik saja. Brostrom menjelaskan bahwa Erichsen pingsan karena terlalu banyak bekerja dan berdiri terlalu lama. Juru bicara Badan Obat-obatan Denmark Kim Voigt Ostrom juga mengatakan bahwa Erichsen belum menerima vaksin Covid-19.
    Lewat akun pribadinya di Twitter, pada 19 April 2021, Tanja Erichsen pun menyatakan bahwa pemulihannya berjalan dengan baik.
    "Terima kasih banyak atas perhatian dan salam Anda. Ini adalah pukulan keras yang harus saya terima, tapi untungnya saya dalam pemulihan yang baik sekarang. Ini sangat berarti bagi saya, dengan dukungan besar yang saya terima, baik di sini di Twitter maupun di platform lain. Terima kasih banyak," kata Erichsen dalam bahasa Denmark.
    Dikutip dari BBC, pemerintah Denmark menjadi negara pertama yang melarang sepenuhnya penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca pada 15 April 2021. Upaya ini diambil menyusul terbitnya hasil penelitian Otoritas Kesehatan Denmark, yang menunjukkan frekuensi pembekuan darah yang lebih tinggi dari yang diharapkan, dengan perbandingan sekitar satu dari 40 ribu orang.
    Sebelumnya, terjadi dua kasus trombosis di Denmark yang dikaitkan dengan vaksin Covid-19  AstraZeneca. Satu kasus di antaranya terjadi pada seorang wanita berusia 60 tahun dan berakibat fatal. Direktur Jenderal Otoritas Kesehatan Denmark Soren Brostrom mengatakan bahwa ini adalah keputusan yang sulit, tapi Denmark memiliki vaksin lain dan pandemi di sana saat ini terkendali.
    Meskipun begitu, dia mengatakan bahwa tidak tertutup kemungkinan vaksin AstraZeneca akan digunakan di masa mendatang. Selain Denmark, beberapa negara di Eropa sempat menangguhkan vaksin itu. Saat ini, sebagian besar di antaranya telah melanjutkan penggunaan vaksin AstraZeneca, meski dengan batasan tertentu bagi kelompok usia yang lebih tua.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa seorang pejabat pemerintah Denmark, Tanja Erichsen, meninggal karena diracun saat mengumumkan larangan penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca, keliru. Dalam video yang digunakan untuk menyebarkan klaim itu, Erichsen yang merupakan Kepala Badan Obat-obatan Denmark hanya pingsan karena kelelahan, bukan meninggal karena diracun. Kini, Erichsen telah pulih, seperti yang ia nyatakan dalam cuitannya di Twitter.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8592) Keliru, Klaim Bill Gates Tak Pernah Pakai Masker

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 20/04/2021

    Berita


    Klaim yang menyebut bahwa pendiri raksasa teknologi Microsoft, Bill Gates, tidak pernah mengenakan masker beredar di Instagram baru-baru ini. Klaim itu terdapat dalam sebuah poster berwarna putih-hitam yang dilengkapi dengan foto Gates.
    Narasi dalam poster itu berbunyi: "Mengapa Bill Gates tidak pernah mengenakan masker? Inilah fakta yang patut dicek..... Apakah Bill Gates pernah memakai masker ? Jika ya, di mana buktinya? Dan jika tidak, mengapa dia memberi tahu semua orang di dunia bahwa mereka harus memakainya sampai vaksin yang dia investasikan banyak itu tersedia?"
    Akun ini membagikan poster tersebut pada 16 April 2021. Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah disukai lebih dari 900 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Instagram yang berisi klaim keliru terkait pendiri perusahaan teknologi Microsoft, Bill Gates.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula melakukan pencarian foto Bill Gates yang memakai masker dengan memasukkan kata kunci “Bill Gates wears mask” di mesin pencari Google. Hasilnya, ditemukan foto Gates yang sedang mengenakan masker yang telah beredar di internet sejak Januari 2021.
    Pada 23 Januari 2021, di akun Instagram terverifikasi miliknya, @thisisbillgates, Gates pernah mengunggah foto dirinya yang mengenakan masker saat menerima suntikan vaksin Covid-19. Foto tersebut diberi keterangan sebagai berikut:
    "One of the benefits of being 65 is that I’m eligible for the Covid-19 vaccine. I got my first dose this week, and I feel great. Thank you to all of the scientists, trial participants, regulators, and frontline healthcare workers who got us to this point."
    Foto itu juga diunggah oleh Gates di akun Twitter terverifikasi miliknya, @BillGates, pada tanggal yang sama. Keterangan yang dicantumkan pun sama.
    Gambar tangkapan layar unggahan Bill Gates di Instagram pada 23 Januari 2021 yang berisi foto dirinya ketika menerima vaksin Covid-19.
    Hal ini diberitakan oleh Tempo pada 23 Januari 2021. Pendiri Microsoft, Bill Gates, mengumumkan telah menerima vaksin Covid-19 dosis pertama pada pekan ini. Dalam cuitannya di Twitter, Gates mengunggah foto ketika menjalani vaksinasi pada 23 Januari waktu Indonesia. Gates memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksin di usianya yang ke-65.
    "Salah satu keuntungan di usia 65 tahun adalah saya diizinkan untuk menerima vaksin Covid-19. Saya telah mendapatkan dosis pertama minggu ini dan saya merasa baik," kata Gates dalam cuitannya itu.
    Gates pun mengucapkan terima kasih untuk semua ilmuwan, partisipan dalam uji coba, regulator, serta tenaga kesehatan di garis depan yang terlibat dalam vaksinasi Covid-19. Meski begitu, Gates tidak merinci vaksin apa yang ia terima. Adapun vaksin Covid-19 yang telah disetujui penggunaannya di Amerika Serikat adalah vaksin buatan Pfizer dan Moderna.
    Tempo juga menemukan pemberitaan di India Times yang berisi wawancara dengan Bill Gates terkait jenis masker yang ia kenakan. Dalam sebuah wawancara dengan Wired, Gates mengatakan bahwa dia menggunakan "masker normal yang cukup jelek".
    Gates juga mengatakan bahwa ia mengganti maskernya setiap hari, dan masker yang ia pakai setiap hari tersebut adalah "masker bedah" biasa. "Mungkin saya harus menemukan desainer masker atau sesuatu yang kreatif," ujar Gates.
    Pada Mei 2020, sempat beredar klaim bahwa Bill Gates mengabaikan protokol kesehatan. Saat itu, beredar foto yang memperlihatkan Gates tengah berjalan dengan penasihat Covid-19 Gedung Putih, Anthony Fauci. Foto tersebut diedarkan dengan narasi bahwa Gates dan Fauci melanggar aturan jarak sosial.
    Menurut hasil pemeriksaan fakta India Today, klaim itu menyesatkan. Faktanya, foto tersebut diambil pada Desember 2018 dan tidak ada hubungannya dengan pandemi Covid-19. Foto yang beredar itu merupakan potongan dari foto yang pernah dimuat oleh situs resmi Institut Kesehatan Nasional (NIH) AS.
    Menurut keterangan NIH, foto itu diambil pada 11 Desember 2018, ketika Gates mengunjungi NIH di Bethesda, Maryland, untuk lokakarya. Foto ini juga pernah diunggah ke Flicker oleh akun NIH dengan keterangan: "NIH bekerja sama dengan Bill & Melinda Gates Foundation untuk mengadakan lokakarya konsultatif tahunan kelima mereka tentang kesehatan global. Lokakarya tersebut berlangsung pada 11 Desember 2018, di Bethesda, Maryland."
    Dalam foto tersebut, tidak hanya terlihat Gates dan Fauci, yang merupakan Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular NIH, tapi juga Francis Collins, Direktur NIH.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa pendiri Microsoft, Bill Gates, tidak pernah memakai masker, keliru. Salah satu foto Gates yang mengenakan masker telah beredar di internet sejak Januari 2021, saat ia menerima dosis pertama vaksin Covid-19. Sebelumnya, pernah beredar foto Gates bersama Anthony Fauci, penasihat Covid-19 Gedung Putih, yang dilengkapi dengan narasi bahwa keduanya melanggar protokol kesehatan. Namun, foto itu sebenarnya diambil pada 11 Desember 2018, jauh sebelum munculnya pandemi Covid-19.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan