• (GFD-2020-8195) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Presiden Israel Janji Bikin Indonesia Seperti Palestina Jika Terus Ikut Campur?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 22/07/2020

    Berita


    Gambar tangkapan layar artikel di situs Tirastimes yang berisi pernyataan bernada mengancam dari Presiden Israel terhadap Indonesia beredar di media sosial. Artikel tersebut berjudul "Presiden Israel: Bila Terus Ikut Campur, Kami Berjanji Akan Buat Indonesia Seperti Palestina".
    Di Facebook, gambar tangkapan layar itu diunggah salah satunya oleh akun Muhammad Rehvall, yakni pada 19 Juli 2020. Akun ini memberikan narasi, "Ngelawak gan!" Hingga artikel ini dimuat, gambar tangkapan layar itu telah dikomentari sebanyak 133 kali dan dibagikan sebanyak 119 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Muhammad Rehvall.
    Apa benar Presiden Israel janji bikin Indonesia seperti Palestina jika terus ikut campur?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, artikel di situs Tirastimes yang memuat pernyataan Presiden Israel Reuven Rivlin itu dimuat tiga tahun yang lalu, yakni pada 20 Desember 2017. Artikel ini menyebutkan bahwa ancaman Rivlin itu dilontarkan karena situs-situs mereka dibombardir oleh para peretas yang mayoritas berasal dari Indonesia.
    Karena masalah itu, Rivlin meminta warga Indonesia tidak mencampuri urusan Israel, khususnya para hacker Tanah Air untuk tidak menyerang situs-situs Israel. Jika permintaan itu tidak diindahkan, Israel bakal menyerang Indonesia, sama seperti Palestina.
    “Israel bisa saja menghentikan aksi jika Indonesia tidak ikut campur masalah Israel, kecuali itu perintah atau gabungnya Indonesia dengan PBB. Kalau hanya relawan maupun sekelompok orang yang kami anggap ilegal, kami tidak akan segan-segan membuat nasibnya sama dengan Palestina,” ujar Rivlin seperti yang ditulis oleh situs Tirastimes.
    Untuk memverifikasi klaim dalam artikel di situs Tirastimes itu, bahwa Rivlin mengancam Indonesia, Tempo menelusuri pemberitaan media arus utama dengan memasukkan kata kunci "Presiden Israel ancam Indonesia" di mesin perambah Google. Hasilnya, tidak ditemukan berita terkait ancaman dari Rivlin itu di media arus utama.
    Narasi serupa justru ditemukan dalam video di kanal YouTube Gangpro Gaming pada 19 Juli 2020 yang berjudul “Presiden Israel: Bila Hacker Indonesia Terus Ikut campur, Kami Buat Indonesia Seperti Palestina!”. Narasi yang dibacakan dalam video berdurasi 2 menit 12 detik tersebut identik dengan narasi di artikel Tirastimes.
    Namun, kanal Gangpro Gaming mencantumkan tautan artikel dari situs Merdeka.com sebagai sumber informasinya. “Bilang ini Hoax ? wait Bro Ada Artikel nya untuk memastikan liat sendiri ok,” demikian keterangan yang ditulis oleh kanal Gangpro Gaming pada videonya.
    Sumber informasi yang dimaksud oleh kanal Gangpro Gaming adalah berita di situs Merdeka.com yang berjudul “Diserang hacker Indonesia, Israel ancam lakukan balasan”. Berita yang dimuat pada 22 November 2012 ini menceritakan perang di dunia maya sebagai imbas invasi Israel di wilayah Jalur Gaza, Palestina, ketika itu.
    Didorong sentimen solidaritas sebagai sesama negara muslim, beberapa hacker Indonesia menyerang sejumlah server dan situs Israel. Tak lama kemudian, otoritas keamanan internet Indonesia (Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure/IDSIRTI) mengabarkan adanya pemberitahuan dari otoritas internet Israel bahwa mereka bakal melakukan serangan balasan terhadap DNS server Indonesia yang menyasar domain-domain berakhiran .id.
    Ketua Umum Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (Pandi) Andy Budimansyah mengatakan sudah mendengar informasi tersebut. Namun, dari hasil pemeriksaan sementara, belum ada serangan yang dilancarkan hacker Israel ke domain Indonesia. "Sejauh ini belum ada serangan, tapi kemarin memang ada notifikasi dari First Org. Itu lembaga semacam IDSIRTI-nya Israel," ujarnya pada 23 November 2012.
    Sumber yang digunakan ini juga tidak relevan dengan klaim "Presiden Israel Reuven Rivlin janji bikin Indonesia seperti Palestina jika terus ikut campur". Pasalnya, berita di situs Merdeka.com itu dimuat pada 22 November 2012. Sementara Rivlin baru terpilih sebagai Presiden Israel pada Juni 2014.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Presiden Israel Reuven Rivlin janji bikin Indonesia seperti Palestina jika terus ikut campur adalah klaim yang keliru. Tidak ditemukan informasi dari otoritas resmi maupun pemberitaan media arus utama yang menyebutkan adanya ancaman dari Rivlin bahwa Indonesia akan dibuat seperti Palestina jika terus ikut campur.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8194) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Thermo Gun Bisa Rusak Struktur Otak Manusia?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/07/2020

    Berita


    Video pendek yang berisi potongan wawancara Helmy Yahya dengan ahli ekonomi Ichsanuddin Noorsy tentang klaim bahwa termometer tembak atau thermo gun bisa merusak struktur otak manusia beredar di YouTube. Video tersebut diunggah salah satunya oleh kanal KlikLembaran, yakni pada 19 Juli 2020.
    Dalam video berdurasi satu menit itu, Ichsanudin menyatakan penolakannya terhadap pemakaian thermo gun untuk pemeriksaan suhu tubuh. Ia mengklaim bahwa thermo gun seharusnya dipakai untuk memeriksa kabel panas, bukan untuk mengecek suhu tubuh seseorang.
    “Lasernya dipakai untuk memeriksa kabel panas, bukan untuk memeriksa temperatur manusia. Dan kita menerima. Dan mereka menjual alat dengan mahal. Kita dibodohi, kepala kita ditembak laser, kita tidak tahu dampak kerusakan pada struktur otak. Kalau saya tidak mau,” katanya.
    Selama pandemi Covid-19, thermogan memang digunakan secara luas untuk mengetahui suhu tubuh seseorang tanpa terjadinya kontak fisik.
    Gambar tangkapan layar video unggahan kanal YouTube KlikLembaran.
    Namun, benarkah thermo gun bisa merusak struktur otak manusia?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, thermo gun untuk mengecek suhu tubuh bekerja dengan menerima pancaran inframerah dari suatu benda, bukan mengeluarkan radiasi apalagi laser sebagaimana yang diklaim oleh Ichsanuddin Noorsy. Selama ini, thermo gun dengan laser hanya digunakan untuk keperluan pengukuran temperatur pada industri, bukan medis. 
    “Thermo gun tidak mengeluarkan radiasi apapun. Fungsinyareceiveratau detektor radiasi, bukantransmitter atau pemancar radiasi,” ujar Ketua Departemen Fisika Kedokteran Klaster Medical Technology IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prasandhya Astagiri Yusuf, saat dihubungi pada 21 Juli 2020.
    Thermo gun untuk penapis suhu tubuh, kata Prasandya, memiliki mekanisme dan fungsi kerja yang berbeda dengan termometer untuk memeriksa kabel panas industri. Untuk industri, digunakan spektrum temperatur yang lebih lebar, misalnya -50 sampai 300 derajat Celcius, sehingga resolusinya biasanya sebesar 0,5 derajat celsius. Adapun temperatur medis menggunakan resolusi yang lebih kecil, yakni 0,1 derajat Celsius. 
    Departemen Fisika Kedokteran Klaster Medical Technology IMERI secara khusus menerbitkan penjelasan ilmiah soal thermo gun di situs resminya pada 21 Juli 2020.
    Secara teknis, cara kerja thermo gun suhu tubuh pun berbeda dengan cara kerja termometer raksa atau digital yang menggunakan prinsip rambatan panas secara konduksi. Termometer tembak menggunakan prinsip rambatan panas melalui radiasi. Dalam prinsip ilmu fisika kedokteran, setiap benda dengan temperatur lebih besar dari 0 Kelvin akan memancarkan radiasi elektromagnetik atau sering disebut radiasi benda hitam (Hukum Wien).
    Kelvin (K) adalah satuan baku untuk temperatur dengan konversi 0 derajat Celcius setara dengan 273 K. Kisaran suhu tubuh manusia normal, yakni 36-37,5 derajat Celcius, berada di dalam pancaran spektrum inframerah jika dilihat dari jangkauan radiasi elektromagnetik. Energi radiasi dari permukaan tubuh ditangkap, kemudian diubah menjadi energi listrik dan ditampilkan dalam angka digital temperatur derajat Celcius pada thermogun. 
    Prinsip teknologi serupa juga digunakan di kamera termal untuk pengecekan temperatur di bandara sertathermal gogglesdi dunia militer untuk mendeteksi keberadaan seseorang di kondisi yang gelap.
    Termometer inframerah yang tersedia di pasaran umumnya bekerja untuk mendeteksi temperatur gendang telinga (termometer telinga) atau temperatur dahi (termometer dahi). Penggunaan dahi untuk pengukuran temperatur, kata Prasandya, memang paling optimal dan reliabel untuk menggambarkan suhu tubuh sebenarnya. Termometer dahi juga lebih cocok untuk skrining gejala demam Covid-19 karena hanya perlu “ditembak” ke arah dahi tanpa perlu bersentuhan secara langsung dengan kulit.
    Ini berbeda dengan termometer telinga. Meskipun hasilnya lebih akurat, pengukuran temperatur dengan termometer ini mensyaratkan kontak langsung dengan kulit seseorang sehingga kurang cocok untuk skrining gejala demam Covid-19.
    “Sama saja seperti termometer air raksa yang penggunaannya perlu dipasang di ketiak, mulut, atau rektum. Apakah bisa jika diukur di tempat lainnya atau misal digenggam di tangan? Jawabannya bisa saja, namun tidak menggambarkan temperatur tubuh yang sesungguhnya,” kata Prasandya.
    Termometer tembak mendeteksi temperatur arteri temporal pada dahi untuk mengestimasi suhu tubuh seseorang. Yang perlu diperhatikan, akurasi pengukuran temperatur bergantung pada jarak dan sudut thermo gun terhadap objek yang diukur sehingga terkadang mempengaruhi hasil pengukuran yang bisa berubah-ubah.
    Sementara laser (light amplification by stimulated emission of radiationatau amplifikasi cahaya melalui pancaran terstimulasi) biasanya ditemui pada pointer untuk presentasi, pembaca atau penulis CD dan DVD, serta pemotong jaringan pada prosedur pembedahan. Energinya disesuaikan dengan fungsi, semakin besar akan semakin destruktif.
    Beberapa thermo gun industri mungkin saja dilengkapi dengan laser berenergi rendah, tapi fungsinya sebagai penunjuk (pointer) untuk ketepatan arah sehingga tidak ada kaitan langsung dengan fungsi pengukuran temperatur. Apakah laser tersebut berbahaya untuk otak manusia? Sama halnya dengan laser pointer, laser ini tidak memiliki efek bahaya bagi otak. Tapi hindari menembakkannya ke arah mata secara langsung karena dapat merusak retina.
    Dinyatakan aman oleh FDA Amerika Serikat
    Penggunaan termometer tembak sebagai pengukuran suhu tubuh di tengah pandemi Covid-19 telah dinyatakan aman oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA). Penggunaan termometer tembak tanpa kontak fisik dapat membantu penapisan sebagai upaya mengurangi risiko penyebaran Covid-19. Selain itu, termometer tembak mudah digunakan, dibersihkan, dan didisinfeksi serta dapat mengukur suhu tubuh dengan cepat. 
    Meski begitu, ditekankan bahwa orang yang menggunakan termometer ini harus secara ketat mengikuti pedoman cara penggunaan maupun rekomendasi dari pabrik, seperti jarak pengukuran yang benar.
    Sementara menurut Ketua Departemen Fisika Kedokteran Klaster Medical Technology IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prasandhya Astagiri Yusuf, setiap thermo gun idealnya harus divalidasi dan dikalibrasi oleh perusahan tersertifikasi. Hal ini untuk mencegah merek palsu yang beredar serta menjaga kualitas akurasi hasilnya. “Tapi paling mudahnya bisacross-checkdengan hasil termometer raksa atau digital konduktif, apakah ada perbedaan signifikan dari pembacaan hasil. Harus diuji juga berkali-kali untuk melihat reliabilitasnya,” kata Prasandhya.
    Menurut Prasandya, pengukuran temperatur tubuh dengan thermo gun tidak bisa dijadikan acuan utama terkait apakah seseorang menderita Covid-19 atau tidak, karena pasien Covid-19 bisa saja tidak memiliki gejala demam. “Kami berharap penggunaan thermo gun secara luas di tempat-tempat publik, seperti pusat perbelanjaan, perkantoran, dan layanan transportasi publik, disertai dengan SOP yang jelas," ujarnya.
    Klaim serupa pernah beredar di Afrika Timur hingga Argentina
    Klaim yang dilontarkan oleh Ichsanuddin Noorsy tersebut pernah beredar sebelumnya di sejumlah negara di Afrika Timur serta Argentina. Organisasi pemeriksa fakta setempat, PesaCheck, mendokumentasikan sebuah cuitan di Twitter pada 13 Juli 2020 yang berisi klaim bahwa thermo gun membunuh sel neuron dan dapat menyebabkan kerusakan otak. Cuitan itu pun menuliskan peringatan agar termometer tidak langsung ditembakkan ke kepala, tapi ke bagian tubuh lain seperti tangan atau jari.
    Ngumbau Kitheka, dokter dari Rumah Sakit Kenyatta, menjelaskan bahwa termometer tembak tidak memancarkan energi atau radiasi. Sebaliknya, tubuh manusialah yang memancarkan radiasi inframerah yang kemudian diserap oleh termometer tembak. Alat ini kemudian menginterpretasikan suhu tubuh seseorang. “Manusia memancarkan panas dalam bentuk radiasi termal asalkan suhu lingkungan di atas nol mutlak,” katanya.
    Hal itu juga ditegaskan oleh Leonard Mabele, dosen di Universitas Strathmore. Menurut dia, termometer inframerah non-kontak bekerja dengan sensor inframerah pasif yang mengukur emisi inframerah suatu objek. Sensor pada thermo gun kemudian mengartikan emisi inframerah dari tubuh sebagai suhu, dan mencerminkan ini sebagai nilai numerik. “Sinar yang dipancarkan oleh thermo gun digunakan untuk membantu pengukuran secara akurat titik-titik pada suatu objek,” katanya. 
    International Fact-Checking Network ( IFCN ) pun telah mendokumentasikan sejumlah klaim keliru tentang bahaya termometer tembak tersebut yang beredar di Amerika Latin, seperti di Lithuania, Meksiko, da

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa termometer tembak atau thermo gun mengeluarkan laser yang dapat merusak struktur otak manusia adalah klaim yang keliru. Thermo gun untuk mengecek suhu tubuh bekerja dengan menerima pancaran inframerah dari suatu benda, bukan mengeluarkan radiasi apalagi laser. Selama ini, thermo gun dengan laser hanya digunakan untuk keperluan pengukuran temperatur pada industri, bukan medis. 
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8193) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto-foto Warga Cina yang Berseragam Brimob Polri?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/07/2020

    Berita


    Kolase foto yang memperlihatkan sejumlah pria yang mengenakan seragam khas Polri serta lencana dan kartu anggota yang bertuliskan FBI beredar di media sosial. Menurut klaim yang menyertainya, foto-foto tersebut merupakan foto-foto warga Cina yang mengenakan seragam Brimob Polri.
    Di Facebook, foto-foto tersebut diunggah salah satunya oleh akun Loreng Mba, yakni pada 18 Juli 2020. Akun ini pun menuliskan narasi, “Ini penampakan beberapa ORANG CHINA berseragam BRIMOB/POLISI.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Loreng Mba.
    Apa benar foto-foto di atas merupakan foto-foto warga Cina yang berseragam Brimob Polri?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital foto-foto tersebut denganreverse image toolSource dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa foto-foto itu telah beredar di internet sejak 2016. Foto sejumlah pria yang berseragam coklat khas Polri pun tidak terkait dengan foto dua pria berbaju biru tua yang mengenakan atribut bertuliskan FBI.
    Foto pria berseragam Brimob
    Foto beberapa pria yang diklaim sebagai warga Cina yang mengenakan seragam polisi pernah dimuat di situs Tribunnews.com pada 19 Desember 2016. Foto itu terdapat dalam artikel yang berjudul “Mulai Lencana Hingga Baret Warga Sipil Ini Kompak Gunakan Seragam Brimob”.
    Menurut laporan Tribunnews.com, para pria dalam foto itu sempat dikaitkan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Bhayangkara Indonesia (FBI) yang juga menggunakan seragam layaknya anggota Polri, mulai dari lencana, pakaian, hingga baret.
    Kepala Bidang Humas Polda Sumatera Utara, Komisaris Besar Rina Sari Ginting, mengatakan kesembilan orang tersebut memang menggunakan seragam satuan Brimob. "Benar memang seragam yang digunakan tersebut milik Polri," katanya pada 19 Desember 2016.
    Namun, Rina menjelaskan bahwa mereka adalah warga sipil yang mahir menggunakan peralatan musik dan tergabung dalam Korps Musik (Korsik) Brimob Polda Sumatera Utara. "Mereka adalah orang sipil yang menggunakan seragam polisi," ujar Rina.
    Menurut Rina, mereka hanya menggunakan seragam polisi pada momen tertentu di Polda Sumatera Utara, dan mereka hanya tampil khusus untuk membawakan musik. Rina pun heran dengan kembali beredarnya foto tersebut. Dia mengatakan foto tersebut didokumentasikan pada 2006.
    Foto pria beratribut FBI
    Foto yang memperlihatkan dua pria berbaju biru tua dengan atribut bertuliskan FBI pernah dimuat di situs Konfrontasi.com pada 19 Desember 2016. Menurut artikel di situs Konfrontasi.com yang memuat foto tersebut, FBI merupakan Forum Bhayangkara Indonesia.
    Menurut artikel itu, foto tersebut merupakan foto pengangkatan seorang warga Cina bernama Chen Shu sebagailiaison officer(LO) yang bertugas sebagai penghubung dan menjalin kerja sama dengan para pengurus ormas FBI se-Indonesia. Hal ini membuat banyak pihak khawatir, di mana keberadaan FBI bakal membahayakan Indonesia.
    Dilansir dari situs Kupasmerdeka.com, anggota Dewan Pembina FBI, Inspektur Jenderal Purnawirawan Eddy Kusuma Wijaya, membantah bahwa FBI merupakan wadah untuk menampung warga negara Cina. "Itu tidak benar," ujar Eddy pada 16 Desember 2016.
    Eddy menjelaskan bahwa dibentuknya FBI berawal dari diskusi dengan budayawan Renny Marsantio. Mereka resah atas terpecahnya masyarakat saat Pilpres 2014. "Intinya adalah menyatukan dan mempersatukan NKRI, seperti apa yang telah dilakukan Patih Gadjah Mada terdahulu, yang sanggup menyatukan Nusantara,” kata Eddy.
    FBI pun dideklarasikan pada 19 April 2014. Pendirinya adalah Inspektur Jenderal Purnawirawan Andi Masmiyat, Inspektur Jenderal Purnawirawan Eddy Kusuma Wijaya, Marsekal Muda TNI Purnawirawan Anwar Sanusi, Mayor Jenderal TNI Purnawirawan Iskandar, Komisaris Besar Purnawirawan Darul Ulum, Renny Mursantio, Rudiono Tanoto, Soemantono Aji, Hari Wicahyono, Suryadi, dan Radin.
    Eddy menambakan bahwa FBI memang kerap bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan dari Cina, Korea, dan Taiwan. Mereka menyediakan penghubung, pengawal, dan sopir bagi perusahaan-perusahaan itu. "Namun, tidak benar bahwa ormas ini adalah wadah Cinaisasi. Saat ini, kegiatan-kegiatan itu juga terhenti karena ketua umumnya (Renny Mursianto) meninggal," ujar Eddy.
    Dikutip dari Detik.com, Ketua Dewan Penasihat sekaligus Ketua Dewan Pengawas FBI, Rudiono Tanoto, menjelaskan bahwa memang ada rencana penunjukan LO untuk menggaet investor Cina ke Indonesia. "Kita tempatkan LO di Cina untuk mencari investor. Kita sendiri enggak tahu jalan (di Cina). Jadi pelajari itu, kita gelap terhadap Cina," ujar Rudi pada 14 Desember 2016.
    Rudi enggan berkomentar banyak terkait surat pengangkatan Chen Su yang fotonya juga sudah beredar secara luas itu. Namun, sebagai Ketua Dewan Penasihat sekaligus Ketua Dewan Pengawas, Rudi menilai tindakan FBI memberikan surat pengangkatan LO kepada Chen Su adalah kesalahan. Menurut Rudi, Chen Su seharusnya tidak diberi wewenang sebesar itu.
    Rudi menjelaskan bahwa posisi FBI adalah penghubung investor Cina dengan Indonesia. FBI tidak menjalankan bisnis, melainkan hanya mencari mitra bagi investor Cina itu. "Dia ditunjuk untuk meng-handle investor masuk biasa saja. Kalau sampai sosialisasi, keluar dari koridor. Tapi, saya enggak tahu latar belakangnya," kata Rudi.
    Menurut Rudi, Chen Shu sudah bukan bagian dari FBI. Dia dipecat pada Maret tak lama setelah menerima surat pengangkatan sebagai LO. "Karena enggak ada prestasinya, wanprestasi," katanya.
    Meskipun kerap berhubungan dengan investor Cina, Rudi menjelaskan bahwa FBI tidak ada sangkut pautnya dengan tuduhan-tuduhan konspiratif mengenai banyaknya pekerja Cina di Indonesia. Pilihan terhadap Cina diambil karena logika ekonomi. "Eranya kan ke Asia, bukan ke Eropa. Sekarang kan Cina (ekonomi terkuat). Suka enggak suka, senang enggak senang," katanya.
    Rudi juga mengatakan anggota FBI berasal dari berbagai suku. Ormas ini terbuka untuk siapa pun. "Pendiri, cuma gue yang keturunan (Cina). Anggota FBI itu Cinanya cuma satu atau dua," ujarnya. Rudi menambahkan FBI sudah mendapat surat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM. Surat pengesahan itu tertanggal 15 Oktober 2015.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto-foto di atas merupakan foto-foto warga Cina yang berseragam Brimob Polri keliru. Foto pertama merupakan foto warga sipil yang tergabung dalam Korps Musik (Korsik) Brimob Polda Sumatera Utara yang menggunakan seragam polisi hanya dalam momen tertentu, yakni saat tampil untuk membawakan musik. Sementara foto kedua merupakan foto anggota Forum Bhayangkara Indonesia (FBI) yang mengenakan seragam ormasnya, bukan seragam polisi.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8192) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ahli Virus Cina Klaim Covid-19 Hasil Persekongkolan Jahat?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 20/07/2020

    Berita


    Klaim bahwa ahli virus Cina menyebut Covid-19 sebagai hasil persekongkolan jahat beredar di media sosial. Klaim yang dimuat di situs Swarakyat.com pada 12 Juli 2020 ini disebut berasal dari Li Meng Yan, dokter Cina yang memiliki spesialisasi dalam virologi dan imunologi di Hong Kong School of Public Health.
    Menurut artikel di situs Swarakyat.com yang berjudul "Takut Dibunuh, Ahli Virus China Kabur ke AS: Saya Bersaksi Covid-19 Hasil Persekongkolan Jahat" itu, Li Meng Yan melarikan diri ke Amerika Serikat sejak 28 April 2020. Li Meng Yan disebut telah menuduh pemerintah Cina menutup-nutupi virus Corona baru penyebab Covid-19, SARS-CoV-2.
    Gambar tangkapan layar artikel yang dimuat oleh situs Swarakyat.com.
    Namun, apa benar ahli virus Cina Li Meng Yan menyebut bahwa Covid-19 merupakan hasil persekongkolan jahat?

    Hasil Cek Fakta


    Pernyataan Li Meng Yan
    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, artikel di situs Swarakyat.com tersebut bersumber dari wawancara eksklusif Fox News dengan Li Meng Yan yang terbit pada 10 Juli 2020. Wawancara tersebut dimuat dalam artikel Fox News yang berjudul "Exclusive: Chinese virologist accuses Beijing of coronavirus cover-up, flees Hong Kong: 'I know how they treat whistleblowers'".
    Namun, setelah artikel itu diperiksa secara menyeluruh, ditemukan bahwa Li tidak menyebut Covid-19 sebagai hasil persekongkolan jahat. Bahkan, dalam artikel yang dimuat oleh situs Swarakyat.com di atas, juga tidak tercantum pernyataan Li seperti yang dikutip dalam judul artikel tersebut, bahwa Covid-19 merupakan hasil persekongkolan jahat.
    Li hanya mengatakan kepada Fox News bahwa dia percaya Cina tahu tentang virus Corona baru penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, jauh sebelum mengakui munculnya virus tersebut. Li juga mengatakan bahwa atasannya mengabaikan penelitian yang ia lakukan yang ia yakini bisa menyelamatkan nyawa.
    Fox News pun memuat video wawancaranya dengan Li itu dengan judul “Coronavirus Whistleblower: Exclusive Fox News Interview”. Video berdurasi 13 menit 42 detik tersebut diberi keterangan bahwa Li, ahli virologi dari Hong Kong, mengatakan kepada Fox News dalam sebuah wawancara eksklusif tentang penelitian awal yang dilakukan terkait Covid-19.
    Pernyataan Li di Fox News yang menyebut Cina telah mengetahui Covid-19 sebelum diumumkan secara resmi itu pun ramai dikutip oleh sejumlah media di Indonesia.
    Dilansir dari CNBC Indonesia, Li menuturkan bahwa Cina sudah lama tahu akan adanya virus Corona Covid-19 sebelum diumumkan secara resmi oleh pemerintah. Li sendiri merupakan ilmuwan Cina asal Hong Kong yang kini disebut Fox News 'melarikan diri' ke Amerika Serikat.
    Dalam wawancara tersebut, Li menyebut Cina menutup-nutupi keberadaan Covid-19, bahkan mengabaikan penelitian yang dilakukannya di awal pandemi, yang ia percayai bisa menyelamatkan nyawa. Padahal, mereka memiliki kewajiban untuk memberi tahu dunia mengingat statusnya sebagai laboratorium rujukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) khusus untuk virus influenza dan pandemi.
    "Pemerintah China menolak membiarkan para ahli di luar negeri, termasuk yang di Hong Kong, melakukan penelitian di Cina," kata Li dalam wawancara Fox News. "Jadi, aku menghubungi teman-temanku (peneliti Cina lain) untuk menggali informasi."
    Dilansir dari Kompas.com, pada 31 Desember 2019, teman Li memberitahu dirinya mengenai kemungkinan transmisi antar manusia, jauh sebelum WHO dan Beijing mengakuinya. Li pun segera memberitahukannya kepada atasannya. Tapi, menurut Li, dia "hanya menggangguk" dan memintanya untuk terus bekerja.
    Pada 9 Januari 2020, WHO merilis pernyataan, berdasarkan laporan otoritas Cina, virus ini menyebabkan gejala yang sangat parah pada sejumlah pasien. Namun, badan kesehatan di bawah PBB itu menyatakan virusnya belum menular antar manusia. "Sedikit sekali informasi yang diterima untuk menentukan risiko klaster," ujar WHO.
    Mendengar pernyataan itu, Li mengungkapkan bahwa temannya yang biasanya terbuka soal penyakit itu mendadak diam. Meski sumbernya menerangkan transmisi antar manusia terus meningkat, pengawas Li hanya memintanya untuk "diam dan berhati-hati". "Dia memperingatkan saya, 'Jangan injak garis merah. Kita bisa terlibat masalah dan hilang nantinya'," katanya mengingat ucapan atasannya.
    Namun, dilansir dari Liputan6.com, Universitas Hong Kong (HKU) membantah klaim Li tersebut. HKU mengkonfirmasi bahwa Li adalah mahasiswa pascadoktoralnya yang telah meninggalkan kampus. "Kami mencatat bahwa isi laporan berita tersebut tidak sesuai dengan fakta-fakta kunci seperti yang kita pahami," demikian penjelasan HKU.
    HKU juga mengklarifikasi bahwa Li belum melakukan penelitian tentang topik tersebut di kampus dari Desember 2019 hingga Januari 2020. "Kami selanjutnya mengamati bahwa apa yang mungkin ditekankannya dalam wawancara yang dilaporkan tidak memiliki dasar ilmiah tapi menyerupai desas-desus."
    HKU pun membantah klaim Li bahwa ia menemukan adanya potensi penularan dari manusia ke manusia, namun tidak digubris oleh pejabat setempat. Menurut pernyataan HKU, salah satu profesornya, Yuen Kwok Yung, justru memberi tahu Menteri Kesehatan Hong Kong Sophia Chan Siu Chee tentang wabah di Wuhan dan mencatat potensi pandemi serta kemiripannya dengan SARS, yang mana menular antar manusia.
    Sumber Covid-19
    Dilansir dari organisasi cek fakta AS, Fact Check, setelah virus Corona Covid-19 pertama kali muncul di Wuhan pada akhir Desember 2019, memang tersebar berbagai rumor palsu tentang misteri asal-usul virus. Salah satunya adalah bahwa virus Corona Covid-19 merupakan senjata biologi yang bocor dari laboratorium di Wuhan. Namun, seluruh versi teori ini tidak memiliki pijakan bukti dan penjelasan secara sains.
    Bukti-bukti yang ada justru menunjukkan bahwa virus itu kemungkinan menular ke manusia dari hewan yang belum teridentifikasi, seperti yang pernah terjadi di masa lalu pada jenis virus Corona lain. SARS-CoV pada 2002-2003 misalnya, diperkirakan berasal dari kelelawar dan menyebar ke manusia melalui musang. Pada 2012, muncul pula MERS-CoV yang kemungkinan berasal dari kelelawar, dan menyebar ke manusia melalui unta.
    Berdasarkan arsip berita Tempo pada 30 Maret 2020, hasil studi yang dipimpin oleh Kristian Andersen, profesor imunologi dan mikrobiologi di Scripps Research Institute, California, AS, pun telah membantah rumor bahwa virus Corona Covid-19 sengaja dibuat atau produk rekayasa laboratorium. Menurut studi yang telah dipublikasikan dalam jurnal Nature Medicine ini, virus Corona Covid-19 adalah buah dari proses evolusi alami.
    Andersen menjelaskan, sejak awal pandemi Covid-19, para peneliti telah menguliti asal-usul SARS-CoV-2 tersebut dengan menganalisis data urutan genomnya. "Dengan membandingkan data urutan genom jenis-jenis virus Corona yang sudah diketahui, kami dapat dengan tegas menentukan bahwa SARS-CoV-2 berasal dari proses alami," ujarnya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa ahli virus Cina Li Meng Yan menyebut bahwa Covid-19 merupakan hasil persekongkolan jahat keliru. Dalam wawancara dengan Fox News, yang menjadi sumber dari artikel yang memuat klaim itu, Li hanya menyebut bahwa Cina menutup-nutupi keberadaan Covid-19. Ia juga menyatakan bahwa Cina mengabaikan penelitian yang dilakukannya di awal pandemi. Namun, kampus Li, Universitas Hong Kong (HKU), membantah klaim tersebut. HKU menyatakan isi wawancara Li dengan Fox News tidak sesuai dengan fakta-fakta kunci yang ada.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan