• (GFD-2022-8970) [SALAH] Video Anak-Anak di Tiongkok Diwajibkan untuk Menggunakan Baju Hazmat

    Sumber: TikTok.com
    Tanggal publish: 12/01/2022

    Berita

    Akun TikTok dengan nama pengguna “cinderkon” mengunggah sebuah video yang menunjukkan sekumpulan anak tengah berbaris menggunakan kostum berwarna putih. Unggahan tersebut juga disertai narasi yang menyatakan bahwa anak-anak dalam video tersebut adalah anak-anak di Tiongkok yang diwajibkan menggunakan baju hazmat.

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan hasil penelusuran, kostum yang digunakan oleh anak-anak dalam video tersebut adalah kostum astronot, bukan baju hazmat. Media asal Tiongkok “CGTN” mengunggah sebuah video yang menunjukkan beberapa anak melakukan parade dengan menggunakan kostum serupa. Parade tersebut diselenggarakan di sebuah sekolah di Kota Shangrao untuk memperingati Hari Olahraga Nasional pada 6 Desember 2021 lalu.

    Lebih lanjut, media “People’s Daily Online” juga mengunggah foto beberapa murid sekolah di Provinsi Sichuan yang mengenakan kostum astronot serupa pada acara pendidikan khusus mengenai ruang angkasa pada 29 Desember 2021.

    Dengan demikian, narasi yang diunggah oleh akun TikTok dengan nama pengguna “cinderkon” tersebut dapat dikategorikan sebagai Konteks yang Salah/False Context.

    Kesimpulan

    Hasil Periksa Fakta Khairunnisa Andini.

    Bukan baju hazmat. Faktanya, video tersebut menunjukkan anak-anak di Tiongkok yang tengah menggunakan kostum astronot pada Desember 2021 lalu.

    Rujukan

  • (GFD-2022-8969) Keliru, Video Peluncuran Matahari Buatan Cina

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 13/01/2022

    Berita


    Sebuah video yang memperlihatkan sejumlah warga mengabadikan cahaya berbentuk bulat yang melesat ke langit beredar di media sosial. Video tersebut dibagikan dengan narasi bahwa Cina meluncurkan matahari buatan.
    Di Facebook, video tersebut dibagikan akun ini pada 28 Desember 2021. Akun inipun menuliskan narasi, ““china luncurkan matahari buatan,, (kayaknya mau bersaing dengan Tuhan nih)”.
    Dalam video berdurasi 33 detik tersebut terdengar seseorang menghela nafas sambil berbicara dalam bahasa Mandarin.
    Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah disaksikan lebih dari 3.100 kali. Apa benar ini video peluncuran matahari buatan Cina?   
    Tangkapan layar unggahan video dengan klaim Cina meluncurhkan matahari buatan

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim Cek Fakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut dengan menggunakan tool InVid. Selanjutnya ddilakukan penelusuran dengan menggunakan reverse image tools Google dan Baidu.
    Hasilnya, video tersebut merupakan peristiwa peluncuran roket Changqi A pembawa Yaosan 7A Long March 7A pada 23 Desember 2021.
    Dilansir dari situs berita Cina,  thepaper.cn, video tersebut berasal dari pengguna yang ID-nya adalah "Snack_lifeline" di SnackVideo, sebuah platform video pendek luar negeri milik Kuaishou. Video yang sama ini diberi judul "China membuat matahari mereka sendiri".
    Namun, menurut The Paper, ketika Anda mengklik video untuk mengidentifikasinya dengan cermat, Anda masih dapat mendengar seseorang menghela nafas dalam bahasa Mandarin sebagai berikut: "Cepat, menyala, menyala... Roket diluncurkan, diluncurkan ... Saya dapat mendengar suaranya..." Menggabungkan informasi ini, dapat disimpulkan bahwa sumber cahaya raksasa seperti matahari dalam video bukanlah apa yang disebut "matahari buatan", tetapi sebuah roket.
    Seperti yang kita semua tahu, Cina saat ini memiliki empat pangkalan peluncuran satelit, yang terletak di Jiuquan, Gansu, Xichang, Sichuan, Taiyuan, Shanxi, dan Wenchang, Hainan. Pusat Peluncuran Satelit Hainan Wenchang adalah satu-satunya pangkalan peluncuran di pantai, yang paling sesuai dengan karakteristik lingkungan sekitar dalam video.
    Video yang identik juga pernah diunggah akun liliyashen pada situs  bilibili.com  pada 25 Desember 2021 dengan judul, “ Pada 23 Desember 2021, Jiayaosan 7 Maret Long berhasil diluncurkan di situs peluncuran Wenchang."
    “Pertama kali saya menyaksikan peluncuran roket secara langsung, saya sangat terkejut sampai merinding. Saya berharap industri dirgantara saya makmur,” tulis akun tersebut.
    Video identik lainnya juga pernah diunggah ke  Baidu.com  pada 23 Desember 2021 dengan judul dalam bahasa Cina yang jika diterjemahkan “ Selamat atas keberhasilan peluncuran roket pembawa Long March 7 Cina.”
    Matahari Buatan Cina
    Dikutip dari kantor berita Cina, Xinhua, di pagi hari tanggal 28 Mei, kabar baik datang dari aula kontrol perangkat eksperimen fusi nuklir EAST (Eastern Hyperloop) untuk tokamak superkonduktor penuh, Institut Ilmu Fisika Hefei, Akademi Ilmu Pengetahuan Cina. Plasma 120 juta derajat berhasil beroperasi selama 101 detik. Kemudian  operasi plasma 160 juta derajat 20 detik sekali lagi menetapkan rekor dunia baru untuk pengoperasian perangkat eksperimental tokamak.
    EAST, juga dikenal sebagai "matahari buatan", adalah infrastruktur ilmiah dan teknologi nasional utama dalam "Rencana Lima Tahun Kesembilan" yang disetujui oleh Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional. Pada bulan Juni tahun lalu, Institut Plasma, Institut Penelitian Hefei dari Akademi Ilmu Pengetahuan Cina meluncurkan peningkatan dan transformasi perangkat EAST.
    Berdasarkan arsip berita Tempo, sekitar 300 ilmuwan dan insinyur dikerahkan untuk mendukung pengoperasian fasilitas percobaan berbentuk donat tersebut, yang meliputi sistem vakum, sistem gelombang RF, sistem hamburan laser, dan sistem gelombang mikro. Pekerjaan persiapan dan peningkatan untuk eksperimen ini telah dimulai sekitar setahun lalu, kata institut tersebut.
    "Ini pencapaian besar di bidang fisika dan teknik Cina. Keberhasilan eksperimen ini meletakkan dasar bagi Cina untuk membangun stasiun pembangkit energi fusi nuklirnya sendiri," kata Song Yuntao, Direktur ASIPP.
    Pada November 2018 lalu, EAST menghasilkan suhu elektron 100 juta derajat Celsius di plasma intinya, hampir tujuh kali lipat suhu interior Matahari. Tahun lalu, EAST mencapai suhu plasma 100 juta derajat Celsius selama 20 detik
    Berbeda dengan bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas alam, yang terancam habis dan dapat merusak lingkungan, bahan mentah yang dibutuhkan untuk matahari buatan ini hampir tidak terbatas di Bumi. Oleh karena itu, energi fusi dianggap sebagai sumber energi pamungkas yang ideal dengan potensi membantu Cina mewujudkan target netralitas karbonnya.
    Energi fusi, salah satu kemajuan terbesar fisika saat ini, tidak hanya membutuhkan kemampuan penelitian ilmiah terbaik tetapi juga instrumen eksperimental yang masif.
    Sejak beroperasi pada 2006, EAST yang dirancang dan dikembangkan oleh Cina telah menjadi platform pengujian terbuka bagi ilmuwan lokal maupun mancanegara untuk melakukan eksperimen terkait fusi.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, video dengan klaim peluncuran matahari buatan Cinakeliru. Video tersebut bukanlah peluncuran matahari buatan Cina, melainkan peluncuran roket Changqi A pembawa Yaosan 7A Long March 7A pada 23 Desember 2021.
    Eksperimen fusi nuklir EAST (Eastern Hyperloop) atau yang dikenal sebagai "matahari buatan" sendiri dilakukan disebuah fasilitas berbentuk donat yang dikontrol sejumlah ilmuan dan insinyur.
    TIM CEK FAKTA TEMPO

    Rujukan

  • (GFD-2022-8968) [SALAH] Benda Logam Menempel pada Lengan setelah divaksin

    Sumber: Instagram.com
    Tanggal publish: 12/01/2022

    Berita

    “Ada yang rela anaknya jadi Magneto junior? 😢
    .
    .
    Follow @teluuur
    Follow @t3luuur”

    Hasil Cek Fakta

    Akun Instagram @t3luuur membagikan screenshoot direct message yang berisikan foto lengan anak kecil dengan logam yang menempel di sana, kemudian terdapat penjelasan bahwa anak tersebut lemas setelah divaksin, dan benda besi seperti uang koin, jepitan kertas, sendok dan benda logam lainnya menempel di lengan yang telah divaksin.

    Klaim ini sebelumnya pernah diperiksa fakta dengan judul [SALAH] Setelah Divaksin, Tubuh Punya Daya Magnetis dan Dapat Dikoneksikan ke Bluetooth dalam artikel tersebut menyebutkan bahwa “Dr. Thomas Hope, peneliti vaksin dan profesor biologi sel dan perkembangan di Fakultas Kedokteran Universitas Northwestern, menjelaskan bahwa vaksin Covid-19 pada dasarnya terdiri dari protein dan lipid, garam, air, dan bahan kimia yang menjaga PH. Sehingga tidak ada bahan apapun yang dapat berinteraksi dengan magnet. Selain itu, otoritas kesehatan di AS dan Kanada menegaskan bahwa tidak ada jenis vaksin Covid-19 yang memiliki bahan berbasis logam”.

    Artikel lain dengan judul [SALAH] Vaksin Covid-19 Mengandung Microchip Magnetik, yang melansir dari AFP, para ahli medis mengatakan bahwa video Vaksin Covid-19 memiliki microchip magnetik tidak lebih dari teori konspirasi yang termasuk ke dalam kategori disinformasi tentang virus Covid-19.

    Terkait koin yang bisa menempel pada lengan, dalam artikel Republika.co.id menyebutkan ahli fisika dari National High Magnetic Field Laboratory Amerika Serikat punya penjelasan.

    “Kita dulu pernah melakukannya semasa kecil dengan menumpuk koin di dahi. Itu menjadi mungkin karena permukaan kulit berminyak, tegangan permukaan terkait dengan hal itu. Orang juga bisa melakukan trik dengan koin yang ada bekas tempelan selotip atau perekat lainnya hingga seolah-olah kulit seseorang jadi seperti magnet,” jelasnya kepada BBC.

    Kesimpulan

    Hasil periksa fakta Riza Dwi (Anggota Tim Kalimasada)

    Informasi terkait benda logam yang menempel pada lengan setelah divaksin tidak benar. Para ahli mengatakan bahwa vaksin Covid19 tidak mengandung magnet, microchip dan bahan sejenisnya.

    Rujukan

  • (GFD-2022-8967) [SALAH] Pemerintah New Zealand Mengizinkan Euthanasia Secara Spesifik bagi Pasien COVID-19

    Sumber: Twitter.com
    Tanggal publish: 12/01/2022

    Berita

    “Patients admitted to hospital with COVID-19 can die by euthanasia if doctors decide they might not survive, the New Zealand government has declared. That’ll certainly increase the numbers. There’s evil afoot.”

    Terjemahan:
    “Pasien COVID-19 mengaku ke rumah sakit bahwa mereka dapat meninggal dengan euthanasia jika dokter memutuskan mereka tidak selamat, pemerintah New Zealand telah mengumumkan. Ada kejahatan yang terjadi.”

    Hasil Cek Fakta

    Akun Twitter @calvinrobinson (Calvin) menyebarluaskan informasi bahwa pasien COVID-19 dapat meminta euthanasia apabila dokter memutuskan mereka tidak akan selamat, serta hal tersebut tentu akan meningkatkan angka kematian bagi pasien COVID-19. Pengguna Twitter tersebut mengutip dari artikel Catholic Herald yang diunggah pada 20 Desember lalu. Unggahan tersebut telah dibagikan ulang sebanyak lebih dari 2,500 kali. Selain itu, terdapat 4,600 orang menyukai dan lebih dari 200 orang telah memberikan komentar.

    Klaim tersebut berawal dari legalisasi “the End of Life Choice Act 2019”, di mana hukum tersebut mulai bisa diaplikasikan setahun setelah diresmikan. Banyak pihak yang kontra terhadap hukum tersebut. Salah satu yang paling vokal dalam mengekspresikan ketidaksetujuan mereka adalah sekelompok aktivis yang melakukan pergerakan dengan nama #DefendNZ.

    #DefendNZ menerbitkan artikel yang berisi pertanyaan sebagai berikut:

    “Could a patient who is severely hospitalized with COVID-19 potentially be eligible for assisted suicide or euthanasia under the Act if a health practitioner viewed their prognosis as less than six months?”

    Pertanyaan tersebut yang memicu banyaknya pengguna sosial media untuk menyebarkan klaim serupa dengan yang ditulis @calvinrobinson.

    Pihak resmi menteri kesehatan New Zealand meluruskan tuduhan tersebut. Blair Cunningham, penasihat senior untuk Kementerian Kesehatan New Zealand, mengungkapkan kepada Reuters bahwa euthanasia tidak secara spesifik ditujukan kepada pasien COVID-19.

    Selain itu, Blair Cunningham juga menyatakan bahwa layak atau tidaknya seseorang untuk melakukan euthanasia ditentukan secara case-by-case. Pasien COVID-19 bisa masuk dalam kategori layak untuk euthanasia, namun tidak semua. Dibutuhkan paling tidak dua dokter dan seorang psikiater yang memberikan laporan resmi bahwa seorang pasien boleh meminta euthanasia.

    Informasi dengan topik yang sama juga pernah dibahas sebelumnya oleh Reuters dengan judul “Fact Check – New Zealand has not approved euthanasia specifically for COVID-19 patients”.

    Dengan demikian, informasi yang disebarluaskan oleh akun Twitter @calvinrobinson (Calvin) tersebut dikategorikan sebagai konten yang menyesatkan karena kelayakan euthanasia yang dijelaskan dalam the “End of Life Choice Act 2019” digunakan untuk membungkus sebuah isu.

    Kesimpulan

    Hasil periksa fakta Evarizma Zahra.

    Informasi tersebut salah. Faktanya, Kementerian Kesehatan New Zealand tidak mengizinkan euthanasia secara spesifik untuk pasien COVID-19 di New Zealand. Pasal “The End of Life Choice Act 2019” yang resmi dilegalkan pada 7 November 2021 tidak secara spesifik merujuk untuk pasien COVID-19.

    Rujukan