• (GFD-2021-8559) Sesat, Klaim Video Ini Bukti Kebohongan Vaksinasi Covid-19 oleh Yahudi

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 26/03/2021

    Berita


    Video yang memperlihatkan sebuah proses vaksinasi beredar di Twitter. Dalam video yang diambil dari atas lokasi vaksinasi itu, terlihat bahwa petugas tidak menyuntikkan vaksin ke lengan penerima, melainkan ke bagian bajunya. Video itu pun diklaim sebagai bukti kebohongan vaksinasi Covid-19 oleh Yahudi.
    Dalam video itu, memang terdapat sebuah teks yang ditulis dalam huruf Ibrani. Akun ini membagikan video tersebut pada 24 Maret 2021 dengan narasi, "Tu liat kelakuan Yahudi ngebohongin dunia se olah2 di vaccine padahal tdk, dia ga tau ada cctv yg lg ngerekam.." Hingga artikel ini dimuat, cuitan itu telah di-retweet sebanyak 393 kali dan disukai hingga 682 kali.
    Gambar tangkapan layar cuitan di Twitter yang berisi klaim sesat terkait video proses vaksinasi Covid-19 di Israel yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video itu menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Lalu, gambar-gambar ini ditelusuri dengan reverse image toolYandex.
    Hasilnya, ditemukan bahwa video itu memang diambil dari sebuah lokasi vaksinasi Covid-19 di Israel. Namun, video ini tidak menunjukkan proses vaksinasi yang sesungguhnya. Petugas diminta oleh seorang penerima vaksin Covid-19 untuk mensimulasikan proses vaksinasi karena sebelumnya ia tak sempat merekam seluruh proses tersebut. Simulasi itu dilakukan dengan jarum suntik kosong.
    Situs media Rusia, Mirtesen, pernah memuat gambar tangkapan layar video tersebut dalam artikelnya pada 2 Maret 2021. Dalam artikel yang dikutip dari situs media Rusia lainnya, Donbass Today, itu, disebutkan bahwa, pada 1 Maret 2021, beredar video yang diambil dari lokasi vaksinasi Covid-19 yang digelar oleh Magen David Adom (MDA), layanan darurat medis, bencana, ambulans, dan bank darah Israel, di pusat perbelanjaan Bat Yam.
    Dalam video tersebut, terdengar suara pria yang berbicara dalam bahasa Rusia yang mengklaim bahwa petugas vaksinasi, alih-alih menyuntik si penerima vaksin Covid-19, malah menaburkan vaksin tersebut ke pakaiannya. Klaim ini pun direspons oleh MDA, "Ini adalah berita palsu dari level paling bawah."
    Menurut MDA, petugasnya beberapa kali memenuhi permintaan para penerima vaksin untuk merekam proses vaksinasi Covid-19 yang mereka jalani dalam sebuah foto atau video. Dalam kasus yang terlihat di video yang beredar, si penerima vaksin tidak sempat merekam seluruh proses tersebut. Karena itu, petugas diminta oleh si penerima vaksin untuk melakukan vaksinasi dengan jarum suntik kosong, yang kemudian direkam.
    Situs media Israel berbahasa Rusia, Newsru, juga pernah memuat gambar tangkapan layar video tersebut dalam artikelnya pada 2 Maret 2021. Artikel ini memuat penjelasan yang sama dari MDA, bahwa video itu hanya menunjukkan simulasi proses vaksinasi Covid-19 dengan jarum suntik kosong. "Klaim bahwa jarum suntik itu adalah jarum suntik yang terisi vaksin sama sekali tidak benar," demikian pernyataan MDA.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video tersebut merupakan bukti kebohongan vaksinasi Covid-19 oleh Yahudi, menyesatkan. Video itu memang diambil dari sebuah lokasi vaksinasi Covid-19 di Israel. Namun, video ini tidak menunjukkan proses vaksinasi yang sesungguhnya. Petugas yang terlihat dalam video itu diminta oleh seorang penerima vaksin Covid-19 untuk mensimulasikan proses vaksinasi karena sebelumnya ia tak sempat merekam seluruh proses tersebut. Simulasi itu dilakukan dengan jarum suntik kosong.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8558) Keliru, Klaim Ini Video Jaksa Penuntut Rizieq Shihab yang Ditangkap karena Suap

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 25/03/2021

    Berita


    Video yang diklaim sebagai video penangkapan jaksa penuntut umum dalam sidang kasus terkait kekarantinaan kesehatan yang menjerat pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab beredar di grup-grup percakapan WhatsApp. Menurut klaim itu, jaksa tersebut ditangkap karena menerima suap sebesar Rp 1,5 miliar.
    Dalam video berdurasi sekitar 1,5 menit ini, terlihat sejumlah petugas yang menggiring seorang pria masuk ke dalam sebuah gedung. Beberapa petugas juga tampak membawa sebuah kardus. Terdapat pula rekaman seorang pria lain yang memberikan keterangan bahwa mereka telah menangkap seorang jaksa dan menemukan barang bukti berupa uang senilai Rp 1,5 miliar.
    Gambar tangkapan layar video penangkapan seorang jaksa yang diedarkan di WhatsApp dengan klaim keliru.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim itu, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menjadi sejumlah gambar dengan tool InVID. Lalu, gambar-gambar ini ditelusuri denganreverse image tool Google. Hasilnya, ditemukan bahwa video itu telah beredar di internet sejak November 2016, jauh sebelum munculnya kasus kekarantinaan yang melibatkan Rizieq Shihab. Jaksa yang ditangkap dalam video itu adalah jaksa di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang diduga menerima suap perkara tanah.
    Video yang identik pernah dimuat oleh kanal YouTube Kompas TV pada 25 November 2016 dengan judul “Jaksa Terlibat Penyuapan Perkara Persidangan”. Pria yang memberi keterangan pers dalam video tersebut adalah Yulianto, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Penindakan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung.
    Menurut Yulianto, jaksa yang bertugas di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur tersebut ditangkap di kamar kosnya. Setelah ditelusuri, jaksa itu beserta satu tersangka lainnya diduga terlibat praktik suap dalam perkara penjualan tanah kas desa di Kali Mok, Kalianget, Sumenep, Jawa Timur. Dia pun mengatakan bahawa pemberi suap berharap dibebaskan dari jeratan hukum.
    Video yang sama juga pernah dimuat oleh tvOne ke kanal YouTube-nya, tvOneNews, pada 28 November 2016 dengan judul “Terima Suap, Tim Saber Pungli Tangkap Oknum Kejati Jawa Timur”. Menurut laporan tvOne, jaksa di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur ini tertangkap tangan menerima suap senilai Rp 1,5 miliar.
    Penangkapan tersebut bermula dari adanya laporan dari masyarakat kepada tim sapu bersih pungutan liar (saber pungli) Kejaksaan Agung bahwa akan ada transaksi suap yang dilakukan oleh jaksa itu dalam rangka menyelesaikan sebuah kasus.
    Kejaksaan Agung juga telah menanggapi klaim yang menyebut video itu sebagai video penangkapan jaksa penuntut umum dalam sidang Rizieq Shihab karena suap. “Informasi dalam video tersebut tidak benar atau hoaks,” kata Kepala Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, pada 20 Maret 2021.
    Menurut Leonard, video itu adalah rekaman lawas. Video tersebut menunjukkan penangkapan terhadap seorang jaksa oleh Tim Saber Pungli Kejaksaan Agung pada November 2016. Jaksa berinisial AF itu diduga menerima uang terkait perkara korupsi penjualan tanah kas desa di Kali Mok, Sumenep, Jawa Timur.
    Pria dalam video itu yang menjelaskan penangkapan tersebut adalah Yulianto, yang kala itu menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung. “Video penangkapan jaksa AF tidak ada sama sekali kaitan dan hubungannya dengan proses sidang Muhammad Rizieq alias Habib Rizieq Sihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang saat ini sedang disidangkan,” kata Leonard.
    Kejaksaan Agung pun telah melakukan pemeriksaan terhadap F, penyebar video dengan klaim hoaks terkait Rizieq Shihab  tersebut. Menurut Leonard, berdasarkan hasil pemeriksaan, F mengaku akunnya diretas. "Alibi dari yang bersangkutan saat dilakukan wawancara menyatakanusername-nya diretas, sehingga yang bersangkutan belum dapat dinyatakan sebagai pelaku," ucap Leonard pada 22 Maret 2021.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video tersebut adalah video penangkapan jaksa penuntut umum dalam sidang kasus yang menjerat pemimpin FPI Rizieq Shihab karena menerima suap, keliru. Video itu adalah video lawas, terkait penangkapan seorang jaksa di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada November 2016. Jaksa berinisial AF itu diduga menerima suap terkait perkara korupsi penjualan tanah kas desa di Kali Mok, Sumenep, Jawa Timur.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8557) Keliru, Pemerintah Wajibkan Nama di Sertifikat Vaksinasi Covid-19 Sesuai Paspor

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 25/03/2021

    Berita


    Klaim bahwa pemerintah mewajibkan nama yang tercantum dalam sertifikat vaksinasi Covid-19 sesuai dengan paspor beredar di Facebook. Menurut klaim yang terdapat dalam sebuah gambar yang dilengkapi dengan foto paspor tersebut, kesesuaian nama ini akan diperiksa oleh petugas ketika seorang warga hendak melakukan perjalanan ke luar negeri.
    "Yg vaksin jgn Lupa Kalau bisa sesuaikan Surat vaccine Nanti itu namanya sesuai Passport (jikalau nama kamu di Ktp beda dengan passport). Krn Nanti traveling itu mereka akan check Surat vaccine sesuai Gak dengan nama di passport. Jadi Kalau Nanti pas vaccine bawa both tp minta nama sesuai dengan passport aja," demikian narasi yang tertulis dalam gambar itu.
    Akun ini membagikan gambar tersebut pada 19 Maret 2021. Akun itu pun menulis, “Bagi yg sudah memiliki paspor, apabila ada yg mendapatkan vaksin Covid 19 baik itu berbayar ataupun gratis dr pemerintah hendaknya mendaftar dengan nama yang sesuai dengan paspor. Terutama bagi yg ingin berangkat umroh ataupun utk travelling dengan tujuan keluar negeri. Hal ini dikarenakan petugas yg memeriksa buku vaksin akan menyesuaikan namanya dengan nama yg tertera dipaspor.”
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait kebijakan pemerintah soal sertifikat vaksinasi Covid-19.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menghubungi Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM ( Kemenkumham ) Arya Pradhana Anggakara. Menurut dia, klaim itu tidak benar. “Pihak Imigrasi tidak pernah mengeluarkan aturan tersebut,” kata Arya saat dihubungi pada 24 Maret 2021.
    Menurut Arya, sertifikat vaksinasi Covid-19 bukan merupakan wewenang Ditjen Imigrasi, melainkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), termasuk rencana dikeluarkannya kebijakan bahwa sertifikat vaksinasi menggantikan hasil tes Covid-19 sebagai syarat untuk melakukan perjalanan. “Terkait sertifikat vaksinasi, domainnya Kemenkes atau Satgas Covid-19,” kata Arya.
    Dilansir dari Bisnis.com, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, hingga saat ini, belum ada perubahan kebijakan apapun untuk pelaku perjalanan. Selain itu, belum ada aturan pemerintah yang meminta penyesuaian nama dalam sertifikat vaksinasi Covid-19 dengan nama dalam paspor.
    Siti mengaku belum mengetahui apakah sertifikat vaksinasi Covid-19 akan berpengaruh pada pelaku perjalanan. “Belum ada perubahan untuk pelaku perjalanan,” katanya. Meskipun begitu, masyarakat disarankan untuk tetap menyesuaikan nama dalam sertifikat vaksinasi Covid-19 dengan nama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP). “Sebaiknya sesuai KTP ya,” ujarnya.
    Dikutip dari Liputan6.com, Satgas Covid-19 telah memiliki aturan tentang perjalanan internasional di masa pandemi. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2021 tengang Perjalanan Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi Covid-19.
    Dalam surat edaran tersebut, disebutkan bahwa seluruh pelaku perjalanan internasional, baik WNA maupun WNI, wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR di negara asal maksimal 3x24 jam sebelum keberangkatan. Pada saat kedatangan, WNA maupun WNI wajib melaksanakan tes ulang RT-PCR dan menjalani karantina terpusat selama 5x24 jam.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa pemerintah mewajibkan nama yang tercantum dalam sertifikat vaksinasi Covid-19 sesuai dengan paspor, keliru. Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham telah memastikan bahwa klaim itu tidak benar. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi juga mengatakan belum ada perubahan kebijakan apapun untuk pelaku perjalanan. Hingga kini, belum ada aturan pemerintah yang meminta penyesuaian nama dalam sertifikat vaksinasi Covid-19 dengan nama dalam paspor.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8556) Keliru, Artikel tentang Demo di UGM soal Pemalsuan Status Alumni oleh Jokowi

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 24/03/2021

    Berita


    Gambar tangkapan layar artikel tentang demonstrasi mahasiswa dan alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) beredar di Facebook. Menurut klaim dalam gambar ini, demo tersebut mendesak pengusutan kasus pemalsuan status sebagai alumni UGM oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
    Dalam gambar tangkapan layar ini, tercantum logo situs media Merdeka.com. Artikel tersebut berjudul "Jokowi Jelas tidak pernah menempuh pendidikan di UGM! Demo mahasiswa UGM. Mahasiswa UGM dan Alumni UGM desak & usut tuntas Pemalsuan Jokowi alumni UGM. Jokowi tidak pernah kuliah di UGM".
    Artikel itu dilengkapi dengan foto yang diambil dari lokasi sebuah unjuk rasa. Foto tersebut diberi keterangan: "Mahasiswa demo di depan UGM." Akun ini membagikan gambar tangkapan tersebut pada 12 Maret 2021. Akun itu pun menulis, "Gmn ini faktanya yg pasti" aja lah..... Supaya ga ruwet..."
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi sebuah artikel hasil suntingan dengan klaim keliru terkait Presiden Joko Widodo.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, gambar tangkapan layar itu merupakan hasil suntingan dari artikel yang dimuat oleh Merdeka.com. Foto yang terdapat dalam artikel tersebut pun bukan foto demo mahasiswa terkait pemalsuan status alumni UGM oleh Presiden Jokowi, melainkan foto demo mahasiswa yang menolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
    Mula-mula, Tempo menelusuri jejak digital foto dalam gambar tangkapan layar itu denganreverse image toolYandex. Hasilnya, ditemukan bahwa foto tersebut memang pernah dipublikasikan oleh Merdeka.com dalam artikelnya pada 20 Oktober 2020. Namun, artikel itu berjudul "Tolak UU Cipta Kerja, Mahasiswa Gelar Demonstrasi di Bundaran UGM".
    Merdeka.com memberikan keterangan bahwa foto tersebut diambil saat mahasiswa berdemo di depan kampus UGM. Artikel yang memuat foto itu juga menjelaskan bahwa ratusan orang yang terdiri dari masyarakat dan mahasiswa, yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB), demo di Bundaran UGM untuk menolak disahkannya UU Cipta Kerja.
    Selain itu, ARB juga memberikan mosi tidak percaya kepada lembaga eksekutif maupun lembaga legislatif. Dalam aksinya, selain melakukan orasi, ARB menggelar panggung budaya. Dalam aksi tersebut, tagar #JogjaMemanggil sempat ramai berdengung di media sosial. Demonstrasi ini digelar sejak pukul 13.00 WIB.
    Tempo kemudian menelusuri informasi terkait status alumni Presiden Jokowi di UGM. Dalam laman resmi alumni UGM, tercantum penjelasan bahwa Jokowi merupakan alumni Fakultas Kehutanan UGM tahun 1985.
    Dilansir dari situs resmi UGM, Presiden Jokowi menerima kartu anggota Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) pada 2017. Penyerahan kartu Kagama tersebut dilakukan oleh Ketua Umum Kagama Ganjar Pranowo usai Sidang Kabinet Terbatas di Kantor Presiden pada 12 September 2017.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, gambar tangkapan layar artikel tentang demo mahasiswa UGM yang mendesak pengusutan kasus pemalsuan status alumni oleh Presiden Jokowi tersebut keliru. Gambar tangkapan layar artikel itu adalah hasil suntingan dari artikel yang dimuat oleh Merdeka.com pada 20 Oktober 2020 dengan judul "Tolak UU Cipta Kerja, Mahasiswa Gelar Demonstrasi di Bundaran UGM". Jokowi sendiri merupakan alumni Fakultas Kehutanan UGM tahun 1985.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan