• (GFD-2020-5031) [SALAH] Pelarangan Masker Scuba Politik Perusahaan

    Sumber: facebook.com
    Tanggal publish: 20/09/2020

    Berita

    Akun Facebook Tommy Cen mengunggah sejumlah foto mengenai pemberitaan dari sejumlah media televisi mengenai pelarangan penggunaan masker bertipe scuba. Dalam narasinya, akun tersebut menyebutkan bahwa itu merupakan politik perusahaan.

    Berikut kutipan narasinya:

    “ini politik perusahaan beneran...dl awal podemi masker di save harga di naikan selangit & kluar lah masker scuba produksi rmhan harga murah jg bisa di cuci pakai lagi...skrg di larang masker scuba krn masker mereka tdk laku jg mahal...bantu tdk mlh sll nyusahin masyarakat melulu...bila mau membantu stiap rumah di bagi masker 1 kotak/bln scr free n sosialisasi br jlnin larangan itu.”

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan hasil penelusuran, pelarangan penggunaan masker bertipe scuba lebih kepada aspek fungsinya. Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, masker scuba dan buff dinilai sebagai masker dengan satu lapisan, tipis, dan lantaran mudah ditarik ke leher, penggunaannya dirasa tidak berarti. Sebagai pencegahan, Wiku merekomendasikan masker bedah atau masker kain yang terdiri dari tiga lapisan kain katun.

    Ketua Tim Protokol Tim Mitigasi Pengurus Besar IDI, DR Dr Eka Ginanjar mengungkapkan, masker scuba termasuk masker kain yang proteksinya tidak terlalu kuat. Menurutnya, setiap renggangan yang ditimbulkan, maka pori-pori dari masker scuba akan melebar. Hal inilah yang menyebabkan daya tapisnya akan jauh berkurang.

    "Sehingga dalam kondisi yang seperti ini tidak disarankan menggunakan masker scuba karena kondisi infeksi sedang tinggi, hanya satu lapis, bisa merenggang, dan kurang ketat menutup aliran udara," ujar Eka kepada Kompas.com, Jumat (18/9/2020).

    Dilansir dari suara.com, Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher RSA UGM, dr. Mahatma Sotya Bawono, M.Sc., Sp. THT-KL menyatakan bahwa penggunaan masker scuba dinilai tidak efektif sebagai pencegahan diri terhadap serangan virus Covid-19.

    "Masker scuba memiliki efektifitas paling kecil hanya sekitar nol sampai lima persen sehingga tidak cukup untuk proteksi," jelasnya.

    Artinya, pemakaian masker scuba kurang efektif melindungi area hidung dan mulut penggunanya dari kontak dengan percikan, tetesan, maupun partikel yang mungkin terpapar penyakit yang disebabkan oleh vierus SARS-CoV-2 ini. Oleh sebab itu dia tidak menyarankan pemakaian masker scuba sebagai alat pelindung dari penularan Covid-19.

    "Tidak disarankan pakai scuba atau buff masker karena kemampuan filtarsinya sangat kecil. Masyarakat disarankan memakai masker kain tiga lapis yang memiliki efektivitas penyaringan partikel 50-70 persen," tutur pria yang akrab disapa Boni ini.

    Hal senada juga diungkapkan dr Muhamad Fajri Adda'i, seorang praktisi sekaligus relawan Covid-19.

    "Masker scuba itu tipis satu lapis, tidak efektif, karena bahannya neoprene, cenderung elastis. Jika ditarik pori akan membesar. Padahal, kita butuh kemampuan filtrasinya," kata dia.

    Kesimpulan

    Pelarangan menggunakan masker bertipe scuba lantaran masker tersebut dianggap tidak efektif mencegah penyebaran Covid-19, bukan karena politik perusahaan.

    Rujukan

  • (GFD-2020-5030) [SALAH] Kebakaran Hutan Berhenti di Perbatasan Amerika-Kanada

    Sumber: facebook.com
    Tanggal publish: 19/09/2020

    Berita

    Telah beredar foto titik persebaran kebakaran hutan yang beberapa hari ini telah melanda wilayah Amerika Serikat bagian barat. Dalam foto tersebut, nampak bahwa titik kebakaran hutan hanya berada di wilayah California, Alaska, serta wilayah Amerika Serikat yang lain, dan berhenti di perbatasan Amerika-Kanada.

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan hasil penelusuran, informasi yang beredar itu tidak benar. Canadian Interagency Forest Fire Centre (CIFFC) secara resmi merilis laporan yang menunjukkan bahwa kebakaran hutan juga tengah terjadi di wilayah Kanada, meskipun tidak dalam skala sebesar kebakaran hutan yang terjadi di wilayah Amerika Serikat bagian barat.

    Informasi dengan topik yang sama sebelumnya juga pernah dibahas oleh Reuters dengan judul “Fact check: Wildfires Do Affect Canada and Mexico”, dan mengkategorikannya sebagai false.

    Dengan demikian, informasi yang beredar melalui media sosial Facebook tersebut dapat dikategorikan sebagai False Context atau Konteks yang Salah karena CIFFC melalui laporan resminya telah menyatakan bahwa kebakaran hutan juga terjadi di wilayah Kanada.

    Rujukan

  • (GFD-2020-5029) [SALAH] Pernyataan Teddy Gusnaidi Sebut Anies Baswedan Bodoh dan Dungu

    Sumber: facebook.com
    Tanggal publish: 19/09/2020

    Berita

    Akun facebook bernama Laras Projo membuat status pada tanggal 18/9/2020 di grup facebook ‘SERUPUT KOPI BARENG JOKOWI’ berupa layar tangkap artikel berjudul “Terkait Covid-19, Teddy: Kan Udah Gue Bilang, Kalau Anies Bekerja Maka Hancur Jakarta Sebab Dia Bukan Hanya Bodoh, Tetapi Juga Dungu”.

    Hasil Cek Fakta

    Dari hasil penelusuran, diketahui artikel asli berjudul “Terkait Covid-19, Teddy: Kan Udah Gue Bilang, Kalau Anies Bekerja Maka Hancur Jakarta” yang tayang di situs netralnews.com pada tanggal 14/9/2020. Judul pada artikel telah di sunting dengan menambahkan narasi “Sebab Dia Bukan Hanya Bodoh, Tetapi Juga Dungu”.

    Dalam isi artikel dituliskan Dewan Pakar Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Teddy Gusnaidi mengunggah cuitan di twitternya (@TeddyGusnaidi) tentang kebijakan PSBB DKI Jakarta oleh Anies Baswedan. Teddy Gusnaidi mengomentari kinerja kepala daerah dalam menanggulangi Covid-19 yang menurutnya tidak mampu menjalankan aturan dengan tegas termasuk Anies Baswedan selaku gubernur DKI Jakarta. Berikut cuitan lengkapnya:

    “Kan gue udah bilang, kalau Anies bekerja, maka hancur jakarta, jangan biarkan dia bekerja, suruh tidur aja.

    Tapi apakah kepala daerah lain lebih baik dari anies khususnya soal covid? Ternyata mereka gak mampu melaksanakan aturan dgn tegas. Ya mending suruh tidur aja kayak anies.” Ujar Teddy Senin, (13/9/2020).

    Selain itu Teddy juga menyisipkan layar tangkap berita daring dengan narasi yang menilai rencana Anies Baswedan tidak jelas. Dalam cuitannya maupun artikel asli tidak ditemukan pembahasan yang menyebut Anies Baswedan ‘bodoh dan dungu’. Dari penelusuran di atas, status tersebut masuk kategori Konten yang Dimanipulasi.

    Rujukan

  • (GFD-2020-5028) [SALAH] “Ketika di vaksin, microchip yg sangat kecil dipasang tanpa terasa, New Dajjal siap membunuh 7.5 milyard manusia”

    Sumber: facebook.com
    Tanggal publish: 19/09/2020

    Berita

    Akun Novi Hardian (fb.com/VIP.Accout.Novi.mc4) mengunggah sebuah gambar dengan narasi :

    “WASPADALAH BAGI UMAT ISLAM SEMUA DENGAN ADANYA VAKSIN YANG MAU DI PROGRAMKAN PEMERINTAH… PADA AWAL TAHUN 2021 UMAT ISLAM HARUS BERANI TEGAS MENOLAKNYA KALAU TIDAK MAU DI BUAT TARGET PEMBANTAIAN 7,5 MILIYAR NYAWA…”

    Di gambar tersebut terdapat foto microchip serta foto scan tangan manusia dan narasi “Ketika di vaksin, microchip yg sangat kecil dipasang tanpa terasa dg diam2. Tujuannya lain selain utk corona juga utk membunuh yg diprogram secara remote orang yg tdk disukai oleh Dajjal baru. New Dajjal siap membunuh 7.5 milyard manusia”

    Vaksin covid berbahaya
    vaksin mengandung chip
    chip
    chip vaksin
    Ada Chip di vaksin
    Vaksin ada chipnya

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan hasil penelusuran Tim CekFakta Tempo, klaim adanya microchip yang akan ditanamkan diam-diam tanpa terasa ketika divaksin Covid-19 yang diprogram untuk membunuh 7,5 miliar manusia adalah klaim yang keliru.

    Faktanya, vaksin diberikan dengan cara disuntikkan ke dalam tubuh, dan ukuran microchip tidak cukup kecil untuk melalui jarum suntik. Vaksin pun merupakan salah satu cara untuk memberikan kekebalan pada tubuh terhadap penyakit tertentu yang berbahaya atau mematikan, sebagaimana yang telah terjadi pada vaksin campak dan polio.

    Dilansir dari Tempo.co, beberapa vaksin Covid-19 yang sedang menjalani uji klinis fase III diberikan dengan cara disuntikkan ke dalam tubuh. Vaksin Covid-19 Sinovac misalnya, yang kini sedang dalam tahap uji klinis di Kota Bandung, Jawa Barat, diuji coba kepada relawan dengan cara disuntikkan ke dalam tubuh lewat jarum suntik.

    Cara pemberian vaksin lainnya adalah dengan disemprotkan melalui hidung. Saat ini, otoritas kesehatan di Cina telah menyetujui kandidat vaksin Covid-19 yang disemprotkan lewat hidung untuk diuji kepada manusia (uji klinis fase I) pada 9 September 2020. Vaksin ini dikembangkan oleh peneliti Xiamen University dan Hong Kong University bersama pabrik vaksin di Beijing, Wantai Biological Pharmacy Enterprise Co.

    Dikutip dari Science20, kebanyakan microchip RFID (Radio Frequency Identification) terlalu besar untuk dimasukkan ke dalam jarum berukuran normal yang digunakan untuk vaksin. Mungkin saja membuat chip dengan ukuran yang lebih kecil, tapi tidak berguna apabila tidak memiliki antena sebagai penerima sinyal.

    Sebuah chip harus memiliki kapasitas yang cukup besar untuk mengambil daya dari gelombang mikro, yang kemudian mengirim kembali sinyal yang cukup kuat sehingga bisa diterima oleh penerima. Chip RFID terkecil yang tersedia secara komersial, lengkap dengan antenanya, hanya dapat terbaca dari jarak milimeter. Sementara chip RFID terkecil yang tidak tersedia secara komersial hanya dapat terbaca dari jarak mikron.

    Sejak April 2020, isu tentang microchip yang ditanamkan ke dalam tubuh manusia melalui vaksin beredar seiring dengan rumor bahwa pendiri Microsoft, Bill Gates, membuat vaksin Covid-19 yang dipasang microchip.

    Vaksin memiliki efek samping, tapi tidak mematikan
    Vaksin, seperti obat-obatan lainnya, dapat menyebabkan efek samping. Yang paling umum terjadi adalah efek samping ringan. Vaksin telah banyak digunakan untuk mencegah berbagai penyakit berbahaya yang bisa berujung serius atau bahkan kematian. Vaksinasi adalah cara terbaik untuk mencegah seseorang terinfeksi penyakit tertentu.

    Dilansir dari BBC, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mencatat vaksin mampu menurunkan kematian akibat campak hingga 80 persen sepanjang 2000-2007. Demikian pula dengan polio yang hampir tidak bisa dijumpai lagi di tengah masyarakat dibandingkan beberapa dekade lalu di mana jutaan orang menjadi korban polio.

    Riset WHO lainnya mengestimasi efek ekonomi dari vaksinasi periode 2001-2020, yang menyebut vaksinasi 10 jenis penyakit menular dapat mencegah 20 juta kematian di 73 negara, termasuk Indonesia. Vaksinasi juga dapat menyelamatkan kerugian yang ditimbulkan sebesar 350 miliar dolar Amerika Serikat (hampir Rp 5 ribu triliun) untuk biaya perawatan kesehatan. Adapun nilai ekonomi dan sosial yang lebih luas dari vaksinasi diperkirakan mencapai 820 miliar dolar AS (sekitar Rp 11.700 triliun) di 73 negara tersebut.

    Rujukan