• (GFD-2020-8341) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Tak Ada Media Besar yang Beritakan Pemprov DKI Sabet 9 Penghargaan di Bidang Kehumasan?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 22/10/2020

    Berita


    Klaim bahwa tidak ada media besar yang memberitakan diraihnya sembilan penghargaan di bidang kehumasan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta beredar di media sosial. Klaim ini dibagikan oleh akun Fakta Anies Baswedan, tepatnya pada 19 Oktober 2020.
    Dalam unggahannya, akun ini mengunggah sebuah gambar yang berisi tangkapan layar artikel di situs RMOL yang berjudul "DKI Cetak Rekor, Raih 9 Penghargaan Di Ajang Public Relations Awards". Artikel tersebut terbit pada 18 Oktober 2020.
    Dalam gambar itu, terdapat pula foto Gubernur DKI Anies Baswedan serta kutipan yang berbunyi "Penghargaan ini kami persembahkan untuk seluruh warga Ibu Kota yang telah mengurus sendiri perizinan/nonperizinannya dan menjadi pemicu bagi kami untuk terus meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sebagai Solusi Investasi dan Perizinan di Jakarta".
    Akun Fakta Anies Baswedan pun menulis narasi, "Kalau yang begini-begini ga bakal ada di TV atau media-media gede..." Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah dibagikan lebih dari 900 kali dan mendapatkan lebih dari 10 ribu reaksi serta 3 ribu komentar.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Fakta Anies Baswedan.
    Apa benar tidak ada media besar yang memberitakan sembilan penghargaan di bidang kehumasan yang diraih oleh Pemprov DKI Jakarta?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait dengan memasukkan kata kunci "DKI raih penghargaan Public Relations Indonesia Awards" di mesin pencarian Google. Hasilnya, ditemukan sejumlah media besar yang memberitakan sembilan penghargaan di bidang kehumasan yang diraih oleh Pemprov DKI Jakarta tersebut.
    Salah satu media yang memberitakan hal tersebut adalah Detik.com, yakni pada 19 Oktober 2020, dalam beritanya yang berjudul "Pemprov DKI Jakarta Borong 9 Penghargaan di Bidang Komunikasi-Kehumasan". Penghargaan tersebut diterima oleh Pemprov DKI melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta.
    DPMPTSP DKI Jakarta menjadi juara umum kategori Pemerintah Provinsi dalam Kompetisi Kinerja Komunikasi di ajang Public Relations Indonesia Awards (PRIA) 2020, dan meraih sembilan penghargaan. Ini merupakan kali pertama Pemprov DKI mengikuti ajang tahunan tersebut.
    Adapun penghargaan yang didapatkan adalah sebagai berikut:
    Selain Detik.com, situs Tribunnews, Divisi Koran Daerah Kompas Gramedia, juga memberitakan raihan penghargaan oleh Pemprov DKI tersebut, tepatnya pada 18 Oktober 2020. Berita terkait ini berjudul "Pemprov DKI Jakarta Raih 9 Penghargaan di Ajang Public Relations Indonesia Awards".
    Menurut berita tersebut, penyerahan penghargaan itu dilakukan secara virtual oleh pendiri dan Chief Executive Officer PR Indonesia, Asmono Wikan, kepada pelaksana tugas Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Sri Haryati. Selain meraih sembilan penghargaan di ajang PRIA 2020, Pemprov DKI juga menyabet gelar PR Indonesia Most Popular Leader in Social Media 2020 Kategori Gubernur dalam Ajang The 6th Jambore PR Indonesia 2020.
    "Penghargaan ini kami persembahkan untuk seluruh warga ibu kota yang telah mengurus sendiri perizinan/nonperizinannya dan menjadi pemicu bagi kami untuk terus meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sebagai Solusi Investasi dan Perizinan di Jakarta," kata Sri pada 18 Oktober 2020.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "tidak ada media besar yang memberitakan diraihnya sembilan penghargaan di bidang kehumasan oleh Pemprov DKI Jakarta" keliru. Sejumlah media memberitakan raihan penghargaan dari Public Relations Indonesia Awards (PRIA) 2020 oleh Pemprov DKI tersebut, seperti Detik.com dan Tribunnews.
    IBRAHIM ARSYAD
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8340) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Mike Tyson Salat di Kafe Los Angeles yang Larang Muslim Berkunjung?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/10/2020

    Berita


    Video pendek yang memperlihatkan legenda tinju Mike Tyson sedang salat bersama dua pria di sebuah ruangan beredar di media sosial. Video ini diklaim sebagai video ketika Tyson salat di sebuah kafe di Los Angeles, Amerika Serikat, yang melarang muslim masuk ke kafe tersebut.
    Di Facebook, klaim tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Djony Edward Ori, tepatnya pada 20 Oktober 2020. Akun ini pun menulis narasi sebagai berikut:
    “Pemilik caffee di tegah kota Los Ageles menuliskan di depan pintu Caffee nya kalau orang muslim dilarang masuk. Tapi ketiga Orang muslim ini tak peduli mereka masuk ke dlm Caffee tidak membeli apa apa tapi langsung meletak kan sajadah dan langsung sholat Ashar pemilik Caffee ,securities dan pegawainya hanya terdiam dan tak bisa berbuat apa apa cuma bisa menyaksikan tanpa mengeluarkan kata kata, mereka terlalu takut untuk membuka mulutnya. Ketiga orang itu adalah: Mantan juara tinju kelas berat dunia yg sangat tersohor Mike Tyson dan present word Boxing champion Sweden Bado jack dan imam sholatnya present world kick boxing campion Aamar Abddallah.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Djony Edward Ori.
    Apa benar video tersebut adalah video saat Mike Tyson salat di sebuah kafe di Los Angeles yang melarang muslim berkunjung?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Gambar-gambar tersebut kemudian ditelusuri jejak digitalnya denganreverse image tool Google dan Yandex. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa video itu direkam di kantor perusahaan milik Mike Tyson, Tyson Ranch, yang berada di California, AS, pada 23 Agustus 2020.
    Video tersebut pernah diunggah oleh akun Twitter milik salah satu pria yang salat bersama Tyson dalam video itu, Badou Jack, pada 23 Agustus 2020. Jack yang juga merupakan petinju ini pun menulis, "Praying side by side with my brothers @MikeTyson & @TeamAbdallah #muslimbrothers #alhamdulillah."
    Video yang identik dengan durasi yang lebih panjang juga pernah diunggah oleh kanal YouTube milik petinju Floyd dan Jeff Mayweather, The Mayweather Channel, pada 23 Agustus 2020. Video itu berjudul “Mike Tyson, Badou Jack & Amer Abdallah pray together”.
    Video ini pun diberi keterangan, “The legendary Mike Tyson joins former world champ Badou Jack and Amer Abdallah in pryer at Tyson Ranch.” Dalam video itu, di dinding yang berada di belakang Tyson, terpasang lampu yang membentuk logo Tyson Ranch. Di lemari es yang terdapat di ruangan tersebut pun, terdapat tulisan "Tyson Ranch". Ada pula ring tinju dalam ruangan itu.
    Logo Tyson Ranch yang berbentuk lampu tersebut sama dengan yang terdapat dalam situs resmi Tyson Ranch. Menurut situs ini, Tyson Ranch adalah perusahaan lisensi danbrandingyang didirikan oleh Mike Tyson. "Konsistensi dan kualitas adalah inti dari perusahaan kami, dengan misi untuk membuat ganja dipahami secara universal," demikian keterangan yang tercantum dalam situs tersebut.
    Klaim palsu terkait video ketika Tyson salat berjamaah itu juga sempat menyebar pada akhir Agustus 2020. Saat itu, klaim yang beredar menyatakan bahwa, dalam video itu, Tyson sedang salat berjamaah di Arab Saudi, menjelang pertandingannya yang dijadwalkan pada September 2020.
    Dilansir dari Esquire, menurut manajer tinju Amer Abdallah, yang mengelola petinju Badou Jack dan Viddal Riley, video tersebut direkam baru-baru ini di Big Bear, California, tepatnya di Tyson Ranch. Abdallah dan Jack pergi ke Tyson Ranch untuk mempersiapkan pertandingan pada 28 November 2020.
    "Kami menghabiskan akhir pekan di Big Bear untuk mendapatkan pelatihan ringan dan istirahat sebentar dari Las Vegas," katanya. "Ketika kami pertama kali tiba di sana, saya bertanya kepada Tyson di mana saya bisa berdoa. Dia berkata, aku akan berdoa denganmu."

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa legenda tinju Mike Tyson salat di sebuah kafe di Los Angeles, AS, yang melarang muslim berkunjung, keliru. Video tersebut direkam di kantor perusahaan milik Tyson, Tyson Ranch, yang berada di California, AS. Tyson salat bersama petinju Badou Jack dan manajer tinju Amer Abdallah yang berkunjung ke Tyson Ranch.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8339) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Foto Anies Baswedan yang Terbaring di Peti Ini?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/10/2020

    Berita


    Foto yang memperlihatkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terbaring di dalam peti beredar di media sosial. Dalam foto tersebut, Anies mengenakan rompi berwarna oranye. Di Facebook, foto tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Nani Meilani, tepatnya pada 8 September 2020.
    "Ini foto real apa fake sih?.... Kalo fake,..Iseng bener yg ngedit.... Kalo real...Knp gak langsung ditutup tuh peti?...Double paku,...Permanen...!!!" demikian narasi yang ditulis oleh akun Nani Meilani.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Nani Meilani.
    Apa benar foto Anies Baswedan yang terbaring di peti ini?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital foto itu denganreverse image tool Google. Hasilnya, ditemukan beberapa berita di situs Liputan6.com yang pernah memuat foto yang identik. Namun, pria yang terbaring dalam peti itu bukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
    Foto tersebut merupakan foto yang diambil oleh fotografer Liputan6.com, Herman Zakharia, pada 3 September 2020. Foto ini adalah rangkaian dari sejumlah foto dalam berita yang berjudul "FOTO: Bikin Kapok, Warga Tak Pakai Masker Dihukum Masuk ke Dalam Peti". Foto-foto tersebut diambil di Pasar Rebo, Jakarta Timur.
    Foto itu sendiri diberi keterangan, "Warga pelanggar PSBB dihukum masuk ke dalam peti mati di kawasan Kalisari, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Kamis (3/9/2020). Warga Pasar Rebo yang tidak menggunakan masker diberikan pilihan hukuman, salah satunya dimasukkan ke dalam peti mati selama 1 menit."
    Gambar tangkapan layar berita foto di Liputan6.com.
    Dilansir dari Liputan6.com, Kepala Satpol PP Jakarta Timur Budhy Novian mengatakan sanksi masuk peti itu diberikan agar warga yang melanggar bisa merenung terkait dampak bila mereka tidak mematuhi protokol kesehatan, salah satunya risiko kematian.
    Sanksi masuk peti yang diberlakukan di Pasar Rebo ini juga diberitakan oleh Republika.co.id pada 3 September 2020. Dilansir dari Republika.co.id, razia tertib masker yang dilaksanakan di kawasan Kalisari, Pasar Rebo, Jakarta Timur, menindak pelanggar dengan cara unik. Pilihan sanksi bagi pelanggar, selain kerja bakti dan denda Rp 250 ribu, adalah merenung di dalam peti mati.
    Wakil Camat Pasar Rebo Santoso mengatakan, demi memutus penyebaran Covid-19 di Pasar Rebo, pilihan sanksi merenung di dalam peti diterapkan guna menyadarkan masyarakat bahwa Covid-19 sangat berbahaya. "Mereka merenung, harus tertib terhadap 3M atau akan berakhir di sebuah peti mati," katanya.
    Santoso menjelaskan aturan ini masih dalam tahap sosialisasi. Nantinya, akan ada evaluasi. "Kita lihat hasilnya dulu. Kita lakukan evaluasi dari hasil yang kita laksanakan ini. Ini berlakunya masih tentatif," katanya. Santoso berharap sanksi ini membuat masyarakat jera, sehingga masyarakat mematuhi 3M, yakni menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
    Dilansir dari Kompas.com, Kepala Satpol PP Jakarta Timur Budhy Novian mengatakan sanksi masuk peti bagi warga yang melanggar protokol kesehatan tidak lagi diberlakukan per 4 September 2020. Pasalnya, sanksi tersebut tidak sesuai dengan isi Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 51 Tahun 2020. Dalam pergub ini, sanksi hanya meliputi denda dan kerja sosial.
    Selain itu, menurut Budhy, sanksi masuk peti tersebut menuai kritik dari berbagai pihak. "Kami hanya menghindari pro-kontra. Jadi, kami menindak berdasarkan aturan saja. Kami kan hanya pelaksana lapangan yang melakukan penindakan," tuturnya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, pria yang terbaring di peti dalam foto tersebut bukanlah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Foto tersebut merupakan hasil suntingan, yakni di bagian wajah. Foto itu merupakan foto warga yang melanggar protokol kesehatan dan dihukum dengan masuk ke dalam peti mati. Foto ini diambil di kawasan Kalisari, Pasar Rebo, Jakarta Timur, pada 3 September 2020.
    IBRAHIM ARSYAD
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8338) [Fakta atau Hoaks] Benarkah WHO Sebut Covid-19 Tak Lebih Berbahaya dari Flu?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/10/2020

    Berita


    Klaim bahwa Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO telah mengkonfirmasi Covid-19 tidak lebih berbahaya dari flu beredar di media sosial. Di Facebook, klaim tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Denpasar Info, tepatnya pada 18 Oktober 2020.
    "UPDATE! WHO KONFIRMASI BAHWA COVID TIDAK LEBIH BERBAHAYA DARU VIRUS FLU! WHO atau organisasi kesehatan dunia mengkonfirmasi setelah dilakukan study berbulan - bulan mengatakan bahwa virus covid19 tidak lebih berbahaya daripada penyakit flu yang bersifat musiman. Hal ini disampaikan petinggi WHO saat melakukan rapat khusus dengan 34 dewan eksekutif WHO Senin, 5 Oktober 2020," demikian narasi yang ditulis oleh akun Denpasar Info.
    Informasi tersebut dicuplik dari artikel di situs Blacklisted News yang terbit pada 8 Oktober 2020. Artikel yang berjudul “WHO (accidentally) Confirms Covid is No More Dangerous Than Flu” ini mengutip pernyataan Michael Ryan, Direktur Eksekutif Keadaan Darurat Kesehatan WHO, dalam sesi khusus bersama 34 anggota dewan eksekutif WHO pada 5 Oktober 2020.
    Ketika itu, Ryan mengungkapkan keyakinannya bahwa sekitar 10 persen warga dunia telah terinfeksi SARS-CoV-2, virus Corona penyebab Covid-19. Ini adalah “perkiraan terbaik” mereka, dan merupakan peningkatan yang sangat besar dari jumlah kasus yang diakui secara resmi (sekitar 35 juta).
    “Meskipun WHO berusaha menganggap ini sebagai hal yang buruk, Ryan bahkan mengatakan 'sebagian besar warga dunia masih berisiko', ini sebenarnya kabar baik. Dan menegaskan, sekali lagi, bahwa virus ini tidak mematikan seperti yang diperkirakan semua orang,” demikian narasi yang ditulis dalam artikel tersebut.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Denpasar Info.
    Apa benar WHO menyebut Covid-19 tidak lebih berbahaya atau mematikan ketimbang flu?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, WHO tidak pernah menyatakan bahwa Covid-19 tidak lebih berbahaya dibanding flu. Klaim dalam artikel Blacklisted News tidak sesuai dengan apa yang disampikan oleh Michael Ryan dalam sesi khusus bersama 34 anggota dewan eksekutif WHO pada 5 Oktober 2020. Ketika itu, Ryan justru menjelaskan bahwa Covid-19 terus menyebar dan meningkat di berbagai belahan bumi. WHO pun memperkirakan sekitar 10 persen populasi global telah terinfeksi SARS-CoV-2.
    Untuk memeriksa klaim dalam artikel Blacklisted News, Tempo mula-mula menelusuri situs resmi WHO. Namun, informasi bahwa "Covid-19 tidak lebih berbahaya dari flu" tidak ditemukan dalam situs itu. Padahal, WHO selalu memuat seluruh perkembangan terbaru mengenai Covid-19 di situs resminya.
    Tempo kemudian membandingkan isi artikel Blacklisted News tersebut dengan pemberitaan media asing kredibel. Dalam berita Associated Press yang berjudul "WHO: 10% of world’s people may have been infected with virus", terdapat pernyataan Michael Ryan dalam forum bersama 34 anggota dewan eksekutif WHO pada 5 Oktober 2020.
    Namun, dalam berita tersebut, Ryan sama sekali tidak menyatakan bahwa Covid-19 tidak lebih berbahaya dari flu. Justru, dalam paragraf kelima dan keenam berita itu, Ryan justru memperingatkan bahwa Covid-19 terus menyebar dan meningkat di berbagai wilayah di dunia. WHO pun memperkirakan sekitar 10 persen populasi global mungkin telah terinfeksi SARS-CoV-2.
    Artinya, dari jumlah populasi global yang mencapai 7,6 miliar, terdapat lebih dari 760 juta orang yang telah terkena Covid-19. Angka ini jauh melampaui jumlah kasus Covid-19 yang terkonfirmasi, baik yang dihitung oleh WHO dan maupun John Hopkins University, yang mencapai lebih dari 35 juta orang. Sejak lama, para ahli telah mengatakan bahwa jumlah kasus yang terkonfirmasi jauh di bawah angka sebenarnya.
    Video yang memuat pernyataan Ryan tersebut juga pernah dimuat oleh CGTN, saluran televisi berita berbahasa Inggris yang dimiliki oleh China Central Television, pada 5 Oktober 2020. Isi pernyataan Ryan dalam video ini sama dengan yang dikutip oleh Associated Press.
    “Berbicara dalam sesi khusus dewan eksekutif WHO yang diadakan pada 5 Oktober, Michael Ryan, Direktur Eksekutif Keadaan Darurat Kesehatan WHO, mengatakan "perkiraan terbaik" mereka menunjukkan, sejauh ini, kira-kira satu dari 10 orang di seluruh dunia mungkin telah terinfeksi oleh virus Corona, melebihi jumlah kasus yang terkonfirmasi sebagaimana yang dihitung oleh WHO dan John Hopkins University.”
    Menurut Media Bias/Fact Check (MBFC), media online independen yang fokus pada bias media dan praktik berita palsu, Blacklisted News tergolong dalam kategoriConspiracy-Pseudoscience. Artinya, situs tersebut bisa menerbitkan informasi yang tidak terverifikasi dan tidak selalu didukung oleh bukti. Sumber ini mungkin tidak dapat dipercaya sebagai sumber informasi yang kredibel atau terverifikasi.
    Jumlah kematian Covid-19 vs flu
    WHO melansir tingkat kematian Covid-19 lebih tinggi daripada influenza, terutama influenza musiman, meskipun tingkat kematian Covid-19 yang sebenarnya masih perlu waktu untuk dipahami sepenuhnya. Sejauh ini, data WHO menunjukkan rasio kematian kasar (jumlah kematian yang dilaporkan dibanding kasus yang dilaporkan) adalah sekitar 3-4 persen. Sedangkan influenza musiman, angka kematian di bawah 0,1 persen. Kematian pun sebagian besar ditentukan oleh akses dan kualitas perawatan kesehatan.
    Laporan John Hopkins University menyebut kematian akibat Covid-19 di seluruh dunia mencapai 1.118.635 orang. Sementara di Amerika Serikat, sebanyak 220.133 orang telah meninggal karena Covid-19 sepanjang Januari hingga 20 Oktober 2020. Sedangkan kematian karena flu di seluruh dunia, menurut WHO, diperkirakan sekitar 290 ribu-650 ribu orang setiap tahun.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "WHO mengkonfirmasi Covid-19 tidak lebih mematikan dari flu" keliru. Klaim tersebut berasal dari situs Blacklisted News yang termasuk dalam kategori tidak kredibel. Situs Blacklisted News pun, dalam artikelnya, telah memutarbalikkan pernyataan Michael Ryan, Direktur Eksekutif Keadaan Darurat Kesehatan WHO, pada 5 Oktober 2020.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan