• (GFD-2020-8329) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Polri Akan Ganti Seragam seperti Milik Polisi Cina?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 15/10/2020

    Berita


    Klaim bahwa Polri akan mengganti seragamnya seperti seragam milik polisi Cina beredar di Facebook. Klaim ini disertai dengan tiga foto, di mana dua foto memperlihatkan sejumlah pria keturunan Cina yang mengenakan seragam polisi khas Negeri Tirai Bambu. Sementara satu foto lainnya memperlihatkan beberapa polisi yang mengangkat seragam yang identik dengan seragam polisi Cina.
    Salah satu akun yang membagikan klaim beserta foto-foto itu adalah akun Randi II, tepatnya pada 14 Oktober 2020. Akun ini pun menulis narasi, "“Polri mau ganti seragam? Atau polis china mau gantikan polisi indo?” Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan 115 reaksi dan 46 komentar serta dibagikan lebih dari 100 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Randi II.
    Apa benar Polri akan mengganti seragamnya seperti seragam milik polisi Cina?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, ketiga foto itu memiliki konteks yang berbeda, dan diambil di waktu yang berbeda pula. Ketiga foto tersebut pun tidak berhubungan dengan apakah Polri akan mengganti seragamnya seperti seragam milik polisi Cina, atau bahkan apakah polisi Cina bakal menggantikan polisi Indonesia.
    Untuk memeriksa klaim tersebut, Tempo menelusuri jejak digital foto-foto tersebut dengan reverse image tool Google. Hasilnya, ditemukan fakta-fakta sebagai berikut:

    Foto milik Agence France-Presse (AFP) ini pernah dipublikasikan oleh Radio Free Asia (RFA) pada 29 Mei 2013 dalam beritanya yang berjudul "Chinese Police Flee Angry Crowd After Reported Beating of Vendor". RFA memberikan keterangan bahwa foto itu adalah foto saat petugas penegak hukum berdebat dengan pedagang kaki lima di jalanan Shanghai, Cina, pada 9 Juli 2012.
    Sumber: RFA

    Foto ini pernah dimuat oleh situs media Batamnews dalam beritanya yang berjudul "Pura-pura Jadi Polisi China, Modus Pelaku Cyber Fraud di Batam" pada 20 September 2019. Foto ini adalah foto saat kepolisian di Batam mengungkap komplotan cyber fraud (penipuan online), di mana tersangkanya berjumlah 47 orang yang merupakan warga negara asing atau WNA  asal Cina dan Taiwan. Mereka menipu para WNA asal Cina di Indonesia dengan berpura-pura menjadi polisi Cina.
    Sumber: Batamnews

    Foto ini pernah dimuat oleh situs media Sindonews pada 13 Juli 2018 dalam beritanya yang berjudul "Diduga Buka Kantor Bersama dengan Polisi China, Kapolres Ketapang Dicopot". Menurut berita ini, ketika itu, beredar foto plakat kerja sama antara Polres Ketapang dengan kepolisian Cina serta foto bersama jajaran Polres Ketapang dengan Kepolisian Suzhou, Cina. Namun, mantan Kapolres Ketapang Ajun Komisaris Besar Sunario telah menepis kabar adanya kantor bersama antara Polri dan Kepolisian Suzhou tersebut.
    Menurut Sunario, pada 12 Juli 2018, Kepolisian Suzhou memang berkunjung ke sebuah perusahaan di Ketapang. Dalam kunjungan itu, jajaran Polres Ketapang juga diminta hadir. Kepolisian Suzhou pun mengajak kerja sama, dan membawa contoh plakat kerja sama. "Plakat ini yang viral di media sosial. Kesepakatan antara kedua belah pihak belum ada atau kita tolak, karena Polres Ketapang tidak bisa mengeluarkan kesepakatan. Kalau mau kerja sama, itu di Mabes Polri," ujar Sunario.
    Sumber: Sindonews

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "Polri akan mengganti seragamnya seperti seragam milik polisi Cina" menyesatkan. Tiga foto yang digunakan untuk menyebarkan klaim itu memiliki konteks yang berbeda, dan diambil di waktu yang berbeda pula, yakni pada 2012, 2018, dan 2019.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8328) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Pam Swakarsa Bentukan Polri Berisi PKI Perjuangan?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 14/10/2020

    Berita


    Sebuah gambar yang memuat klaim bahwa anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) direkrut sebagai anggota Pengamanan (Pam) Swakarsa beredar di Facebook. Menurut klaim itu, Pam Swakarsa yang berisi anggota PKI Perjuangan ini dilindungi oleh Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN).
    “Awas! Preman PKI Perjuangan jadi Pam Swakarsa di bawah perlindungan BIN & Polri utk sweeping rakyat yg demo Omnibus Law. Laskar Islam bersama jawara & pendekar wajib turun lindungi rakyat dari gangguan siapa pun," demikian narasi yang tertulis dalam gambar itu.
    Selain klaim tersebut, gambar ini memuat foto Kapolri Jenderal Idham Azis ketika sedang berbicara di atas sebuah podium. Tercantum pula gambar tangkapan layar judul berita Detik.com yang berbunyi “Kapolri Terbitkan Aturan Terbaru soal Pam Swakarsa”.
    Akun yang membagikan gambar itu adalah akun Nindy Anggun, yakni pada 11 Oktober 2020. Akun ini pun menulis, "Hati hati perjuangan kita dilapangan akan dibenturkan dg Pam Swakarsa PKI Perjuangan yg dilindungi BIN dan Polri. Laskar Islam dan Jawara... Siap turun..????.. Lindungi rakyat yg sedang perjuangkan hak haknya..."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Nindy Anggun.
    Unggahan tersebut beredar sebelum digelarnya demonstrasi untuk menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja pada 12 Oktober 2020. Aksi ini digerakkan oleh Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK) yang terdiri dari Persaudaraan Alumni (PA) 212, Front Pembela Islam (FPI), dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama.
    Apa benar Pam Swakarsa yang dibentuk Polri berisi anggota PKI Perjuangan?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan hasil pemeriksaan Tim CekFakta Tempo, anggota Pam Swakarsa yang dibentuk Polri bukan berasal dari PKI Perjuangan. PKI pun telah bubar setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965, yang disusul dengan pembantaian besar-besaran terhadap anggota dan simpatisan PKI sepanjang 1966-1967. Pembubaran itu telah dituangkan dalam Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966. Sejak saat itu, tidak ada lagi aktivitas PKI di Indonesia, termasuk PKI Perjuangan.
    Untuk memeriksa klaim "Pam Swakarsa yang dibentuk Polri berisi PKI Perjuangan", Tempo mula-mula menelusuri berita Detik.com yang berjudul “Kapolri Terbitkan Aturan Terbaru soal Pam Swakarsa” yang gambar tangkapan layarnya tercantum dalam gambar unggahan akun Nindy Anggun. Berita ini dipublikasikan pada 15 September 2020.
    Menurut berita itu, pada 5 Agustus 2020, Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan aturan baru soal Pam Swakarsa melalui Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 4 Tahun 2020. Pasal 3 berbunyi Pam Swakarsa bertugas menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungannya secara swakarsa guna mencegah terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban.
    Pam Swakarsa terdiri dari satpam, Satuan Keamanan Lingkungan (Siskamling), dan kelompok kearifan lokal. Kelompok kearifan lokal ini terdiri dari pecalang di Bali, Kelompok Sadar Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, siswa Bhayangkara, dan mahasiswa Bhayangkara.
    Meskipun begitu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Perkap Pam Swakarsa itu dicabut. Aturan tersebut dinilai memberikan legitimasi terhadap kelompok masyarakat untuk dapat menjalankan tugas-tugas tertentu di bawah naungan kepolisian. "Tidak ada dasar hukum sebenarnya yang dapat melegitimasi pembentukan Pam Swakarsa," kata Koordinator KontraS Fautia Maulidiyanti pada 23 September 2020.Muatan Perkap ini memiliki beberapa celah hukum yang bertentangan dengan UU Polri. Misalnya, pengukuhan bentuk-bentuk Pam Swakarsa yang berada dalam diskresi penuh Polri sampai tugas dan fungsi bentuk-bentuk Pam Swakarsa selain satpam dan Satkamling yang tidak dijelaskan dalam aturan ini. Terlebih lagi, aturan itu mengurangi esensi organ keamanan dalam masyarakat seperti Satkamling dengan memperbesar intervensi kepolisian terhadap Satkamling.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "Pam Swakarsa berisi anggota PKI Perjuangan" menyesatkan. Dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pam Swakarsa, tidak ada pasal mengenai PKI Perjuangan. Meskipun begitu, kebijakan mengenai Pam Swakarsa dikritik oleh organisasi masyarakat sipil karena dinilai memberikan legitimasi terhadap kelompok masyarakat untuk menjalankan tugas-tugas tertentu di bawah naungan kepolisian.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8327) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Kopassus Berpesan Siap Hancurkan PKI Meski Berada di Balik Partai Politik?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 14/10/2020

    Berita


    Klaim bahwa Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat mengeluarkan pesan bagi Partai Komunis Indonesia (PKI) beredar di media sosial. Menurut klaim yang terdapat dalam gambar yang dilengkapi dengan foto pasukan baret merah itu, Kopassus siap menghancurkan PKI meskipun bersembunyi di balik partai politik.
    "Siap menghancurkan PKI. jgnkan di balik partai politik, di sarang harimau atau di istana setan kalian bersembunyipun kalian akan kami jemput. Camkan itu...!!" demikian narasi yang tertulis di atas foto. Adapun narasi yang tertulis di bawah foto berbunyi, "Gempar.. Segera dibaca sebelum dihapus...!! Pesan Telak Kopassus Untuk PKI Yang Sekarang Mulai Bangkit !!.."
    Di Facebook, gambar yang berisi narasi itu dibagikan salah satunya oleh akun Salihin Kmp, tepatnya pada 9 Oktober 2020. Akun ini pun menulis, "Mantap TNI....babat habis sampai ke akar2 ya...."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Salihin Kmp.
    Apa benar Kopassus berpesan siap hancurkan PKI meski berada di balik partai politik?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait dengan memasukkan kata kunci "pesan telak Kopassus untuk PKI" di mesin pencarian Google. Hasilnya, ditemukan bahwa narasi tersebut telah beredar di internet sejak 2017 silam.
    Dikutip dari berita di JPNN pada 3 Oktober 2017, isu tentang kebangkitan PKI memang marak beredar di dunia maya. Bahkan, ada yang mencatut nama presiden, Wakil Ketua DPR, Kapolri, hingga Kopassus. Ketika itu, beredar artikel yang berjudul "Gempar...segera dibaca sebelum dihapus...!! Pesan telak Kopassus untuk PKI yang sekarang mulai bangkit!!..Waspada..."
    Saat dikonfirmasi, Kepala Penerangan Kopassus ketika itu, Letnan Kolonel Joko Tri Hadimantoyo, menegaskan bahwa informasi tersebut hoaks dan mencatut nama instansinya. "Jangan percaya yang mengatasnamakan Kopassus kalau tidak dari media resmi kami," katanya. Joko pun berharap polisi menindak pembuat hoaks tersebut.
    Detik.com juga memberitakan bantahan dari Joko tersebut terhadap tulisan terkait PKI yang berjudul "Pesan Telak dari Kopassus #3077" pada 28 September 2017. Menurut Joko, tulisan itu bukan berasal dari Kopassus. Joko mengatakan bahwa tulisan tersebut dibuat oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dan menambahkannya dengan foto Kopassus yang bisa diambil di mana saja.
    Akun Twitter resmi Kopassus, @penkopassus, pun telah menyatakan bahwa informasi itu hoaks. Dalam cuitannya pada 28 September 2017, Kopassus mengunggah gambar tangkapan layar tulisan berjudul "Pesan Telak dari Kopassus #3077" tersebut yang telah dibubuhi dengan stempel "hoax". Kopassus menulis, "Pemberitaan ini hoaks! Kepada semua masyarakat, harus lebih bijak dalam menanggapi pemberitaan di media sosial."
    Pada Mei 2019, narasi serupa kembali beredar. Ketika itu, tulisan yang menyebar serupa dengan tulisan yang beredar saat ini. "Nama kalian sudah ada dalam daftar target kami walaupun kalian bersembunyi di balik partai politik," demikian narasi yang tertera dalam tulisan tersebut. Narasi ini pun dilengkapi dengan gambar yang memuat teks "Gempar.. Segera dibaca sebelum dihapus...!! Pesan Telak Kopassus Untuk PKI Yang Sekarang Mulai Bangkit !!.." Narasi tersebut telah diverifikasi oleh Liputan6.com dan dinyatakan sebagai hoaks.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "Kopassus berpesan siap hancurkan PKI meski berada di balik partai politik" keliru. Klaim ini telah beredar sejak lama dan disertai dengan narasi yang serupa, yakni "Pesan Telak Kopassus untuk PKI". Narasi tersebut telah dibantah oleh Kopassus, yang menyatakannya sebagai hoaks yang mencatut nama institusinya.
    IBRAHIM ARSYAD
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8326) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Guru dan Ustaz Masuk Kelompok Pertama yang Terima Vaksin Covid-19 tapi TNI dan Polri Tidak?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 14/10/2020

    Berita


    Klaim bahwa guru dan dosen, termasuk ustaz, serta anak-anak merupakan kelompok pertama yang akan menerima vaksin Covid-19 beredar di Facebook. Klaim ini pun menyebut anggota kabinet Presiden Joko Widodo atau Jokowi, TNI, Polri, serta Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak termasuk kelompok pertama bahkan kedua yang menerima vaksin Covid-19.
    Di Facebook, klaim itu diunggah oleh akun Neri Firmanty, yakni pada 4 Oktober 2020. Akun ini juga menulis, "Karena masuk akal juga jika suatu negara akan kuat. Jika tenaga kesehatan dan guru serra generasinya kuat terhadap ancaman penyakit dalam pandemi. Namun sebaliknya. Bagaimana jika Nakes, guru dan anak2 di lemahkan bahkan mati karena vaksin."
    Unggahan ini dilengkapi dengan gambar tangkapan layar sebuah judul berita dari situs Warta Kota yang berbunyi "Perpres Disiapkan, Guru dan Dosen Bakal Masuk Kelompok Pertama yang Disuntik Vaksin". Berita itu disertai dengan foto ilustrasi vaksin Covid-19. Hingga artikel ini dimuat, unggahan ini telah dikomentari dan dibagikan lebih dari 100 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Neri Firmanty.
    Apakah benar guru dan dosen, termasuk ustaz, serta anak-anak termasuk dalam kelompok pertama yang akan disuntik vaksin Covid-19, tapi anggota kabinet, TNI, Polri, dan ASN tidak termasuk dalam kelompok pertama bahkan kedua?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim itu, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri berita di Warta Kota yang gambar tangkapan layarnya dibagikan oleh akun Neri Firmanty. Hasilnya, ditemukan bahwa situs itu memang pernah memuat berita dengan judul "Perpres Disiapkan, Guru dan Dosen Bakal Masuk Kelompok Pertama yang Disuntik Vaksin Covid-19". Berita ini dipublikasikan pada 29 September 2020.
    Menurut berita tersebut, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menuturkan dosen dan guru bakal masuk kelompok pertama yang mendapatkan suntikan vaksin Covid-19. Ia memastikan pemerintah memprioritaskan para pendidik yang menjadi garda terdepan di dunia pendidikan. “Para dosen dan guru merupakan prioritas untuk penerima vaksin pertama,” ujar Muhadjir pada 28 September 2020.
    Berita ini juga melaporkan bahwa pemerintah telah menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) yang bakal mengatur peta jalan atau road mapterkait vaksinasi. Hal ini disampaikan oleh Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional sekaligus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, pada 28 September 2020.
    Tempo kemudian menelusuri Perpres yang dimaksud. Hasilnya, di situs resmi Satuan Tugas Penanganan Covid-19, ditemukan Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang terbit pada 6 Oktober 2020.
    Menurut Pasal 13 Perpres Nomor 99 Tahun 2020 ini, pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dalam pelaksanaannya, Kemenkes menetapkan kriteria dan prioritas penerima vaksin, prioritas wilayah penerima vaksin, jadwal dan tahapan pemberian vaksin, serta standar pelayanan vaksinasi. Terkait hal itu, Kemenkes mesti memperhatikan pertimbangan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
    Berdasarkan arsip berita Tempo, pada 12 Oktober 2020, Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah telah memetakan kelompok prioritas penerima vaksin Covid-19. Hal ini disesuaikan dengan ketersediaan vaksin, penduduk dan wilayah berisiko, tahapan pemakaian, serta indeks pemakaian. Pemetaan itu pun didasarkan pada kelompok prioritas yang memiliki tingkat kerentanan terkena virus yang tinggi dan memiliki fungsi penting dan peran strategis dalam melakukan pelayanan publik.
    "Adapun kelompok prioritas penerima vaksin, pertama, mereka yang berada di garda terdepan penanganan Covid-19, seperti tenaga medis, paramediscontact tracing, dan pelayan publik mencakup TNI, Polri, dan aparat hukum lainnya yang mencapai 3,4 juta orang dengan kebutuhan sekitar 6,9 juta dosis," ujar Airlangga dalam konferensi pers virtual pada 12 Oktober 2020.
    Kelompok prioritas kedua adalah tokoh masyarakat, termasuk tokoh agama dan perangkat daerah (kecamatan, desa, RT/RW), serta sebagian pelaku ekonomi sebanyak 5,6 juta orang dengan kebutuhan sekitar 11 juta dosis vaksin. Kelompok prioritas ketiga adalah seluruh tenaga pendidik, mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA/sederajat, hingga perguruan tinggi sebanyak 4,3 juta orang dengan kebutuhan vaksin sekitar 8,7 juta dosis.
    Kelompok prioritas keempat adalah aparatur pemerintah (pusat, daerah, dan legislatif) sebanyak 2,3 juta orang dengan kebutuhan 4,6 juta dosis. Sementara kelompok prioritas kelima adalah penerima BPJS bantuan iuran sebanyak 86 juta orang dengan kebutuhan 173 juta dosis. Di luar itu, vaksin juga diberikan kepada masyarakat yang berusia 19-59 tahun dan pelaku usaha lainnya yang berjumlah sekitar 57 juta orang dengan kebutuhan 115 juta dosis. Dengan demikian, totalnya, sekitar 160 juta orang akan diberikan vaksin Covid-19 dengan kebutuhan 320 juta dosis.
    Konferensi pers virtual oleh Airlangga itu juga diberitakan oleh Media Indonesia pada 12 Oktober 2020. Dalam berita ini, disinggung lima kelompok prioritas penerima vaksin Covid-19. Lima kelompok ini sama dengan yang tertulis dalam berita Tempo.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "guru dan dosen, termasuk ustaz, serta anak-anak termasuk dalam kelompok pertama yang akan disuntik vaksin Covid-19, tapi anggota kabinet, TNI, Polri, dan ASN tidak termasuk dalam kelompok pertama bahkan kedua" menyesatkan. Pemerintah telah memetakan lima kelompok prioritas penerima vaksin Covid-19. Pertama, garda terdepan penanganan Covid-19, seperti tenaga medis, paramedis contact tracing, dan pelayan publik yang mencakup TNI, Polri, dan aparat hukum lainnya. Kedua, tokoh masyarakat, termasuk tokoh agama dan perangkat daerah (kecamatan, desa, RT/RW), serta sebagian pelaku ekonomi. Ketiga, tenaga pendidik, mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA/sederajat, hingga perguruan tinggi. Keempat, aparatur pemerintah (pusat, daerah, dan legislatif). Sementara kelima, penerima BPJS bantuan iuran.
    SITI AISAH
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirim

    Rujukan