• (GFD-2020-8333) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Gatot Nurmantyo Kabur ke Luar Negeri setelah Tahu Pengurus KAMI Ditangkap Polisi?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 16/10/2020

    Berita


    Gambar tangkapan layar sebuah unggahan di Facebook yang berisi klaim bahwa mantan Panglima TNI, Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo, kabur ke luar negeri beredar di media sosial. Menurut klaim itu, Gatot kabur setelah mengetahui para pengurus Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia atau KAMI ditangkap polisi.
    Klaim tersebut terdapat dalam unggahan akun Biro Bayurini. Akun tersebut menulis, "Setelah mengetahui Ketua KAMI berisial " C " dan 3 Pengurus KAMI ditangkap Polda Sumut karena provokasi demo dan ajak melakukan penjarahan, Si Gatot Nurmantyo ********* ternyata sudah kabur ke Luar Negeri." Unggahan ini disertai dengan foto Gatot bersama dua orang.
    Gambar tangkapan layar unggahan itu dibagikan salah satunya oleh akun Sumijan, yakni pada 13 Oktober 2020. Akun ini pun menulis, "Insya Allah pertengahan Nopember 2020 Presiden Jokowi, Ibu Negara Hj. Iriana Joko Widodo, Mas Kaesang beserta Rombongan akan menjalankan Umroh VVIP memenuhi undangan Raja Salman bin Saud. Tapi informasi dari otoritas Imigrasi, kayaknya ada yg mendahului ke luar negeri karena terkait penangkapan ******* KAMI oleh Polda Sumut, Polda PMJ dan Bareskrim Mabes Polri."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Sumijan.
    Apa benar Gatot Nurmantyo kabur ke luar negeri setelah tahu pengurus KAMI ditangkap polisi?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri unggahan asli yang memuat klaim itu, yang tautannya juga dibagikan oleh akun Sumijan. Namun, tautan yang disebut merujuk pada unggahan akun Biro Bayurini tersebut telah dihapus.
    Tempo pun menelusuri berbagai pemberitaan tentang penangkapan pengurus KAMI oleh polisi. Dilansir dari berita di Kompas.com pada 16 Oktober 2020, polisi menetapkan sembilan tersangka terkait demonstrasi yang menolak UU Cipta Kerja yang berujung ricuh. Sebagian dari para tersangka itu merupakan petinggi KAMI.
    Sebanyak empat tersangka ditangkap terkait aksi menolak UU Cipta Kerja yang berujung rusuh di Medan, Sumatera Utara. Dari empat tersangka itu, satu di antaranya adalah Khairi Amri, Ketua KAMI Medan. Sementara dari lima tersangka yang ditangkap di Jabodetabek, tiga di antaranya merupakan petinggi KAMI, yakni Anton Permana, Syahganda Nainggolan, dan Jumhur Hidayat.
    Dikutip dari berita di Detik.com pada 13 Oktober 2020, Khairi Amri ditangkap oleh Polda Sumatera Utara pada 9 Oktober 2020. Anton Permana ditangkap oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada 12 Oktober 2020. Sementara Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat ditangkap oleh Bareskrim Polri pada 13 Oktober 2020.
    Pada 14 Oktober 2020, dalam pernyataan tertulisnya, pimpinan KAMI Gatot Nurmantyo menyesalkan penangkapan terhadap sejumlah anggota KAMI tersebut. "KAMI menyesalkan dan memprotes penangkapan tersebut sebagai tindakan represif dan tidak mencerminkan fungsi Polri sebagai pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat," katanya seperti dilansir dari Suara.com.
    Pada 15 Oktober 2020, Gatot Nurmantyo  bersama pimpinan KAMI lainnya, Din Syamsuddin, pun mendatangi para petinggi KAMI yang ditahan di Bareskrim Polrim. Namun, upaya tersebut gagal. Keduanya tiba sekitar pukul 12.00 WIB. Setelah satu jam berlalu, keduanya menyatakan bahwa permohonan izin mereka untuk menemui para petinggi KAMI yang ditahan itu ditolak.
    "Ya gini, kami kan bertamu, meminta izin untuk menengok. Kami menunggu sampai ada jawaban. Ya, terima kasih, enggak ada masalah," ujar Gatot pada 15 Oktober 2020. Namun, Gatot tidak mengetahui alasan polisi melarangnya menjenguk para petinggi KAMI tersebut. "Enggak tahu, ya pokoknya enggak dapat izin, ya enggak masalah," kata Gatot.

    Kesimpulan


    Berdasarkan semua bukti yang ada, klaim bahwa "Gatot Nurmantyo kabur ke luar negeri setelah tahu pengurus KAMI ditangkap polisi" keliru. Penangkapan terhadap sejumlah petinggi KAMI terkait demo UU Cipta Kerja dilakukan pada 9-13 Oktober 2020. Hingga 15 Oktober 2020, Gatot masih berada di Indonesia. Ia bersama pimpinan KAMI lainnya mendatangi Bareskrim Polri untuk menemui para petinggi KAMI yang ditahan.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirim ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8332) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Vonis Seumur Hidup bagi Koruptor Baru Terjadi di Era Jokowi?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 16/10/2020

    Berita


    Gambar yang berisi klaim bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta resmi menjatuhkan vonis penjara seumur hidup terhadap enam tersangka kasus Jiwasraya diunggah oleh akun Info Seputar Jokowi di Facebook dan Instagram pada 16 Oktober 2020. Dalam keterangannya, vonis penjara seumur hidup bagi koruptor itu diklaim baru terjadi di era Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
    Dalam gambar itu, terdapat foto lima terdakwa kasus Jiwasraya, yakni Benny Tjokro, Heru Hidayat, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan. Adapun satu terdakwa lainnya, yang fotonya tidak tercantum dalam gambar itu, adalah Joko Hartono Tirto.
    Akun Info Seputar Jokowi menulis keterangan, "Hanya di Era Jokowi, Vonis Hukuman Seumur Hidup bisa dijatuhkan kepada 6 orang sekaligus. Jika sebelumnya, vonis seumur hidup hanya diberikan kepada tahanan teroris, pembunuhan dan narkoba, kini vonis yang sangat berat diberikan kepada Koruptor."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Info Seputar Jokowi.
    Artikel ini akan berisi pemeriksaan terhadap dua klaim, yakni:

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, baru empat terdakwa kasus korupsi Jiwasraya yang telah menerima vonis Pengadilan Tipikor Jakarta, yakni penjara seumur hidup. Selain itu, sebelum vonis ini, terdapat kasus-kasus korupsi lain yang pelakunya divonis penjara seumur hidup.
    Terkait klaim bahwa enam terdakwa kasus Jiwasraya divonis seumur hidup, berdasarkan arsip berita Tempo, baru empat terdakwa kasus korupsi pengelolaan dana investasi tersebut yang divonis penjara seumur hidup. Vonis ini dijatuhkan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada 12 Oktober 2020.
    Empat terdakwa itu ialah mantan Direktur Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan, serta Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
    Dua terdakwa lain dalam kasus Jiwasraya, yaitu Komisaris PT Hanson International Benny Tjokro dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat baru menghadapi tuntutan pada 15 Oktober kemarin. Benny dituntut hukuman penjara seumur hidup dan pembayaran uang pengganti Rp 5 triliun, sedangkan Heru dituntut hukuman penjara seumur hidup dan pembayaran uang pengganti Rp 10,728 triliun.
    Adanya vonis seumur hidup ini setelah Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 yang mengatur pedoman pemidanaan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  Peraturan MA ini menyatakan bahwa korupsi di atas Rp 100 miliar dapat dipidana atau terkena hukuman seumur hidup.
    Peraturan tersebut ditetapkan dengan pertimbangan bahwa penjatuhan pidana harus memberikan kepastian dan proporsionalitas pemidanaan serta menghindari disparitas perkara yang memiliki karakter serupa. Peraturan ini diteken pada 8 Juli 2020 dan resmi diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM pada 24 Juli 2020.
    Terkait klaim bahwa vonis seumur hidup bagi koruptor baru terjadi di era Presiden Jokowi, tidak sepenuhnya benar. Sebelum vonis terhadap terdakwa kasus Jiwasraya, terdapat kasus-kasus korupsi lain yang pelakunya divonis seumur hidup, yakni sebagai berikut:
    Meskipun begitu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai hukuman koruptor di Indonesia belum memberikan efek jera. Menurut pantauan ICW, sepanjang Januari-Juni 2020 misalnya, rata-rata vonis pengadilan tipikor adalah 2 tahun 11 bulan, pengadilan tinggi (banding) 3 tahun 6 bulan, dan Mahkamah Agung (kasasi atau peninjauan kembali) 4 tahun 8 bulan.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "enam terdakwa kasus Jiwasraya divonis penjara seumur hidup dan vonis penjara seumur hidup bagi koruptor baru terjadi di era Jokowi" sebagian benar. Terkait klaim pertama, dari enam terdakwa kasus korupsi Jiwasraya, baru empat terdakwa yang divonis penjara seumur hidup oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Dua terdakwa lainnya baru menghadapi tuntutan pada 15 Oktober lalu. Adapun terkait klaim kedua, tidak sepenuhnya benar. Satu kasus korupsi dengan vonis penjara seumur hidup pernah terjadi pada 2016, sementara empat kasus korupsi lainnya dengan vonis penjara seumur hidup pernah terjadi sebelum era Presiden Jokowi.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirim ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8331) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ma'ruf Amin Tak Masalah Jika Vaksin Covid-19 dari Cina Tak Halal?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 16/10/2020

    Berita


    Klaim bahwa Wakil Presiden Ma’ruf Amin tidak mempermasalahkan jika vaksin Covid-19 dari Cina tidak halal beredar di Facebook. Klaim ini terdapat dalam gambar tangkapan layar sebuah judul artikel di situs Islamidia.com yang berbunyi "Vaksin Covid Akan Didatangkan Dari China, Ma'ruf Amin: Tak Halal Tak Masalah".
    Gambar tangkapan layar tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Prayit Harjanto, yakni pada 6 Oktober 2020. Akun ini menulis, "Kyai setan." Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun tersebut telah mendapatkan lebih dari 100 reaksi dan sebanyak 291 komentar serta telah dibagikan sebanyak 56 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Prayit Harjanto.
    Apa benar Ma’ruf Amin tidak mempermasalahkan jika vaksin Covid-19 dari Cina tidak halal?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim itu, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait dengan memasukkan kata kunci "Ma'ruf Amin tak masalah vaksin Covid-19 tidak halal" di mesin pencarian Google. Hasilnya, ditemukan sejumlah berita yang memuat pernyataan Ma'ruf tersebut. Namun, terdapat konteks dalam pernyataan Ma'ruf ini, yakni dalam kondisi darurat pandemi Covid-19.
    Artikel yang dimuat oleh situs Islamidia.com itu berasal dari berita di situs media Suara.com dengan judul yang sama. Pernyataan Ma'ruf soal "tidak masalah vaksin Covid-19 tidak halal" ini disampaikan oleh juru bicaranya, Masduki Baidlowi. Dalam berita tersebut, Masduki mengatakan bahwa Ma'ruf meminta agar kehalalan vaksin menjadi perhatian. Namun, Ma'ruf juga tidak masalah jika vaksin tidak halal mengingat kondisi darurat pandemi saat ini.
    Pernyataan Ma'ruf yang disampaikan oleh Masduki itu juga dimuat oleh Tempo pada 3 Oktober 2020. "Jadi, Wapres menjelaskan dua hal. Vaksin itu kalau halal ya bagus, tidak ada problem. Tapi, kalau misalnya tidak halal, tidak masalah karena itu dalam kondisi darurat, sehingga tidak masalah dipakai,” ujar Masduki dalam keterangan tertulisnya pada 2 Oktober 2020.
    Untuk itu, Masduki menegaskan kembali pernyataan Ma'ruf bahwa masalah kehalalan tidak akan menjadi hambatan pengadaan vaksin Covid-19. Jika belum halal, ada jalan keluar keagamaan. Masduki juga mengatakan pemerintah akan meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) ikut dalam tim kunjungan ke Beijing, Cina, untuk memperoleh vaksin itu, sehingga prosesnya diverifikasi sejak awal.
    "Jadi, MUI akan melibatkan Tim Fatwa dan Tim Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI. Ini yang akan memverifikasi apakah halal atau tidak halal. Tapi itu tidak akan menjadi hambatan apa-apa, karena kalau halal alhamdulillah, karena prosesnya akan begitu saja tidak ada problem apa-apa. Tapi kalau misalnya tidak halal pun tidak masalah karena (masuk kaidah) darurat, sehingga diperbolehkan,” kata Masduki.
    Tak hanya dari Cina
    Berdasarkan arsip berita Tempo pada 19 September 2020, Kementerian Kesehatan mencatat akan ada uji klinis sembilan calon vaksin Covid-19 di Indonesia. Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Pembangunan dan Pembiayaan Kesehatan, Alexander Kaliaga Ginting Suka, mengatakan kementerian akan memantau seluruhnya.
    Pengembangan vaksin Covid-19 di Indonesia di antaranya dilakukan lewat kerja sama yang dijalin PT Bio Farma dengan Sinovac Biotech dari Cina. Bio Farma menggandeng Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran untuk riset uji klinis fase 3 vaksin Sinovac hingga Januari 2021. Bio Farma dengan koalisi pengembangan vaksin CEPI (Coalition for Epidemic Preparedness Innovations) juga membahas kapasitas produksi dan pendistribusian vaksin.
    Kedua, Kimia Farma terlibat kerja sama dengan Sinopharm, perusahaan vaksin pelat merah Cina, dan Group 42 dalam melakukan uji klinis fase 3 di Uni Emirat Arab hingga Maret 2021. Ketiga, Kalbe Farma bekerja sama dengan Genexine asal Korea Selatan. Keempat, Kalbe Farma bekerja sama dengan CanSino, juga dari Cina, untuk uji klinis di Amerika Latin, Afrika Selatan, dan Timur Tengah hingga Januari 2022.
    Vaksin Covid-19 lain yang akan dikeluarkan oleh Infion-Arcturus, menurut Alexander, juga akan menggelar uji klinis di Indonesia seperti yang sekarang berjalan untuk vaksin Sinovac. Waktunya, fase 1 pada September 2020 dan fase 3 dijadwalkan pada Januari 2021.
    Selain itu, menurut Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Setiawan, saat ini terdapat penawaran kerja sama dari perusahaan vaksin lain yang ingin melakukan uji klinis fase 3. “Surat sudah masuk, kami akan merespons dalam setting dan protokol yang lain,” ujarnya. Namun, Setiawan belum bersedia membeberkan nama perusahaan vaksin tersebut.
    Potensi vaksin ketujuh yang melibatkan Indonesia, dari data Kementerian Kesehatan, yaitu yang diproduksi oleh Pfizer-BioNTech/Fosun Pharma. Mereka akan melakukan uji klinis fase 3 hingga April 2021. Vaksin kedelapan adalah vaksin dari kerja sama antara Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan Imperial College London yang akan menggelar uji klinis fase 2 hingga September 2020. Terakhir, vaksin Merah Putih yang pengembangannya ditargetkan dimulai pada Januari 2021 dan uji klinis fase pertamanya dimulai pada triwulan III.
    Tahapan produksi vaksin
    Head of Corporate Communications Bio Farma, Iwan Setiawan, mengatakan sedikitnya ada empat tahapan yang harus dilewati dalam produksi vaksin. Pertama, tahapan praklinis, yakni pengujian vaksin pada hewan. Setelah tahap ini terlewati, berlanjut pada tahap uji klinis fase 1-3.
    “Fase 1 terkait keamanannya. Jadi, memastikan bahwa vaksin itu tidak memiliki efek samping dan sebagainya. Fase 2 terkait dengandossier, dosisnya berapa (yang diperlukan untuk disuntikkan). Tapi, fase 2 ini juga masih dilakukan untuksafety,” kata Iwan.
    Iwan menuturkan seluruh tahapan tersebut sudah dilakukan oleh Sinovac Biotech, perusahaan farmasi asal Cina yang melibatkan Bio Farma dalam uji klinis fase 3. “Sebetulnya, fase 3 ini bukan hanya (digelar) di Indonesia. Ini berbarengan juga dengan yang dilakukan di Brasil, Bangladesh, dan Turki. Dan hasilnya harus sama,” katanya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "Ma'ruf Amin tidak mempermasalahkan jika vaksin Covid-19 dari Cina tidak halal" sebagian benar. Terdapat konteks dalam pernyataan Ma'ruf tersebut, yakni dalam kondisi darurat pandemi Covid-19. Meskipun begitu, Ma'ruf tetap meminta agar kehalalan vaksin menjadi perhatian. Pemerintah mengundang MUI untuk ikut dalam tim kunjungan ke Cina untuk memperoleh vaksin tersebut, sehingga prosesnya diverifikasi sejak awal. Di sisi lain, calon vaksin Covid-19 yang akan digunakan di Indonesia pun bukan hanya dikembangkan bersama perusahaan dari Cina, melainkan juga dari Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Jerman, serta dari dalam negeri.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirim ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8330) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Covid-19 Bohong Belaka Jika Besok Tak Ada Pendemo UU Cipta Kerja yang Sakit atau Meninggal?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 15/10/2020

    Berita


    Klaim bahwa Covid-19 bohong belaka jika besok tidak ada pendemo Omnibus Law UU Cipta Kerja yang sakit atau meninggal beredar di media sosial. Klaim ini beredar di tengah munculnya demonstrasi di berbagai daerah yang menolak pengesahan UU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020 lalu.
    Di Facebook, klaim itu diunggah salah satunya oleh akun Aries Dasilva, tepatnya pada 7 Oktober 2020. Klaim ini terdapat dalam sebuah gambar dengan foto yang memperlihatkan kerumunan massa di depan sebuah gerbang gedung. Dalam foto itu, terlihat pula semprotan air yang ditembakkan ke arah massa.
    Selain foto tersebut, gambar itu juga memuat teks yang berbunyi: "Mereka yg turun ke jalanan Hari ini jika besok mereka masih Hidup Dan sehat, Artinya perihal CORONA hanya Politik&Bisnis semata. selama ini Kita di BODOHI Dan di Bohongi."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Aries Dasilva.
    Artikel ini akan berisi pemeriksaan fakta terhadap dua hal, yakni:

    Hasil Cek Fakta


    Terkait foto
    Berdasarkan penelusuran jejak digital dengan reverse image toolGoogle dan Yandex, ditemukan bahwa foto tersebut merupakan foto demonstrasi mahasiswa pada 2019 silam, sebelum disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020 kemarin dan memicu demonstrasi di sejumlah daerah. Foto ini berasal dari video yang ditayangkan oleh KompasTV pada 23 September 2019.
    Video berdurasi 10 jam 35 menit tersebut diberi judul "BREAKING NEWS - LIVE Terkini Demo Mahasiswa Tolak RUU KUHP dan Revisi UU KPK di DPR". Foto yang terdapat dalam gambar unggahan akun Aries Dasilva diambil dari cuplikan video tersebut pada jam 6:22:15.
    Foto yang identik juga pernah dimuat oleh Tribunnews dalam beritanya pada 24 September 2019 yang berjudul "BREAKING NEWS - Demo Mahasiswa di DPR Ricuh, Polisi Tembakan Water Canon, Massa dan Polisi Bentrok". Dalam foto tersebut, di pojok kiri atas, terdapat logo KompasTV.
    Terkait klaim Covid-19 bohong belaka
    Kandidat PhD Ilmu Kedokteran di Kobe University, Adam Prabata, dalam akun Instagram-nya, pada 10 Oktober 2020 menyatakan klaim bahwa "kalau besok atau minggu depan tidak ada yang sakit atau meninggal karena Covid-19 di antara yang ikut demo, maka kita selama ini dibohongi" keliru. Klaim ini cenderung dapat menggiring opini publik ke arah yang kurang tepat.
    Menurut Adam, orang yang tertular Covid-19 tidak akan langsung sakit dan menunjukkan gejala. Rata-rata, dibutuhkan waktu sekitar 4-5 hari, atau bahkan 14 hari, untuk seseorang menunjukkan gejala sejak terinfeksi Covid-19, yang dikenal sebagai masa inkubasi.
    Selain itu, orang yang tertular Covid-19 dan mengalami gejala berat pun perlu waktu hingga ia akhirnya meninggal. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), waktu untuk seseorang meninggal akibat Covid-19 adalah sekitar 2-8 minggu sejak munculnya gejala. "Jadi, kalau ada yang meninggal akibat tertular Covid-19 saat demonstrasi itu enggak akan langsung minggu depan juga," ujarnya.
    Adam juga menjelaskan tidak semua orang yang terinfeksi Covid-19 akan terlihat sakit dan bergejala. Sekitar 40-45 persen orang yang terinfeksi Covid-19 diduga tidak bergejala. Mayoritas peserta demo pun berusia muda, yang berpotensi tidak bergejala jika terinfeksi Covid-19. Orang tidak bergejala ini belum tentu diperiksa dan tercatat sebagai kasus Covid-19. Dengan demikian, ada potensi jumlah kasus tidak meningkat drastis.
    Selain itu, menurut Adam, risiko pendemo yang mayoritas berusia muda tersebut untuk meninggal akibat Covid-19 cenderung lebih rendah. "Yang berisiko adalah seandainya pendemo tertular, kemudian menulari keluarga di rumah yang berusia tua dan punya penyakit lain," katanya.
    Di sisi lain, Adam mengatakan bahwa pemeriksaan Covid-19 lewat PCR di Indonesia masih bermasalah. Hasil pemeriksaan baru keluar hingga sepekan pasca swab dilakukan. Jumlah pemeriksaan PCR di berbagai daerah pun masih di bawah standar WHO. Bila terjadi kenaikan kasus Covid-19 akibat demonstrasi, kata Adam, "Belum tentu akan terdeteksi bisa kemampuan pemeriksaan PCR tidak memadai."
    Setelah virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, pertama kali muncul di Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019, memang tersebar berbagai rumor palsu tentang misteri asal-usul virus. Salah satunya adalah bahwa SARS-CoV-2 merupakan rekayasa belaka. Namun, seluruh versi teori ini tidak memiliki pijakan bukti dan penjelasan secara sains.
    Bukti-bukti yang ada justru menunjukkan bahwa virus itu kemungkinan menular ke manusia dari hewan yang belum teridentifikasi, seperti yang pernah terjadi di masa lalu pada jenis virus Corona lain. SARS-CoV pada 2002-2003 misalnya, diperkirakan berasal dari kelelawar dan menyebar ke manusia melalui musang. Pada 2012, muncul pula MERS-CoV yang kemungkinan berasal dari kelelawar, dan menyebar ke manusia melalui unta.
    Berdasarkan arsip berita Tempo pada 30 Maret 2020, hasil studi yang dipimpin oleh Kristian Andersen, profesor imunologi dan mikrobiologi di Scripps Research Institute, California, AS, pun telah membantah rumor bahwa virus Corona Covid-19 sengaja dibuat atau produk rekayasa laboratorium. Menurut studi yang telah dipublikasikan dalam jurnal Nature Medicine ini, virus Corona penyebab Covid-19 adalah buah dari proses evolusi alami.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "Covid-19 bohong belaka jika besok tidak ada pendemo UU Cipta Kerja yang sakit atau meninggal" menyesatkan. Pertama, foto yang menyertai klaim tersebut merupakan foto demonstrasi mahasiswa yang menolak RUU KUHP dan revisi UU KPK pada September 2019. Kedua, masa inkubasi rata-rata Covid-19 adalah 4-5 hari, bahkan bisa mencapai 14 hari. Orang yang tertular Covid-19 dan mengalami gejala berat pun perlu waktu hingga ia akhirnya meninggal. Selain itu, tidak semua orang yang terinfeksi Covid-19 akan terlihat sakit dan bergejala.
    SITI AISAH
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan