• (GFD-2020-8173) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Presiden Jokowi Telah Berhasil Pulangkan Uang 11 Ribu T dari Swiss?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 08/07/2020

    Berita


    Pesan berantai yang berisi klaim bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah berhasil memulangkan uang negara hingga Rp 11 ribu triliun yang disimpan koruptor di Swiss beredar di WhatsApp. “Maaf Mas2 dan Mbak2, ini bukan politik, tapi kenyataan Pak Jokowi berhasil memulangkan 11,000 Triliun uang negara dari Swiss,” demikian narasi yang mengawali pesan berantai yang beredar sejak 7 Juli 2020 itu.
    Pesan berantai tersebut pun menyertakan tautan artikel dari situs DPR tentang Rancangan Undang-Undang (RUU)Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters between the Republic of Indonesia and The Swiss Confederation(MLA Indonesia-Swiss). Dengan pengesahan RUU ini, menurut pesan berantai itu, proses konstitusi untuk menarik dana dari Swiss sudah selesai.
    “Perjuangan yang panjang menghadapi ex koruptor yang bersenggama dengan agama. Terimakasih para kadrun yang terus nyinyirian kapan uang 11.000 triliun kembali ke Indonesia. Tanpa anda nyinyir, rasanya sulit RUU itu bisa disahkan oleh DPR. Pemilik 84 rekening gendut siap siap gigit jari . Mungkin tekanan ke Pak Jokowi makin kencang.”
    Gambar tangkapan layar pesan berantai yang beredar di WhatsApp.
    Artikel ini akan berisi pemeriksaan terhadap dua klaim, yakni:

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan media maupun informasi dari situs pemerintah dengan memasukkan kata kunci "Jokowi pulangkan Rp 11 ribu triliun dari Swiss" ke mesin pencarian Google. Hasilnya, tidak ditemukan pemberitaan media maupun informasi dari situs pemerintah yang menyebutkan bahwa Presiden Jokowi telah berhasil memulangkan uang ribuan triliun itu dari Swiss.
    Dalam artikel di situs DPR tentang RUU MLA Indonesia-Swiss, tidak ditemukan pula informasi bahwa Presiden Jokowi telah berhasil menarik uang negara Rp 11 ribu triliun yang disimpan koruptor di Swiss. Artikel itu hanya menjelaskan bahwa RUU MLA Indonesia-Swiss baru disetujui untuk dibawa ke Sidang Paripurna DPR pada 14 Juli 2020 untuk disahkan.
    RUU MLA Indonesia-Swiss sendiri sebenarnya mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan, hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan. Ruang lingkup bantuan timbal balik pidana yang luas ini merupakan bagian penting untuk mendukung proses hukum pidana di negara peminta. MLA ini dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan, memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau lainnya.
    Pemerintah menduga, selama ini, banyak kekayaan warga Indonesia yang disimpan di luar negeri. Swiss menjadi salah satu negara yang tersohor karena sistem kerahasiaan perbankannya sangat ketat. Dalam sejumlah kasus tindak pidana, pemerintah kerap kesulitan mengeksekusi perkara karena tidak memiliki MLA. Salah satu contohnya ialah perkara terpidana 10 tahun kasus pengucuran kredit kepada PT Cipta Graha Nusantara, Eduardus Cornelis William Neloe.
    Mantan Direktur Utama Bank Mandiri itu memiliki aset sebesar 5,2 juta dolar Amerika Serikat di Bank Swiss. Pemerintah sempat berhasil meminta Swiss membekukan aset tersebut sebelum akhirnya dibuka kembali di Deutsche Bank. Pasalnya, pemerintah Swiss menilai bahwa pemblokiran tersebut tidak memiliki landasan hukum meskipun Neloe sudah divonis bersalah.
    Meskipun begitu, setelah RUU MLA Indonesia-Swiss disahkan menjadi UU, pengembalian aset belum bisa serta-merta dilakukan dalam waktu cepat. Sebab, salah satu kunci pengembalian aset di Swiss adalah pembuktian unsur pidana di pengadilan Swiss. Kepala Bidang Pemulihan Aset Transnasional Kejaksaan Agung Yusfifli Adhyaksana pada 2019 menyatakan hasil konkretnya tak bisa diharapkan dalam waktu dekat. "Belajar dari pengalaman Nigeria, dibutuhkan waktu yang panjang untuk benar-benar mendapat hasil yang nyata," ujarnya.
    Dengan demikian, tidak terdapat rujukan dari sumber resmi atas klaim "Presiden Jokowi berhasil mengembalikan uang negara hingga Rp 11 ribu triliun dari Swiss".
    Klaim uang koruptor di Swiss Rp 11 ribu T
    Tidak terdapat pula rujukan atas klaim "uang koruptor Indonesia yang disimpan di Swiss mencapai Rp 11 ribu triliun". Angka Rp 11 ribu triliun itu memang pernah disinggung oleh Presiden Jokowi, namun saat sosialisasi kebijakan amnesti pajak atau tax amnesty di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, pada 1 Agustus 2016.
    Ketika itu, Jokowi tidak menyatakan bahwa Rp 11 ribu triliun itu adalah akumulasi uang koruptor yang disimpan di Swiss, melainkan jumlah uang milik warga negara Indonesia (WNI) yang disimpan di luar negeri berdasarkan data Kementerian Keuangan. Pemerintah pun berupaya agar uang itu bisa kembali ke Indonesia melalui kebijakan amnesti pajak.
    Peneliti Fiskal Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan upaya menyembunyikan informasi harta kekayaan dari otoritas pajak dengan "memarkir" dana mereka di luar negeri memang menjadi praktik yang saat ini terjadi. Negara-negara seperti Swiss, Singapura, dan Hong Konglah yang menjadi tempat favorit untuk menyembunyikannya.
    Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo juga menyebut bahwa tidak larangan bagi WNI untuk menempatkan kekayaan mereka di Swiss ataupun negara lain. Namun, yang jadi masalah, ketika kekayaan itu tidak dilaporkan ke kantor Pajak sesuai dengan jumlah yang sebenarnya. "Kalau pejabat, dalam LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara). Kalau Wajib Pajak, dalam SPT (Surat Pemberitahuan Pajak)," ujarnya.
    Menurut catatan CITA, sekitar 30-40 persen kekayaan yang diperoleh oleh 0,01 persen rumah tangga terkaya di dunia ditempatkan di luar negeri. Khusus untuk Swiss, pada 2001, total kekayaan luar negeri yang disimpan di negara itu mencapai 40 persen. Lalu, naik hingga 45-50 persen pada 2006-2007. Angka itu menurun menjadi 30 persen dalam beberapa tahun terakhir.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Presiden Jokowi telah berhasil memulangkan uang negara hingga Rp 11 ribu triliun yang disimpan koruptor di Swiss, keliru. Saat ini, pansus DPR baru menyetujui RUU MLA Indonesia-Swiss dibawa ke sidang paripurna pada 14 Juli 2020 untuk disahkan. Jika sudah disahkan pun, eksekusi penarikan aset di Swiss belum bisa serta-merta dilakukan dalam waktu cepat. Selain itu, klaim bahwa Rp 11 ribu triliun adalah jumlah uang koruptor yang disimpan di Swiss tidak tepat. Pada 2016, Presiden Jokowi menyatakan Rp 11 ribu triliun adalah jumlah uang WNI yang disimpan di luar negeri berdasarkan data Kementerian Keuangan.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8172) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Antonius Rainier adalah WNA Pertama yang Jadi Direktur BUMN?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 07/07/2020

    Berita


    Informasi terkait pengangkatan Antonius Rainer Haryanto sebagai Direktur Transformasi Bisnis PT Pertamina Bina Medika (Pertamedika) beredar di media sosial. Menurut informasi itu, Rainier merupakan warga negara Australia, dan hal itu menjadikannya sebagai warga negara asing (WNA) pertama yang duduk di jajaran direksi BUMN.
    Di Facebook, informasi itu dibagikan salah satunya oleh akun Teddy Risandi, yakni pada 25 Juni 2020. Akun ini menulis, "INFO BUMN. Warga Negara Australia bernama Antonius Reiner Haryanto diangkat menjadi Direktur Transformasi Bisnis Holding Rumah Sakit BUMN Pertamedika. Ini pertama kalinya Warga Negara Asing menjadi Direksi di BUMN Indonesia. Mohon bantu sebarkan info ini. #TolakWnaJadiDireksiBumn."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Teddy Risandi.
    Apa benar Antonius Rainier adalah WNA pertama yang diangkat sebagai direktur BUMN?

    Hasil Cek Fakta


    Dilansir dari situs resmi Pertamedika, Antonius Rainier Haryanto lahir di Jakarta pada 15 April 1978. Ia juga berdomisili di Jakarta. Rainier memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Kemudian, ia melanjutkan studi S2 di Fakultas Teknik Manajemen Lingkungan University of New South Wales, Sidney, Australia.
    Saat ini, Rainier sedang menyelesaikan kuliah S3-nya dalam bidang Built Environment di University of New South Wales. Ia pernah menjabat sebagai Direktur (part-time) PT Deloitte Consulting Indonesia pada Januari-April 2020.
    Dikutip dari kantor berita Antara, Kementerian BUMN menjelaskan bahwa Rainier merupakan seorang WNA berdasarkan identitasnya yang berupa Kartu Izin Tinggal Tetap Elektronik (e-Kitap). Namun, dilansir dari Detik.com, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan bahwa Rainier adalah seorang diaspora yang diminta untuk mengabdi di Indonesia.
    Menurut Arya, Rainier pernah menempuh pendidikan SMA dan universitas di Indonesia. "Jadi sekarang BUMN juga mencari talent Indonesia yang berada di luar negeri dan merupakan diaspora. Hampir semua negara akan mencari diasporanya untuk membangun bangsanya," kata Arya pada 26 Juni 2020.
    Selain itu, menurut Arya, Pertamedika adalah anak usaha BUMN. Sebelumnya pun, sudah ada direktur anak usaha BUMN yang bukan warga negara Indonesia (WNI). "Direktur anak perusahaan (BUMN) bukan WNI bukan pertama kali, bisa dilihat Telkomsel, Mandiri Sekuritas, dan lain-lain," tuturnya.
    Dilansir dari Kontan, WNA lain yang pernah merintis karir sebagai direktur BUMN dan anak usaha BUMN adalah Frederik Johannes Meijer atau Erik Meijer. Pria yang lahir dan besar di Belanda ini berkiprah di Telkomsel sejak 1995. Ia bekerja di sana hingga 2006, di mana jabatan terakhirnya adalah vice president.
    Setelah bekerja di dua perusahaan swasta, yakni Bakrie Telecom dan Indosat, Erik bergabung dengan Garuda Indonesia sebagai direktur dan executive vice president bidang pemasaran dan penjualan pada Juni 2013. Namun, Erik hanya bertahan di Garuda Indonesia hingga Desember 2014.
    Erik pun berlabuh ke Ooredoo, induk perusahaan Indosat, pada Februari 2015 sebagai strategic brand advisor sekaligus juru bicara untuk wilayah Asia Tenggara. Posisi ini diembannya hingga November 2015. Sebulan kemudian, Erik diangkat sebagai Presiden Direktur atau Chief Executive Officer (CEO) Telkom Telstra.
    Syarat direksi BUMN
    Menurut Peraturan Menteri BUMN Nomor 3 Tahun 2015 tentang Persyaratan, Tata Cara Pengangkatan, dan Pemberhentian Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon direktur BUMN. Namun, status WNI calon direktur tidak menjadi syarat dalam aturan tersebut.
    Berikut ini syarat anggota direksi BUMN:
    1. Syarat formal
    Direksi perseroan adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu lima tahun sebelum pengangkatan pernah:
    - dinyatakan pailit,
    - menjadi anggota direksi atau anggota dewan komisaris/dewan pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu BUMN dan/atau perusahaan dinyatakan pailit,
    - dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara, BUMN, perusahaan, dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
    2. Syarat material: keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik, dan dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan perusahaan.
    3. Syarat lain:
    - bukan pengurus partai politik dan/atau calon anggota legislatif dan/atau anggota legislatif,- bukan calon kepala/wakil kepala daerah dan/atau kepala/wakil kepala daerah,
    - tidak menjabat sebagai direksi pada BUMN yang bersangkutan selama dua periode berturut-turut,
    - memiliki dedikasi dan menyediakan waktu sepenuhnya untuk melakukan tugasnya,- sehat jasmani dan rohani (tidak sedang menderita suatu penyakit yang dapat menghambat pelaksanaan tugas sebagai direksi BUMN), yang dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari dokter.
    Begitu pula dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan BUMN, status WNI calon direktur tidak menjadi syarat dalam aturan tersebut. Syarat calon direktur anak usaha BUMN ini hampir sama dengan syarat calon direktur BUMN di atas.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Antonius Rainier adalah WNA pertama yang diangkat sebagai direktur BUMN keliru. Rainier memang tercatat sebagai warga negara Australia. Namun, dia menduduki posisi direktur di Pertamedika yang merupakan anak usaha BUMN, bukan BUMN. Sebelumnya pun, ada WNA lain yang pernah menduduki posisi sebagai direktur BUMN dan anak usaha BUMN, yakni Erik Meijer. Erik pernah menjabat direktur sekaligus executive vice president di Garuda Indonesia. Saat ini, Erik merupakan Presiden Direktur Telkom Telstra.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8171) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ribka Tjiptaning Akui Semua Anak PKI Gabung PDIP?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 07/07/2020

    Berita


    Narasi bahwa politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP, Ribka Tjiptaning, mengakui semua anak Partai Komunis Indonesia (PKI) bergabung ke partainya beredar di Facebook. Narasi itu terdapat dalam sebuah gambar tangkapan layar video di YouTube yang berjudul “Pengakuan Ribka Tjiptaning..!!!. Semua anak PKI bergabung ke PDIP” yang dibagikan oleh halaman Facebook Generasi Millenial pada 5 Juli 2020.
    Tidak ada penjelasan lain dalam unggahan Halaman Generasi Millenial itu. Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah dibagikan lebih dari 150 kali, dikomentari lebih dari 100 kali, dan direspons lebih dari 450 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan halaman Facebook Generasi Millenial.
    Unggahan itu beredar di tengah ramainya pembahasan tentang PKI sejak Mei lalu karena usianya yang genap 100 tahun pada 23 Mei 2020. Isu ini juga ramai seiring dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila atau RUU HIP yang mendapatkan penolakan dari berbagai pihak.
    Salah satu alasan penolakan RUU HIP adalah adanya kekhawatiran bahwa aturan tersebut dapat membangkitkan komunisme. Fraksi PDIP sebagai pengusul RUU HIP pun menjadi sasaran. Dalam aksi massa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada 24 Juni lalu, terjadi insiden pembakaran bendera PDIP oleh massa.
    Namun, apa benar Ribka Tjiptaning mengakui semua anak PKI gabung PDIP?

    Hasil Cek Fakta


    Dengan memasukkan kata kunci “wawancara Ribka Tjiptaning” di kolom pencarian YouTube, Tim CekFakta Tempo menemukan bahwa gambar tangkapan layar itu bersumber dari video talkshow “Analisa” yang ditayangkan oleh stasiun televisi Lativi (saat ini berganti nama menjadi tvOne) pada 2002.
    Sumber asli video itu, yakni kanal YouTube Lativi, sudah dihapus. Namun, Tempo menemukan salinan video tersebut yang diunggah oleh kanal Andre Agusta W. A20 pada 2016. Video itu terbagi dalam tiga bagian, yang masing-masing berdurasi 10 menit 42 detik, 6 menit 57 detik, dan 6 menit 14 detik.
    Video wawancara sepanjang hampir 30 menit itulah yang dipotong menjadi hanya beberapa menit dan diunggah oleh kanal YouTube lain dengan narasi yang menyesatkan. Salah satunya adalah video dengan judul “Pengakuan Ribka Tjiptaning...!!! Mayoritas Anak PKI Bergabung ke PDIP”, yang diunggah oleh kanal Lowo Ijo pada 3 April 2019. Judul ini mirip dengan yang terdapat dalam gambar tangkapan layar unggahan halaman Generasi Millenial.
    Konteks wawancara
    Wawancara Lativi tersebut sebenarnya terkait dengan buku yang diluncurkan oleh Ribka Tjiptaning yang berjudul “Aku Bangga Jadi Anak PKI”. Selain Ribka, Lativi juga menghadirkan Cyprianus Aoer, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Suara Pembaruan. Ada pula kesaksian keluarga eks anggota PKI dari Semarang dan Medan yang mengalami diskriminasi selama Orde Baru.
    Dalam wawancara itu, Ribka menjelaskan bahwa ada dua hal yang menjadi misinya menulis buku tersebut. Pertama, agar semakin banyak orang yang mengetahui adanya perlakuan diskriminatif oleh pemerintah Orde Baru terhadap keluarga dan anak-anak anggota atau kader PKI. Sebagai seorang dokter, Ribka bercerita bahwa kliniknya pernah ditutup paksa karena ia anak anggota PKI.
    Kedua, agar anak-anak anggota PKI segera bangkit, menghapus rasa minder dan trauma. Mereka harus berani melawan ketidakadilan yang dirasakan selama Orde Baru sebab pembantaian dan pemenjaraan terhadap anggota dan simpatisan PKI pada 1965-1966 tidak melalui proses pengadilan. “Ini semua adalah pelanggaran hak asasi manusia yang tidak pernah dituntaskan,” katanya.
    Ribka pun berharap dibentuk sebuah pengadilan HAM agar persoalan 1965-1966 bisa diselesaikan. Pengadilan HAM ini diharapkan dapat mendorong rekonsiliasi, di mana nantinya pihak yang dinyatakan bersalah harus meminta maaf dan para korban harus menerima maaf tersebut.
    Di bagian akhir wawancara, Ribka menyatakan bahwa anak-anak eks anggota atau simpatisan PKI memberikan suaranya kepada PDIP dalam Pemilihan Legislatif 1999. Saat itu, mereka berharap sosok Megawati Soekarnoputri, yang menjadi simbol perlawanan rakyat selama Orde Baru, dapat memberikan perubahan dan memperjuangkan nasib mereka dalam mencari keadilan. 
    Namun, Ribka menyatakan bahwa belum terlihat perjuangan PDIP terkait perubahan bagi anak-anak eks anggota atau simpatisan PKI tersebut. “Sampai sekarang, belum ada tanda-tanda Mbak Mega memperjuangkan ke arah ke sana,” kata Ribka. Konteks pernyataan Ribka inilah yang dihilangkan dalam berbagai video yang diunggah oleh sejumlah kanal YouTube. Video yang dipotong menjadi hanya sekitar 1 menit tersebut kemudian diberi judul yang menyesatkan.
    Adapun Cyprianus Aoer menjelaskan, secara sosiologis, peristiwa 1965 menimbulkan dampak psikologis pada anak-anak eks anggota PKI. Selama pemerintahan Orde baru, anak-anak eks PKI diperlakukan tidak manusiawi dan diskriminatif. Padahal, mereka tidak mewarisi kesalahan orangtuanya. 
    Di sisi lain, secara ideologis, PKI sulit untuk bangkit lagi karena ideologi komunis sudah dianggap gagal menjadi solusi bagi kesejahteraan, termasuk di negara-negara lain. “PKI sulit muncul lagi di Indonesia karena akan dihadapkan dengan trauma masa lalu,” katanya.
    Cyprianus pun mendukung adanya pelurusan sejarah terkait peristiwa 1965. Pelurusan sejarah tersebut penting agar peristiwa 1965 tidak terulang lagi, seperti adanya orang-orang yang tewas dan dipenjara tanpa pengadilan. Menurut dia, hak asasi harus ditegakkan dan menjadi pedoman ke depannya. “Pemerintah harus meluruskan sejarah yang saat ini kontroversial, karena kebenaran itu hanya ada pada sejarah.”
    Pengungkapan sejarah 1965
    Setelah pemerintahan Presiden Soeharto jatuh, upaya-upaya pengungkapan sejarah terkait peristiwa 1965 banyak dilakukan, baik oleh peneliti-peneliti, berbagai lembaga, dan para penyintas peristiwa 1965. Salah satu tujuannya adalah memperjuangkan keadilan buat para penyintas peristiwa 1965 yang diperlakukan secara diskriminatif selama Orde Baru.
    Bahkan, setelah lebih dari empat dekade, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia membuka kembali kasus pembunuhan massal 1965-1966 yang sebagian besar menimpa anggota dan simpatisan PKI. Pada 2012, Komnas HAM menyatakan bahwa peristiwa brutal yang diduga menewaskan lebih dari 500 ribu jiwa itu sebagai pelanggaran HAM berat.
    "Setelah melakukan penyelidikan selama empat tahun, bukti dan hasil pemeriksaan saksi menemukan terjadinya sembilan kejahatan yang masuk kategori kejahatan terhadap kemanusiaan," kata Ketua Tim Penyelidikan Pelanggaran Kemanusiaan 1965-1966, Nur Kholis, di kantor Komnas HAM pada 23 Juli 2012 seperti dilansir dari arsip pemberitaan Tempo.
    Kesembilan pelanggaran HAM itu adalah pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik lainnya secara sewenang-wenang, penyiksaan, pemerkosaan dan kejahatan seksual lainnya, penganiayaan, dan penghilangan orang secara paksa. Sesuai dengan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, seluruh pelanggaran itu adalah kejahatan HAM berat.
    Nur Kholis mengatakan para korban dalam peristiwa ini mengalami kejahatan berlapis. "Banyak korban yang diusir lalu dirampas kemerdekaannya, atau diperbudak," ujarnya. Kejahatan-kejahatan itu pun diduga dilakukan secara meluas dan sistematis. Pasalnya, kejahatan terjadi merata di seluruh Indonesia dalam kurun waktu bersamaan. Jenis kejahatan yang terjadi pun serupa. "Misalnya, ada 15 orang dieksekusi di Maumere, dalam waktu hampir berbarengan, ada kejadian serupa di Manado, Palu, Medan, dan Palembang."
    Data Komnas HAM tersebut juga diperkuat dengan sejumlah dokumen kabel diplomatik Amerika Serikat soal tragedi 1965 yang kembali dibuka ke publik pada 2017. Dilansir dari BBC, dokumen itu menguak sejumlah surat dari dan ke Amerika terkait pembunuhan massal pasca 1965. Ketiga lembaga yang membuka dokumen tersebut adalah National Security Archive (NSA) dan National Declassification Center (NDC), keduanya lembaga nirlaba, serta lembaga negara National Archives and Records Administration (NARA).

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Ribka Tjiptaning mengakui semua anak PKI gabung PDIP menyesatkan. Klaim itu bersumber dari pernyataan Ribka dalam talkshow “Analisa” di Lativi pada 2002 yang telah diubah. Pernyataan asli Ribka adalah anak-anak eks anggota PKI yang menjadi korban pada 1965-1966 memberikan suaranya kepada PDIP dalam Pemilihan Legislatif 1999. Mereka berharap sosok Megawati, yang menjadi simbol perlawanan rakyat selama Orde Baru, dapat memberikan perubahan dan memperjuangkan nasib mereka yang mengalami diskriminiasi selama Orde Baru. 
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8170) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Air Minum Kemasan yang Bisa Hantarkan Listrik Tak Layak Konsumsi?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 07/07/2020

    Berita


    Sebuah video yang memperlihatkan uji coba air minum dalam kemasan yang bisa menghantarkan listrik ke lampu beredar di media sosial. Video tersebut diikuti dengan narasi bahwa air minum yang diuji coba itu, yakni Le Minerale dan Aqua, tak layak konsumsi karena mengandung bahan yang dapat menghantarkan listrik, yakni besi.
    Dalam video tersebut, tampak seorang pria tengah mempraktekkan cara menguji air yang mengandung besi. Ia menggunakan sampel beberapa merek air minum dalam kemasan, di antaranya Le Minerale dan Aqua. Kemudian, kedua merek itu dibandingkan dengan air yang disebut tidak mengandung besi. Dalam video tersebut, tampak air minum Le Minerale dan Aqua mampu menyalakan lampu setelah dihubungkan dengan konduktor.
    Di Facebook, video berdurasi 2 menit 38 detik tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Sriindahsari Azhar, yakni pada 3 Juli 2020. “Untung sy ndk trlalu suka minum le mineralle sm aqua. lebih suka minum air dirumah yg sdh di rebus smpai mendidih2,” demikian narasi yang ditulis oleh akun Sriindahsari Azhar.
    Hingga artikel ini muat, video yang dibagikan akun Sriindahsari Azhar itu telah ditonton lebih dari 58 ribu kali, dikomentari sebanyak 179 kali, dan dibagikan lebih dari 1.800 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Sriindahsari Azhar.
    Apa benar air minum kemasan yang bisa menghantarkan listrik tidak layak konsumsi?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menjadi beberapa gambar dengantoolInVID. Selanjutnya, gambar-gambar hasil fragmentasi itu ditelusuri denganreverse image toolGoogle dan Yandex.
    Hasilnya, ditemukan banyak video uji coba serupa yang telah beredar di internet sejak 2018. Salah satunya adalah video presentasi oleh sebuah merek air minum. Video itu diunggah oleh kanal YouTube Detox Water pada 14 Juni 2018 dengan judul “Tes Air Minum Sederhana”.
    Video uji coba yang sama lainnya juga pernah diunggah oleh kanal YouTube Air Segar Maaqo pada 14 Oktober 2019 dengan judul “Wow Air Mineral Ini Menyala”. Dalam video berdurasi sekitar 1 menit itu, pihak Maaqo meyakinkan konsumennya bahwa air minum yang mereka produksi tidak akan menyala karena tidak mengandung bahan penghantar listrik sama sekali.
    Namun, Yuni Gunawan, Corporate Secretary Mayora Indah, perusahaan yang memegang merek Le Minerale, mengatakan bahwa uji coba kandungan air dalam video tersebut menggunakan metode yang salah. "Jelas ini metode yang salah, tidak valid, dan menyesatkan yang dilakukan oleh oknum yang tidak mempunyai kapasitas dan tidak kredibel di dalam pemahaman mengenai pelaksanaan metode pengujian keamanan makanan dan minuman," tutur Yuni kepada Liputan6.com pada 2 Juli 2020.
    Menurut Yuni, air secara alami mengandung mineral sehingga bersifat konduktor dan menghantarkan listrik, sedangkan air yang didemineralisasi tidak akan menghantarkan listrik karena mineralnya telah dihilangkan. "Kesimpulan menyesatkan diambil dengan menyatakan bahwa air yang lampunya menyala mengandung bahan berbahaya," ujarnya.
    Melalui situs resminya pada 2 Juli 2020, Badan Pengawasan Obat dan Makanan ( BPOM ) juga menyatakan bahwa klaim "air mineral yang mengandung zat besi tidak layak dikonsumsi" menyesatkan. Saat ini, terdapat empat jenis air minum dalam kemasan (AMDK) yang beredar di Indonesia, yaitu air mineral, air demineral, air mineral alami, dan air minum embun. Keempatnya memiliki standar keamanan dan mutu yang berbeda-beda sehingga tidak dapat dibandingkan satu sama lain.
    Menurut BPOM, kandungan mineral menyebabkan air mineral memiliki kemampuan untuk menghantarkan listrik karena mineral adalah sumber elektrolit yang mempunyai sifat penghantar listrik. Kandungan zat besi maupun mineral lainnya dalam air mineral diatur dalam dalam SNI 335:2015 tentang Air Mineral yang penerapannya bersifat wajib. Selain itu, kandungan zat besi juga diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
    BPOM menyatakan bahwa mereka selalu melakukan penilaian terhadap keamanan, mutu, dan gizi produk pangan sebelum diedarkan di wilayah Indonesia (pre-market evaluation), termasuk kandungan cemaran sesuai standar yang telah ditetapkan. BPOM tidak akan memberikan izin edar terhadap AMDK yang memiliki kandungan cemaran melebihi batas yang ditentukan.
    Secara rutin, BPOM pun melakukan pengawasan terhadap produk pangan, termasuk AMDK, yang beredar di wilayah Indonesia (post-market control), baik melalui pemeriksaan sarana produksi, sarana distribusi, maupun kegiatan pengambilan sampel dan pengujian untuk memeriksa cara produksi atau distribusi dan kualitas produk setelah diedarkan.
    "Kepada masyarakat dihimbau agar menjadi konsumen cerdas yang tidak mudah terpengaruh oleh isu yang beredar di media sosial. Selalu ingat cek KLIK (Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengkonsumsi produk obat dan makanan," demikian penjelasan BPOM.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim dalam video di atas, bahwa air minum kemasan yang bisa menghantarkan listrik tidak layak konsumsi, menyesatkan. Uji coba dalam video tersebut membandingkan kandungan jenis air yang berbeda, yakni air mineral dan air demineral. Keduanya memiliki standar keamanan dan mutu yang berbeda sehingga tidak dapat dibandingkan. Kandungan mineral menyebabkan air mineral memiliki kemampuan untuk menghantarkan listrik karena mineral adalah sumber elektrolit yang mempunyai sifat penghantar listrik. Sedangkan air demineral tidak akan menghantarkan listrik karena kandungan mineralnya telah dihilangkan.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan