• (GFD-2020-8098) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Virus Corona Covid-19 Tidak Bahaya dan Tidak Sebabkan Kematian?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 22/05/2020

    Berita


    Akun Facebook Ach Hanif mengunggah sebuah video wawancara Jawa Pos TV dengan Mohammad Indro Cahyono pada 14 Mei 2020. Wawancara itu membahas seputar virus Corona baru penyebab Covid-19, SARS-CoV-2. "Dengarkan dan simak baik-baik penjelasan ahli virus tentang Covid-19. Bahwa Corona tidak membunuh," demikian narasi yang ditulis akun Ach Hanif terhadap video tersebut.
    Narasi "virus Corona tidak membunuh" memang berasal dari pernyataan Indro dalam wawancara tersebut, terutama pada bagian akhir segmen, mulai menit 7:18. Pernyataan itu dilontarkan Indro untuk menjawab presenter yang bertanya mengenai prediksi darinya soal kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.
    Indro menjawab bahwa virus Corona sebenarnya tidak tahan lama. Apabila masyarakat melakukan gerakan massal untuk hidup bersih, minum vitamin, dan cuci tangan, pandemi akan selesai dalam 2-3 minggu. Namun, dia menganggap permasalahan pandemi Covid-19 ini bergeser ke persoalan lockdown.
    "Sebenarnya, intinya kan di virusnya. Kalau kita tahu virusnya tidak berbahaya. Ya, (virus) ini memang akan menimbulkan penyakit, tapi tidak menimbulkan kematian. Belum tentu menimbulkan kematian bagi manusia normal. Nah, kalau ini terjadi ini, tidak ada kehebohan itu semua," katanya.
    Unggahan akun Ach Hanif itu pun viral. Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah dibagikan lebih dari 20 ribu kali dan dikomentari lebih dari 800 kali. Dalam kolom komentar unggahan itu, sejumlah warganet mempercayai apa yang dijelaskan oleh Indro dalam video tersebut.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Ach Hanif.
    Apa benar klaim Mohammad Indro Cahyono bahwa Covid-19 tidak berbahaya dan tidak menimbulkan kematian?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, wawancara Jawa Pos TV dengan Mohammad Indro Cahyono dilakukan pada 7 April 2020. Jawa Pos TV memberikan keterangan bahwa Indro adalah seorang ahli virus atau virolog. Namun, dalam video itu, tidak dijelaskan bahwa Indro sebenarnya merupakan dokter hewan.
    Indro adalah lulusan Universitas Gajah Mada. Sejak 2006, ia bekerja di Badan Penelitian Veteriner (Balitvet), sebuah unit yang berada di bawah Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Kementerian Pertanian. Di Balitvet, Indro bertugas sebagai peneliti di Laboratorium Virologi. Pada 2018, Indro keluar dari Balitvet dan menjadi peneliti di kantor swasta.
    Dilihat dari latar belakang tersebut, Indro sebenarnya adalah ahli kesehatan atau ahli virus pada hewan, bukan ahli virus pada manusia. Ia juga tidak terlibat dalam penanganan klinis pasien yang terinfeksi Covid-19. Dengan alasan ini, Tempo perlu memeriksa klaim Indro dalam wawancaranya dengan Jawa Pos TV di atas.
    Untuk memverifikasi klaim Indro itu, Tempo mewawancarai ahli epidemiologi Universitas Padjajaran, Panji Fortuna Hadisoemarto, dan dokter spesialis paru sekaligus juru bicara Tim Penanganan Covid-19 Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Erlina Burhan. Tempo juga menggunakan data-data dari pemberitaan terkait.
    Saat dihubungi pada 22 Mei 2020, Panji mengatakan bahwa pernyataan Indro itu bertolak belakang dengan fakta yang ada. SARS-CoV-2 telah menyebabkan kematian pasien di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Kasus kematian tidak hanya menimpa pasien di kelompok usia tua, melainkan juga di kelompok usia lainnya. "Faktanya, sudah banyak kematian di mana-mana, tingkat kematian sudah cukup tinggi," kata Panji.
    Orang berusia tua dan yang memiliki penyakit penyerta atau komorbiditas, kata Panji, memang menjadi kelompok yang berisiko tinggi terinfeksi Covid-19. Akan tetapi, mereka yang berusia lebih muda dan tanpa penyakit penyerta juga punya risiko untuk terinfeksi. Kelompok ini, meski tanpa gejala, juga berisiko menularkan kepada sesama.
    Menurut Panji, virus Corona memang memiliki banyak jenis, yang mana beberapa di antaranya menyebabkan flu biasa. Namun, beberapa jenis virus Corona juga menyebabkan kematian, seperti Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS), pun SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. “SARS-CoV-2 ini adalah jenis virus Corona baru, bukan virus Corona yang menyebabkan flu biasa,” katanya.
    Panji juga menyatakan bahwa pandemi Covid-19 tidak mungkin selesai dalam waktu 2-3 minggu. Merujuk kasus pertama yang dilaporkan di Indonesia pada 2 Maret 2020 lalu, infeksi Covid-19 masih terus terjadi sampai hari ini. Itu berarti pandemi Covid-19 di Indonesia telah berlangsung hampir tiga bulan.
    Erlina menjelaskan hal serupa. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan kematian dengan risiko terbesar pada orang tua dan yang memiliki penyakit penyerta. Meskipun begitu, sekitar 15-20 persen pasien yang tidak memiliki penyakit penyerta bisa terinfeksi SARS-CoV-2.
    Menurut Erlina, mereka yang tidak memiliki penyakit penyerta bisa terinfeksi saat imunitasnya turun, sebagai dampak dari stres atau kurang istirahat. Saat SARS-CoV-2 menginfeksi dan terjadi replikasi virus yang cukup besar pada organ tubuh, hal ini dapat memicu badai sitokin. “Ini yang bisa merusak sistem organ lain dan bisa menyebabkan kematian,” kata Erlina.
    Sitokin adalah protein kecil yang dilepaskan oleh banyak sel berbeda di dalam tubuh, termasuk sistem kekebalan tubuh tempat mereka mengkoordinasikan respons terhadap infeksi. Reaksi yang berlebihan memicu peradangan. Pada beberapa pasien, tingkat sitokin tidak terkontrol yang kemudian mengaktifkan lebih banyak sel imun menghasilkan hiperinflamasi. Pada akhirnya, hal itu dapat membahayakan atau bahkan membunuh pasien.
    Tingkat kematian Covid-19 di dunia 6,6 persen
    Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia per 22 Mei 2020 mencapai 4.893.186 kasus dengan 323.256 orang meninggal. Tingkat kematian Covid-19 di dunia sebesar 6,6 persen. Adapun tingkat kematian Covid-19 di Indonesia mencapai 6,4 persen, dengan jumlah kematian sebanyak 1.326 orang.
    Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengumumkan bahwa kasus meninggal akibat Covid-19 di Indonesia paling banyak dialami oleh kelompok rentang usia 30-59 tahun, yakni sebanyak 351 orang dari total kematian sebesar 773 orang per 28 April 2020. Jumlah kasus kematian terbanyak kedua adalah pada kelompok rentang usia 60-79 tahun, yaitu 302 orang. Kemudian, pada rentang usia 0-4 tahun dua orang, rentang usia 5-14 tahun tiga orang, dan rentang usia 15-29 tahun 19 orang.
    Mencuplik data kasus Covid-19 di New York dalam  Worldometers, kasus kematian Covid-19 di sana juga terjadi pada seluruh rentang usia, yakni usia 0-17 tahun (0,06 persen), 18-44 tahun (3,9 persen), 45-64 tahun (22,4 persen), 65-74 tahun (24,9 persen), dan 75 tahun ke atas (48,7 persen).
    Erlina pun mengingatkan bahwa kasus kematian tidak bisa hanya dilihat sebagai angka statistik. Sebab, setiap kematian memiliki dampak sosial, baik terhadap keluarga terdekat ataupun lingkungan sekitarnya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, tidak berbahaya dan tidak menyebabkan kematian adalah klaim yang menyesatkan. Hingga 22 Mei 2020, jumlah kematian akibat Covid-19 di dunia telah mencapai 323.256 orang dan di Indonesia 1.326 orang. Pasien yang meninggal karena Covid-19 bukan saja mereka yang memiliki penyakit penyerta dan berusia tua, melainkan juga kelompok usia muda dan tanpa penyakit penyerta.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8097) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Perayaan Pembukaan Lockdown di Arab Saudi?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 22/05/2020

    Berita


    Sejumlah video yang diklaim sebagai video perayaan pembukaan lockdown di Arab Saudi beredar di YouTube dan Facebook. Video pendek berdurasi sekitar 2 menit itu memperlihatkan parade polisi yang menunggang kuda dan kendaraan yang memenuhi jalanan kota. Terdengar pula suara pria yang berbicara dengan bahasa Arab dalam video itu.
    Di YouTube, video itu diunggah salah satunya oleh kanal Lida Channel pada 30 April 2020. Kanal tersebut memberikan judul pada videonya sebagai berikut: "Alhamdulillah ..Arab Saudi Lockdown nya sdh d buka kembali rakyat menyambut dgn sukacita".
    Kanal Abadikini Com juga mengunggah video tersebut di YouTube, yakni pada 1 Mei 2020. Video itu diberi judul "Arab Saudi Buka Lockdown, Pegawai Masjidil Haram Bersuka Cita". Sementara di Facebook, salah satu akun yang membagikan video itu adalah akun Hijrah. Akun ini menuliskan narasi, "Info terkini. Arab Saudi sudah buka lockdown. Semoga Indonesia, malaysia menyusul. Aamiin."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Hijrah.
    Apa benar video parade tersebut adalah video perayaan pembukaan lockdown di Arab Saudi?

    Hasil Cek Fakta


    Tempo menggunakan tool InVID untuk memfragmentasi video di atas menjadi sejumlah gambar. Gambar-gambar itu kemudian ditelusuri dengan reverse image tool Google. Hasilnya, Tempo terhubung dengan unggahan kanal Khaleej Times di YouTube pada 27 April 2020.
    Khaleej Times adalah situs berita berbahasa Inggris yang bermarkas di Dubai, Uni Emirat Arab (UAE). Khaleej Time memberikan keterangan bahwa video itu adalah video warga Al Ras dan Al Naif di Dubai yang merayakan pembukaan lockdown setelah kebijakaan itu berlangsung lebih dari tiga pekan.
    Kanal berita lainnya, Dubai One, juga mempublikasikan video yang identik yang memperlihatkan pawai polisi berkuda dan parade kendaraan polisi di jalanan kota setempat pada malam hari. Parade itu disambut dengan meriah oleh para warga.
    Dalam akun Twitter resminya pada 27 April 2020, Kantor Media Pemerintah Dubai (GDMO) mencuit bahwa Komite Tertinggi Manajemen Krisis dan Bencana Dubai telah melonggarkan pembatasan pergerakan orang di Al Ras dan Al Naif. Keputusan tersebut dibuat karena kedua wilayah tersebut mencatatkan nol kasus Covid-19 dalam dua hari terakhir.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Twitter resmi Kantor Media Pemerintah Dubai.
    Meskipun begitu, pembatasan pergerakan warga akan tetap diberlakukan antara pukul 22.00 hingga pukul 06.00 waktu setempat seperti halnya wilayah UAE lainnya. "Lebih dari 6 ribu tes telah dilakukan terhadap penduduk daerah tersebut dalam waktu kurang dari sebulan," demikian keterangan yang ditulis oleh GDMO.
    Menurut laporan situs The National  UAE, pelonggaran pembatasan pergerakan orang di kedua wilayah tersebut diumumkan pada 26 April 2020. Warga Al Naif dan Al Ras diizinkan untuk bergerak secara bebas pada pukul 06.00-22.00 waktu setempat. Pembatasan tetap diberlakukan antara pukul 22.00 hingga 06.00 seperti halnya kota lain.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas merupakan video perayaan pembukaan lockdown di Arab Saudi adalah klaim yang keliru. Video itu adalah video parade aparat kepolisian dan penduduk Al Naif dan Al Ras, Dubai, Uni Emirat Arab, yang merayakan pelonggaran lockdown pada 26 April 2020.
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8096) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video dan Foto Konser yang Dihadiri Presiden Jokowi Saat Pandemi Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 20/05/2020

    Berita


    Akun Facebook Bunda Marya mengunggah video pendek yang memperlihatkan sebuah konser musik yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 19 Mei 2020. Konser ini dipadati oleh penonton yang sebagian besar anak muda. Video itu pun diklaim sebagai video konser amal yang digelar pemerintah di tengah pandemi Covid-19 di mana terdapat larangan ibadah berjamaah di masjid.
    "Kalian telah membodohi umat islam dengan dalih Corona. Kalian bebas mengadakan konser. Sedangkan Masjid kalian suruh tutup. Kalian larang sholat berjama'ah di masjid," demikian narasi yang ditulis oleh akun Bunda Marya. Hingga kini, unggahan tersebut telah dibagikan lebih dari 3 ribu kali dan dikomentari lebih dari 500 kali.
    Narasi serupa juga terdapat dalam sebuah meme yang memuat foto Jokowi sedang ber-selfie di tengah kerumunan massa. Meme ini menyindir pemerintah yang justru menggelar konser musik di tengah pandemi Covid-19. Padahal, pemerintah melarang kegiatan ibadah secara berjamaah.
    "Di tengah wabah corona, konser musik digelar, shalat Jumat dan Ied dilarang, kalian Pancasila atau PKI?" demikian narasi dalam meme itu. Di Facebook, meme tersebut diunggah oleh akun Sajam Nya Cinta pada 20 Mei 2020. Akun itu pun memberikan narasi, "Seperti inikah indonesia yg se sungguhnya."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Bunda Marya (kiri) dan Sajam Nya Cinta (kanan).
    Apa benar video dan foto tersebut merupakan video dan foto konser amal yang dihadiri Jokowi di tengah pandemi Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menggunakan dua petunjuk yang terdapat dalam video unggahan akun Bunda Marya, yakni tulisan "Synchronize Fest" yang terdapat di panggung konser dan tulisan "BPMI @2017" yang tercantum di sudut kanan bawah video. Dengan dua petunjuk ini, Tempo memasukkan kata kunci "Presiden Jokowi nonton Synchronize Fest" pada kolom pencarian YouTube.
    Hasilnya, ditemukan sejumlah video yang dipublikasikan oleh berbagai kanal stasiun televisi yang identik dengan video unggahan akun Bunda Marya. Kanal BeritaSatu misalnya, memberikan keterangan bahwa video itu merupakan video Presiden Jokowi yang menghadiri festival musik Synchronize Fest 2017 di Jakarta Internasional Expo (JIExpo) Kemayoran. Kehadiran Jokowi ini mencuri perhatian penonton hingga musisi yang sedang pentas di atas panggung.
    Kesamaan video yang dipublikasikan kanal BeritaSatu dengan video unggahan akun Bunda Marya bisa dilihat pada tulisan "Synchronize Fest", dekorasi yang terdapat pada tiang panggung, kaos yang dikenakan Jokowi, serta suasana ketika Jokowi mengelilingi dan menonton konser tersebut.
    Pada menit 11:14 dalam video BeritaSatu, Jokowi pun terlihat melakukan selfie dengan para penonton. Momen ketika selfie ini sama dengan momen dalam foto di meme unggahan akun Sajam Nya Cinta.
    Kehadiran Jokowi dalam Synchronize Fest 2017 di JIExpo Kemayoran tersebut juga diberitakan oleh sejumlah media. Menurut arsip berita Tempo, Presiden Jokowi menghadiri Synchronize Fest di Kemayoran, Jakarta, pada 7 Agustus 2017. "Diundang sama ini (sambil menunjuk panitia Synchronize Fest)," kata Jokowi ketika itu. Synchronize Fest adalah festival musik independen yang menampilkan berbagai genre musik.
    Di Synchronize Fest ini, Jokowi ingin menyaksikan musisi kawakan Ebiet G Ade. Berdasarkan pantauan Tempo, Jokowi juga ikut bernyanyi bersama penonton. Sesekali, Jokowi juga meladeni mereka yang meminta berswafoto. Di sela-sela acara, Jokowi melepaskan jaket hitamnya dan menyisakan kaos lengan panjang berwarna abu-abu. Jokowi juga menggunakan topi saat berpindah panggung karena gerimis. “Habis ini mau nonton DeadSquad,” katanya.
    Dalam acara tersebut, Jokowi hadir bersama beberapa staf kepresidenan dan Badan Ekonomi Kreatif. Walaupun pengamanan terlihat ketat, banyak warga yang bersikeras untuk berswafoto atau bersalaman dengan Jokowi. “Jokowi, we love you!” teriak para penonton festival musik itu kepada Jokowi.
    Konser virtual
    Berdasarkan arsip berita Tempo, pada 17 Mei 2020, memang digelar konser amal bertajuk "Berbagi Kasih Bersama Bimbo". Konser virtual ini digelar atas kerja sama MPR, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Konser berdurasi dua jam itu dilaksanakan di studio TVRI dan disiarkan oleh sejumlah stasiun televisi swasta.
    Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan bahwa hanya Bimbo dan pembawa acara yang berada di studio, sedangkan para seniman serta undangan lainnya menonton dari rumahnya masing-masing. Konser ini bertujuan untuk mengumpulkan donasi bagi warga yang terdampak pandemi Covid-19. Di akhir konser, dana yang terkumpul mencapai Rp 4 miliar.
    Namun, konser ini menuai kritik karena sejumlah pihak yang hadir di studio berfoto tanpa menerapkan physical distancing dan tidak menggunakan masker. Salah satu tokoh yang melontarkan kritis atas foto tersebut adalah Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Ossy Dermawan.
    "Nyuruh rakyat untuk cegah penyebaran virus Corona dengan jaga jarak, tapi dari foto konser MPR-BPIP ini sama sekali tidak diterapkan physical distancing," kata Ossy lewat akun Twitter-nya, @OssyDermawan, pada 19 Mei 2020 sembari me-retweet unggahan anggota BPIP Benny Susetyo yang kemudian dihapus.
    Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo meminta maaf karena berfoto tanpa menerapkan physical distancing. "Itu semua salah saya yang tidak bisa menolak permintaan spontan teman-teman kru TV untuk berfoto bersama dengan saya dan musisi senior Sam dan Acil Bimbo," kata Bamsoet melalui pesan singkat pada 19 Mei 2020.
    Bamsoet mengaku tidak bisa menolak permintaan spontan itu karena saking senangnya acara tersebut berjalan dengan baik. Dia menilai bahwa acara yang melibatkan banyak tokoh dan hanya dipersiapkan dalam beberapa pekan tersebut berlangsung lancar dan sukses.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video dan foto di atas merupakan video dan foto konser amal yang dihadiri Presiden Jokowi di tengah pandemi Covid-19 menyesatkan. Konser musik yang dihadiri Jokowi dalam video dan foto tersebut digelar pada 2017, sebelum adanya pandemi Covid-19. Konser amal yang digelar MPR, BPIP, dan BNPB pada 17 Mei 2020 kemarin pun adalah konser virtual. Dalam konser ini, hanya Bimbo dan pembawa acara yang berada di studio, sedangkan para seniman serta undangan lainnya menonton dari rumahnya masing-masing.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8095) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Pemerintah Tak Akan Lagi Umumkan Kasus Positif Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 20/05/2020

    Berita


    Narasi bahwa pemerintah tidak akan lagi mengumumkan kasus positif Covid-19 beredar di media sosial. Narasi itu terdapat dalam gambar tangkapan layar sebuah artikel di situs Medantoday.com berjudul "Pemerintah Takkan Umumkan Lagi Kasus Positif Covid-19" yang dimuat pada 18 Mei 2020.
    Dalam gambar tangkapan layar itu, tercantum pula sebagian isi paragraf pertama artikel tersebut. "Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menyampaikan pemerintah hanya akan mengumumkan jumlah kasus orang dalam pemantauan (ODP). Dengan demikian, tak ada lagi pengumuman oleh Jubir terkait jumlah kasus positif, meninggal..."
    Di Facebook, gambar tangkapan layar itu dibagikan salah satunya oleh akun Maimon Herawati. Akun ini pun menulis, "Cara melandaikan kurva, JANGAN UMUMKAN yang positif! Ada yang lebih gelo dari ini? Btw, UU Keterbukaan Informasi Publik menjamin hak warga negara untuk mendapatkan informasi."
    Selain gambar tangkapan layar dari berita di situs Medantoday.com itu, akun Maimon Herawati juga mengunggah gambar tangkapan layar salah satu bagian Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah dibagikan lebih dari 180 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Maimon Herawati.
    Apa benar pemerintah tak akan lagi mengumumkan kasus positif Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula mencari artikel dengan judul tersebut di situs Medantoday.com. Namun, dengan memasukkan kata kunci "pemerintah takkan umumkan lagi kasus Covid-19" di kolom pencarian situs Medantoday.com, tidak ditemukan artikel dengan judul itu. Tempo hanya menemukan artikel dengan judul "Begini Alasan Pemerintah Tak Lagi Umumkan Angka ODP-PDP Secara Akumulatif" yang dimuat pada 19 Mei 2020.
    Tempo pun melakukan penelusuran dengan memasukkan kata kunci yang sama di mesin pencarian Google. Hasilnya, sebuah berita dengan judul yang identik pernah dimuat oleh CNN Indonesia pada 18 Mei 2020. Namun, saat ini, judul tersebut telah diubah oleh CNN Indonesia menjadi “Pemerintah Ubah Metode Pelaporan ODP-PDP Covid-19”.
    Di bagian bawah berita tersebut, CNN Indonesia mencantumkan catatan redaksi yang berbunyi: "Judul berita diubah dari semula 'Pemerintah Takkan Umumkan Lagi Kasus Positif Covid-19'. Judul diubah karena terjadi kekeliruan dalam pengutipan. Redaksi meminta maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan."
    Selain judul, isi berita tersebut juga mengalami perubahan. Sebelumnya, berita itu berbunyi:
    Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menyampaikan mulai Senin (18/5) pemerintah hanya akan mengumumkan jumlah kasus orang dalam pemantauan (ODP). Dengan demikian, tak ada lagi pengumuman jumlah kasus positif, meninggal, maupun pasien sembuh terkait virus corona (Covid-19).
    Kebijakan itu akan dilakukan terkait perubahan metode terhadap penyampaikan informasi jumlah ODP dan pasien dalam pengawasan (PDP) virus corona (Covid-19) di Indonesia.
    Lebih lanjut, Yuri mengatakan jumlah PDP yang diawasi sejauh ini diseluruh Indonesia berjumlah 11.422 orang.
    Dia menjelaskan, hasil tersebut didapat dari pemeriksaan terhadap 190.660 spesimen yang diambil dari 143.035 orang dari laboratorium yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebaran kasus tersebut telah terjadi di 34 Provinsi dan 389 Kabupaten/Kota di Indonesia.
    Berdasarkan hasil data yang lama, Yuri memberikan penambahan jumlah ODP secara keseluruhan saat pengumuman dan dibandingkan dengan hari sebelumnya. Misalnya, terakhir pada Minggu (17/5), Yuri mengatakan bahwa terdapat peningkatan 1.427 kasus ODP menjadi 270.876 kasus secara keseluruhan.
    Sementara, per Minggu (17/5) terjadi peningkatan 731 kasus PDP dari hari sebelumnya, sehingga menjadi 35.800 kasus.
    Setelah diubah, bunyi berita tersebut menjadi:
    Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menyampaikan pemerintah hanya akan mengumumkan jumlah (ODP) dan Pasien dalam Pemantauan (PDP) yang masih dalam pengawasan.
    Sebelumnya setiap hari pemerintah mengumumkan akumulasi ODP dan PDP, baik yang sudah beres proses pemantauan maupun tengah diawasi.
    "Kami hanya laporkan kasus ODP seluruh Indonesia yang sedang kami pantau hari ini, yakni 45.047 orang," kata Yuri, sapaan akrabnya, dalam konferensi pers di Graha BNPB, Senin (18/5).
    Lebih lanjut, Yuri mengatakan jumlah PDP yang diawasi sejauh ini di seluruh Indonesia berjumlah 11.422 orang.
    Meski demikian, Yuri tidak menjelaskan alasan mengenai perubahan metode pemaparan data ODP dan PDP yang dilakukan pihaknya mulai hari ini, Senin (18/5).
    Berdasarkan hasil data yang lama, Yuri memberikan penambahan jumlah ODP secara keseluruhan saat pengumuman dan dibandingkan dengan hari sebelumnya. Misalnya, terakhir pada Minggu (17/5), Yuri mengatakan bahwa terdapat peningkatan 1.427 kasus ODP menjadi 270.876 kasus secara keseluruhan.
    Sementara, per Minggu (17/5) terjadi peningkatan 731 kasus PDP dari hari sebelumnya, sehingga menjadi 35.800 kasus.
    Meski demikian, Yuri selalu menegaskan bahwa sebagian besar dari pasien-pasien tersebut telah selesai dipantau oleh pihak-pihak yang terkait dengan penanganan Covid-19.
    Sementara itu, Jumlah kasus positif virus corona (Covid-19) di Indonesia per Senin (18/5) mencapai 18.010 kasus. Dari jumlah itu, 4.324 orang dinyatakan sembuh, dan 1.191 orang lainnya meninggal.
    Yuri menjelaskan, hasil tersebut didapat dari pemeriksaan terhadap 190.660 spesimen yang diambil dari 143.035 orang dari laboratorium yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebaran kasus tersebut telah terjadi di 34 Provinsi dan 389 Kabupaten/Kota di Indonesia.
    Dikutip dari Suara.com, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, membantah pemberitaan yang menyebut pemerintah tidak akan lagi mengumumkan pasien positif Covid-19. Menurut Yuri, berita tersebut tidak sesuai dengan apa yang disampaikannya. "Berita ini kok enggak sejalan dengan yang saya sampaikan," kata Yuri pada 18 Mei 2020.
    Menurut Yuri, pemerintah akan tetap mengumumkan kasus positif, sembuh, ataupun meninggal akibat Covid-19 setiap harinya. Yuri mengatakan bahwa yang berubah dari konsep sebelumnya adalah soal pengumuman data orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP).
    Dilansir dari Detik.com, sejak 18 Mei 2020, angka orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) yang diumumkan pemerintah memang berkurang drastis. Terang saja, angka yang diumumkan pemerintah kini hanyalah angka ODP dan PDP yang sedang dipantau dan diawasi, bukan angka ODP dan PDP secara akumulatif seperti yang biasanya diumumkan pemerintah sebelumnya.
    "ODP yang sudah selesai pemantauan berarti sudah sembuh. Maka, yang saya umumkan hari ini adalah ODP yang sedang dipantau. ODP yang sedang dipantau di seluruh Indonesia sekarang adalah 45.047," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, pada 18 Mei 2020.
    Menurut pemerintah, ODP dan PDP yang sudah selesai dipantau dan diawasi tidak perlu dihitung lagi sebagai ODP dan PDP. "PDP kalau sudah mendapat hasil positif juga bukan PDP lagi melainkan kasus positif Covid-19. PDP kalau sudah negatif dan sembuh berarti bukan kasus Covid-19," kata Yuri.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa pemerintah tak akan lagi mengumumkan kasus positif Covid-19 merupakan klaim yang keliru. Judul artikel yang memuat klaim itu telah diubah karena terjadi kekeliruan dalam pengutipan. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, pun mengatakan bahwa metode pelaporan yang diubah hanyalah metode pelaporan ODP dan PDP Covid-19. Sebelumnya, angka ODP dan PDP yang diumumkan adalah angka kumulatif. Sejak 18 Mei 2020, angka ODP dan PDP yang diumumkan hanyalah angka yang sedang dipantau dan diawasi. Menurut Yuri, pemerintah akan tetap mengumumkan kasus positif, sembuh, ataupun meninggal akibat Covid-19 setiap harinya.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan