(GFD-2021-8582) Keliru, Pimpinan Muhammadiyah Mantrijeron Yogyakarta Ditangkap Densus 88 Sepulang dari Turki
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 12/04/2021
Berita
Gambar tangkapan layar sebuah cuitan di Twitter soal penangkapan yang dilakukan oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri atau Densus 88 di Yogyakarta beredar di Facebook. Menurut cuitan pada 10 April 2021 itu, di Yogyakarta, Densus 88 menangkap seorang pimpinan Muhammadiyah cabang Mantrijeron sepulang liburan dari Turki.
"MUHAMMADIYAH MULAI DIGARAP: Pimpinan Muhammadiyah Cabang Mantrijeron Yogyakarta Ditangkap Densus 88, begitu turun dari pesawat, sepulang liburan dari Turky," demikian narasi dalam cuitan itu. Cuitan ini disertai dengan foto sebuah artikel di koran yang membahas tentang penggeledahan rumah seorang terduga teroris di Suryowijayan, Mantrijeron.
Artikel itu berjudul "Di Balik Penggeledahan Rumah Terduga Teroris di Kampung Suryowijayan: Pulang Liburan, Turun Pesawat Suami Ditangkap". Akun ini membagikan gambar tangkapan layar itu pada 10 April 2021. Akun tersebut pun menulis, "Waspada.... Sepetinya Muhammadiyah Target Selanjutnya!!! Lindungi Para Ulama Kami Ya Rob..."
Gambar tangkapan layar cuitan di Twitter yang beredar di Facebook yang berisi klaim keliru soal penangkapan terduga teroris di Mantrijeron, Yogyakarta, oleh Densus 88.
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasim klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait di media-media kredibel. Hasilnya, ditemukan penjelasan dari Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta bahwa ustaz berinisial FA asal Mantrijeron, Yogyakarta, yang ditangkap oleh Densus 88 memang memiliki nomor keanggotaan. Namun, ia bukan bukan pengurus maupun pimpinan Muhammadiyah.
Dilansir dari Detik.com, Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta menyatakan bahwa ustaz berinisial FA asal Mantrijeron, Yogyakarta, yang ditangkap oleh Densus 88 bukan pengurus Muhammadiyah. Namun, mereka mengakui bahwa FA memiliki nomor baku keanggotaan.
Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta Akhid Widi Rakhmanto mengomentari pernyataan Polri bahwa FA bukan seorang pengurus organisasi Muhammadiyah. "Ada benarnya. Karena di Muhammadiyah hanya numpang nama," kata Akhid pada 12 April 2021.
Akhid mengatakan, dalam kepengurusan maupun kegiatan Muhammadiyah, FA tidak pernah aktif. Namun, dia mengakui bahwa FA mengantongi nomor baku keanggotaan Muhammadiyah. Akhid pun menyatakan bahwa, secara pribadi, dia kurang mengenal sosok FA. "Saya belum begitu mengenal," ujarnya.
Berdasarkan arsip berita Tempo pada 10 April 2021, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono menegaskan bahwa FA, terduga teroris yang ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, bukan pengurus PP Muhammadiyah.
"FA merupakan anggota organisasi Jamaah Islamiyah (JI) Yogyakarta," kata Argo dalam keterangan tertulisnya pada 10 April 2021. Menurut Argo, pihaknya perlu meluruskan isu yang menyebut bahwa terduga teroris FA adalah pengurus Muhammadiyah. "Hal itu tidak benar," ujarnya.
Menurut Argo, beredarnya berita bahwa terduga teroris FA adalah pengurus organisasi keagamaan di Tanah Air sudah menjadi strategi jaringan terorisme Jamaah Islamiyah. "Memang strategi JI adalah membenturkan pemerintah dengan organisasi agama yang ada agar terjadi konflik," kata Argo.
Dia pun menjelaskan bahwa FA merupakan anggota Jamaah Islamiyah yang memiliki peran cukup vital, yakni melakukan doktrinisasi terhadap anggota kelompoknya. "Yang bersangkutan melakukan perekrutan beberapa orang untuk masuk ke dalam JI dan melakukan I’dad atau pelatihan militer dan mendaki Gunung Lawu yang merupakan salah satu tahapan persiapan dalam aktifitas terorisme kelompok ini."
Dikutip dari kantor berita Antara, FA ditangkap Densus 88 di Bandara Soekarno-Hatta pada 8 April 2021 setelah pulang dari Turki bersama istrinya, DM. FA melakukan perjalanan ke Turki untuk membangun komunikasi dan jaringan dengan tokoh-tokoh Al Qaeda.
FA juga terkait erat dengan strategi organisasi mereka, yaitu mendukung gerakan terorisme global. Pada 9 April 2021, Densus 88 pun menggeledah rumah terduga teroris FA yang terletak di Kampung Suryowijaya RT 28 RW 6, Gendongkiwo, Mantrijeron, Yogyakarta.
Penggerebekan lain di Yogyakarta oleh Densus 88
Sebelumnya, pada 2 April 2021 sekitar pukul 19.00 WIB, Densus 88 menggerebek Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim di Jalan Jogja-Wonosari KM 8,5 Gandu, Sendangtirto, Berbah, Sleman. Dilansir dari Tirto.id, menurut Ketua RT setempat, Agus Purwanto, yang diminta menjadi saksi, semua ruangan diperiksa kecuali asrama santri.
Di hari yang sama, sekitar pukul 14.00 WIB, pengurus pondok pesantren ini ditangkap oleh Densus 88 di Terban, Gondokusuman, Yogyakarta. "Penangkapan terhadap suami dari pengurus ponpes usai belanja di toko, lantas disergap," kata Rozi, salah satu pengajar di Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim, pada 5 April 2021.
Setelah berita soal penggerebekan ini mencuat, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat atau PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengklarifikasi lewat Twitter, bahwa pondok pesantren itu tidak terafiliasi dengan PP Muhammadiyah. "Tidak ada yang menuduh Muhammadiyah terlibat dalam terorisme," ujarnya.
Sebelumnya, beredar sebuah "undangan aksi dan peliputan" atas nama Himpunan Aktivis Muda Muhammadiyah yang menyatakan hendak berdemonstrasi untuk memprotes penggerebekan Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim, karena itu sama saja menuduh Muhammadiyah terlibat terorisme. Menurut Mu'ti, dalam struktur Muhammadiyah, tidak dikenal organisasi Himpunan Aktivis Muda Muhammadiyah.
Seorang pengajar di Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim, Yusron Rusdiono, juga memastikan bahwa pondok pesantren tersebut bukan milik Muhammadiyah. "Secara organisasi bukan milik Muhammadiyah, tapi milik PDHI (Persaudaraan Djamaah Haji Indonesia," katanya.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa pimpinan Muhammadiyah cabang Mantrijeron, Yogyakarta, ditangkap oleh Densus 88 sepulang dari Turki, keliru. Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Yogyakarta telah menyatakan bahwa ustaz berinisial FA asal Mantrijeron, Yogyakarta, yang ditangkap oleh Densus 88 ini bukan pimpinan Muhammadiyah. Memang diakui bahwa FA memiliki nomor baku keanggotaan Muhammadiyah, namun ia tidak pernah aktif dalam kepengurusan maupun kegiatan Muhammadiyah. Polri pun telah menyatakan bahwa FA merupakan anggota organisasi Jamaah Islamiyah (JI) Yogyakarta, bukan pengurus PP Muhammadiyah.
TIM CEK FAKTA TEMPO
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/muhammadiyah
- https://www.tempo.co/tag/densus-88
- https://archive.ph/nZ3D0
- https://www.tempo.co/tag/yogyakarta
- https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-5529105/muhammadiyah-yogya-akui-fa-yang-ditangkap-densus-punya-nomor-anggota
- https://nasional.tempo.co/read/1451272/polri-tegaskan-terduga-teroris-fa-bukan-pengurus-pp-muhammadiyah/full&view=ok
- https://www.tempo.co/tag/teroris
- https://www.tempo.co/tag/jamaah-islamiyah
- https://www.antaranews.com/berita/2093134/polri-terduga-teroris-fa-bukan-pengurus-muhammadiyah
- https://tirto.id/mengurut-penggerebekan-pesantren-di-yogyakarta-oleh-densus-88-gbZj
- https://www.tempo.co/tag/muhammadiyah
- https://www.tempo.co/tag/pesantren
(GFD-2021-8581) Keliru, Presiden Tanzania Meninggal karena Dibungkam Demi Agenda Kontrol Populasi Lewat Vaksinasi
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 12/04/2021
Berita
Video pendek yang berjudul "Kematian Janggal Presiden Tanzania" beredar di Instagram. Video ini beredar tak lama setelah Presiden Tanzania John Magufuli meninggal pada 17 Maret 2021. Menurut video itu, terdapat spekulasi bahwa Magufuli sebenarnya dibungkam untuk mensukseskan "The Great Reset", agenda World Economic Forum (WEF) untuk mengontrol populasi dunia melalui vaksinasi.
Berdurasi satu menit, video itu berisi gabungan foto dan video yang terkait dengan kematian Magufuli. Video itu memuat narasi sebagai berikut:
"Pada bulan Maret lalu, Presiden Tanzania John Magufuli dikabarkan meninggal dunia karena sakit jantung setelah hilang dari publik selama dua minggu lebih. Beliau adalah salah satu tokoh terkenal di Afrika karena skeptis virus corona dan menolak lockdown atau pun vaksinasi. John Magufuli kemudian digantikan oleh Samia Suluhu Hassan, sosok yang pernah menjabat sebagai wakil presiden di sana. Namun, keraguan baru pun muncul setelah diketahui bahwa Samia Suluhu adalah salah satu bagian member dari World Economic Forum (WEF). WEF merupakan organisasi non-profit yang terdiri dari para pemimpin elite yang gencar mempromosikan agenda 'The Great Reset'. Agenda ini memanfaatkan pandemi untuk melancarkan aksi mereka mengontrol populasi dunia, seperti mevaksin seluruh umat manusia sebelum tahun 2030. Berbagai spekulasi mengklaim, Mantan Presiden Tanzania itu dibungkam untuk menyukseskan agenda tersebut."
Akun ini membagikan video tersebut pada 6 April 2021. Hingga artikel ini dimuat, video itu telah ditonton lebih dari 171 ribu kali.
Gambar tangkapan layar unggahan di Instagram yang memuat klaim keliru terkait meninggalnya Presiden Tanzania John Magufuli.
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, 'The Great Reset' bukanlah agenda untuk mengontrol populasi dunia di tengah pandemi Covid-19 melalui vaksinasi. Kematian Presiden Tanzania John Magufuli pun disebut karena gagal jantung. Berikut ini fakta-fakta atas klaim dalam video di atas:
Klaim 1: Presiden Tanzania John Magufuli dibungkam untuk mensukseskan 'The Great Reset'
Fakta:
Kematian Magufuli diumumkan oleh wakil presidennya, Samia Suluhu Hassan, dan disiarkan di sejumlah televisi setempat. Suluhu menjelaskan bahwa Magufuli meninggal karena gagal jantung. Dikutip dari National Public Radio (NPR), Magufuli sudah tidak muncul di depan publik sejak akhir Februari 2021. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa dia sedang sakit.
Saingan politik utama Magufuli, Tundu Lissu, menduga presiden menderita Covid-19. Lissu berkata, "Ini adalah presiden yang menyangkal Covid-19, yang berusaha untuk menutupinya, yang dengan tegas menolak untuk mengambil tindakan apa pun untuk memerangi pandemi, yang telah mengacungkan hidungnya ke dunia, menolak kerjasama internasional atau regional untuk menangani Covid-19 dan sekarang dia terjangkit Covid-19. Itu adalah keadilan puitis bagi saya."
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Magufuli meninggal karena dibungkam untuk mensukseskan agenda "The Great Reset".
Sumber: NTV Kenya dan NPR
Klaim 2: "The Great Reset" adalah agenda World Economic Forum (WEF) untuk mengontrol populasi dunia melalui vaksinasi.
Fakta:
"The Great Reset" adalah inisiatif dari WEF yang telah dikonseptualisasikan oleh pendiri dan Ketua Eksekutif WEF, Klaus Schwab, dan telah berkembang selama beberapa tahun terakhir. Hal tersebut didasarkan pada penilaian bahwa perekonomian dunia sedang dalam kesulitan yang parah. Schwab berpendapat bahwa situasinya telah menjadi jauh lebih buruk karena banyak faktor, termasuk efek pandemi yang menghancurkan masyarakat global, revolusi teknologi, dan konsekuensi dari perubahan iklim.
Schwab menuntut bahwa "dunia harus bertindak bersama dan cepat untuk mengubah semua aspek masyarakat dan ekonomi kita, dari pendidikan hingga kontrak sosial dan kondisi kerja. Setiap negara, dari Amerika Serikat hingga Cina, harus berpartisipasi, dan setiap industri, dari minyak dan gas hingga teknologi, harus diubah. Singkatnya, kita membutuhkan 'Penyetelan Ulang Besar' kapitalisme."
Konsep ini kemudian berkembang menjadi teori konspirasi dan diklaim untuk mengontrol populasi dunia melalui vaksinasi. Vaksinasi sendiri bukan untuk mengontrol populasi manusia, tapi mencegah populasi terinfeksi Covid-19.
Sumber: situs resmi WEF, Indian Express, dan BBC
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa kematian Presiden Tanzania John Magufuli adalah bentuk pembungkaman untuk mensukseskan "The Great Reset", agenda WEF untuk mengontrol populasi dunia melalui vaksinasi, keliru. Pemerintah Tanzania telah mengumumkan bahwa Magufuli meninggal karena gagal jantung. "The Great Reset" pun merupakan agenda untuk memulihkan ekonomi dunia pasca pandemi, bukan untuk mengontrol populasi dunia melalui vaksinasi.
TIM CEK FAKTA TEMPO
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/tanzania
- https://www.instagram.com/p/CNUqFYJFMU0/?utm_source=ig_embed
- https://www.tempo.co/tag/pandemi-covid-19
- https://www.tempo.co/tag/covid-19
- https://www.youtube.com/watch?v=PMV4GiybKY4
- https://www.npr.org/2021/03/17/978336051/tanzania-president-john-magufuli-a-covid-19-skeptic-has-died
- https://www.tempo.co/tag/pandemi
- https://www.tempo.co/tag/vaksinasi
- https://www.weforum.org/great-reset/
- https://indianexpress.com/article/explained/what-is-the-great-reset-and-why-is-it-controversial-world-economic-forum-7160434/
- https://www.bbc.com/news/55017002
(GFD-2021-8580) Keliru, Klaim Anggota Brimob Maluku Ini Korban Vaksin AstraZeneca
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 09/04/2021
Berita
Foto seorang pria yang terbaring di atas kasur di sebuah ruang perawatan beredar di Facebook. Di sekeliling pria itu, terdapat beberapa orang dengan ekspresi sedih. Ada pula seorang pria yang tampak menangis. Pria yang terbaring di atas kasur itu diklaim sebagai anggota Brimob yang menjadi korban vaksin Covid-19 AstraZeneca.
Akun ini membagikan foto beserta klaim itu pada 7 April 2021. Akun tersebut menulis narasi sebagai berikut:
"Korban Vaksin Lagi. Tanggung Jawab @jokowiAlm VaKsin hari Minggu kemarin setelah vaksin Astrazaneca banyak anggota Brimob hilang kesadaran dan histeris di UGD. Perawatan oleh RS Bhayangkara. Suasana berlanjut hingga keesokan hari meski sdh ada yg pulang kerumah tapi keluhan sakit berbagai macam keluhan belum hilang. Termasuk alm yg kembali berobat ke RS Bhayangkara. Namun kejang2 dan sesak didada tdk pula sembuh hingga alm menghembuskan napas terakhir tadi pagi sekitar pkl 07.15 wit di RS Bhayangkara Polda Maluku. Innalillahi Wainna ilaihi rooji'uun.."
Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait penyebab meninggalnya salah satu anggota Brimob Polda Maluku.
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait di media. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa memang ada anggota Brimob Polda Maluku yang meninggal beberapa hari setelah menjalani vaksinasi Covid-19 dengan vaksin AstraZeneca. Dia merupakan Komandan Kompi 4 Batalion A Pelopor Brimob Polda Maluku, Inspektur Satu Laurens Tenine. Namun, penyebab kematiannya bukan vaksin, melainkan infeksi Covid-19.
Dilansir dari Merdeka.com, Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) Hindra Irawan Safari mengatakan Laurens meninggal bukan karena vaksin. Seperti diketahui, Laurens meninggal lima hari setelah disuntik vaksin Covid-19 AstraZeneca pada 30 Maret 2021. Namun, ia meninggal karena terinfeksi Covid-19.
"Almarhum meninggal bukan karena vaksin, tapi karena terinfeksi Covid-19," kata Hindra pada 5 April 2021. Menurut Hindra, Laurens sudah terpapar Covid-19 sebelum disuntik vaksin AstraZeneca. Hal ini diketahui berdasarkan hasil penelitian dan audit Komnas KIPI.
"Kalau tanggal terpaparnya saya tidak hafal. Tapi yang pasti almarhum terpapar sebelum 30 Maret (tanggal disuntik). Jadi, berdasarkan hasil audit Komnas KIPI, almarhum meninggal bukan gara-gara vaksin," ujarnya. Selain itu, berdasarkan audit, Komnas KIPI menyatakan Laurens tidak memiliki penyakit penyerta. "Tidak ada penyakit penyerta, sakitnya karena Covid-19," ujarnya.
Polri juga telah memastikan bahwa Laurens meninggal lantaran terjangkit Covid-19, bukan akibat penyuntikan vaksin Covid-19 AstraZeneca. "Dilakukan sampel pemeriksaan Covid-19 (RT-PCR) di Rumah Sakit Haulussy Ambon dengan hasil positif," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono pada 7 April 2021 seperti dilansir dari CNN Indonesia.
Argo menjelaskan bahwa perwira kepolisian itu meninggal ketika tiba di RS Bhayangkara, Ambon, Maluku, dengan keluhan tidak sadarkan diri. Kemudian, kata dia, dilakukan pemeriksaan menyeluruh oleh dokter. Namun, dokter tidak menemukan adanya respons napas dan nadi dari pasien.
Selanjutnya, dokter melakukan tindakan resusitasi jantung-paru selama satu siklus, namun dinyatakan tidak berhasil. "Pasien juga diperiksakan rekam jantung dengan alat EKG, didapatkan hasilno response. Untuk refleks pupil dan kornea, negatif, dan dinyatakan meninggal pukul 07.17 WIT," ujar Argo.
Dilansir dari Terasmaluku.com, Laurens memang sempat mengikuti vaksinasi Covid-19 dosis pertama di Lapangan Polda Maluku, Tantui, Ambon, pada 30 Maret 2021. Namun, Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar Rum Ohoirat menepis kabar bahwa yang bersangkutan meninggal akibat menjalani vaksin covid-19. Rum mengungkapkan almarhum sebelumnya merasakan sesak napas pada 3 April 2021 malam.
Pada 4 April 2021 pagi, Laurens pun dilarikan ke RS Bhayangkara untuk mendapatkan penanganan medis. "Ada yang bilang dia meninggal karena ikut vaksin itu tidak (tidak benar), Jadi, tadi malam sekitar jam 12, dia merasa sakit, sesak napas. Terus tadi pagi dibawa ke rumah sakit langsung sudah meninggal," kata Rum. Setelah dinyatakan meninggal, RS Bhayangkara kemudian melakukan Tes Cepat Molekuler (TCM). Hasilnya, almarhum positif Covid-19.
Dilansir dari Kompas.com, gejala meriang seperti yang dirasakan Laurens juga dialami oleh puluhan anggota Polda Maluku. Rum mengatakan bahwa mereka sama-sama disuntik vaksin AstraZeneca pada 30 Maret 2021 lalu. Saat itu, ada sekitar 1.500 anggota yang menjalani penyuntikan vaksin.
"Ada 20-an anggota kami yang alami meriang setelah vaksinasi massal itu, salah satunya Iptu LT. Jadi ada banyak, bukan LT sendiri," kata Rum pada 5 April 2021. Namun, menurut dia, gejala meriang termasuk hal yang wajar dalam KIPI. Kini, kondisi mereka sudah membaik dan bekerja seperti biasa.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa anggota Brimob Maluku, Leurens Tenine, adalah korban vaksin Covid-19 AstraZeneca, keliru. Laurens, yang merupakan Komandan Kompi 4 Batalion A Pelopor Brimob Polda Maluku ini, memang meninggal beberapa hari setelah menjalani vaksinasi dengan vaksin AstraZeneca. Namun, berdasarkan hasil audit Komnas KIPI, almarhum meninggal bukan akibat vaksin AstraZeneca, melainkan karena terinfeksi Covid-19 sebelum menjalani vaksinasi.
TIM CEK FAKTA TEMPO
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://web.facebook.com/denuha.denuha.39/posts/128266635932273?_rdc=1&_rdr
- https://www.merdeka.com/peristiwa/penjelasan-ketua-kipi-soal-brimob-di-maluku-meninggal-usai-vaksinasi-astrazeneca.html
- https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210407215438-12-627234/polri-pastikan-danki-brimob-maluku-wafat-bukan-karena-vaksin
- https://terasmaluku.com/danki-brimob-maluku-meninggal-positif-covid-19-almarhum-sempat-jalani-vaksin-tahap-pertama/
- https://regional.kompas.com/read/2021/04/06/051000778/tak-hanya-komandan-brimob-20-anggota-juga-rasakan-meriang-setelah-divaksin?page=all
(GFD-2021-8579) Keliru, Bill Gates Tolak Beri Vaksin ke Anak-anaknya
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 09/04/2021
Berita
Sebuah artikel berbahasa Inggris yang berisi klaim soal Bill Gates beredar di Facebook. Menurut artikel itu, bekas dokter pribadi Bill Gates menyebut bahwa pendiri perusahaan teknologi Microsoft tersebut menolak memberikan vaksin kepada anak-anaknya saat mereka masih kecil.
Artikel berjudul "Bill Gates former doctor say billionaire refused to vaccinate his children"itu dimuat di situs Defend Democracy Press, pada 2 Desember 2018. "The physician who served as Bill Gates private doctor in Seattle in the 1990's says the Microsoft Founder and vaccine proponent refused to vaccinate his own children when they were young."
Gambar tangkapan layar artikel di sebuah situs yang berisi klaim keliru soal pendiri Microsoft, Bill Gates.
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, situs Defend Democracy Press menyebut artikel berjudul" Bill Gates former doctor say billionaire refused to vaccinate his children" itu diambil dari situs Your News Wire, Yournewswire.com) yang telah berubah nama menjadi News Punch, Newspunch.com. Namun, artikel tersebut telah dicabut oleh redaksi News Punch.
Poynter, institut jurnalisme di Amerika Serikat, pernah menulis bahwa Your News Wire adalah salah satu penerbit berita palsu paling populer di dunia. Situs tersebut, yang dijalankan oleh dua pria di Los Angeles, AS, secara teratur mempublikasikan hoaks dan teori konspirasi.
Dikutip dari Reuters, editor News Punch mengkonfirmasi bahwa artikel tersebut telah dihapus ketika Your News Wire pindah ke News Punch pada 2018. "Standar editorial kami telah berubah secara signifikan sejak artikel tersebut diterbitkan, dan kami tidak lagi mendukung pernyataan yang dibuat dalam artikel tersebut," katanya.
Artikel yang berisi klaim bahwa Bill Gates menolak memberikan vaksin ke anak-anaknya itu pun sudah dibantah oleh sejumlah media. PolitiFact menulis bahwa Your News Wire tidak mengidentifikasi dokter pribadi Bill Gates tersebut. Tidak dijelaskan pula konteks dari klaim dokter itu bahwa informasi ini diungkap secara pribadi di "simposium medis di Seattle". Ia tidak menyebut apa nama simposium itu atau kapan simposium tersebut berlangsung.
Istri Gates, Melinda Gates, juga telah membantah klaim palsu ini ketika beredar pada April 2019. "Ketiga anak saya telah divaksinasi secara penuh," katanya dalam sebuah unggahan di Facebook, seperti dikutip dari Associated Press. "Vaksin bekerja. Dan ketika lebih sedikit orang yang memutuskan untuk mendapatkannya, kita semua menjadi lebih rentan terhadap penyakit."
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa pendiri Microsoft Bill Gates menolak memberikan vaksin kepada anak-anaknya, keliru. Istri Bill Gates, Melinda Gates, telah membantah klaim palsu itu pada 2019, dan menyatakan bahwa ketiga anak mereka telah divaksinasi secara penuh. Artikel yang berisi klaim tersebut juga telah dihapus di situs aslinya, Your News Wire, yang telah berubah nama menjadi News Punch.
TIM CEK FAKTA TEMPO
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://archive.is/eMYmI
- http://www.defenddemocracy.press/bill-gates-former-doctor-says-billionaire-refused-to-vaccinate-his-children/
- https://newspunch.com/bill-gates-doctor-vaccinate/
- https://www.poynter.org/fact-checking/2018/fact-checkers-have-debunked-this-fake-news-site-80-times-its-still-publishing-on-facebook/
- https://www.reuters.com/article/uk-factcheck-bill-gates-vaccinate-childr-idUSKBN22B26Z
- https://www.politifact.com/factchecks/2018/may/02/yournewswirecom/Website-falsely-claims-Bill-Gates-refused-to-vacci/
- https://apnews.com/article/8873480039
Halaman: 4359/5921