• (GFD-2020-8270) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Qari Pelantun Ayat Alquran di Video Ini dari Papua?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 10/09/2020

    Berita


    Video yang memperlihatkan seorang pria sedang melantunkan ayat-ayat Alquran beredar di media sosial. Menurut klaim yang tertera dalam video tersebut, pria itu merupakan qari internasional pemilik suara tertinggi dan napas terpanjang di dunia yang berasal dari Papua.
    Di Facebook, video tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Kursiah Cia, yakni pada 20 Agustus 2020. Hingga artikel ini dimuat, video berdurasi 5 menit 16 detik tersebut telah direspons lebih dari 4.300 kali, dikomentari sebanyak 360 kali, dan dibagikan lebih dari 8.300 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Kursiah Cia.
    Apa benar qari dalam video di atas berasal dari Papua?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video itu menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Kemudian, gambar-gambar tersebut ditelusuri denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan fakta bahwa qari dalam video tersebut bukan berasal dari Papua, melainkan dari Tanzania, Afrika Timur.
    Video yang sama, tanpa tulisan "Qori Internasional Asal dari Papua Pemilik Suara Tertinggi dan Nafas Terpanjang di Dunia", pernah diunggah oleh kanal YouTube Kashi Foundation pada 7 Maret 2020 dengan judul "Surah al Balad Qari Eidi Shaban || Qari Edi Shaban from Africa || Beautiful recitation of Quran".
    Video ini diberi keterangan dalam bahasa Urdu yang jika diterjemahkan berarti: "Qari Eidi Shaban Tanzania Afrika (Pembaca Terbaik Nafas Terpanjang) Madrasah Riaz-ul-Quran wa Al-Tajweed pemilik nafas panjang. Pakistan, Pathan, Pashtun, Punjabi, Sindhi Balochi, dan Seraiki, tapi juga pangeran favorit semua orang dan milik dunia."
    Video dari peristiwa yang sama, namun denganangleyang sedikit berbeda, juga pernah diunggah oleh kanal YouTube Quran Show TV pada 12 Mei 2020. Video tersebut berjudul "Surah Duha Qari Eidi Shaban from Africa | Best Recitation of The Holy Quran Tilawat Qari Edi Shaban".
    Gambar tangkapan layar unggahan kanal YouTube Quran Show TV.
    Kesamaan terlihat dari warna baju, serban, dan peci yang dikenakan oleh qari tersebut, susunanmicyang digunakan, sertabackdrop di bagian belakang yang berwarna biru dengan tulisan merah, hijau, dan putih dalam bahasa Bengali, bahasa yang digunakan di Bangladesh dan India.
    Jauh sebelumnya, yakni pada 24 Desember 2019, video dengananglelain pernah diunggah oleh kanal YouTube terverifikasi yang berbasis di Bangladesh, CTG Islamic TV. Video ini diberi judul “Qari Eidi Shaban From Africa | Best Recitation of The Holy Quran Tilawat Qari Edi Shaban”.
    Dilansir dari situs media Bangladesh Dailynayadiganta.com, pada 21 Desember 2019, Kompleks Talimul Quran Chittagong, Bangladesh, memang menyelenggarakan Konferensi Quran Internasional. Maulana Hafeez Muhammad Tayyab, ketua kompleks, memimpin konferensi itu.
    Kompetisi siswa dari berbagai sekolah, perguruan tinggi, dan madrasah digelar dari pukul 8 pagi waktu setempat hingga zuhur. Dari zuhur hingga isya, ulama lokal dan internasional mengaji. Dari isya hingga acara berakhir, ayat-ayat Alquran dilantunkan dengan suara merdu dari qari internasional terkenal, termasuk qari Tanzania Rezai Ayub dan Eidi Shaban, qari India Tayyab Jamal, dan Qari Mesir Muhammad Ahmed Abdul Hafiz Ad Durunki.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa qari pelantun ayat-ayat Alquran dalam video di atas berasal dari Papua, keliru. Qari dalam video tersebut adalah Eidi Shaban, asal Tanzania, Afrika Timur.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8269) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Jokowi Disebut Tak Berkemampuan Tapi Punya Daya Rusak oleh Peneliti Australia?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/09/2020

    Berita


    Gambar tangkapan layar sebuah artikel dengan judul "Peneliti Australia Sebut: Jokowi 'Presiden Tak Berkemampuan' Tapi Memiliki Daya Rusak" beredar di Facebook. Artikel itu dimuat pada 4 September 2020. Dalam gambar tersebut, terdapat pula tulisan "IDNTODAY News". Ada pula foto Presiden Jokowi berkemeja putih yang sedang duduk.
    Unggahan tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Nazril Faturrahman pada 7 September 2020. Akun ini pun menuliskan narasi sebagai berikut:
    "PENELITI AUSTRALIA SEBUT:Jokowi presiden tak Berkemampuan Tapi Memiliki Daya Rusak..!!Wachh radikal ne PENELITI AUSTARALIA.Banser mana Banser,gk bisa di biarkan ne masak presiden macam jokowi di bilang (Memiliki daya Rusak) kurang ajar memang diaAyo pengikut jokowi,kerah kan pasukan,kepung australia..!!!"
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Nazril Faturrahman.
    Benarkah peneliti Australia menyebut Jokowi sebagai presiden tak berkemampuan tapi memiliki daya rusak?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, gambar tangkapan layar artikel yang memuat judul "Peneliti Australia Sebut: Jokowi 'Presiden Tak Berkemampuan' Tapi Memiliki Daya Rusak" adalah hasil suntingan. Situs IDN Today tidak pernah memuat artikel dengan judul tersebut.
    Mula-mula, Tempo memasukkan kata kunci "Jokowi" dalam kolom pencarian situs IDN Today. Lewat cara ini, ditemukan satu artikel dengan foto Jokowi yang identik dengan foto dalam gambar tangkapan layar tersebut. Namun, artikel aslinya berjudul "Peneliti Australia Sebut Jokowi Seperti Wali Kota di Istana Presiden".
    Artikel itu dimuat oleh IDN Today pada 4 September, sama dengan tanggal yang tertera dalam gambar tangkapan layar di atas. IDN Today mempublikasikan ulang artikel tersebut dari situs media Tribunnews yang menggunakan judul yang sama, yakni "Peneliti Australia Sebut Jokowi Seperti Wali Kota di Istana Presiden".
    Artikel di Tribunnews itu bersumber dari berita di situs media ABC Indonesia. Berita ini berisi hasil wawancara ABC Indonesia dengan Ben Bland, Direktur Program Asia Tenggara di lembaga Lowy Institute. Bland menjelaskan soal buku terbarunya yang berjudul "Man of Contradictions - Joko Widodo and the Struggle to Remake Indonesia".
    Dalam buku setebal 180 halaman ini, Bland memaparkan bagaimana "seorang pembuat mebel" berhasil menangkap imajinasi bangsa Indonesia tentang sosok pemimpin yang diidam-idamkan, namun juga penuh "kontradiksi". "Kontradiksi tidak sepenuhnya konsep yang negatif, tapi menyiratkan Jokowi sedang bertarung untuk mendamaikan banyak persoalan," kata Bland.
    Namun, saat memasuki periode kedua, sosok yang sebelumnya menawarkan diri bukan bagian dari elite politik ini telah berubah menjadi elite yang membangun dinasti politiknya sendiri. "Sosok yang pernah dipuja karena reputasinya yang bersih, malah telah memperlemah lembaga pemberantasan korupsi, memicu aksi demonstrasi mahasiswa dan pelajar," ujar Ben.
    "Kelemahan kepemimpinannya terungkap oleh krisis Covid-19. Pemerintahannya menunjukkan jejak-jejak buruk: tidak menghargai pendapat pakar kesehatan, tidak mempercayai gerakan masyarakat sipil, dan gagal membangun strategi terpadu," tuturnya.
    Sinopsis mengenai buku Bland itu juga dimuat oleh situs resmi Low Institute. Tertulis dalam laman tersebut bahwa Jokowi adalah sosok presiden perwujudan kontradiksi mendasar dari Indonesia modern. Dia terjebak antara demokrasi dan otoriterisme, keterbukaan dan proteksionisme, serta Islam dan pluralisme.
    “Dari gubuk tepi sungai hingga istana presiden, Joko Widodo naik ke puncak politik Indonesia dengan gelombang harapan perubahan. Namun, enam tahun masa kepresidenannya, mantan pembuat furnitur ini berjuang untuk mewujudkan reformasi yang sangat dibutuhkan Indonesia. Meski menjanjikan untuk membangun Indonesia menjadi kekuatan Asia, Jokowi, begitu ia dikenal, tersendat di tengah krisis, dari Covid-19 hingga gerakan massa Islamis."
    “Man of Contradictions, biografi berbahasa Inggris pertama Jokowi, berpendapat bahwa Jokowi adalah presiden perwujudan kontradiksi mendasar dari Indonesia modern. Dia terjebak antara demokrasi dan otoriterisme, keterbukaan dan proteksionisme, Islam dan pluralisme. Kisah luar biasa Jokowi menunjukkan apa yang mungkin terjadi di Indonesia - dan itu juga menunjukkan batasannya.”

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "peneliti Australia menyebut Jokowi sebagai presiden tak berkemampuan tapi memiliki daya rusak" keliru. Gambar tangkapan layar yang memuat klaim tersebut merupakan hasil suntingan dari berita di situs IDN Today yang berjudul "Peneliti Australia Sebut Jokowi Seperti Wali Kota di Istana Presiden". Peneliti yang dimaksud, Ben Bland, pun tidak menyebut Presiden Jokowi tidak berkemampuan dan memiliki daya rusak. Sebagaimana yang tertulis dalam bukunya, "Man of Contradictions - Joko Widodo and the Struggle to Remake Indonesia", Bland menyebut Jokowi sebagai sosok presiden yang penuh kontradiksi. Namun, menurut Bland, kontradiksi tidak sepenuhnya konsep yang negatif.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8268) [Fakta atau Hoaks] Benarkah UAS Sebut Facebook Haram di Poster Ini?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/09/2020

    Berita


    Sebuah poster yang berisi klaim bahwa Ustaz Abdul Somad, atau yang akrab disapa UAS, menyebut Facebook haram beredar di media sosial. Menurut klaim itu, Facebook haram karena dibuat untuk merusak iman Islam di mana wall Facebook, tempat menulis status, serupa dengan Tembok Ratapan Yahudi.
    Poster berwarna biru ini berisi foto UAS yang mengenakan kemeja batik, juga berwarna biru, serta serban coklat muda yang dikalungkannya di leher. Di sebelah foto UAS, terdapat narasi yang berbunyi: "Face Book Haram Karena dibuat oleh kafir untuk merusak iman Islam Menulis status di wall menyerupai Tembok Ratapan Kaum Yahudi."
    Di bawah tulisan itu, terdapat pula tanda tangan yang di bawahnya tertulis "H. Abdul Somad". Di bagian bawah, terdapat kutipan dari "HR. Abu Daud, Hasan", yakni "Barangsiapa yang Menyerupai Suatu Kaum Maka Ia Termasuk Bagian Dari Mereka".
    Di Facebook, poster itu diunggah salah satunya oleh akun Rohman Abdul, yakni pada 6 September 2020. Akun ini pun menulis, "Bong ceboooong....Haraaaaaaam booooong.... Paham kagak eloh bong...."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Rohman Abdul.
    Apa benar Ustaz Abdul Somad menyebut Facebook haram dalam poster tersebut?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta menelusuri poster itu denganreverse image toolGoogle dan Yandex. Lewat penelusuran ini, ditemukan bahwa poster itu telah mengalami suntingan. Poster aslinya berisi nasihat yang berbunyi "Malam Tahun Baru 2019 No Bonceng, No Bencong, No Mabuk. Jangan Melalak. Ada Zikir, Ikut. Tak Ada, Tidur".
    Poster ini pernah dimuat Serambinews.com dalam artikelnya yang berjudul "Nasehat Ustaz Abdul Somad untuk Anak Muda di Malam Tahun Baru 2019: Jangan Keluyuran, Minum Antimo" pada 31 Desember 2018. Dalam keterangannya, disebutkan bahwa poster itu diambil dari akun Instagram UAS, @ustadzabdulsomad.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Instagram lama Ustaz Abdul Somad, @ustadzabdulsomad, yang memuat poster tentang Tahun Baru 2019.
    Dikutip dari Banjarmasinpost.co.id, menyambut Tahun Baru 2019, Ustaz Abdul Somad memberikan pesan khusus kepada umat Islam, terutama generasi mudanya, lewat poster yang diunggah di akun Instagram-nya pada 15 Desember 2018. UAS mengingatkan generasi muda muslim agar tidak merayakan malam Tahun Baru 2019 dengan berhura-hura dan keluyuran.
    Dalam poster yang menggunakan bahasa Minang itu, UAS mengingatkan bahwa anak-anak muda lebih baik mengisi malam tahun baru dengan mengikuti acara zikir. "Malam Tahun Baru 2019, No Bonceng, No Bencong dan No Mabuk. Jangan Melalak, Ada Zikir Ikut, Tak Ada, Tidur," demikian pesan UAS dalam poster tersebut. Dalam sehari, pesan UAS ini telah mendapatkan like sebanyak 317.382 dan dikomenteri puluhan warganet.
    Meskipun begitu, pada akhir Juni 2019, akun Instagram UAS itu, @ustadzabdulsomad, dihapus. UAS pun membuat akun baru dengan nama @ustadzabdulsomad_official. Karena itu, poster ini tidak bisa lagi ditemukan di akun Instagram UAS.
    Di Facebook milik Ustaz Abdul Somad, poster ini juga tidak bisa lagi ditemukan. Pasalnya, dikutip dari situs Hidayatullah.com, Facebook telah menghapus poster tentang malam Tahun Baru 2019 itu.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Ustaz Abdul Somad yang berisi poster tentang Tahun Baru 2019 mendapatkan peringatan dari Facebook sehingga tidak bisa dilihat oleh akun lain.
    "Postingan Anda melanggar Standar Komunitas kami tentang ujaran kebencian. Orang lain tidak dapat melihat postingan Anda. Kami memiliki standar ini karena kami ingin diskusi di Facebook berjalan dengan penuh hormat," demikian penjelasan Facebook seperti dikutip dari foto yang dimuat oleh Hidayatullah.com.
    Dalam foto ini, terlihat bagian atas poster UAS tentang Tahun Baru 2019 yang berwarna biru dengan aksen oranye dan putih itu. Poster tersebut diunggah oleh akun Facebook UAS, Ustadz Abdul Somad, pada 15 Desember 2018. UAS pun menuliskan narasi, "Buatkan dalam spanduk dan baliho, sebarkan."

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Ustaz Abdul Somad menyebut Facebook haram dalam poster di atas, keliru. Poster itu adalah hasil suntingan. Dalam poster aslinya, yang diunggah oleh UAS sendiri di akun-akun media sosialnya, narasi yang tertulis adalah "Malam Tahun Baru 2019 No Bonceng, No Bencong, No Mabuk. Jangan Melalak. Ada Zikir, Ikut. Tak Ada, Tidur".
    IBRAHIM ARSYAD
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8267) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Demo Covid-19 di Polandia yang Tuntut Pandemi Diakhiri?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 08/09/2020

    Berita


    Video pendek yang diklaim sebagai video demonstrasi di Polandia untuk menuntut agar pandemi Covid-19 diakhiri beredar di Facebook. Menurut klaim yang menyertai video tersebut, warga Polandia menuntut pandemi diakhiri karena sudah menyadari bahwa Covid-19, penyakit yang disebabkan oleh virus Corona jenis baru, adalah penipuan.
    Dalam video berdurasi 16 detik itu, terlihat ribuan orang yang menyemut di jalanan sebuah kota sembari membentangkan bendera berwarna putih-merah-putih dalam berbagai ukuran.
    Di Facebook, video itu dibagikan salah satunya oleh akun Mohd Shukri Mohamed, yakni pada 4 September 2020. Akun ini pun menulis, “Ini di Polandia (Poland). Tuntutan agar diakhiri pandemi palsu. Orang Eropa sudah menyadari penipuan Covid-19.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Mohd Shukri Mohamed.
    Apa benar video itu adalah video demo Covid-19 di Polandia yang menuntut agar pandemi diakhiri?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, video tersebut bukanlah video demo Covid-19 di Polandia yang menuntut agar pandemi diakhiri. Pertama, unjuk rasa tersebut berlokasi di Belarusia. Kedua, demo itu digelar untuk menuntut mundur Presiden Belarusia Alexander Lukashenko karena dianggap mencurangi pemilu.
    Untuk memverifikasi klaim dalam unggahan akun Mohd Shukri Mohamed, Tempo mula-mula memfragmentasi video itu menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Kemudian, gambar-gambar tersebut ditelusuri denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan bahwa video itu pernah diunggah oleh akun Facebook terverifikasi, Adeyanju Deji, pada 24 Agustus 2020.
    Adeyanju Deji merupakan seorang aktivis di Nigeria. Ia memberikan keterangan terhadap video itu bahwa rakyat Belarusia turun ke jalan untuk memprotes presidennya yang mencurangi hasil pemilu. "The president rigged the elections in Belarus but the people are now on the streets resisting it. Nigerians are still waiting for who will mobilize & transport them then give them THANK YOU FOR COMING package," katanya.
    Tempo pun mendapatkan petunjuk lain dari situs media berbahasa Bosnia, Balkan Time, yang melaporkan bahwa unjuk rasa tersebut terjadi di Belarusia untuk mendesak pemilihan umum ulang. Balkan Time memuat video itu dengan menyebutkan sumbernya, yakni akun Twitter terverifikasi @ronzheimer pada 23 Agustus 2020.
    Akun itu adalah akun milik Paul Ronzheimer, jurnalis media Jerman, BILD-Zeitung. Dalam unggahannya, Paul menulis pernyataan seorang polisi yang menyerukan bahwa demonstrasi tersebut tidak sah. Tapi para demonstran tidak peduli. "Police: 'Dear citizens, this is an unauthorized mass meeting...' But people dont care, even the street which leads to the square is PACKED."
    Dengan memasukkan kata kunci “Belarus protest” di YouTube, Tempo menemukan video-video liputan unjuk rasa di Belarusia pada 23 Agustus 2020 tersebut yang salah satunya dimuat oleh kanal milik media Deutsche-Welle.
    Deutsche-Welle melaporkan bahwa puluhan ribu pengunjuk rasa di Belarusia turun ke jalan-jalan di pusat ibukota, Minsk, dalam dua pekan berturut-turut. Mereka menuntut Presiden Belarusia Alexander Lukashenko mengundurkan diri karena dianggap mencurangi pemilu. Lukashenko telah memerintah Belarusia selama 26 tahun dan menuduh NATO berusaha memecah belah Belarusia. Dia mengerahkan tentara untuk mengepung Minsk.
    Covid-19 itu nyata
    Klaim bahwa Covid-19 palsu adalah klaim yang tidak berdasarkan bukti. Data WorldoMeter  menunjukkan bahwa virus Corona  Covid-19 telah menginfeksi 27.500.917 orang di seluruh dunia hingga 8 September 2020. Dari jumlah yang terinfeksi, sebanyak 896.988 orang meninggal.
    Di Eropa, Covid-19 telah menginfeksi 2.373.856 orang per 7 September 2020 dengan angka kematian sebanyak 182.839 orang. Menurut data CDC Eropa, negara-negara di Eropa dengan kasus Covid-19 tertinggi adalah Spanyol (498.989 kasus), Inggris (347.152 kasus), Prancis (324.777 kasus), Italia (277.634 kasus), dan Jerman (250.799).

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas adalah video demo Covid-19 di Polandia yang menuntut agar pandemi diakhiri, keliru. Video tersebut adalah video unjuk rasa di Belarusia untuk menuntut Presiden Belarusia Alexander Lukashenko mengundurkan diri karena dianggap mencurangi pemilu. Covid-19 sendiri bukan penyakit palsu atau bentuk penipuan. Di seluruh dunia, sebanyak 896.988 orang meninggal karena infeksi virus Corona jenis baru tersebut.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan