• (GFD-2021-8552) Sesat, Klaim Ini Grafik Antibodi usai Vaksinasi Covid-19 Dosis I yang Dekati Nol pada Hari ke-28

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 22/03/2021

    Berita


    Gambar tangkapan layar sebuah pesan berantai yang berisi grafik yang diklaim sebagai grafik antibodi usai vaksinasi Covid-19 beredar di media sosial. Menurut pesan itu, pada hari ke-7 setelah vaksinasi dosis pertama, antibodi akan mulai terlihat. Namun, pada hari ke-28 usai vaksinasi dosis pertama, antibodi bakal turun mendekati nol.
    "Ini grafik antibody setelah vaksin, hari ke 7 mulai kelihatan, puncak hari ke 10 kemudian turun sampai hari ke 28 sudah kecil sekali, kemudian di suntik, hasilnya antibody jadi melonjak. 7 hari setelah vaccine anti body menurun, jadi kalau bisa jangan keluar dulu. Itu sebabnya orang bisa kena covid beberapa hari sebelum vaksin ke 2, karena antibody sudah mendekati nol," demikian narasi dalam pesan tersebut.
    Di Facebook, gambar tangkapan layar itu dibagikan oleh akun ini pada 17 Maret 2021. Akun tersebut juga menulis, “FYI, imun terbentuk sekitar 28 hr sejak vaksin *kedua* maka sebelum terbentuk imun sebaiknya isoman krn justru sedang drop. Apalagi hr ke 14, maka nya perlu vaksin k2. Setelah vaksin tetap hrs ikut prokes 5 M.”
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim sesat terkait antibodi usai vaksinasi Covid-19.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri sumber dari grafik di atas denganreverse image toolGoogle dan Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa grafik dalam gambar tangkapan layar tersebut bukanlah grafik yang secara khusus menunjukkan tingkat antibodi setelah menerima vaksin Covid-19. Grafik itu telah beredar jauh sebelum terjadinya pandemi Covid-19, setidaknya sejak 15 Agustus 2017.
    Grafik tersebut pernah dimuat oleh blog Diary Chemistry pada 15 Agustus 2017 dalam artikelnya yang berjudul “Mekanisme Anti Bodi Sebagai Sistem Pertahanan Tubuh”. Dalam keterangannya, tertulis bahwa grafik itu menunjukkan karakteristik perjalanan waktu dari respons imun terhadap suatu antigen.
    Menurut artikel ini, paparan atau pemberian kedua dari antigen menimbulkan respons imun sekunder dan, seperti yang terlihat dalam grafik, respons kedua lebih efektif daripada respons pertama jika dipandang dari segi produksi antibodi. Dalam hal vaksinasi, respons sekunder yang efektif adalah respons yang melindungi terhadap infeksi jika terjadi paparan terhadap patogen hidup.
    Grafik yang sama juga pernah dimuat oleh situs Elinotes.com pada 28 Januari 2020 dalam artikelnya yang berjudul “Pengertian Sel Memory pada Mahluk Hidup”. Gambar tersebut diberi keterangan sebagai diagram cara kerja sel memori membentuk antibodi kekebalan tubuh.
    Tempo kemudian menghubungi dokter spesialis patologi klinis Tonang Dwi Ardyanto. Dia membenarkan pola pembentukan antibodi yang telihat dalam grafik tersebut. Namun, menurut Tonang, tidak bisa dimaknai bahwa turunnya antibodi pada semua orang harus di hari ke-28 usai vaksinasi dosis pertama seperti yang terlihat dalam grafik itu.
    Tonang membuat grafik serupa, dan menyebutnya sebagai ilustrasi respons pembentukan antibodi dalam hal vaksinasi. Dia menjelaskan, setelah suntikan pertama, tubuh melakukanprimingatau pengenalan. Kemudian, terbentuk sel plasma dan sel B-memori dengan cepat. Sel plasma inilah yang membentuk antibodi.
    Tapi, karena baru dalam tahap pengenalan, sel plasma yang terbentuk ini bekerja hanya dalam waktu yang singkat. “Maka, setelah sekitar hari ke-7 mulai ada sel plasma, kemudian hari ke-10 sampai ke-12 mulai ada antibodi, antibodi akan turun. Saat antibodi sudah turun, hampir habis, itulah saat yang tepat disuntikkan dosis kedua,” kata Tonang pada 22 Maret 2021.
    Bila penyuntikan dosis kedua dilakukan saat antibodi masih relatif tinggi, vaksin justru akan "ditangkap" oleh antibodi Covid-19 tersebut. Akibatnya, dosis kedua ini bakal berkurang efektivitasnya. “Bila antibodi sudah menurun, ketika disuntikkan dosis kedua, sebagian tertangkap antibodi, tapi sebagian besar tetap berefek. Maka, segera diikuti terbentuknya antibodi secara cepat dalam jumlah besar,” katanya.
    Tonang mengingatkan bahwa, sebelum dan setelah menerima suntikan vaksin, seseorang tetap berisiko terkena Covid-19, apalagi sebelum tercapainya titer antibodi yang optimal. Ia pun menganjurkan penerima vaksin Covid-19 untuk tetap menerapkan protokol kesehatan.
    Dilansir dari Kompas.com, juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi menyebut antibodi atau imunogenitas tubuh terhadap virus Corona tak langsung terbentuk sesaat setelah vaksinasi Covid-19. Vaksin Covid-19 Sinovac misalnya, baru membentuk antibodi yang optimal dalam 28 hari pasca penyuntikan dosis kedua.
    Nadia menjelaskan, sekitar 14 hari pasca vaksinasi dengan vaksin  Sinovac dosis pertama, antibodi tubuh yang terbentuk terhadap virus Corona mencapai 60 persen. Sementara, sekitar 28 hari pasca vaksinasi dosis kedua, pembentukan antibodi bisa mencapai 95-99 persen. Oleh karenanya, Nadia menegaskan bahwa vaksinasi dosis kedua penting dilakukan.
    Menurut Nadia, meskipun sudah mengikuti vaksinasi Covid-19, seseorang tetap bisa terserang virus Corona. Namun, keberadaan vaksin akan membuat tubuh orang tersebut menjadi lebih kuat menahan rasa sakit. Meskipun begitu, Nadia mengingatkan agar masyarakat tetap menerapkan protokol kesehatan 3M sembari. Protokol yang dimaksud berupa memakai masker, rajin mencuci tangan, dan menerapkan jaga jarak.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa grafik di atas adalah grafik antibodi usai vaksinasi Covid-19 dosis pertama yang mendekati nol pada hari ke-28, menyesatkan. Grafik itu bukanlah grafik yang secara khusus menunjukkan tingkat antibodi setelah vaksinasi Covid-19. Menurut dokter spesialis patologi klinis Tonang Dwi Ardyanto, pola respos pembentukan antibodi dalam hal vaksinasi memang seperti yang terlihat dalam grafik tersebut. Namun, tidak bisa dimaknai bahwa turunnya antibodi pada semua orang harus di hari ke-28 seperti yang terlihat dalam grafik itu.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8551) Keliru, Klaim Ini Video Aksi Melawan Arogansi Cina di Malaysia pada Maret 2021

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 22/03/2021

    Berita


    Video yang diklaim sebagai video aksi melawan arogansi Cina di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Maret 2021 beredar di media sosial. Dalam video itu, terlihat puluhan ribu orang memenuhi jalanan sebuah kota. Mereka mengenakan pakaian serba putih.
    Terdengar pula suara seorang pria dalam video tersebut. Pria yang merupakan perekam dari video itu berkata, "Ini live nih. Ini memang betul-betul ada hikmah, isu yang berlaku sekarang ini telah menyatukan bangsa Melayu, bangsa Islam."
    Pria itu juga menyebut beberapa nama wilayah dan bangunan dalam video tersebut, seperti Dataran Merdeka dan Masjid India. "Lihatlah, Dataran Merdeka penuh, di bawah LRT penuh, Masjid India penuh. Lihatlah, makin bertambah akan datang," ujar pria tersebut.
    Di Facebook, akun ini membagikan video beserta narasi tersebut pada 19 Maret 2021. Akun itu menulis, "Kuala Lumpur pagi tadi, melawan arogansi Cina." Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan 145 reaksi dan 43 komentar serta dibagikan 92 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait video yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, video tersebut bukan video aksi melawan arogansi Cina di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Maret 2021. Video itu adalah video lama, yang memperlihatkan aksi warga Malaysia yang menolak ratifikasi Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (ICERD) pada 8 Desember 2018.
    Untuk memeriksa klaim tersebut, Tempo mula-mula mengambil gambar tangkapan layar dari video di atas. Lalu, gambar tersebut ditelusuri denganreverse image toolYandex. Hasilnya, ditemukan bahwa video itu telah beredar di YouTube sejak Desember 2018.
    Kanal YouTube  Ziffdev Broadcast pernah mengunggah video yang sama pada 8 Desember 2018 dengan judul "Himpunan Bantah ICERD dari Udara". Kanal YouTube Media Marhaen juga pernah mengunggah video tersebut pada 9 Desember 2018 dengan judul "Himpunan #Daulat812 Membantah Ratifikasi ICERD)".
    Tempo kemudian menelusuri pemberitaan terkait demonstrasi di Malaysia yang menolak ratifikasi ICERD pada 2018 tersebut. Dilansir dari Channel News Asia, pada 8 Desember 2018, ribuan pendukung dua partai besar di Malaysia, United Malays National Organization (UMNO) dan Partai Islam Se-Malaysia (PAS), menggelar unjuk rasa anti-ICERD.
    Unjuk rasa tersebut tetap dilanjutkan meskipun pemerintah telah mengumumkan bahwa mereka tidak lagi akan meratifikasi ICERD, sebuah konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengutuk diskriminasi dan menyerukan kepada negara-negara untuk membuat kebijakan yang menghapus diskriminasi rasial dalam segala bentuk.
    Sebagian besar demonstran berkumpul di dua masjid, Masjid Jamek dan Masjid Nasional Malaysia, sejak pukul 06.00 waktu setempat. Masjid-masjid itu berjarak sekitar 2 kilometer dari Dataran Merdeka, lokasi resmi demonstrasi. Mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dan istrinya, Rosmah Mansor, turut serta dalam unjuk rasa tersebut.
    Menurut laporan  Malaysia Kini, yang juga memuat foto udara dari lokasi unjuk rasa tersebut, diperkirakan puluhan ribu orang berkumpul di jalanan Kuala Lumpur pada 8 Desember 2018 untuk merayakan keputusan pemerintah tidak meratifikasi ICERD. Diselenggarakan oleh LSM Melayu-Muslim, aksi tersebut juga didukung oleh UMNO dan PAS. Mereka yang hadir akan berkumpul di tiga lokasi, yakni pusat perbelanjaan Sogo, Masjid Jamek, dan Masjid Negara, sebelum akhirnya menuju Dataran Merdeka.
    Aksi tersebut dimulai pukul 14.00 dan berakhir pukul 18.00 waktu setempat. Polisi memperkirakan demonstran yang hadir dalam aksi itu mencapai 55 ribu orang. Kepala polisi Kuala Lumpur Mazlan Lazim mengatakan aksi itu berlangsung damai. Satu-satunya pelanggaran yang ditemukan adalah beberapa peserta aksi membawa anak-anak mereka, yang bertentangan dengan Undang-Undang Majelis Damai 2012.
    Wakil Presiden PAS Tuan Ibrahim mengatakan aksi tersebut tidak digelar untuk mengutuk ras lain, tapi untuk membela hak-hak kaum Melayu dan Islam sebagai agama resmi. "Kami tidak berkumpul di sini karena kami anti-Cina atau anti-India. Kami di sini bukan untuk mengambil hak-hak orang Cina atau India. Kami membela Konstitusi Federal," katanya.
    Dikutip dari Malaysia Kini, Malaysia adalah satu dari dua negara mayoritas muslim di dunia yang belum meratifikasi ICERD. Pada 23 November 2018, pemerintah akhirnya memutuskan untuk tidak meratifikasi ICERD setelah munculnya berbagai demonstrasi di Malaysia terkait konvensi tersebut. ICERD diprakarsai oleh PBB pada 1965 untuk menangani intoleransi rasial global. Tapi, di Malaysia, hal itu dianggap sebagai ancaman terhadap hak istimewa Bumiputera dan Islam.
    Pada 28 September 2018, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad berpidato di depan Majelis Umum PBB. Ia berkata bahwa pemerintah baru Malaysia telah berjanji untuk meratifikasi semua instrumen inti PBB yang tersisa terkait dengan perlindungan hak asasi manusia. "Ini tidak akan mudah bagi kami karena Malaysia multietnis, multiagama, multikultural, dan multibahasa. Kami akan memberikan ruang dan waktu bagi semua untuk berunding dan memutuskan dengan bebas berdasarkan demokrasi," ujarnya.
    Anggota parlemen Rembau Khairy Jamaluddin, saat memperdebatkan pidato Mahathir pada 15 Oktober 2018, menyuarakan keprihatinannya tentang dampak ICERD terhadap hak istimewa Bumiputera. Komentar Khairy ditanggapi oleh Utusan Malaysia, yang menyatakan bahwa ICERD akan mengancam posisi khusus orang Melayu dan Islam di negara tersebut. Yang terjadi selanjutnya adalah serangkaian protes yang menyatukan kekuatan konservatif, dan memuncak ketika UMNO dan PAS mengumumkan unjuk rasa besar melawan ICERD.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video tersebut adalah video aksi melawan arogansi Cina di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Maret 2021, keliru. Video itu merupakan video lama, yang memperlihatkan aksi warga Malaysia yang menolak ratifikasi Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (ICERD) pada 8 Desember 2018.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8550) Sesat, Pesan Berantai tentang 4 Vaksin Covid-19 Cina Duduki Peringkat Teratas Vaksin Teraman

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 22/03/2021

    Berita


    Pesan berantai yang berisi klaim bahwa vaksin Covid-19 dari Cina menduduki empat peringkat teratas vaksin paling aman di antara vaksin-vaksin Covid-19 lainnya yang sudah digunakan beredar di grup-grup percakapan WhatsApp. Menurut pesan itu, informasi tersebut berasal dari situs media asing The New York Times edisi 5 Februari 2021, yang tautannya juga dicantumkan dalam pesan ini.
    "Report by The New York Times on Feb 5, 2021. In the safety ranking, the top four are all Chinese vaccines: Sinopharm (China), Sinovac (China), Kexing (China), Can Sino (China), AstraZeneca (UK), Pfizer (United States and Germany), Modena (United States), Johnson & Johnson (United States), Novavax (United States), Satellite 5 (Russia). Sinopharm has two vaccines, ranking first and second respectively," demikian narasi dalam pesan itu.
    Gambar tangkapan layar pesan berantai yang beredar di WhatsApp yang berisi klaim sesat terkait vaksin Covid-19.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo membandingkan narasi dalam pesan berantai itu dengan isi artikel The New York Times edisi 5 Februari 2021 yang tautannya juga dicantumkan dalam pesan ini. Namun, artikel berjudul "It’s Time to Trust China’s and Russia’s Vaccines" tersebut tidak menyebut vaksin dari Cina menduduki empat peringkat teratas vaksin paling aman di antara semua vaksin yang telah beredar.
    Artikel opini itu ditulis oleh Achal Prabhala dan Chee Yoke Ling. Prabhala adalah aktivis kesehatan masyarakat asal India yang mempromosikan distribusi vaksin Covid-19. Sementara Ling adalah seorang pengacara publik dari Malaysia yang telah bekerja selama satu dekade untuk meningkatkan akses terhadap obat-obatan di Cina.
    Dalam artikel tersebut, tertulis pendapat keduanya tentang bagaimana vaksin-vaksin yang diproduksi oleh Cina dan Rusia (sebentar lagi India) semakin banyak digunakan untuk mengatasi kekurangan vaksin asal Amerika Serikat dan Eropa, seperti Moderna, Pfizer, dan AstraZeneca, yang dianggap paling baik.
    Meskipun awalnya vaksin dari Cina dan Rusia diragukan kemampuannya, sejumlah publikasi di jurnal sains menunjukkan bahwa vaksin dari dua negara ini aman dan bermanfaat. Vaksin Cina dan Rusia kini banyak didistribusikan ke negara-negara berkembang yang tidak memiliki banyak akses terhadap vaksin-vaksin Barat.
    Menurut People's Vaccine Alliance, sebuah koalisi organisasi yang menyerukan akses yang lebih luas dan adil terhadap vaksin di seluruh dunia, sebagian besar vaksin yang diproduksi Barat telah dibeli oleh negara-negara kaya mulai awal Desember, semua vaksin Moderna dan 96 persen vaksin Pfizer.
    Gavi, sebuah aliansi vaksin, memiliki beberapa vaksin Barat yang telah dipesan. Namun, pada awal Februari, mereka diperkirakan hanya dapat mengirimkan 110-122 juta dosis vaksin AstraZeneca dan 1,2 juta dosis dari Pfizer selama kuartal pertama tahun ini. Padahal, ada 145 negara yang telah mendaftar ke Gavi untuk mendapatkan vaksin Covid-19.
    Terlebih lagi, sebagian besar perusahaan farmasi besar Barat telah menolak melisensikan vaksin mereka kepada produsen non-Barat, dan beberapa negara kaya memblokir proposal dari India dan Afrika Selatan, karena Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk sementara menangguhkan beberapa perlindungan kekayaan intelektual untuk vaksin dan perawatan yang terkait Covid-19.
    Di sisi lain, menurut analisis data dari firma analitik Airfinity, Sinovac telah menandatangani kesepakatan untuk mengekspor lebih dari 350 juta dosis vaksinnya ke 12 negara tahun ini; Sinopharm, sekitar 194 juta dosis ke 11 negara; dan Sputnik V, sekitar 400 juta dosis ke 17 negara.
    Ketiga produsen tersebut telah menyatakan secara terbuka bahwa mereka akan memiliki kapasitas untuk memproduksi masing-masing hingga 1 miliar dosis pada 2021. Ketiganya pun telah melisensikan vaksin mereka ke produsen lokal di beberapa negara.
    Berikut ini sebagian terjemahan dari artikel tersebut:
    Awalnya, vaksin Cina dan Rusia diragukan di Barat dan media global lainnya, sebagian karena persepsi bahwa mereka lebih inferior ketimbang vaksin yang diproduksi oleh Moderna, Pfizer, atau AstraZeneca. Dan persepsi itu tampaknya sebagian berasal dari fakta bahwa Cina dan Rusia adalah negara otoriter.
    Tapi, berdasarkan bukti yang telah terkumpul hingga saat ini, vaksin dari negara-negara tersebut juga bekerja dengan baik. Pekan ini, jurnal medis terkemuka The Lancet menerbitkan hasil sementara dari uji coba tahap akhir yang menunjukkan bahwa Sputnik V, vaksin Rusia, memiliki tingkat kemanjuran 91,6 persen. Temuan yang telah dikonfirmasi tersebut dirilis pada pertengahan Desember oleh pengembang vaksin, Gamaleya Center dan Dana Investasi Langsung Rusia.
    Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Mesir, Yordania, Irak, Serbia, Maroko, Hongaria, dan Pakistan telah menyetujui vaksin Sinopharm dari China, pada pertengahan Januari, 1,8 juta orang di UEE telah menerimanya. Bolivia, Indonesia, Turki, Brasil, dan Chili telah menyetujui dan mulai menyuntikkan vaksin Cina lainnya, dari Sinovac. Sputnik V akan didistribusikan di lebih dari selusin negara di Eropa, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin.
    Ketika negara-negara tersebut menguji vaksin-vaksin ini, mereka membuat keputusan yang tepat, berdasarkan bukti tentang keamanan dan kemanjuran yang dirilis oleh produsen Cina dan Rusia, sebagian besar juga diterbitkan dalam jurnal ilmiah yang telah ditinjau sejawat seperti The Lancet dan JAMA, atau setelah menjalankan uji coba independen terhadap vaksin tersebut. Beberapa di antaranya memiliki sistem peraturan kesehatan yang setara dengan yang ada di AS atau Eropa.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, pesan berantai yang berisi klaim bahwa vaksin Covid-19 dari Cina menduduki empat peringkat teratas vaksin paling aman, menyesatkan. Pesan berantai ini menyebut informasi itu berasal dari The New York Times. Namun, artikel The New York Times yang tautannya juga dicantumkan dalam pesan tersebut tidak membahas mengenai daftar vaksin Covid-19 yang paling aman. Artikel opini itu membahas mengenai ketimpangan akses terhadap vaksin Covid-19 dari negara-negara Barat, dan vaksin dari Cina serta Rusia bisa menjadi solusi bagi negara-negara miskin dan berkembang untuk mendapatkan vaksin Covid-19. Menurut penelitian terbaru, vaksin Cina dan Rusia telah teruji aman.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8549) Keliru, Video Berjudul Menkumham Tolak Demokrat Kubu AHY dan Terima Hasil KLB Deli Serdang

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 19/03/2021

    Berita


    Video yang berisi klaim bahwa Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menolak kepengurusan Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono ( AHY ) beredar di YouTube. Video yang diunggah pada 17 Maret 2021 ini berjudul "Terima Kenyataan Pahit, Menkumham Tolak AHY".
    Dalam thumbnail video itu, terdapat pula teks yang berbunyi "AHY Terima Kenyataan Pahit Menkumham Terima Draft AD/ART Kubu Moeldoko". Thumbnail tersebut juga dilengkapi dengan foto Yasonna yang menerima sebuah dokumen dari seorang pria yang mirip dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
    Video tersebut beredar di tengah konflik internal yang menerpa Demokrat. Pada 5 Maret 2021, terselenggara Kongres Luar Biasa atau KLB Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara, yang mengangkat Moeldoko sebagai ketua umum. Pengurus Demokrat di bawah Ketua Umum AHY menuduh KLB itu ilegal.
    Gambar tangkapan layar video di YouTube yang berisi klaim keliru terkait Partai Demokrat.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan hasil penelusuran Tim CekFakta Tempo, dalam video tersebut, tidak ada pernyataan dari Menkumham Yasonna Laoly yang menolak kepengurusan Demokrat di bawah Ketua Umum AHY. Yasonna memang telah menerima berkas hasil KLB Demokrat Deli Serdang, tapi juga menerima surat dan dokumen dari AHY. Ia juga belum mengambil keputusan tentang keabsahan kepengurusan kedua kubu tersebut.
    Mula-mula, Tempo menonton video itu secara menyeluruh. Lalu, Tempo mencocokkan narasi yang dibacakan dalam video tersebut dengan pemberitaan media. Hasilnya, ditemukan bahwa sebagian narasi dalam video ini bersumber dari artikel di situs media Sindonews yang dimuat pada 16 Maret 2021 dengan judul “Resmi! Demokrat Kubu Moeldoko Daftarkan Hasil KLB Sibolangit ke Kemenkumham”.
    Dalam berita itu, disebutkan bahwa Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Moeldoko telah resmi mendaftarkan hasil KLB Demokrat di Deli Serdang ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pada 15 Maret 2021. Pendaftaran itu diterima oleh Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham Cahyo Muzhar.
    Narasi dalam video itu selanjutnya bersumber dari artikel di situs Industry.co.id berjudul “Moeldoko Tunjuk Pattyona Jadi Kuasa Hukum” yang dimuat pada 16 Maret 2021. Menurut berita ini, Ketua Umum DPP Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang, Moeldoko menunjuk pengacara Petrus Bala Pattyona sebagai kuasa hukum kubu mereka pada 15 Maret 2021.
    "Kemarin saya diundang Pak Moeldoko bertemu beliau di kediaman pribadinya di Menteng. Beliau meminta kesediaan saya masuk dalam tim hukum menghadapi persoalan hukum yang tengah dihadapi melawan Ketua Umum Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono. Prinsipnya, sesuai profesi saya menerima penunjukan ini untuk menghadapi proses hukum melawan Demokrat kubu AHY," ujar Pattyona.
    Tempo kemudian menelusuri pemberitaan terkait keputusan Kemenkumham soal dualisme kepengurusan Demokrat tersebut. Berdasarkan arsip berita Tempo pada 17 Maret 2021, Menkumham Yasonna Laoly mengatakan bahwa kementeriannya telah menerima berkas hasil KLB Demokrat Deli Serdang dan akan mulai mempelajari dokumen permohonan pengesahannya. "Sekarang dalam tahap penelitian berkas," katanya.
    Yasonna mengatakan bahwa kementeriannya bakal merujuk peraturan perundang-undangan dan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai untuk menilai dokumen pelaksanaan KLB tersebut. Jika dokumen hasil KLB tidak lengkap, pemerintah akan mempersilakan pihak pendaftar untuk melengkapi. "Kalau mereka tidak bisa melengkapi misalnya, kalau bisa melengkapi lain lagi cerita, kan begitu. Kita lihat saja," ujarnya.
    Di sisi lain, Yasonna berujar bahwa pihaknya telah menerima surat dan berkas-berkas dari Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. Ia mengatakan berkas-berkas itu akan diperiksa dan dibandingkan untuk menilai mana yang absah. "Misal pengurus, benar enggak ini pengurusnya. Karena kami diberikan surat juga dari pihak AHY, nanti kami cross-check aja dari SK (Surat Keputusan) yang ada," ucap dia.
    Yasonna memastikan kementeriannya akan mengambil keputusan terkait dualisme kepengurusan Partai Demokrat ini walaupun, jika merujuk Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, sebenarnya telah diatur bahwa konflik internal semestinya diselesaikan lewat Mahkamah Partai, dan jika tak rampung, dapat diproses secara berjenjang ke pengadilan negeri hingga Mahkamah Agung.
    Terkait hal ini, Yasonna mengatakan bahwa pihaknya harus melayani surat dan berkas pendaftaran yang telah masuk. Ia berpendapat langkah hukum ke pengadilan dapat ditempuh jika kedua pihak masih berselisih setelah Kemenkumham mengambil keputusan. "Kalau sudah saya ambil keputusan masih berselisih lagi, ya mereka yang bertempur di pengadilan, kan begitu mekanismenya," kata politikus PDIP ini.
    Adapun mengenai foto Menkumham Yasonna yang menerima sebuah dokumen dari seorang pria yang mirip dengan Moeldoko dalam thumbnail video di atas, foto tersebut adalah hasil suntingan. Foto aslinya, yang pernah dimuat di situs resmi DPR pada 24 Agustus 2020, memperlihatkan Yasonna sedang menyerahkan draf revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi kepada Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir. Dalam foto di thumbnail video itu, wajah Adies ditempel dengan foto wajah Moeldoko.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, video yang berisi klaim bahwa Menkumham Yasonna Laoly menolak kepengurusan Partai Demokrat di bawah kepemimpinan AHY dan menerima hasil KLB Deli Serdang, keliru. Dalam video tersebut, tidak ada pernyataan dari Yasonna yang menolak kepengurusan Demokrat di bawah Ketua Umum AHY. Yasonna memang telah menerima berkas hasil KLB Demokrat Deli Serdang, tapi juga menerima surat dan dokumen dari AHY. Hingga artikel ini dimuat, ia belum mengambil keputusan tentang keabsahan kepengurusan kedua kubu tersebut.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan