(GFD-2020-8221) [Fakta atau Hoaks] Benarkah STAN Ditutup 4 Tahun Gara-gara Isu Radikalisme?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 10/08/2020
Berita
Klaim bahwa Politeknik Keuangan Negara STAN ditutup gara-gara isu radikalisme beredar di media sosial. Menurut klaim tersebut, STAN bakal ditutup selama empat tahun ke depan. Klaim itu disertai dengan sebuah foto tayangan dari stasiun televisi iNews yang berjudul "STAN Ditutup Karena Radikalisme?".
Klaim serta foto tersebut terdapat dalam gambar tangkapan layar sebuah status di WhatsApp. Berikut narasi yang tertulis dalam gambar tangkapan layar itu: "Gara2 isu radikalisme di kampus STAN, maka selama 4 tahun kedepan kampus itu di tutup dan tidak menerima mahasiswa baru. Rupanya sekarang mahasiswa yg rajin shalat dan pengajian di Masjid dianggap pemerintah sebagai embrio radikalisme shg membahayakan keamanan negara ... Semakin kacau aja nih pemerintah, main tuduh2 aja..."
Di Facebook, gambar tangkapan layar tersebut diunggah salah satunya oleh akun Wibi Sono Hadi, yakni pada 5 Agustus 2020. Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah dibagikan lebih dari 600 kali dan dikomentari lebih dari 400 kali.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Wibi Sono Hadi.
Apa benar STAN ditutup empat tahun ke depan gara-gara isu radikalisme?
Hasil Cek Fakta
Untuk memeriksa klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri tayangan iNews yang terdapat dalam foto unggahan akun Wibi Sono Hadi. Hasilnya, ditemukan bahwa video berjudul "STAN Ditutup Karena Radikalisme?" itu pernah dimuat oleh kanal YouTube Official iNews pada 13 Juli 2020.
Video itu berisi wawancara iNews dengan peneliti radikalisme Haidar Alwi dan mantan Ketua Alumni STAN Sudirman Said. Dalam video itu, dibahas tentang isu yang beredar dalam beberapa waktu terakhir bahwa STAN ditutup akibat terpapar isu radikalisme.
Tempo pun menelusuri pemberitaan di media lain tentang isu ditutupnya STAN tersebut. Dilansir dari Detik.com, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, mengatakan bahwa Kementerian Keuangan tidak pernah mengeluarkan kebijakan menutup kampus STAN. Dia pun menepis adanya isu radikalisme.
Menurut Yustinus, kebijakan yang baru saja dikeluarkan oleh Kemenkeu adalah menghentikan pendaftaran mahasiswa baru STAN tahun ajaran 2020. Sementara itu, nasib pendaftaran untuk tahun depan masih dalam pembahasan. "Yang kemarin dilakukan adalah moratorium STAN 2020 dan untuk tahun-tahun selanjutnya masih dalam pembahasan," katanya.
Yustinus menjelaskan, di tengah penutupan pendaftaran mahasiswa ini, STAN bakal meningkatkan kompetensinya. Saat ini, STAN sedang membangun gedung baru dan meningkatkan level pendidikan. "STAN akan membangun gedung baru yang multifungsi dengan standar internasional dan juga meningkatkan level program studi ke D-IV dan S-2," ujar Yustinus.
Senada dengan Yustinus, Direktur PKN STAN, Rahmadi Murwanto, menegaskan informasi bahwa kampus STAN ditutup tidak benar. "Kalau ada yang mengarahkan bahwa ditutup, sudah pasti tidak benar dan tidak berbicara dalam konteks punya otoritas untuk membicarakannya. Apalagi kalau itu dikaitkan dengan alasan radikalisme, sudah pasti salah," ujar Rahmadi.
Menurut Rahmadi, yang ditutup adalah pendaftaran mahasiswa baru STAN, bukan kampus STAN. Alasan penutupan pendaftaran ini pun, menurut Rahmadi, adalah adanya kekhawatiran penyebaran Covid-19 saat seleksi mahasiswa baru. Selain itu, pendaftaran ditutup hanya untuk tahun ini, bukan empat tahun seperti yang terdapat dalam klaim yang beredar.
Rahmadi mengatakan kebijakan ini mengikuti keputusan Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB ) tentang Penetapan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia. "Menyebabkan seleksi dalam bentuk tes umum tidak dapat dilaksanakan dengan efektif, mengingat jumlah rata-rata pendaftar selama tiga tahun terakhir 130 ribu orang," katanya pada 7 Mei 2020.
Di sisi lain, terdapat perubahan komposisi kebutuhan sumber daya manusia di tubuh Kemenkeu akibat pandemi Covid-19. Soal kebutuhan SDM ini, menurut Rahmadi, masih didiskusikan dengan Kemenkeu. "Akibat Covid-19, ada perubahan komposisi kebutuhan SDM sehingga angka-angka yang sudah dipersiapkan pra-pandemi Covid-19 tidak valid," ujar Rahmadi.
Isu ini sebenarnya telah beredar sejak beberapa bulan lalu, saat Kemenkeu mengumumkan penutupan sementara pendaftaran STAN. Ketika itu, Yustinus telah menjelaskan bahwa kebijakan moratorium STAN adalah bagian dari kebijakan SDM jangka menengah yang holistik.
"Diawali dengan rancangan transformasi STAN menjadi perguruan tinggi kedinasan dengan lulusan yang unggul untuk menjawab kebutuhan ahli keuangan negara di berbagai instansi pemerintah. Reborn to serve better!” kata Yustinus dalam cuitannya di Twitter pada 14 Juli 2020.
Penjelasan ini pun pernah disampaikan oleh Menkeu Sri Mulyani Indrawati pada 19 Juni 2020. Menurut dia, pendaftaran STAN pada 2020 tidak dibuka karena pandemi Covid-19, bukan karena isu radikalisme. Karena tidak dibukanya pendaftaran tersebut, kata Sri Mulyani, saat ini merupakan waktu yang tepat untuk mendesain ulang STAN.
"Tentu kami akan melihat sesuai dengan kebutuhan SDM dan juga dalam proses meredesain STAN ini agar menjadi suatu pusat studi yang memang betul-betul lebih komprehensif mengenai keuangan negara," kata dia dalam Town Hall Meeting Kemenkeu pada 19 Juni 2020. "Jadi, ini juga untuk meredam spekulasi mengenai masalah STAN."
Menurut Sri Mulyani, situasi saat ini sangat menantang. Dia meminta kepada berbagai alumni STAN untuk ikut memikirkan bagaimana mendesain ulang STAN dengan perubahan tantangan keuangan negara. "Saya rasa ini menjadi kebutuhan untuk melakukan perbaikan di dalam sekolah STAN itu sendiri," ujarnya.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pun telah menjelaskan alasan mengapa pemerintah tidak membuka pendaftaran mahasiswa baru STAN pada 2020. "PKN STAN sedang melakukan penataan organisasi, penguatan kurikulum dan SDM. Sehingga, untuk tahun ini, tidak menerima mahasiswa baru," kata Sekretaris Kementerian PANRB, Dwi Wahyu Atmaji, pada 7 Mei 2020.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa STAN ditutup empat tahun ke depan gara-gara isu radikalisme keliru. Yang ditutup adalah pendaftaran mahasiswa baru STAN, bukan kampus STAN. Alasan penutupan pendaftaran ini pun adalah adanya kekhawatiran penyebaran Covid-19 saat proses seleksi mahasiswa baru. Selain itu, pendaftaran ditutup hanya untuk tahun ini, bukan empat tahun.
IBRAHIM ARSYAD
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- http://archive.ph/15b6W
- https://www.youtube.com/watch?v=e7pe6ZjHoc8
- https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5122871/stan-diisukan-tutup-karena-radikalisme-apa-kata-kemenkeu
- https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5122376/beredar-kabar-kampus-stan-tutup-karena-radikalisme-ini-faktanya
- https://bisnis.tempo.co/read/1365425/said-didu-pertanyakan-alasan-penutupan-pendaftaran-stan
- https://bisnis.tempo.co/read/1365425/said-didu-pertanyakan-alasan-penutupan-pendaftaran-stan
- https://bisnis.tempo.co/read/1355356/stan-tak-buka-pendaftaran-sri-mulyani-waktunya-mendesain-ulang/full&view=ok
(GFD-2020-8220) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Video yang Tunjukkan Hantaman Rudal dalam Ledakan di Beirut Ini?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 08/08/2020
Berita
Video dengan efek film negatif yang menunjukkan hantaman rudal di sebuah wilayah beredar di media sosial. Dalam video itu, terlihat pula bahwa, setelah rudal menghantam tanah, terjadi ledakan yang sangat dahsyat. Menurut narasi yang menyertainya, video itu merupakan video yang diambil tepat sebelum terjadinya ledakan di Beirut, Lebanon, pada 4 Agustus 2020.
Di Instagram, video tersebut dibagikan salah satunya oleh akun @teluriyun pada 7 Agustus 2020. Akun ini menulis narasi, “Rekaman kamera infrared menunjukkan adanya hantaman rudal dari langit tepat sebelum ledakan dahsyat terjadi di Beirut, Libanon. Benarkah zionis Israel pelakunya? Wallahua'lam.” Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah disukai lebih dari 4 ribu kali.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Instagram @teluriyun.
Apa benar hantaman rudal yang terlihat dalam video di atas terjadi sebelum ledakan di Beirut?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo memfragmentasi video itu menjadi beberapa gambar dengantoolInVID. Selanjutnya, gambar-gambar tersebut ditelusuri denganreverse image toolYandex dan Google untuk mendapatkan jejak digital video itu. Lewat penelusuran ini, ditemukan bahwa video tersebut merupakan hasil suntingan, BERUPA penggabungan dua video, penambahan gambar rudal, dan pemberian efek film negatif.
Dua video yang digabungkan itu sama-sama diambil dari peristiwa ledakan di Beirut pada 4 Agustus 2020. Video pertama pernah ditayangkan oleh CNN Arabic pada 5 Agustus 2020 dengan judul “Lebanon: Sebuah ledakan besar di dekat Pelabuhan Beirut menyebabkan luka-luka, kerusakan parah, dan kekacauan di pusat ibu kota”. Adapun video kedua pernah diunggah oleh kanal YouTube Daesh Hunter pada 6 Agustus 2020 dengan judul “Video close up dari ledakan di Beirut”.
Baik video yang diunggah CNN Arabic maupun kanal YouTube Daesh Hunter, tidak terlihat adanya sebuah benda yang diklaim sebagai rudal yang menghantam wilayah Beirut dan menyebabkan terjadinya ledakan dahsyat.
Perbandingan video asli dengan video yang telah diberi efek film negatif pernah diunggah oleh kanal YouTube Totally Epic Wow Craziness pada 6 Agustus 2020. Video itu diberi judul “Perbandingan langsung video berefek film negatif dengan rudal palsu dalam ledakan Beirut Lebanon”.
Dalam keterangannya, kanal ini menulis, "Anda bisa melihat rudal palsu yang jelas telah ditambahkan ke dalam rekaman. Tidak ada nuklir taktis mini. Tidak ada misil asli. 'Rudal' jelas ditambahkan setelahnya. Tidak ada gerakan yang buram, tidak cocok dengan piksel atau fokus aslinya, tidak berputar, dll.”
Organisasi cek fakta yang berbasis di Amerika Serikat, Lead Stories, pun telah memverifikasi video itu. Menurut profesor digital forensik dari Universitas California, Berkeley, Hany Farid, yang diwawancarai oleh Lead Stories, video itu jelas palsu. Suntingannya juga terlihat kasar.
Farid menjelaskan bagaimana video itu diedit. "Jika menonton video itu bingkai demi bingkai, Anda akan melihat beberapa hal yang secara jelas menggambarkan bahwa video itu palsu. Sekitar detik ke-8, misil menghilang dari video, jauh sebelum ledakan. Tidak ada pula gerakan yang kabur pada rudal yang semestinya terlihat mengingat kecepatannya. Selain itu, rudal tersebut tampak identik dalam setiap bingkai di mana rudal itu terlihat. Ini adalah tanda dari manipulasi copy-paste mentah di mana misil itu ditempelkan ke setiap bingkai yang berurutan," ujar Farid.
Pemeriksaan fakta oleh Associated Press (AP) juga menyatakan hal yang sama, bahwa video itu palsu dan merupakan hasil manipulasi dengan menambahkan sesuatu yang tampak seperti rudal kartun. "Tidak ada pula bukti bahwa ledakan di Beirut pada 4 Agustus 2020 diakibatkan oleh serangan dalam bentuk apapun," demikian kesimpulan AP dalam artikelnya.
Menurut AP, misil yang terlihat dalam video itu merupakan tempelan. Ketika bingkai demi bingkai video tersebut diamati, misil itu tampak bengkok di tengah dan memiliki tampilan seperti kartun. Saat misil bergerak mendekati target, ukuran dan sudutnya pun tidak berubah. Sekitar detik ke-8, misil menghilang sebelum mengenai apa pun. AP juga mewawancarai Jeffrey Lewis, pakar rudal dari Middlebury Institute of International Studies di Monterey, California. "Pada dasarnya, ini adalah rudal kartun yang tidak terlihat seperti rudal sungguhan yang menyerang target," ujar Lewis.
Dilansir dari Kompas.com, video tersebut awalnya adalah rekaman dari produser media sosial CNN Arabic yang berbasis di Beirut, Mehsen Mekhtfe. Video asli itu diedit oleh orang tak bertanggung jawab, dengan menambahkan objek mirip rudal. Mekhtfe kebetulan berada di dekat lokasi ledakan dan merekam ledakan tersebut. Saat itu, dia sedang berjalan-jalan di dekat pelabuhan.
"Banyak orang menghubungi saya untuk memberi tahu saya bahwa itu palsu," kata Mekhtfe. Dia menegaskan bahwa video itu asli miliknya dan tidak terdapat rudal di sana. Ketika orang-orang bertanya kepadanya soal rudal, dia menyatakan tidak melihat rudal apa pun atau mendengar jet atau pun drone di atasnya.
Penyebab ledakan di Beirut
Berdasarkan arsip pemberitaan Tempo, sumber ledakan berasal dari sebuah gudang pelabuhan yang menyimpan 2.750 ton amonium nitrat selama enam tahun tanpa memenuhi aturan keselamatan. Al Jazeera melaporkan bahwa belum diketahui secara pasti mengapa amonium nitrat yang biasanya digunakan untuk pupuk pertanian serta bahan peledak di pertambangan dan konstruksi itu teronggok di gudang tersebut selama bertahun-tahun.
Namun, CNN melaporkan sebuah dokumen yang menjelaskan bahwa amonium nitrat itu dibawa ke pelabuhan di Beirut oleh kapal Rusia MV Rhosus pada 2013. Kapal ini singgah di Beirut dengan tujuan akhir Mozambik. Kapal Rusia berbendera Moldova tersebut terpaksa bersandar di Beirut karena kesulitan keuangan. Awak kapal itu yang berkebangsaan Rusia dan Ukraina dikabarkan resah dengan kapal yang tak kunjung berlayar ke tujuan akhir.
Menurut Direktur Bea Cukai Lebanon, Badri Daher, begitu tiba di pelabuhan di Beirut, kapal Rusia itu tidak pernah meninggalkan pelabuhan meski berulang kali diperingatkan karena membawa muatan bahan kimia yang setara dengan "bom mengambang". Kepala bea cukai sebelum Daher, Chafic Merhi, ternyata telah menulis surat kepada hakim yang menangani kasus ini pada 2016 agar otoritas pelabuhan mengekspor kembali amonium nitrat yang dibawa kapal Rusia itu. Hal ini untuk menjaga keamanan pelabuhan dan mereka yang bekerja di sana karena bahaya yang dapat ditimbulkannya dalam kondisi iklim yang tidak sesuai.
Menteri Pekerjaan Umum Michel Najjar mengatakan kepada Al Jazeera bahwa ia baru mengetahui keberadaan bahan peledak yang disimpan di pelabuhan Beirut 11 hari sebelum ledakan, melalui laporan yang diberikan kepadanya oleh Dewan Pertahanan Tertinggi negara itu. "Tidak ada menteri yang tahu apa yang ada di hangar atau kontainer, dan itu bukan tugas saya untuk tahu," katanya.
Najjar pun menyatakan telah menindaklanjuti keberadaan amonium tersebut. Namun, pada akhir Juli, pemerintah Lebanon memberlakukan karantina wilayah karena meningkatnya jumlah kasus Covid-19. Najjar akhirnya berbicara dengan manajer umum pelabuhan, Hasan Koraytem, pada 3 Agustus. Dia meminta Koraytem untuk mengiriminya semua dokumentasi yang relevan, sehingga bisa "melihat masalah ini". Namun, permintaan itu datang terlambat. Keesokan harinya, tepat setelah pukul 18.00 (15.00 GMT), gudang tersebut meledak, memusnahkan pelabuhan, dan menghancurkan sebagian besar Beirut.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa hantaman rudal yang terlihat dalam video di atas terjadi sebelum ledakan di Beirut, keliru. Video tersebut merupakan hasil suntingan. Video itu adalah gabungan dari dua video yang diambil dari peristiwa ledakan di Beirut, Lebanon, yang kemudian ditempeli gambar rudal dan diberi efek film negatif.
ZAINAL ISHAQ
Catatan redaksi: Artikel ini diubah pada 10 Agustus 2020 pukul 11.30 WIB, khususnya di bagian pemeriksaan fakta, untuk menambahkan penjelasan dari perekam video tersebut, yakni produser media sosial CNN Arabic yang berbasis di Beirut, Mehsen Mekhtfe.
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekfakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://archive.fo/4BHWt
- https://cnn.it/30G8vah
- https://bit.ly/33xQLj7
- https://bit.ly/2DLxQpT
- https://leadstories.com/hoax-alert/2020/08/fact-check-video-of-a-missile-hitting-before-beirut-explosion-footage-in-crude-fake.html
- https://bit.ly/2Pu79sy
- https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/09/070000065/klarifikasi-video-rudal-terlihat-di-lokasi-ledakan-beirut-lebanon?amp=1&page=2
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/934/fakta-atau-hoaks-benarkah-ledakan-di-beirut-lebanon-diakibatkan-serangan-bom-nuklir
(GFD-2020-8219) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ratusan Mobil di Foto Ini Hangus Karena Ledakan di Beirut?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 07/08/2020
Berita
Foto yang memperlihatkan ratusan mobil yang hangus terbakar beredar di media sosial. Dalam foto itu, terlihat pula kepulan asap tebal di belakang bangunan yang porak-poranda. Menurut klaim yang menyertainya, mobil dalam foto itu terbakar akibat ledakan di Beirut, Lebanon, pada 4 Agustus 2020.
Di Facebook, foto tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Fadlan Akbar, yakni pada 6 Agustus 2020. Akun Fadlan Akbar pun memberikan narasi sebagai berikut:
"Hakikat Harta Dunia yg diperebutkan.
Ribuan mobil impor baru masih terparkir rapi di Pelabuhan Beirut, belum dikendarai,hanya dalam waktu singkat, kini laksana barang rongsokan yg tidak bisa dimanfaatkan lagi, diberikan gratis pun seseoran masih berfikir keras untuk menerimanya.
Begitulah hakikat kenikmatan Dunia, sementara dan cepat sirna."
Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun Fadlan Akbar tersebut telaah dibagikan lebih dari 200 kali dan direspons lebih dari 200 kali pula.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Fadlan Akbar.
Benarkah ratusan mobil dalam foto di atas hangus karena ledakan di Beirut, Lebanon?
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, hangusnya ratusan mobil dalam foto tersebut bukan diakibatkan oleh ledakan di Beirut, Lebanon, pada 4 Agustus 2020. Mobil-mobil itu hangus karena ledakan yang terjadi di Pelabuhan Tianjin, Cina, pada 13 Agustus 2015.
Fakta tersebut didapatkan setelah Tempo menelusuri foto itu dengan reverse image tool Source. Berdasarkan penelusuran tersebut, ditemukan bahwa foto itu banyak dipakai oleh sejumlah media saat terjadi ledakan besar di Pelabuhan Tianjin, Cina, pada 2015.
Foto itu pernah dimuat oleh BBC dalam artikelnya pada 13 Agustus 2015 yang berjudul "Tianjin blast: Images reveal extent of devastation". BBC menyebutkan bahwa foto itu bersumber dari Associated Press (AP).
South China Morning Post ( SCMP ) juga pernah menggunakan foto tersebut dalam artikelnya yang berjudul "Punishment looms for Tianjin explosion executives" pada 11 Februari 2016. Sama halnya dengan BBC, SCMP menulis bahwa foto itu bersumber dari AP dengan keterangan: "Asap mengepul dari lokasi ledakan pada Agustus tahun lalu yang membuat tempat parkir di Tianjin yang penuh dengan mobil baru menjadi hangus."
Berdasarkan dua petunjuk itu, Tempo pun mencari foto tersebut di situs AP Image. Hasilnya, memang benar foto itu diambil oleh fotografer AP Photo yang bernama Ng Han Guan pada 13 Agustus 2015.
AP memberikan keterangan pada foto tersebut sebagai berikut:
"Asap mengepul dari lokasi ledakan sebuah gudang di Kota Tianjin, timur laut Cina, Kamis, 13 Agustus 2015. Ledakan itu membuat tempat parkir yang dipenuhi dengan mobil baru tersebut menjadi hangus. Ledakan besar di bagian gudang memunculkan bola api besar yang mengubah langit malam menjadi seperti siang hari, kata pejabat dan saksi mata. (Foto AP/Ng Han Guan)"
Menurut laporan SCMP, insiden itu berasal dari gudang kimia yang dioperasikan oleh Tianjin Ruihai International Logistics dengan pengawasan yang lemah oleh regulator. Tianjin Port Development dan perusahaan induknya, Tianjin Development, menyebut bahwa Ruihai menangani bahan kimia berbahaya tanpa izin dan menggunakan koneksi mereka untuk mendapatkan izin keselamatan kebakaran.
Ledakan itu menyebabkan 165 orang tewas dan melukai lebih dari 800 orang. Ledakan tersebut juga meratakan ratusan bangunan serta menghancurkan ribuan kendaraan dan kontainer dengan total kerugian sebesar 8,13 miliar dolar Hongkong.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa ratusan mobil dalam foto di atas hangus karena ledakan di Beirut, Lebanon, keliru. Foto itu merupakan foto peristiwa di Cina pada 13 Agustus 2015, saat terjadi ledakan besar di gudang bahan kimia di Pelabuhan Tianjin, Cina, yang meratakan ratusan bangunan serta menghancurkan ribuan kendaraan dan kontainer.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekfakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://web.archive.org/web/20200807045721/
- https://www.facebook.com/photo.php?fbid=338820893959011&set=a.154039642437138&type=3&theater=
- https://www.bbc.com/news/world-asia-china-33844086
- https://www.scmp.com/business/companies/article/1911984/punishment-looms-tianjin-explosion-executives
- http://www.apimages.com/metadata/Index/APTOPIX-China-Port-Explosion/9562699b931b4139a49e729265282ed2/191/0
- https://www.scmp.com/business/companies/article/1911984/punishment-looms-tianjin-explosion-executives
(GFD-2020-8218) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto Jutaan Warga Jerman yang Demo Terkait Covid-19 pada 1 Agustus 2020?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 06/08/2020
Berita
Foto yang memperlihatkan ribuan massa yang berkumpul di sebuah wilayah di dekat pelabuhan beredar di media sosial. Dalam foto tersebut, terlihat pula deretan kapal yang tertambat di pelabuhan itu. Foto tersebut diklaim sebagai foto jutaan warga Jerman yang berdemonstrasi terkait Covid-19 pada 1 Agustus 2020 lalu.
Di Facebook, foto itu diunggah salah satunya oleh akun Muchlis Marshal Pakpahan, yakni pada 3 Agustus 2020. Akun ini pun menulis narasi sebagai berikut:
“1 Agustus 2020, jutaan warga Jerman turun ke jalan menolak kemerdekaannya dirampas dengan dalih virus sepele. Kenapa menolak wajib masker? Karena jika menerimanya begitu saja, maka kita akan dipertemukan dgn kewajiban baru lagi; wajib vaksin. Jika wajib vaksin berhasil maka akan disusul dgn wajib ini wajib itu hingga kita benar-benar 100% di bawah kontrol "mereka".
Foto ini asli. Diunggah oleh seorang Dokter yg masih PUNYA OTAK @drtenpenny. Dan jika kalian anggap diksi yg saya tulis di atas hanyalah khayalan tanpa data, silakan cek unggahan2 Jendral @pongrekundharma88 dari Divisi Siber Indonesia.
Oya, foto/video demo di Jerman TIDAK AKAN kamu temui di media2 mainstream karena MSM dikontrol oligarki global pendukung skema CV19.”
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facevook Muchlis Marshal Pakpahan.
Apa benar foto tersebut adalah foto jutaan warga Jerman yang berdemonstrasi terkait Covid-19 pada 1 Agustus 2020?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri foto tersebut dengan reverse image tool Source dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa foto tersebut bukanlah foto demonstrasi terkait Covid-19 di Jerman pada 1 Agustus 2020, melainkan foto Zurich Street Parade 2019 di Swiss.
Foto yang identik pernah dimuat oleh laman Streetparade.com pada 16 Agustus 2019. Foto itu diberi keterangan, “Lihatlah momen terindah dari Street Parade 2019. Terima kasih banyak kepada semua artis, mitra sponsor, Love Mobile-Teams, Clubs, keluarga Elrow, Ants, Katermukke, Rakete, Daylight, dan semua penjelajah, yang telah berdansa bersama kami.”
Streetparade.com pun menyertakan tautan yang mengarah ke unggahan sebuah video di YouTube yang juga memperlihatkan momen-momen dalam Street Parade 2019. Video yang diunggah pada tanggal yang sama ini diberi judul "Official Street Parade Aftermovie 2019".
Foto-foto dokumentasi Zurich Street Parade 2019 lainnya juga dimuat oleh Streetparade.com dalam pengumumannya yang membatalkan Street Parade 2020. Acara yang rencananya digelar pada 8 Agustus 2020 ini dibatalkan karena pandemi Covid-19. Foto-foto dokumentasi Zurich Street Parade 2019 dicantumkan di bagian bawah pengumuman itu. Dalam daftar foto ini, terselip foto unggahan akun Facebook Muchlis Marshal Pakpahan.
Foto-foto dokumentasi Zurich Street Parade 2019 di situs Streetparade.com.
Artikel tentang Zurich Steet Parade 2019 juga pernah dimuat di situs resmi Platzhirsch Hotel & Bar pada 20 Juli 2019. Menurut artikel itu, Zurich Street Parade merupakan pesta musik tekno terbesar di dunia. Dalam Zurich Street Parade, ratusan ribu penggemar musik elektronik dan tekno yang hadir dapat berjoget sepuasnya di jalanan sekitar lembah danau Zurich.
Sejak digelar pada awal 1990-an, beragam jenis musik elektronik, mulai dari house, drum’n’bass, serta dubstep, juga ditampilkan dalam Zurich Street Parade selain trance dan tekno. Setelah gelaran utama Zurich Street Parade usai, digelar pesta di berbagai klub, dan acara "Lethargy" yang legendaris dirayakan di Roten Fabrik.
Demo terkait Covid-19 di Jerman
Jumlah peserta demonstrasi terkait Covid-19 di Jerman pun, menurut berbagai pemberitaan media, tidak mencapai jutaan, melainkan hanya ribuan. Dikutip dari BBC, jumlah peserta demonstrasi terkait Covid-19 di Jerman pada 1 Agustus 2020 mencapai sekitar 20 ribu orang.
Para demonstran menyatakan upaya-upaya pembatasan di tengah pandemi Covid-19, termasuk pemakaian masker, melanggar hak dan kebebasan mereka. Polisi membubarkan unjuk rasa itu dengan menyatakan bahwa penyelenggara tidak menghormati aturan terkait Covid-19, seperti menjaga jarak aman sejauh 1,5 meter dan memakai masker.
Menurut laporan BBC, sejumlah demonstran berasal dari kelompok kanan jauh dan pendukung teori konspirasi yang tidak percaya bahwa Covid-19 itu ada. Namun, beberapa demonstran lain merupakan masyarakat biasa yang hanya menolak pendekatan pemerintah Jerman terhadap pandemi Covid-19.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto di atas merupakan foto jutaan warga Jerman yang berdemonstrasi terkait Covid-19 pada 1 Agustus 2020, keliru. Foto tersebut merupakan foto dokumentasi Zurich Street Parade di Swiss pada Agustus 2019. Selain itu, jumlah peserta demonstrasi terkait Covid-19 di Jerman tidak mencapai jutaan, melainkan hanya sekitar 20 ribu orang.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekfakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
Halaman: 4430/5902