• (GFD-2021-8586) Keliru, Klaim mRNA Bukan Vaksin Tapi Terapi Gen untuk Mutasi Virus

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 14/04/2021

    Berita


    Klaim yang menyebut bahwa mRNA bukan vaksin Covid-19 melainkan terapi gen yang memberikan instruksi untuk mutasi virus beredar di Instagram. Klaim itu menyebar di tengah gelaran proses vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Akun Instagram ini mengunggah klaim yang terdapat dalam sebuah gambar tangkapan layar tersebut pada 10 April 2021. Narasi yang tertulis dalam gambar itu adalah:
    "Saya kasih tahu ini vaksin korongna itu mRNA... RNA messenger. Dia adalah kode gen yg merupakan instruksi untuk sintesis DNA dan protein2 dalam tubuh kita makanya banyak dokter bule bilang ini bukan vaksin tapi terapi gen. Jadi begitu disuntik dia langsung memodulasi gen kita, injeksi itu kan langsung ke aliran darah, langsung masuk ke cairan interstitial/antar sel, langsunh mRNA ini jadi instruksi untuk menyebabkan mutasi. Makanya, Prof. Dolores Chahill memprediksi kematian pasca injeksi adalah 5-10 tahun dan untuk lansia adalah 2-3 tahun..."
    Teks dalam gambar tangkapan layar tersebut juga mengklaim bahwa vaksinasi Covid-19 sebenarnya merupakan percobaan besar-besaran. "Gak semuanya berisi vaksin, sisanya placebo/sediaan kosong," demikian narasi yang tertulis dalam gambar itu. Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah disukai lebih dari 450 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Instagram yang berisi klaim keliru terkait vaksin Covid-19 berbasis mRNA (messenger RNA).

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, mRNA (messenger RNA) bukanlah terapi gen, melainkan salah satu jenis vaksin baru yang dikembangkan oleh para ilmuwan, salah satunya untuk vaksin Covid-19. Instruksi yang dilakukan oleh mRNA pun adalah memicu respons imun, bukan mutasi virus.
    Dikutip dari situs resmi Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat ( CDC ), vaksin mRNA adalah jenis vaksin baru untuk melindungi seseorang dari penyakit menular. Vaksin mRNA mengajarkan sel tubuh manusia cara untuk membuat protein yang memicu respons imun di dalam tubuh.
    Vaksin mRNA tidak menggunakan virus hidup yang menyebabkan Covid-19. Mereka pun tidak mempengaruhi atau berinteraksi dengan DNA manusia dengan cara apa pun, karena mRNA tidak pernah memasuki inti sel, yang merupakan tempat penyimpanan DNA (materi genetik).
    Berikut cara kerja vaksin mRNA:
    Vaksin Covid-19 mRNA memberikan instruksi kepada sel-sel di dalam tubuh untuk membuat bagian yang tidak berbahaya dari apa yang disebut "proteinspike", yang ditemukan di permukaan virus yang menyebabkan Covid-19.
    Pertama, vaksin disuntikkan ke otot lengan atas. Setelah instruksi (mRNA) berada di dalam sel kekebalan, sel tersebut menggunakannya untuk membuat potongan protein. Setelah potongan protein dibuat, sel itu memecah instruksi dan membuangnya.
    Selanjutnya, sel tersebut menampilkan potongan protein di permukaannya. Sistem kekebalan pun mengenali bahwa protein tersebut tidak seharusnya berada di situ. Sistem kekebalan kemudian mulai membangun respons kekebalan dan membuat antibodi, seperti yang terjadi pada infeksi Covid-19 alami.
    Di akhir proses, tubuh telah belajar bagaimana melindungi dirinya dari infeksi di masa depan. Manfaat vaksin mRNA, seperti semua vaksin lainnya, adalah mereka yang divaksinasi mendapatkan perlindungan ini tanpa harus mengambil risiko konsekuensi serius dari penyakit Covid-19.
    Vaksin Covid-19 yang berbasis mRNA adalah Pfizer dan Moderna. Dikutip dari VoA Indonesia, studi yang dirilis pada 29 Maret 2021 oleh CDC menunjukkan bahwa vaksin mRNA yang diproduksi oleh Pfizer dan Moderna sangat efektif dalam mencegah Covid-19 dalam kondisi-kondisi nyata.
    Studi itu dilakukan terhadap hampir 4 ribu petugas kesehatan, petugas pertolongan pertama, dan pekerja penting lainnya di enam negara bagian pada 14 Desember 2020-13 Maret 2021. Hasilnya menunjukkan bahwa risiko infeksi berkurang 80 persen setelah suntikan dosis pertama dan 90 persen setelah suntikan dosis kedua.
    Dalam pengarahan tim respons Covid-19 Gedung Putih, Direktur CDC Rochelle Walensky mengatakan penelitian tersebut menunjukkan kedua vaksin itu bisa efektif tidak hanya pada infeksi simtomatik, tapi juga infeksi tanpa gejala. Ia menyebutnya "sangat menggembirakan", dan mengatakan bahwa studi itu melengkapi studi terbaru lainnya di New England Journal of Medicine dan jurnal lainnya.
    Dikutip dari Liputan6.com, menurut analisis Public Health England (PHE), percepatan vaksinasi Covid-19 di Inggris menggunakan vaksin Covid-19 Pfizer dapat mencegah 10 ribu lebih kematian orang-orang yang berusia di atas 60 tahun hingga akhir Maret 2021.
    Lebih dari 15 juta dosis vaksin telah disuntikkan pada orang dewasa berusia 60 tahun ke atas sampai akhir Maret 2021, mencegah sekitar 10.400 kematian, yang sebagian besar berusia 80 tahun ke atas. Analisis itu membandingkan jumlah kematian yang dilaporkan hingga periode Maret dengan jumlah yang diperkirakan jika vaksin tidak diberikan pada saat itu.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa mRNA bukan vaksin melainkan terapi gen yang memberikan instruksi untuk mutasi virus, keliru. Vaksin jenis mRNA mengajarkan sel manusia cara untuk membuat protein yang memicu respons imun di dalam tubuh. Di AS, vaksin berbasis mRNA seperti Pfizer dan Moderna mampu mengurangi risiko infeksi hingga 80 persen setelah suntikan dosis pertama dan 90 persen setelah suntikan dosisi kedua. Sementara di Inggris, vaksin mRNA buatan Pfizer mencegah 10 ribu lebih kematian orang-orang yang berusia di atas 60 tahun.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8585) Sesat, Vaksin Covid-19 Sinovac Ilegal karena Tak Punya Sertifikat WHO

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 14/04/2021

    Berita


    Klaim bahwa vaksin Covid-19 Sinovac ilegal lantaran tidak memiliki sertifikat dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO beredar di Facebook. Klaim tersebut dibagikan bersama gambar tangkapan layar artikel berjudul "Menkes Ajukan Anggaran Rp 20,9 T untuk Bayar Vaksin Sinovac" dan "Sinovac Tak Bersertifikasi WHO, Jemaah yang Divaksin Pakai Itu Dilarang Umrah?".
    Akun ini membagikan klaim beserta gambar tangkapan layar itu pada 11 April 2021. Akun tersebut menulis, "Entah memang Dungu, atau memang G*bl** Kementrian Kesehatan akhirnya Menelan kerugian yang lumayan besar. Setelah Menggelontorkan Dana sebesar 20,9 Triliun untuk membayar Vacsin Sinovac buatan China, Ternyata Vacsin Sinovac tersebut Ilegal karena tidak Bersertifikat WHO."
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim sesat terkait vaksin Covid-19 Sinovac.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan dan informasi resmi dari WHO. Hasilnya, ditemukan penjelasan Kemenkes bahwa vaksin Covid-19 Sinovac sedang memproses sertifikasinya di WHO. Hal ini tercantum pula dalam dokumen di situs resmi WHO. Menurut dokumen itu, vaksin Sinovac sedang dalam proses asesmen EUL (emergency use listing). Asesmen diperkirakan rampung pada April 2021 ini.
    Dilansir dari artikel Kompas.com pada 12 April 2021, vaksin Sinovac memang belum mendapatkan EUL dari WHO. Namun, menurut Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, vaksin Sinovac sudah memenuhi kriteria WHO dan sedang berproses di WHO. "Jadi, EUL itu adalah proses yang ada di WHO. Sinovac sendiri sudah ada dalamlandscape-nya WHO dan semua sudah memenuhi kriteria WHO."
    Dikutip dari Merdeka.com, Nadia mengatakan bahwa semua vaksin, termasuk vaksin Covid-19, tidak harus mendapatkan EUL dari WHO. EUL dikeluarkan untuk kepentingan COVAX Facility. Menurut informasi di laman resmi WHO, EUL sendiri merupakan prosedur untuk menilai dan membuat daftar vaksin, dengan tujuan untuk mempercepat ketersediaan produk di tengah kedaruratan kesehatan masyarakat.
    Dilansir dari CNN Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memperkirakan EUL dari WHO untuk vaksin Sinovac akan keluar pada April ini. "EUL dari Sinovac sedang berproses di WHO," kata Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 BPOM Lucia Rizka Andalusia pada 13 April 2021. "Belum ada perkembangan dari WHO. Kami tidak tahu sampai sejauh mana prosesnya, karena sedang dilakukan kajian oleh WHO. Untuk April (2021), iya itu perkiraan, bisa saja tidak tepat."
    Menurut Rizka, EUL diperlukan ketika sebuah vaksin akan digunakan untuk program WHO. Vaksin yang sudah mendapat EUL akan masuk dalam daftar vaksin WHO. Vaksin dalam daftar tersebut kemudian didistribusikan ke negara-negara yang membutuhkan, salah satunya seperti dalam skema kerjasama multilateral GAVI COVAX Facility. Pengadaan vaksin melalui skema GAVI sifatnya gratis, demi pemerataan akses bagi negara miskin dan berkembang untuk mendapatkan vaksin Covid-19.
    Dilansir dari situs resmi WHO, dalam dokumen yang berjudul "Status of Covid-19 Vaccines within WHO EUL/PQ evaluation process", terdapat 18 vaksin Covid-19 yang sedang dalam proses untuk mendapatkan EUL, salah satunya vaksin Sinovac. Terdapat tiga tahapan yang telah dipenuhi oleh Sinovac, yakniExpression of Interest(EOI),pre-submission meeting, dansubmission of dossier for review.
    Menurut dokumen yang diterbitkan per 7 April 2021 tersebut, status dari asesmen oleh WHO terkait EUL untuk vaksin Sinovac itu adalah "in progress" atau "dalam proses". Dalam dokumen ini, tertulis pula bahwa asesmen tersebut diperkirakan bakal rampung pada akhir April 2021.
    Dikutip dari kantor berita CGTN, pada 10 April 2021, WHO menyatakan bahwa vaksin Sinovac, dan juga vaksin Covid-19 Sinopharm, sedang dalam tahap akhir evaluasi. Kedua vaksin asal Cina tersebut, setelah distujui, akan digunakan di bawah program COVAX WHO, yang bertujuan untuk memastikan keadilan akses terhadap vaksin bagi negara-negara berkembang.
    Dikutip dari kantor berita Reuters, pada 31 Maret 2021, Ketua Kelompok Penasihat Strategis (SAGE) WHO Alejandro Cravioto mengatakan bahwa pembuat vaksin Sinovac dan Sinopharm telah mempresentasikan data tentang vaksin Covid-19 mereka. Menurut dia, data itu menunjukkan tingkat kemanjuran atau efikasi yang kompatibel dengan yang dipersyaratkan oleh WHO. SAGE WHO berharap dapat mengeluarkan rekomendasi tentang vaksin-vaksin tersebut pada akhir April 2021.
    "Informasi yang dibagikan perusahaan kepada publik pada pertemuan (SAGE WHO) pekan lalu dengan jelas menunjukkan bahwa vaksin mereka memiliki tingkat efikasi yang akan sesuai dengan persyaratan yang diminta WHO untuk vaksin Covid-19," kata Cravioto. "Itu berarti sekitar 50 persen (efikasi) dan sebaiknya mendekati atau di atas 70 persen, dan tentu saja mereka memiliki semua data keamanan untuk menunjukkan bahwa vaksin ini tidak akan membahayakan saat digunakan."
    Pertama-tama, menurut Cravioto, vaksin akan membutuhkan EUL dari WHO, atau dari apa yang dianggap oleh organisasi tersebut sebagai otoritas regulasi yang ketat, sebelum para ahli di SAGE WHO membuat rekomendasi tentang penggunaannya. Awal Maret 2021, juru bicara WHO Margaret Harris mengatakan bahwa vaksin Sinovac dan Sinopharm bisa mendapatkan EUL "segera".
    Terkait vaksin Sinovac untuk umrah
    Berdasarkan arsip berita Tempo pada 9 April 2021, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyatakan bahwa vaksin Covid-19 menjadi salah satu syarat yang ditetapkan oleh Arab Saudi bagi jemaah yang akan beribadah umrah. "Kalau umrah itu syaratnya sudah divaksin. Ini sudah dibuka. Mulai Ramadan besok sudah mulai boleh umrah, tapi harus sudah divaksin," kata Yaqut pada 8 April 2021.
    Yaqut pun mengatakan bahwa vaksin Covid-19 untuk syarat umrah tersebut harus sudah tersertifikasi oleh WHO. Ihwal kabar vaksin Sinovac belum mendapat sertifikasi WHO, Yaqut mengaku belum membaca berita itu. Meski demikian, ia menilai, belum sertifikasi bukan berarti tidak tersertifikasi. Menurut Yaqut, bisa jadi ada proses yang sedang dilakukan agar Sinovac bisa teregister oleh WHO.
    Adapun tentang Haji 2021, Yaqut menyatakan terus menjalin korespondensi dengan pihak Arab Saudi. Kemenag sedang mengupayakan agar bisa berkomunikasi langsung dengan pengganti Saleh Benten selaku Menteri Haji Arab Saudi. "Kita belum komunikasi langsung dengan Arab Saudi, karena sejak Pak Saleh Benten direshuffle, kita belum mendapat akses ke menteri yang baru," ujar Yaqut.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa vaksin Covid-19 Sinovac ilegal karena tidak memiliki sertifikat dari WHO, menyesatkan. Kemenkes menyatakan bahwa vaksin Sinovac sudah memenuhi kriteria WHO dan sedang memproses sertifikasinya, yang disebutemergency use listing(EUL), di WHO. Hal ini tercantum pula dalam dokumen di situs resmi WHO, bahwa vaksin Sinovac sedang dalam proses asesmen EUL, yang diperkirakan rampung pada April 2021. Kelompok Penasihat Strategis (SAGE) WHO pun menyatakan bahwa data yang dipresentasikan oleh Sinovac menunjukkan tingkat efikasi yang sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh WHO.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8584) Keliru, Klaim Ini Foto Munarman FPI saat Disuntik Vaksin Covid-19

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 13/04/2021

    Berita


    Foto yang memperlihatkan Munarman, eks juru bicara Front Pembela Islam (FPI), saat disuntik oleh seorang petugas kesehatan yang mengenakan alat pelindung diri (APD) beredar di Twitter. Foto ini diklaim sebagai foto ketika Munarman menerima suntikan vaksin Covid-19.
    Akun ini membagikan foto tersebut pada 9 April 2021. Akun itu menulis, "Kog Munarman udah divaksin, sbg apa ya dia, lansia bukan, guru bukan, pedagang pasar bukan, wartawan bukan, apa sbg koordinator demo?" Hingga artikel ini dimuat, cuitan itu telah mendapaykan 241retweetdan 1.280like.
    Gambar tangkapan layar cuitan di Twitter yang berisi foto hasil suntingan yang menunjukkan eks juru bicara FPI Munarman. Foto aslinya merupakan foto Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono saat menerima vaksin Covid-19.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, foto tersebut bukanlah foto yang menunjukkan Munarman, eks juru bicara FPI, sedang disuntik vaksin Covid-19. Foto itu merupakan hasil suntingan. Pria dalam foto tersebut sebenarnya adalah Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono.
    Untuk memeriksa klaim di atas, Tempo menelusuri foto itu denganreverse image tool Google. Lewat cara ini, ditemukan petunjuk dari foto yang dimuat oleh Kumparan.com dalam artikelnya pada 22 Maret 2021. Artikel itu berjudul "Wamenkes Tegaskan AstraZeneca Aman: Hanya 30 Kasus Penggumpalan Darah di Dunia".
    Kumparan.com pun memberikan keterangan bahwa foto tersebut adalah foto ketika Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menjalani vaksinasi Covid-19 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada 14 Januari 2021. Foto ini merupakan arsip Kementerian Kesehatan.
    Foto tersebut memang pernah dipublikasikan di situs resmi Kemenkes pada 14 Januari 2021 dalam artikelnya yang berjudul "Wamenkes Bersama 25 Tenaga Kesehatan di RSCM Disuntik Vaksin Covid-19". Pada 14 Januari 2021, RSCM memang menggelar vaksinasi pertama bagi tenaga kesehatan di Poliklinik Madya.
    Tempo pun menemukan lima kesamaan antara foto asli yang memperlihatkan Wamenkes  Dante  Saksono  Harbuwono  sedang menjalani vaksinasi Covid-19 dengan foto suntingan, di mana wajah Dante telah diedit dengan wajah Munarman.
    Foto hasil suntingan (kiri) dari foto ketika Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menerima vaksin Covid-19 (kanan).
    Foto wajah Munarman yang ditempel pada foto Dante tersebut identik dengan foto yang dipublikasikan oleh RCTI Plus pada 7 Desember 2020 dalam artikelnya yang berjudul "Bantah Serang Aparat, Munarman FPI: Ada Perempuan dan Bayi dalam Rombongan Habib Rizieq".

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto tersebut adalah foto ketika eks juru bicara FPI Munarman menerima suntikan vaksin Covid-19, keliru. Foto tersebut adalah hasil suntingan dari foto Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, di mana wajah Dante dalam foto itu ditempel dengan foto wajah Munarman. Dalam foto itu, Dante sedang menjalani vaksinasi Covid-19 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada 14 Januari 2021.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8583) Keliru, Klaim Ini Foto FPI Deklarasi Bunuh Diri Massal Jika Rizieq Shihab Tak Dibebaskan

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 13/04/2021

    Berita


    Sebuah gambar yang berisi foto yang memperlihatkan sekumpulan massa berpakaian dan berpeci putih yang sedang berunjuk rasa beredar di Facebook. Dalam foto itu, terlihat pula sebuah mobil komando yang di atasnya berdiri beberapa orang dengan pakaian serupa. Foto tersebut diklaim sebagai foto ketika para eks anggota Front Pembela Islam ( FPI ) melakukan deklarasi bunuh diri massal jika eks pemimpin FPI Rizieq Shihab tidak dibebaskan.
    Foto ini beredar di tengah berlangsungnya sidang kasus kerumunan dengan terdakwa Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 12 April 2021. Sidang ini beragendakan pemeriksaan 11 saksi dari pihak jaksa penuntut umum. Para saksi memberikan kesaksian untuk tiga perkara, yakni nomor 221, 222, dan 226. Perkara nomor 221 dan 222 adalah kasus kerumunan Petamburan. Sementa perkara nomor 226 adalah kasus kerumunan Megamendung, Bogor.
    Dalam gambar yang dibagikan oleh akun ini pada 12 April 2021, terdapat teks yang berbunyi: "Mantan anggota x fpi. deklarasi. bersumpah akan bunuah diri masal apa bila HRS (Habib Rizieq Shihab) tidak di bebaskan. kurang lebih 200 org bersumpah mbela hrs sampai mati." Akun itu juga menulis, "Ciek..ciek. yg punya surga ampai segitunya!!! Fanatik bole gila jangan!!! sejak kapan Rizieq bs masukin ente ke surga???? jgnkan masuk surga nyium baunya surga kagak!!!!"
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait foto yang memperlihatkan para eks anggota FPI sedang berunjuk rasa.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri jejak digital foto dalam gambar di atas denganreverse image tool Google dan Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa foto itu bukan foto ketika para eks anggota FPI melakukan deklarasi bunuh diri massal jika Rizieq Shihab tidak dibebaskan. Foto itu adalah foto ketika massa FPI berdemonstrasi di kantor Tempo pada 16 Maret 2018 silam.
    Foto tersebut merupakan foto milik JPNN.com yang diambil oleh fotografernya, Ricardo. Foto ini pernah dimuat oleh JPNN.com dalam artikelnya pada 6 Juli 2020 yang berjudul "5 Berita Terpopuler: Ancaman FPI, Jokowi Diminta Copot Erick Thohir, Begini Reaksi Fahri Hamzah". Dalam keterangannya, tertulis: "Massa FPI berdemo di kantor Tempo, Jakarta, Jumat (16/3). Mereka memprotes karikatur yang dianggap menghina Ketua DPP FPI, Rizieq Shihab."
    Akurat.co juga pernah memuat foto yang diambil dari lokasi yang sama. Kesamaan terlihat dari bentuk pos keamanan yang berada di dekat mobil komando, di mana di sekeliling pintu terdapatlist berwarna merah. Foto ini dimuat dalam artikel Akurat.co pada 16 Maret 2018 yang berjudul "FPI Demo, AJI: Itu Bentuk Intimidasi dan Mengancam Kebebasan Pers".
    Berdasarkan arsip berita Tempo pada 16 Maret 2018, jumlah massa FPI yang ikut dalam unjuk rasa di kantor Tempo tersebut sekitar 200 orang. Unjuk rasa ini digelar untuk memprotes karikatur pemimpin mereka, Rizieq Shihab, yang terdapat dalam salah satu edisi Majalah Tempo. Menurut juru bicara FPI Novel Bamukmin, FPI ingin bertemu dengan para pimpinan Tempo secara langsung. Mereka ingin pimpinan redaksi Majalah Tempo meminta maaf.
    Menurut arsip berita Koran Tempo pada 19 Maret 2018, massa FPI yang menggeruduk kantor Tempo bermaksud memprotes kartun yang dimuat dalam Majalah Tempo edisi 26 Februari 2018. Mereka menganggap kartun itu menghina pendiri FPI, Rizieq Shihab, yang pergi umrah dan belum kembali ke Tanah Air setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Padahal, menurut Tempo, gambar dan teks pada kartun itu tidak langsung merujuk kepada seseorang.
    "Menjunjung kemerdekaan berekspresi, Tempo tak menutup mata terhadap kemungkinan perbedaan interpretasi mengenai kartun tersebut. Karena itu, redaksi Tempo menyatakan siap berdialog sejak FPI menyerukan 'aksi damai' selepas waktu salat Jumat tersebut. Sayangnya, utusan FPI malah menggunakan kesempatan berdialog untuk mengintimidasi. Di depan aparat, mereka menghardik, menggebrak meja, dan sempat melemparkan gelas ke arah perwakilan redaksi Tempo."
    Merujuk pada ketentuan Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Pers, Tempo berjanji memuat keberatan FPI sebagai hak jawab pada kesempatan pertama. Jawaban ini tak meredakan kemarahan massa FPI. Mereka memaksa Pemimpin Redaksi Majalah Tempo meminta maaf kepada seluruh umat Islam. "Permintaan ini jelas tidak masuk akal. Bagaimana bisa FPI mengklaim semua umat Islam punya pandangan, sikap, dan perilaku yang sama dengan mereka."
    Di tengah kepungan massa FPI, Tempo akhirnya meminta maaf atas dampak pemuatan kartun, bila hal itu menyinggung perasaan kelompok tertentu. Tapi Tempo tidak meminta maaf—apalagi mengaku bersalah—karena memuat kartun itu. Ihwal penilaian "salah-benar" atas kartun tersebut, Tempo menyerahkan sepenuhnya kepada Dewan Pers. Di luar forum Dewan Pers, tak ada alasan untuk tunduk kepada tekanan ala FPI. Apalagi pelbagai ancaman telah menjadi bagian dari sejarah Tempo.
    Sikap Tempo untuk tidak tunduk kepada tekanan dan ancaman bukanlah karena punya nyali berlebih. "Kami hanya percaya, sekali intimidasi berhasil menentukan keputusan redaksi, yang dipertaruhkan bukan hanya reputasi Tempo. Bila tak dilawan, pelaku intimidasi bisa ketagihan. Korbannya bisa Tempo ataupun media lain. Ini sangat membahayakan kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi," demikian yang tertulis dalam kolom Koran Tempo tersebut.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto tersebut adalah foto ketika para eks anggota FPI melakukan deklarasi bunuh diri massal jika eks pemimpinnya, Rizieq Shihab, tidak dibebaskan, keliru. Foto itu adalah foto saat massa FPI berdemonstrasi di kantor Tempo pada 16 Maret 2018 silam untuk memprotes kartun yang dimuat dalam Majalah Tempo edisi 26 Februari 2018. Mereka menganggap kartun itu menghina Rizieq Shihab yang pergi umrah dan belum kembali ke Tanah Air setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Padahal, menurut Tempo, gambar dan teks pada kartun itu tidak langsung merujuk kepada seseorang.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan