• (GFD-2021-8747) Tidak Terbukti, Pemerintah Turki Memesan 5,2 juta Vaksin Nusantara

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 01/09/2021

    Berita


    Beberapa warga mengunggah informasi yang mengklaim bahwa pemerintah Turki memesan 5,2 juta vaksin Nusantara. 
    Informasi tersebut beredar di Facebook dalam sepekan terakhir disertai memuat tangkapan layar sejumlah artikel. Tangkapan layar dari situs Eramuslim misalnya, memuat judul artikel Dipersulit di Indonesia, Turki Malah Pesan 5,2 juta Vaksin Nusantara Gagasan dr. Terawan.  
    Kemudian situs Gelora, pada 23 Agustus memuat judul Luar Biasa! Turki Pesan 5,2 juta Vaksin Nusantara Gagasan dr Terawan. Dalam artikel ini juga disebut bahwa Organisasi kesehatan dunia atau WHO, telah mengakui Vaksin Nusantara.
    Tangkapan layar unggahan dengan klaim Turki beli 5,2 juta vaksin Nusantara

    Hasil Cek Fakta


    Hasil dari verifikasi Tempo menunjukkan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pemerintah Turki memesan 5,2 juta vaksin Nusantara. Tempo tidak menemukan pernyataan dari otoritas Turki di media, termasuk di kantor berita Turki Anadolu Agency, yang mengkonfirmasi klaim itu. 
    Sejauh ini tidak ada nama vaksin Nusantara dalam daftar penggunaan vaksin Covid-19 di Turki. Dikutip dari situs Covid19 Vaccine Tracker, per 30 Agustus 2021, pemerintah Turki baru memberikan izin penggunaan tiga vaksin yakni vaksin Pfizer/Biontech, Sputnik V dan Sinovac. Selain itu ada 5 vaksin lokal yang saat ini masih dikembangkan oleh berbagai institusi di Turki. 
    Daftar penggunaan vaksin Covid-19 di Turki. Sumber: Turkey-Covid19 vaccine tracker.
    Selain itu, Duta Besar Indonesia di Ankara, Turki, membantah informasi tersebut. Dikutip dari Detik, Duta Besar RI di Ankara, Turki, Lalu Muhammad Iqbal tidak ada rencana otoritas Turki untuk membeli vaksin Nusantara dari Indonesia. 
    "Hasil klarifikasi saya kepada otoritas berwenang di Turki dapat dipastikan tidak pernah ada pemikiran, rencana maupun pembicaraan pemerintah Turki untuk membeli vaksin Nusantara di Indonesia," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Senin, 30 Agustus 2021.
    Selain itu, Lalu memastikan tidak ada rencana uji klinis tahap 3 vaksin Nusantara di Turki. Salah satu alasannya karena Turki sudah mengembangkan vaksin COVID-19 buatan sendiri.
    Tidak bisa dikomersilkan
    Pada 19 April lalu,  Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM ) Penny K Lukito menandatangani Nota Kesepahaman terkait penelitian sel dendritik untuk penanganan Covid-19,  di Mabes TNI AD, Jakarta Pusat.
    Pertemuan itu membuahkan beberapa kesepakatan. Antara lain uji klinis vaksin Nusantara disepakati disetop, setelah BPOM menyatakan vaksin Nusantara tidak lulus uji klinis pertama. 
    Tapi penelitian sel dendritik tetap bisa dilaksanakan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta, sebagai riset berbasis pelayanan. Terapi itu juga tak boleh diperdagangkan dan tak butuh izin edar
    "Penelitian berbasis pelayanan menggunakan sel dendritik bersifat autologus yang hanya dapat dipergunakan untuk diri pasien sendiri sehingga tidak dapat dikomersilkan dan tidak diperlukan persetujuan izin edar," tulis dalam MoU.
    Namun epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunus Miko Wahyono, menilai pengembangan vaksin Nusantara ataupun penelitian sel dendritik berbasis pelayanan pasien tidak bisa disebut vaksin. Sebab, obat yang diproduksi itu mengambil sel darah muda, lalu dikenalkan dengan antigen virus. Setelah itu, disuntikkan kembali ke dalam tubuh.

    Kesimpulan


    Dari verifikasi tersebut, klaim bahwa pemerintah Turki memesan 5,2 juta vaksin Nusantara tidak terbukti. Sebab tidak ada bukti-bukti yang mendukung kebenaran atas klaim itu. Selain alasan tersebut, penelitian sel dendritik untuk Covid-19 (vaksin Nusantara) tidak boleh dikomersilkan karena bersifat autologus yang hanya dapat dipergunakan untuk diri pasien sendiri.
    Tim Cek Fakta Tempo

    Rujukan

  • (GFD-2021-8746) Keliru, Warga Sipil Afghanistan Dibantai Secara Keji Karena Tidak Mendukung Pemerintahan Taliban

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 31/08/2021

    Berita


    Sebuah video yang memperlihatkan sejumlah pria dengan penutup wajah menodongkan senjata dan menembak beberapa warga sipil beredar di media sosial. Video tersebut dibagikan dengan narasi bahwa warga sipil di Afghanistan yang tidak mendukung pemerintahan Taliban dibantai secara keji.
    Di Facebook, video tersebut dibagikan akun ini pada 20 Agustus 2021. Berikut narasi lengkapnya:
    “Warga sipil yang tidak mendukung Taliban, di bantai secara keji. dalam video merekam sebuah kejadian dimana warga sipil yg ingin meninggalkan Afghanistan di Cegat dan di eksekusi.. bahkan kejadian itu di pertontonkan di depan umum agar warga sipil lainnya takut dan tunduk kepada Taliban..apakah ini yg dinamakan Jihad atas nama Allah..Hanya karena berbeda paham yang notabene kalian masih 1 Agama 1 kepercayaan masih kalian Bunuh kalian bantai. Islam tidak mengajarkan seperti itu. Inilah Iblis sesungguhnya, manusia seperti inilah yg merusak nama Islam. Saya yakin Islam Adalah Agama yg Baik tapi tidak Untuk manusia² yang pola pikirnya sempit seperti ini...tingkah laku dan kelakuan kalian sama seperti Yakjudmakjud penyembah Dajjal…!!!.”
    Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah disaksikan sebanyak 162 kali dan mendapat 3 komentar.
    Apa benar ini video warga sipil Aganistan dibantai secara keji karena tidak mendukung pemerintahan Taliban?
    Tangkapan layar unggahan video yang diklaim sebagai momen pembantaian warga sipil yang tak mendukung Taliban.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim Cek Fakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut dengan menggunakan tool InVid. Selanjutnya gambar-gambar ditelusuri jejak digitalnya dengan menggunakan reverse image Google dan Yandex.
    Hasilnya, video tersebut merupakan aksi teatrikal yang dilakukan puluhan aktivis di Kabul pada September 2019 untuk memprotes tindakan Taliban atas penculikan dan pembunuhan terhadap etnis Hazara di Jalres, Afghanistan.
    Video yang identik pernah diunggah ke Youtube oleh kanal Afghan International pada 25 September 2019 dengan judul yang dutulis dalam bahasa Persia yang berarti, “Bagaimana Taliban memblokir penumpang di Jalrez? Internasional Afganistan.”
    Selain kualitas videonya lebih baik, logo yang terdapat pada pojok kiri atas video juga identik. Pada logo tersebut terdapat tulisan: AFGHAN.
    “Bagaimana kelompok Taliban menutup penumpang di Jalriz! Sebuah alegori seniman dipukuli oleh Taliban di Jalrez,” bunyi keterangan video tersebut.
    Sebuah foto yang identik dengan aksi tersebut juga pernah dimuat situs berita berbahasa Persia, etilaatroz.com pada 2019. Foto tersebut diberi keterangan: “Gerakan simbolis sejumlah aktivis sipil di Kabul sehubungan dengan pembunuhan penumpang sipil di Jalrez.”
    Menurut etilaatroz.com, pada hari Senin (16 September), puluhan aktivis masyarakat sipil dari daerah pusat dan penduduk Kabul dalam gerakan simbolis melambangkan penyanderaan dan pembunuhan Hazara di Jalrez. Mereka menyerukan diakhirinya pembunuhan di Jalriz dan untuk keamanan jalan raya Kabul-Provinsi Tengah.
    Dilansir dari situs cek fakta Boomlive.in, pemimpin redaksi Etilaatroz, Zaki Daryabi, dalam percakapan di Twitter mengkonfirmasi bahwa video itu adalah bagian dari teater.
    Daryabi berkata, "Video itu adalah sebuah teater di Kabul. Mereka hanya menunjukkan apa yang terjadi dengan Hazara di distrik Jalrez di Maidan Wardak."
    Menurut cerita di Etilaatroz, penumpang yang bepergian ke dan dari Jalrez yang secara rutin menggunakan jalan raya Kabul-Markazi telah diserang oleh Taliban disertai dengan beberapa pembunuhan dan penculikan.
    "Distrik Jalrez di provinsi Maidan Wardak di jalan raya Kabul-Markazi dikenal sebagai "Jalan Kematian".
    Taliban telah merenggut sekitar 108 nyawa di distrik Jalrez tengah, 60 km dari ibu kota, sejak 2012, ketika jalan itu menjadi tidak aman. Sebagian besar korban adalah warga sipil yang ditembak atau dipenggal oleh Taliban di Jalrez saat bepergian di rute tersebut.
    Puluhan lainnya disandera dan dilecehkan selama tahun-tahun ini," lapor outlet berita. Laporan itu lebih lanjut mengatakan bahwa pada 1 September, "Taliban menyerang puluhan keluarga, menyerang daerah Pitab dan Sarcheshmeh, yang dihuni oleh Hazara, dan mencoba membawa perang dan ketidakamanan ke daerah-daerah ini."
    Hazara yang merupakan populasi utama di daerah Jalrez adalah etnis minoritas di Afghanistan dan mulsim Syiah, yang telah diserang dan dianiaya oleh Taliban dan negara Islam karena etnis dan keyakinan agama mereka.
    Konflik yang meningkat di Afghanistan baru-baru ini juga telah menyebabkan berbagai informasi yang salah beredar di media sosial dengan banyak yang berbagi cerita satir tentang Taliban yang mengenakan topeng sebelum mengambil alih negara itu. Gambar lama beredar dan dihubungkan dengan kejadian baru-baru ini di negara tersebut.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan akta Tempo, video dengan klaim bahwa warga sipil Afghanistan dibantai secara keji karena tidak mendukung pemerintahan Taliban, keliru. Video tersebut merupakan aksi teatrikal yang dilakukan puluhan aktivis di Kabul pada September 2019 untuk memprotes tindakan Taliban atas penculikan dan pembunuhan terhadap etnis Hazara di Jalres, Afghanistan.
    TIM CEK FAKTA TEMPO

    Rujukan

  • (GFD-2021-8745) Keliru, KPK Geledah Rumah SBY dan Temukan Uang Rp 177 Triliun

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 30/08/2021

    Berita


    Sebuah video yang memperlihatkan cuplikan pidato Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) beredar di media sosial. Video tersebut dibagikan dengan narasi bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelada rumah SBY dan menemukan uang Rp 177 Triliun.
    Di Facebook, video tersebut dibagikan akun ini pada 27 Agustus 2021. Akun ini pun menuliskan narasi, "KPK gerak Cepat Geledah Rumah SBY !! Akhirnya KPK Temukan Uang 177 Triliun.”
    Hingga artikel ini dimuat video tersebut telah mendapt lebih dari 2.700 komentar dan dibagikan lebih dari 600 ribu komentar.
    Apa benar KPK geledah rumah SBY dan temukan uang Rp 177 Triliun?
    Tangkapan layar unggahan video klaim KPK Geledah Rumah SBY dan Temukan Uang Rp 177 Triliun

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut dengan menggunakan tool InVid. Selanjutnya gambar hasil fragmentasi ditelusuri jejak digitalnya dengan menggunakan reverse image Google dan Yandex.
    Hasilnya, video berdurasi 22 menit 47 detik di atas sama sekali tidak memperlihatkan petugas KPK yang menggeledah rumah SBY dan menemukan uang senilai Rp 177 Triliun.
    Video tersebut diawali dengan menampilkan cupilkan berita dari Metro TV yang diunggah oleh kanal Youtube metrotvnews pada 14 September 2018 dengan judul, “Demokrat Berang SBY Dituding Jadi Dalang Kasus Century.” Video ini juga memuat pernyataan Wakil Ketua umum Partai Demokrat, Syarief Hasan.
    Pemberitaan dalam video tersebut terkait Media asing Asia Sentinel saat menerbitkan artikel yang menuding Presiden keenam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai dalang utama kasus Century. Artikel media asing yang berbasis di Hong Kong ini pun mendapatkan sanggahan keras dari Partai Demokrat.
    Cuplikan video selanjutnya menampilkan pernyataan SBY yang pernah diunggah ke Youtube oleh kanal CNN Indonesia pada 18 September 2018 dengan judul, “SBY Singgung Pemberitaan Asia Sentinel.”
    Menurut CNN Indonesia, Masih terkait artikel di Asia Sentinel. Senin malam lalu, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, menyinggung soal pihak asing yang mengarang cerita yang tidak mengandung kebenaran.
    Pernyataan itu disampaikan dalam pidato politik di ulang tahun Partai Demokrat ke-17 kemarin malam. Meski SBY tak menyebut langsung pihak mana yang dimaksud. Sebelumnya media massa berbasis di Hongkong, Asia Sentinel, menyebut SBY menggunakan Bank Century untuk mencuci uang negara.
    Cuplikan video lainnya identik dengan video yang pernah diunggah ke Youtube oleh kanal resmi situs berita BeritaSatu pada 2 Mei 2014 dengan judul, “Anas Minta KPK Periksa SBY dan Ibas.” Video ini memuat pernyataan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum di Kantor KPK.
    Dalam pernyataannya kepada wartawan, tersangka kasus pencucian uang dan gratifikasi Hambalang Anas Urbaningrum meminta KPK memeriksa SBY dan Edhi Baskoro Yudhoyono alias Ibas. Anas menegaskan kesaksian SBY dan Ibas sangat penting dalam kasus yang menjeratnya tersebut.
    Selanjutnya video yang memuat pernyataan Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan identik dengan video yang pernah diunggah ke Youtube oleh kanal yang sama yakni BeritaSatu pada 18 September 2018 dengan judul, “SBY Sebut Dirinya dan Demokrat Jadi Korban Fitnah Keji.”
    Pemberitaan dalam video ini masih terkait dengan pemberitaan yang dimuat media Hong Kong, Asia Sentinel.
    Terdapat juga cuplikan pernyataan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo. Video yang identik pernah diunggah ke Youtube oleh kanal metrotvnews pada 25 September 2018 dengan judul, “ Ketua DPR Desak KPK Tuntaskan Kasus Century ”.
    Bambang Soesatyo bertemu dengan sejumlah inisiator hak angket kasus Bank Century. Para inisiator mendesak KPK untuk menuntaskan kasus Century sesuai rekomendasi yang diserahkan DPR.
    Video lainnya memuat beberapa kegiatan SBY, di antaranya saat mengunjungi sebuah pusat perbelanjaan di Surabaya Jawa Timut pada Maret 2014. Video yang identik juga pernah diunggah ke Youtube oleh kanal metrotvnews pada 13 Maret 2014 dengan judul, “ Presiden SBY Jalan-jalan di Mal."
    Saat itu, Presiden SBY dan Ibu Negara berjalan-jalan di sebuah mal di Surabaya, Jawa Timur. Pengunjung mal berebut bersalaman dan berfoto, Kamis (13/3).
    Dikutip dari Kompas.com, Asia Sentinel, media asal Hong Kong, pada Rabu (12/9/2018) memuat artikel soal dugaan konspirasi kejahatan keuangan di era pemerintahan SBY.
    Pada artikel yang ditulis editor yang juga pendiri Asia Sentinel, John Berthelsen, disebut bahwa Bank Century digunakan untuk merampok uang negara. Menurut tulisan tersebut, Century direkayasa sebagai bank gagal pada 2008.
    Belakangan, Asia Sentinel menarik artikel tersebut dan meminta maaf kepada SBY dan Demokrat. Pernyataan maaf itu dimuat Asia Sentinel pada 20 September 2018 dengan judul, “Apology to President Yudhoyono and the Democrat Party of Indonesia.”
    Asia Sentinel mengakui bahwa pihaknya secara tidak adil telah menyampaikan berbagai tuduhan terkait dengan gugatan yang sedang berlangsung atas dampak dari Bank Century.
    “Kami mengakui bahwa kami tidak meminta komentar yang adil dari orang-orang yang disebutkan dalam artikel tersebut dan bahwa artikel tersebut sepihak dan melanggar praktik jurnalistik yang adil. Itu juga membawa berita utama yang menghasut dan tidak adil bagi mantan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono,” bunyi pernyataan Asia Sentinel.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan Fakta Tempo, video dengan klaim KPK geledah rumah SBY dan temukan uang Rp177 Triliun, keliru. Video tersebut sama sekali tidak memperlihatkan petugas KPK menggeledah rumah SBY dan menemukan uang senilai Rp 177 Triliun, melainkan memuat pernyataan SBY dan sejumlah pihak terkait artikel sebuah media asal Hongkong bernama Asia Sentinel yang menuding SBY terlibat dalam kasus korupsi Bank Century.
    Belakangan, Asia Sentinel menarik artikel tersebut dan menyampaikan permintaan maa pada SBY dan partai Demokrat.
    TIM CEK FAKTA TEMPO

    Rujukan

  • (GFD-2021-8744) Keliru, WHO Mengakui Vaksin Nusantara Aman Digunakan

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 30/08/2021

    Berita


    Unggahan dengan klaim bahwa Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengakui vaksin Nusantara asal Indonesia, diunggah di beberapa situs dan beredar di Facebook dalam sepekan terakhir. Vaksin Nusantara besutan mantan Menteri Kesehatan Terawan Putranto itu disebut mendapat pengakuan WHO setelah merilis jurnal terkait vaksin tersebut di situs resminya, clinicaltrials.gov.
    Dalam postingan yang beredar, memuat tangkapan layar dari situs Jaktimnews.com berjudul Masih Digantung Pemerintah, WHO Justru Telah Akui Vaksin Nusantara Aman Digunakan, Tinggal Tunggu Ijin BPOM. Artikel itu dipublikasikan pada 22 Agustus 2021.
    Selain tangkapan layar, akun yang mengunggah gambar itu menyertakan isi artikel yang tertulis:
    Organisasi kesehatan dunia atau WHO, telah mengakui keamanan Vaksin Nusantara yang digagas dr Terawan Agus Putranto. Namun, Vaksin Nusantara ini masih menunggu ijin resmi Badan Pemeriksa Obat dan Makanan ( BPOM ).
    Diakuinya Vaksin Nusantara oleh WHO, setelah merilis jurnal terkait Vaksin Nusantara di situs resminya, clinicaltrials.gov.
     Tangkapan layar unggahan klaim bahwa vaksin Nusantara telah diakui WHO

    Hasil Cek Fakta


    Hasil penelusuran Tempo, menunjukkan bahwa publikasi hasil penelitian di situs clinicaltrial.gov bukan berarti menunjukkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengakui vaksin Nusantara untuk Covid-19. Sebab situs clinicaltrial.gov adalah website database yang memuat hasil penelitian.
    Mula-mula, Tempo mengecek keaslian tangkapan layar tersebut di situs Jaktimnews.com. Namun thumbnail tautan Masih Digantung Pemerintah, WHO Justru Telah Akui Vaksin Nusantara Aman Digunakan, Tinggal Tunggu Ijin BPOM, telah berisi artikel dan judul yang berbeda. Saat dibuka, artikel tersebut memuat judul Vaksin Nusantara Masih Digantung Pemerintah, Tinggal Tunggu Izin BPOM.
    Pada bagian isi, juga terdapat perbedaan. Pada artikel yang dimuat, tidak ada tulisan terkait WHO telah mengakui keamanan vaksin Nusantara.
    Belum ada penjelasan apakah redaksi mengubah judul dan isi berita tersebut. Tempo sudah berupaya meminta konfirmasi dari redaksi Jaktimnews.com sejak Jumat 27 Agustus lalu melalui email. Tapi hingga Senin sore, 30 Agustus, belum ada jawaban. Nomor telepon yang tertera dalam situs juga tidak bisa dihubungi.
    Tentang situs clinicaltrials.gov
    Hasil riset vaksin Nusantara yang termuat dalam situs clinicaltrials.gov itu berjudul Preventive Dendritic Cell Vaccine, AV-COVID-19, in Subjects Not Actively Infected With COVID-19 yang diunggah pada 16 Agustus 2021. Riset ini dilakukan oleh PT AIVITA Biomedika Indonesia, Rumah Sakit Kariadi dan RSPAD Gatot Soebroto.
    Riset itu berisi tentang uji klinis fase 2 kandidat vaksin Covid-19 menggunakan sel dendritik autologus dan limfosit (DCL) yang sebelumnya diinkubasi dengan sejumlah protein lonjakan SARS-CoV-2.
    ClinicalTrials.gov adalah website yang menyediakan database informasi bagi publik tentang studi medis yang dilakukan pada manusia atau studi intervensi terkait berbagai penyakit dan kondisi. Situs ini dikelola oleh National Library of Medicine (NLM) di National Institutes of Health (NIH), Amerika Serikat.
    Menurut Epidemiologi dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman, situs clinicaltrials.gov berisi database riset-riset yang telah dilakukan. Tapi dengan dimuatnya hasil riset di situs tersebut, bukan berarti sebuah vaksin akan disetujui oleh WHO. “Itu (penelitian vaksin Nusantara) masih riset, belum tentu berhasil,” kata Dicky dihubungi Tempo, Jumat 27 Agustus 2021.
    Terkait Klaim WHO mengakui vaksin Nusantara
    Dalam dokumen vaccine tracker and landscape pengembangan kandidat vaksin Covid-19 yang dibuat WHO, kandidat vaksin tipe Dendritic cell vaccine AV-COVID-19 yang dikembangkan Aivita Biomedical (sponsor vaksin Nusantara) berada di urutan 51. Dokumen tersebut memuat 112 kandidat vaksin lain dari berbagai negara yang sedang dikembangkan atau diuji.
    Dalam keterangannya kepada Tempo, Tim Komunikasi WHO menegaskan bahwa dokumen lanskap hanya bertujuan untuk memberikan informasi mengenai pandemi virus corona baru. Pencantuman produk atau entitas tertentu dalam dokumen lanskap tidak menunjukkan persetujuan atau pengesahan dari WHO.
    “Pencantuman produk atau entitas tertentu dalam dokumen lanskap ini bukan merupakan, dan tidak boleh dianggap atau ditafsirkan sebagai, persetujuan atau pengesahan oleh WHO atas produk atau entitas tersebut,” tulis WHO kepada Tempo, Senin 30 Agustus 2021.
    Selain itu WHO menyatakan, tidak membuat pernyataan dan jaminan mengenai keakuratan, kelengkapan, kesesuaian untuk tujuan tertentu, kualitas, keamanan, kemanjuran, dapat diperjualbelikan dan/atau tidak melanggar informasi apa pun yang disediakan dalam dokumen lanskap ini dan/atau produk apa pun yang dirujuk di dalamnya.
    Tahapan pengembangan vaksin
    Pengembangan vaksin baru membutuhkan sejumlah tahapan kesepakatan internasional. Dikutip dari Pusat Pencegahan dan Penanganan Penyakit Amerika Serikat, CDC, tahapan pengembangan vaksin baru adalah tahap eksplorasi, tahap pra-klinis, perkembangan klinis, peninjauan dan persetujuan peraturan, manufaktur dan kontrol kualitas.
    Dalam tahapan klinis atau uji coba pada manusia memuat sejumlah fase. Selama Fase I, sekelompok kecil orang menerima vaksin percobaan. Pada Fase II, studi klinis diperluas dan vaksin diberikan kepada orang-orang yang memiliki karakteristik (seperti usia dan kesehatan fisik) yang serupa dengan mereka yang menjadi sasaran vaksin baru tersebut. Pada Fase III, vaksin diberikan kepada ribuan orang dan diuji kemanjuran dan keamanannya. Banyak vaksin menjalani studi formal Fase IV yang sedang berlangsung setelah vaksin disetujui dan dilisensikan.
    Vaksin Nusantara sendiri masih berada di Fase II dan masih harus menjalani fase III dengan uji pada lebih banyak orang. Padahal pada April lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan vaksin Nusantara belum bisa lanjut ke tahap uji klinis selanjutnya karena beberapa syarat belum terpenuhi di antaranya Cara Uji Klinik yang Baik (Good Clinical Practical), Proof of Concept, Good Laboratory Practice dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (Good Manufacturing Practice). Berdasarkan hal itu, BPOM belum mengeluarkan izin Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis fase II untuk vaksin Nusantara.

    Kesimpulan


    Dari pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa Badan Kesehatan Dunia atau WHO telah mengakui vaksin Nusantara asal Indonesia adalah keliru. Pencantuman nama kandidat vaksin tipe Dendritic cell vaccine AV-COVID-19 yang dikembangkan Aivita Biomedical (sponsor vaksin Nusantara) pada dokumen vaccine tracker and landscape yang dibuat WHO, tidak menunjukkan persetujuan atau pengesahan dari badan PBB tersebut.
    Demikian juga dengan hasil riset yang dimuat di situs clinicaltrials.gov, tidak menunjukkan bahwa vaksin Nusantara disetujui WHO. Sebab clinicalTrials.gov merupakan website yang menyediakan database informasi bagi publik tentang studi medis yang dilakukan pada manusia atau studi intervensi terkait berbagai penyakit dan kondisi.
    Tim Cek Fakta Tempo

    Rujukan