• (GFD-2020-8274) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto Saat Bendera PDIP di Sumatera Barat Dicopot?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 11/09/2020

    Berita


    Foto yang memperlihatkan sejumlah petugas Satuan Polisi Pamong Praja atau Satpol PP menurunkan bendera PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) beredar di media sosial. Foto itu diklaim diambil di Sumatera Barat. Foto ini beredar usai Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Puan Maharani melontarkan pernyataan yang kontroversial, yakni agar Sumbar mendukung negara Pancasila.
    Di Facebook, foto tersebut dibagikan salah satunya oleh akun O’Hara pada 7 September 2020. Akun ini pun memberikan narasi sebagai berikut:
    "PARTAI TERLARANG"Tamat sudah riwayat PDIP di Tanah Minang,Bagi masyarakat Minang yang Pancasilais,PDIP merupakan "Partai Terlarang" yang ingin mengubah Pancasila menjadi TrisilaProvinsi mana yang akan menyusul..!?Catatan: Di Tahun 1965-an bendera partai PKI juga Dilarang Beredar di Tanah Minang
    Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun O’Hara tersebut telah direspons lebih dari 300 kali, dikomentari lebih dari 50 kali, dan dibagikan lebih dari 150 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook O'Hara.
    Apa benar foto di atas adalah foto ketika bendera PDIP di Sumbar dicopot?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital foto tersebut denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan bahwa penurunan bendera PDIP oleh Satpol PP dalam foto tersebut bukan terjadi di Sumbar, melainkan di DKI Jakarta.
    Foto itu pernah dimuat oleh kantor berita Antara pada 17 Januari 2020 dengan keterangan “Petugas Satpol PP Cempaka Putih membawa atribut bendera PDIP yang telah diturunkan di sepanjang Kecamatan Cempaka Putih, Jumat (17/1/2020). (ANTARA/HO-Sudin Kominfotik Jakarta Pusat).”
    Dilansir dari Antara, Satpol PP Cempaka Putih menurunkan bendera-bendera PDIP itu karena adanya aduan masyarakat yang merasa terganggu. Menurut mereka, lingkungannya tidak lagi terlihat estetis setelah satu minggu atribut itu terpasang.
    "Kita turunkan sebanyak 500 atribut partai seperti spanduk dan bendera. Semuanya kita bawa ke (Kantor) Kecamatan Cempaka Putih," kata Kepala Satpol PP Cempaka Putih Aries Cahyadi.
    Berita tentang penurunan bendera PDIP oleh Satpol PP Cempaka Putih ini juga pernah dimuat oleh Tempo pada 17 Januari 2020. Menurut berita itu, pencopotan bendera-bendera tersebut dilakukan di sepanjang Jalan Pramuka Raya, Jalan Layang atau Fly Over Ahmad Yani, Jalan Ahmad Yani, serta Jalan Letjen Suprapto, Jakarta Pusat.
    Atribut-atribut itu diturunkan oleh 20 petugas hingga kondisi lingkungan kembali seperti semula. "Jika dalam satu minggu (atribut) tidak diambil, akan dibawa ke gudang Satpol PP di Cakung, Jakarta Timur," kata Kepala Satpol PP Cempaka Putih Aries Cahyadi.
    Sebelumnya, atribut-atribut berwarna merah milik PDIP itu memenuhi jalanan Ibu Kota Jakarta ketika PDIP menggelar rapat kerja nasional di JIExpo Kemayoran pada 10 Januari 2020. Rakernas PDIP itu turut dihadiri oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto di atas merupakan foto ketika bendera PDIP di Sumatera Barat dicopot keliru. Pencopotan bendera PDIP dalam foto tersebut terjadi di DKI Jakarta pada 17 Januari 2020, jauh sebelum Ketua DPP PDIP Puan Maharani melontarkan harapannya agar Sumbar menjadi provinsi yang mendukung negara Pancasila. Pencopotan ini dilakukan atas dasar aduan masyarakat yang merasa terganggu di mana lingkungannya tidak lagi terlihat estetis setelah satu minggu atribut itu terpasang.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8273) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Jokowi Beri Penghargaan ke Ridwan Saidi Meski Kerap Mengkritiknya?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 11/09/2020

    Berita


    Unggahan yang berisi klaim bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan penghargaan kepada budayawan Betawi, Ridwan Saidi, beredar di Facebook. Unggahan ini berisi dua gambar yang berbeda. Pertama, gambar tangkapan layar berita dengan foto Ridwan yang berjudul "Ini 'Dosa-dosa' Jokowi di Mata Ridwan Saidi".
    Kedua, foto seorang pria paruh baya yang mirip dengan Ridwan yang sedang bersalaman dengan Presiden Jokowi di Istana Negara. Pria tersebut mengenakan jas dan peci hitam, serta terkalung tanda kehormatan Bintang Mahaputera Utama di lehernya.
    Unggahan ini pun memuat dua teks. Pertama, tulisan di bagian atas yang berbunyi "Pak Jokowi hanya mempraktekkan ajaran yang beliau anut, balaslah keburukan dengan kebaikan." Kedua, teks di bagian bawah yang tertulis "Sibuk menghitung dosa Pak Jokowi, malah dibalas dengan pemberian penghargaan. Itulah akhlak seorang Presiden Jokowi".
    Salah satu akun yang membagikan gambar itu adalah akun Sam Budi, yakni pada 5 September 2020. Akun ini pun menulis, "Di taruh mana muka Ridwan saidi." Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah direspons lebih dari 500 kali, dikomentari sebanyak 167 kali, dan dibagikan sebanyak 34 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Sam Budi.
    Apa benar Jokowi memberikan penghargaan kepada budayawan Betawi Ridwan Saidi meski kerap mengkritiknya?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, Presiden Jokowi tidak pernah memberikan penghargaan kepada budayawan Betawi Ridwan Saidi. Foto dalam unggahan akun Sam Budi, yang memperlihatkan pria yang mirip dengan Ridwan dan bersalaman dengan Jokowi, adalah hasil suntingan.
    Untuk memeriksa klaim dalam unggahan akun Sam Budi, Tempo mula-mula menelusuri foto pria yang mirip dengan Ridwan yang bersalaman dengan Jokowi itu denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan foto yang identik. Namun, pria dalam foto itu bukan Ridwan, melainkan Harifin Andi Tumpa, Ketua Mahkamah Agung periode 2009-2012.
    Foto tersebut pernah dimuat oleh kantor berita Antara dalam artikelnya yang berjudul "Penganugerahan Tanda Gelar Kehormatan untuk Harifin Tumpa" pada 15 Agustus 2019. Antara memberikan keterangan bahwa peristiwa dalam foto tersebut terjadi saat Harifin menerima tanda kehormatan Bintang Mahaputera Utama di Istana Negara Jakarta pada 15 Agustus 2019.
    Sejumlah kesamaan antara foto ini dengan foto dalam unggahan akun Sam Budi, baik atribut yang dikenakan maupun latar belakang, terlihat dengan jelas. Setidaknya, terdapat enam kesamaan antara kedua foto tersebut.

    Tempo juga mendapatkan foto Ridwan Saidi yang identik yang ditempelkan pada foto Harifin Tumpa. Foto Ridwan tersebut pernah dimuat oleh Liputan6.com dalam artikelnya yang berjudul “Dikritik Ridwan Saidi, Jokowi: Saling Serang Itu Biasa” pada 9 Desember 2013.

    Ridwan Saidi merupakan budayawan Betawi yang kerap melontarkan kritiknya terhadap Jokowi. Pada 2013, dilansir dari Merdeka.com, ia menyebut Jokowi tidak pantas menjadi presiden. Kemudian, pada 2014, dikutip dari Okezone.com, Ridwan menyebut deretan dosa-dosa Jokowi.
    Ridwan Saidi juga pernah memberikan pernyataan yang kontroversial mengenai sejarah. Beberapa di antaranya, seperti dilansir dari Detik.com, adalah menyebut Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Tarumanegara fiktif belaka dan menyatakan tidak pernah ada kerajaan di Ciamis.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Presiden Jokowi memberikan penghargaan kepada budayawan Betawi Ridwan Saidi meski kerap mengkritiknya, keliru. Foto yang digunakan untuk menyebarkan klaim itu adalah hasil suntingan. Foto aslinya menunjukkan peristiwa ketika Jokowi memberikan tanda kehormatan Bintang Mahaputera Utama pada Harifin Andi Tumpa, Ketua Mahkamah Agung periode 2009-2012 di Istana Negara pada 15 Agustus 2019. Wajah Harifin dalam foto itu ditempel dengan foto wajah Ridwan.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8272) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Ketika Selawat Dilantunkan di Rusia?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 10/09/2020

    Berita


    Video yang memperlihatkan seorang wanita yang tengah melantunkan Selawat Badar beredar di media sosial. Dalam video ini, wanita itu diiringi dengan puluhan penyanyi latar, pemusik, dan dua penari. Video tersebut diklaim sebagai video ketika selawat dilantunkan di Rusia.
    Dalam video itu, memang terdapat tulisan "RUSIA BerSholawat". Di Facebook, video berdurasi 1 menit itu dibagikan salah satunya oleh akun Sumardi Kolaka, yakni pada 7 September 2020. Akun ini pun menuliskan narasi, “Assalamualaikum wr wb Rusia bersholawat.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Sumardi Kolaka.
    Apa benar selawat dalam video tersebut dilantunkan di Rusia?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula mengambil gambar tangkapan layar video itu, yang memperlihatkan wanita yang tengah melantunkan selawat tersebut, dan menelusurinya denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan bahwa video itu pernah dimuat oleh kanal YouTube IisUlahKytoe pada 30 Maret 2018 dengan judul "Sharifah Khasif - Sholatulloh Salamulloh".
    Berbekal petunjuk ini, Tempo memasukkan kata kunci “Sharifah Khasif” di kolom pencarian YouTube. Hasilnya, ditemukan bahwa video itu pernah diunggah oleh kanal YouTube milik media Malaysia Utusan Online pada 26 Maret 2018 dengan judul “Kehebatan Sharifah Khasif”.
    Lewat keterangannya, diketahui bahwa video itu merupakan video ketika Sharifah Khasif Fadzilah Syed Mohd Badiuzzaman Al Yahya menyanyikan kasidah di Sarajevo, Bosnia dan Herzegovina. Video itu memperlihatkan Sharifah Khasif saat melantunkan Selawat Rasulullah di hadapan lebih 10 ribu orang dengan diringi dua penari sufi dari Turki serta sekelompok penyanyi latar dan musisi.
    Video yang sama pun pernah diunggah oleh Sharifah ke laman Facebook pribadinya, Sharifah Khasif Fadzilah Syed Badiuzzaman, pada 24 Maret 2018. Sharifah menuliskan keterangan:
    "Saya merasa terhormat mewakili negara saya, Malaysia, dalam malam puncak acara Alquran dan Qasidah Internasional di Bosnia dan Herzegovina dengan lebih dari 10 ribu penggemar dari seluruh dunia, setelah 30 tahun berlumuran darah, keringat, dan air mata. Saya bersyukur atas seluruh keistimewaan dengan menjadi Qariah Internasional, kesempatan untuk melihat dunia, persahabatan, dan banyak lagi. Tentunya, ini merupakan kenangan terbaik yang akan saya hargai dan tidak pernah saya lupakan. Terima kasih telah mengundang saya."

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas adalah video ketika selawat dilantunkan di Rusia, keliru. Video tersebut merupakan video ketika qariah asal Malaysia, Sharifah Khasif, melantunkan selawat dalam malam puncak acara Alquran dan Qasidah Internasional di Bosnia dan Herzegovina.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8271) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Gereja Ini Dibangun dari Tulang Umat Islam yang Menolak Dikristenkan?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 10/09/2020

    Berita


    Unggahan yang berisi klaim bahwa Gereja Capela dos Ossos di Portugal dibangun dari tulang-tulang umat Islam beredar di media sosial. Menurut unggahan tersebut, umat Islam yang tulang-tulangnya dipakai untuk membangun gereja itu adalah mereka yang menolak untuk dikristenkan.
    "Gereja Capela dos Ossos di Kota Evora, Portugis, yang dibangun sepenuhnya oleh seorang biarawan Fransiskan seluruhnya dari tulang-tulang kaum muslim Andalusia yang terbunuh dan dikuburkan di kuburan massal di dekat tempat lokasi gereja," demikian narasi dalam unggahan tersebut.
    Menurut unggahan itu pula, di gereja ini, terdapat dua mayat kering yang digantung di dinding, yang salah satunya merupakan mayat anak muslim yang dicekik kemudian dikeringkan. "Capella dos Osos juga mengoleksi sekitar 5 ribu kerangka manusia muslim Moor yang menolak memeluk agama Kristen setelah kejatuhan Andalusia."
    Unggahan ini disertai dengan dua foto. Foto pertama memperlihatkan sebuah dinding yang dipenuhi dengan tulang dan tengkorak. Sementara foto kedua menunjukkan sebuah ruangan dengan tembok yang dipenuhi tulang dan tengkorak, di mana di bagian tengah ruangan itu terpasang sebuah salib.
    Di Facebook, klaim beserta foto-foto itu diunggah salah satunya oleh akun Puhai Aceh pada 7 Agustus 2020. Di bagian awal, akun ini menulis, "Sebagai umat muslim, wajib tahu sejarah ini.. Betapa biadabnya mereka.. Tapi yang di tuduh radikal/teroris adalah Islam.."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Puhai Aceh.
    Apa benar Gereja Capela dos Ossos di Portugal dibangun dari tulang-tulang umat Islam yang menolak dikristenkan?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri jejak digital kedua foto tersebut denganreverse image toolGoogle, Yandex, dan TinEye. Hasilnya, ditemukan bahwa dua foto itu diambil dari dua Capela dos Ossos yang berbeda, yakni yang berlokasi di Evora dan di Faro, Portugal.
    Foto pertama, yang memperlihatkan sebuah dinding yang dipenuhi dengan tulang dan tengkorak, merupakan foto milik fotografer yang bernama Steve Allen. Foto itu bisa ditemukan di sejumlah situs stok foto, seperti Shutter Stock dan iStock Photo. Di dua situs itu, foto tersebut diunggah pada 2017.
    Dalam keterangannya, tertulis bahwa foto itu memang merupakan foto Capela dos Ossos, salah satu monumen paling terkenal di Evora, Portugal. Kapel yang berukuran kecil ini terletak di sebelah pintu masuk Gereja San Francisco. Kapel tersebut diberi nama demikian karena dinding interiornya ditutupi dengan tengkorak dan tulang manusia.
    Gambar tangkapan layar situs Shutter Stock yang memuat foto Capela dos Ossos milik Steve Allen.
    Dikutip dari Live Science, kapel yang merupakan bagian dari Gereja San Francisco ini dilapisi dengan lebih dari 5 ribu tengkorak yang ditambah dengan berbagai macam tulang manusia lainnya. Pada abad ke-16, tidak ada lagi lahan yang tersisa di lokasi pemakaman milik gereja. Karena itu, para biarawan dari ordo Fransiskan di gereja tersebut menggali makam-makam tua yang sudah lama rusak serta mengawetkan dan merekatkan tengkorak serta tulang dari makam itu ke osuarium.
    Dilansir dari Kompas.com, para biarawan menata ribuan tengkorak tersebut untuk pelayanan doa arwah bagi umat saat peringatan hari kebangkitan. Selain itu, tulang-tulang tersebut menjadi pengingat bagi yang orang-orang masih hidup terhadap kematian. Sebuah tulisan tentang kematian tertulis di pintu masuk kapel tersebut, "Nos ossos que aqui estamos, pelos vossos esperamo" yang artinya kurang lebih "Tulang belulang kami berada di sini, menunggu milikmu".
    Adapun foto kedua, yang menunjukkan sebuah ruangan dengan tembok yang dipenuhi tulang dan tengkorak, di mana di bagian tengah ruangan itu terpasang sebuah salib, juga merupakan foto Capela dos Ossos, namun yang terletak di Faro, Portugal. Foto yang identik pernah dimuat oleh situs Fortheloveofwanderlust.com dalam artikelnya yang berjudul "Mengunjungi Kapel Tulang di Faro, Portugal".
    Kapel ini merupakan bagian dari gereja yang lebih besar, yakni Nossa Senhora do Carmo. Gereja ini selesai dibangun pada 1700-an, sementara Capela dos Ossos selesai dibangun pada 1816. Kapel tersebut dibangun dari tulang lebih dari 1.000 biarawan, dan dihiasi dengan lebih dari 1.200 tengkorak yang ditempatkan secara simetris di seluruh kapel.
    Gambar tangkapan layar artikel di situs Fortheloveofwanderlust.com yang memuat foto Capela dos Ossos di Faro, Portugal.
    Di atas pintu kapel, terdapat tulisan yang berbunyi "Para aqui a considerar que a este estado has-de chegar" yang artinya kurang lebih "Berhenti dan anggaplah bahwa keadaan ini akan menimpa kita semua". Pada abad ke-18, ketika kapel ini dibangun, penempatan tulang dan tengkorak di dinding tersebut dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap para biarawan.
    Penjelasan yang serupa terdapat dalam buku "Lonely Planet Best of Portugal". Dalam buku ini, tertulis bahwa Capela dos Ossos di Faro dibangun di belakang sebuah gereja yang bernama Nossa Senhora do Carmo. Gereja itu selesai dibangun pada 1719. "Capela dos Ossos dibangun pada abad ke-19, dipenuhi dengan tulang dan tengkorak lebih dari 1.000 biarawan sebagai pengingat ketidakkekalan duniawi."

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa gereja dalam foto itu, Capela dos Ossos, dibangun dari tulang-tulang umat Islam yang menolak dikristenkan, keliru. Foto-foto yang menyertai klaim itu merupakan foto dari dua Capela dos Ossos yang berbeda, yakni yang berlokasi di Evora dan di Faro, Portugal. Namun, keduanya tidak dibangun dari tulang umat Islam di Andalusia yang menolak dikristenkan. Tulang-tulang di Capela dos Ossos di Evora berasal dari makam-makam tua di Gereja San Francisco. Sementara Capela dos Ossos di Faro dibangun dari tulang lebih dari 1.000 biarawan.
    IBRAHIM ARSYAD | ANGELINA ANJAR SAWITRI
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan