(GFD-2024-15397) Sebagian Benar, Klaim Muhaimin Iskandar Industri Nikel Lebih Banyak Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 21/01/2024
Berita
Calon Wakil Presiden nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, mengatakan industri nikel lebih banyak mempekerjakan tenaga kerja asing daripada tenaga kerja Indonesia
"Saya setuju bahwa potensi sumber daya alam kita harus terus kita promosikan. Tetapi harap dicatat. Gara-gara kita mengeksplorasi nikel ugal-ugalan, lalu hilirisasi tanpa mempertimbangkan ekologi, mempertimbangkan sosialnya, buruh kita diabaikan, malah banyak tenaga kerja asing, dan juga yang terjadi korban kecelakaan. Di sisi yang lain, pemasukan kita dari nikel kita juga sangat kecil. Ini menjadi pertimbangan. Dan yang paling parah, Nikel kita berlebih produknya," kata Muhaimin dalam Debat Kandidat KPU, Minggu 21 Januari 2023.
Benarkah klaim tersebut?
Hasil Cek Fakta
Analis senior Climateworks Centre, Fikri Muhammad, mengatakan berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dirilis pada 21 Desember 2021 lalu, total tenaga kerja asing (TKA) di sektor pertambangan mineral dan batubara, termasuk di smelter, RI tercatat mencapai 5.355 orang.
Sementara tenaga kerja Indonesia (TKI) tercatat mencapai 244.945 orang. Total tenaga kerja bekerja di sektor pertambangan, termasuk smelter, di Indonesia mencapai 250.300 orang.
Artinya, jumlah tenaga kerja asing di sektor pertambangan dan juga smelter di Tanah Air sekitar 2,1% dari total tenaga kerja di sektor ini. Sedangkan tenaga kerja Indonesia masih mendominasi hingga 97,9%.
Namun memang dari total TKA tersebut, benar bahwa paling banyak bekerja di Usaha Pertambangan (IUP) OPK Olah Murni Mineral atau smelter, yakni mencapai 2.270 orang dari total tenaga kerja di smelter mencapai 21.688 orang. Artinya, TKA di bidang smelter ini mencapai 10,5%. Sedangkan jumlah TKI di bidang olah murni mineral ini tercatat mencapai 19.418 orang."
Direktur Penerimaan Minerba Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, mengatakan bahwa pemerintah masih memprioritaskan tenaga kerja lokal, sesuai dengan Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Dalam hal tidak terdapat tenaga kerja setempat dan atau nasional yang memiliki kompetensi dan atau kualifikasi yang dibutuhkan, badan usaha dapat menggunakan tenaga kerja asing dalam rangka alih teknologi dan atau alih keahlian," tuturnya.
Selain itu, menurutnya badan usaha wajib memberikan pendidikan dan pelatihan serta meningkatkan kompetensi tenaga kerja, sesuai aturan dalam Peraturan Menteri ESDM No.25 tahun 2018 dan Peraturan Menteri ESDM No.26 tahun 2018.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta, klaim industri Nikel lebih banyak mempekerjakan Tenaga Kerja Asing adalah sebagian benar.
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media dan 8 panel ahli di Indonesia
Rujukan
(GFD-2024-15396) Keliru, Klaim Gibran Rakabuming soal 1,5 Juta Hektare Hutan Adat yang Sudah Diakui
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 21/01/2024
Berita
Cawapres nomor urut 2 untuk Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, menyampaikan bahwa sekarang ini ada 1,5 juta hektare hutan adat yang sudah diakui.
“Sebagai seorang ahli hukum, Prof Mahfud pasti paham bahwa RUU Masyarakat Adat ini masih kita usahakan untuk didorong. Sekarang juga sudah ada Perpres 28 tahun 2023, ini sudah ada 1,5 juta hektare hutan adat yang sudah diakui. Kuncinya ke depan memang perbanyak dialog dengan tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat,” kata Gibran saat debat cawapres Pemilu 2024 yang digelar KPU, Minggu, 21 Januari 2024.
Hasil Cek Fakta
Data dari Kompas.id, sejak 2016 hingga Desember 2023, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru menetapkan 244.195 hektare hutan adat dalam 131 surat keputusan. Itu menaungi 76.079 masyarakat adat pada 20 provinsi.
Sementara per November 2023, pihaknya mencatat 232 produk hukum daerah terkait pengakuan masyarakat dan wilayah adat. Bentuknya berupa SK bupati, peraturan bupati, perda provinsi, SK gubernur, maupun peraturan gubernur.
Peneliti Sajogyo Institute, Kiagus M. Iqbal menyampaikan bahwa menurut laporan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (2022), pengakuan hutan adat hingga tahun 2022 hanya 148.488 ha saja.
Sedangkan, menurut BRWA dan Direktur Advokasi dan HAM AMAN, Muhammad Arman, hutan adat yang sudah ditetapkan melalui SK per Agustus 2023 baru mencapai 221.648 ha.
Peneliti Queensland University, Udiana Puspa Dewi, menilai kepemilikan tanah oleh masyarkat adat menjadi bagian dari RUU Masyakarat Adat. Namun hingga kini RUU tersebut masih dalam status pembicaraan tingkat 1, tanpa ada kejelasan.
“Hal ini merupakan wujud marginalisasi hak dasar masyarakat adat yang diakibatkan oleh ketidakjelasan hak kepemilikan tanah secara hukum dan minimnya sosialisasi terkait dasar-dasar hukum agraria dari pemerintah pusat,” kata Udiana.
Kesimpulan
Berdasarkan verifikasi Tempo, bisa disimpulkan bahwa sekarang ini ada 1,5 juta hektare hutan adat yang sudah diakui adalahkeliru.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas indikatif hutan adat seluas 836.141 hektare yang diakui. Marginalisasi hak dasar masyarakat adat diakibatkan oleh ketidakjelasan hak kepemilikan tanah secara hukum
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media di Indonesia dan 8 panel ahli di Indonesia
Rujukan
(GFD-2024-15395) Benar, Klaim Mahfud MD Bahwa Food Estate Program Gagal
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 21/01/2024
Berita
Calon Wakil Presiden nomor urut 03, Mahfud MD, menyatakan bahwa program food estate atau lumbung pangan yang dikerjakan Kementerian Pertahanan RI, merupakan proyek gagal. Dia mengatakan program itu tidak membuahkan hasil dan berdampak pada kerusakan lingkungan dan menyebakan kerugian bagi negara.
“Tetapi saya tidak melihat pemerintah melakukan langkah-langkah untuk menjaga kelestarian lingkungan. Maka kami punya program petani, di laut jaya, nelayan sejahtera. Jangan seperti food estate yang gagal dan merusak lingkungan, yang bener aja, rugi dong kita,” katanya dalam Debat Cawapres Pilpres yang digelar KPU, Minggu 21 Januari 2024.
Namun, benarkah klaim Mahfud bahwa food estate adalah program yang gagal?
Hasil Cek Fakta
Investigasi Tempo yang terbit 9 Oktober 2021 menemukan sejumlah masalah yang mendukung kesimpulan bahwa pelaksanaan program food estate menunjukkan kegagalan. Kondisi itu paling kentara di lokasi pengerjaan program di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Setidaknya 600 hektare hutan digunduli pada November 2020. Lalu lahan itu ditanami singkong. Namun, setelah enam bulan, tinggi pohon singkong hanya sampai selutut orang dewasa.
Seorang petani di Desa Belanti Siam, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulau Pisang, Kalimantan Tengah, yang bernama Heriyanto, mengikuti program food estate untuk menanam padi di wilayahnya.
Sebelum mengikuti program itu, dia menghasilkan 5 sampai 6 ton gabah kering giling per hektare sekali panen. Namun, setelah mengikuti program food estate pemerintah, produktivitas sawahnya menjadi 700 kilogram gabah kering giling per hektare.
Berita dalam format video dari BBC, juga secara jelas menggambarkan gagal panen program food estate, setelah melakukan pembabatan ratusan hektare hutan tersebut. Berita video Tempo juga menyatakan proyek tersebut menyebabkan banjir di desa sekitar.
Dosen Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia, Masitoh Nur Rohma mengatakan bahwa food estate yang dilaksanakan mulai 2020 di Kalimantan Tengah dengan luas 30.000 ha dari bekas proyek lahan gambut dengan komoditas padi dinyatakan gagal.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan itu. Pertama, karena terjadi pemaksaan perubahan pola tanam yang mengakibatkan gagal panen serta hasil produksi yang tidak maksimal untuk periode selanjutnya.
Kedua, masih gagalnya implementasi kegiatan skema ekstensifikasi di kawasan pertanian yang tidak berjalan maksimal. Ketiga, pembukaan lahan yang dilakukan oleh pemerintah masih belum siap untuk ditanam karena masih banyak kayu dan akar yang tidak dibersihkan.
“Empat, masih banyak saluran air tidak dibuat untuk jalur irigasi pertanian. Lima, tidak melibatkan masyarakat terkait pembangunan food estate sehingga masih banyak informasi yang terlewat dan kurangnya partisipasi dari masyarakat,” kata Masitoh, Minggu 21 Januari 2024.
Sementara program food estate yang dilaksanakan mulai 2021 di Kabupaten Gunung Mas, dengan luas 31.000 hektare berupa hutan produksi dengan komoditas singkong dan gandum, kata Masitoh, dinyatakan gagal juga dengan beberapa faktor.
Pertama, belum ada skema terkait pembebasan lahan kepemilikan masyarakat. Kedua, perencanaan program perkebunan singkong di Gunung Mas masih belum optimal. Ketiga, kurangnya informasi dan tidak ada kajian terkait lingkungan yang komprehensif. Dan empat, tidak ada koordinasi antara Kementerian Pertahanan, Dinas Tanaman Pangan Hortikultura, dan Peternkan Provinsi Kalimantan Tengah.
Demikian juga program food estate yang dilaksanakan mulai 2021 di Humbang Hasundutan, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Pakpak Bharat, Sumatera Utara, dengan luas 30.000 hektare dalam bentuk lahan agrikultural kentang dengan komoditas bawang merah dan bawang putih, dinyatakan gagal.
Faktornya, pertama, kondisi aksesibilitas menuju kawasan food estate curam dan masih berbahaya, terutama saat musim hujan. Kedua, tidak melibatkan petani dalam proses pengemban gan food estate. Tiga, masih ada persoalan lahan milik warga.
“Empat, masih terdapat isu terkait adanya praktik mekanisme pertanian yang dilandasi investasi yang akan berdampak pada laju deforestasi,” kata Masitoh lagi.
Dosen Fakultas Ilmu dan Bisnis, Universitas Padjajaran, Viktor Primana, juga membenarkan bahwa program food estate gagal. Dia menyatakan beberapa perkebunan pangan skala besar yang didirikan oleh pemerintah Indonesia di bawah program food estate, dilaporkan telah ditinggalkan.
Dia menjelaskan investigasi lapangan pada tahun 2022 dan 2023 menemukan bahwa terdapat semak liar dan ekskavator yang ditinggalkan di lahan yang telah dibuka untuk singkong dan padi di provinsi Kalimantan Tengah. Para aktivis mengatakan kegagalan program ini sudah terlihat sejak awal, karena kurangnya penilaian dampak yang dilakukan sebelum memilih lokasi dan membuka hutan untuk tanaman yang tidak cocok dengan tanah.
“Program ini mencerminkan Mega Rice Project pada pertengahan tahun 1990-an, yang gagal meningkatkan hasil panen dan menyebabkan kerusakan luas pada lahan gambut kaya karbon,” kata Viktor, Minggu 21 Januari 2024.
Kesimpulan
Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa klaim Mahfud MD yang menyatakan program food estate yang dilaksanakan Kementerian Pertahanan, merupakan proyek gagal, adalah benar.
Tinjauan di lapangan dan wawancara oleh berbagai pihak membuktikan proyek tersebut gagal, tidak membuahkan panen sebagaimana yang diharapkan, merusak hutan, serta menyebabkan bencana banjir.
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 19 media di Indonesia.
Rujukan
(GFD-2024-15394) Sebagian Benar, Klaim Mahfud MD bahwa Deforestasi Indonesia Mencapai 12,85 Juta Ha, Lebih Luas dari Korea Selatan
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 21/01/2024
Berita
Calon Wakil Presiden nomor urut 3, Mahfud MD mengatakan deforestasi Indonesia mencapai 12,85 juta ha, lebih luas dari Korea Selatan dan 23 kali luas Pulau Madura dalam 10 tahun terakhir.
“Data 10 tahun terjadi deforrestasi 12,85 juta ha. itu lebih luas dari Korsell dan 23 kali luasnya Pulau Madura di mana saya tinggal. ini deforestrasi dalam 10 tahun terakhir. mencabut itu banyak mafianya saya sudah mengirim tim 8 sudah putusan MA. untuk pertambahangan di indnesia banyak sekali ilegal dan diback ing oleh aparat,” kata Mahfud dalam Debat Kandidat oleh KPU, Minggu 21 Januari 2024.
Hasil Cek Fakta
Menurut Peneliti Sajogyo Institute Kiagus M Iqbal, data yang disampaikan Mahfud MD mendekati dengan data yang disediakan oleh Global Forest Watch (GFW), sebuah aplikasi web sumber terbuka untuk memantau hutan global secara real-time. GFW merupakan inisiatif dari World Resources Institute, dengan mitra-mitra termasuk Google, USAID, University of Maryland, Esri, Vizzuality, dan banyak organisasi akademis, nirlaba, publik, dan swasta lainnya.
Sesuai data GFW itu, dalam rentang 2001-2022 Indonesia mengalami deforestasi hingga 29,4 juta hektar. Sedangkan dalam sepuluh tahun (2012-2022), Indonesia telah mengalami deforestasi 15,848 juta ha atau 158.480 km2
Jika dibandingkan dengan wilayah Korea Selatan seluas 100,210 km². Artinya, deforestasi Indonesia memang lebih luas dari Korea Selatan.
Jika dibandingkan dengan luas Pulau Madura yakni 5,379 km², yang berarti luas deforestasi Indonesia sekitar 29 kali luas Pulau Madura.
Sedangkan menurut Direktorat Informasi dan Data dari Auriga Nusantara, Adhitya Adhyaksa, deforestasi dalam rentang 2013-2022 ialah sebesar 3,8 juta hektare mengacu data BPS.
Tempo memeriksa situs BPS tersebut yang menyediakan data deforestasi netto Indonesia secara tahunan, dari tahun 2013 sampai 2022. Setelah dihitung, didapati jumlah 3.840.835,8 hektare luas deforestasi Indonesia dalam jangka waktu tersebut.
Kesimpulan
Klaim Mahfud MD tersebut sebagian benar.
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media dan 8 panel ahli di Indonesia
Rujukan
- https://www.globalforestwatch.org/dashboards/country/IDN/?category=summary&dashboardPrompts=eyJzaG93UHJvbXB0cyI6dHJ1ZSwicHJvbXB0c1ZpZXdlZCI6WyJkb3dubG9hZERhc2hib2FyZFN0YXRzIl0sInNldHRpbmdzIjp7Im9wZW4iOmZhbHNlLCJzdGVwSW5kZXgiOjAsInN0ZXBzS2V5IjoiIn0sIm9wZW4iOnRydWUsInN0ZXBzS2V5Ijoic2hhcmVXaWRnZXQifQ%3D%3D&lang=id&location=WyJjb3VudHJ5IiwiSUROIl0%3D&map=eyJjZW50ZXIiOnsibGF0IjotMi41Nzg0NTMwNjA1OTE1NDYsImxuZyI6MTE4LjAxNTE1NTc5MDA2Mjc1fSwiem9vbSI6Mi41OTczODE5NDQ0NDQ5MjE4LCJjYW5Cb3VuZCI6ZmFsc2UsImRhdGFzZXRzIjpbeyJkYXRhc2V0IjoicG9saXRpY2FsLWJvdW5kYXJpZXMiLCJsYXllcnMiOlsiZGlzcHV0ZWQtcG9saXRpY2FsLWJvdW5kYXJpZXMiLCJwb2xpdGljYWwtYm91bmRhcmllcyJdLCJib3VuZGFyeSI6dHJ1ZSwib3BhY2l0eSI6MSwidmlzaWJpbGl0eSI6dHJ1ZX0seyJkYXRhc2V0IjoiTmV0LUNoYW5nZS1TVEFHSU5HIiwibGF5ZXJzIjpbImZvcmVzdC1uZXQtY2hhbmdlIl0sIm9wYWNpdHkiOjEsInZpc2liaWxpdHkiOnRydWUsInBhcmFtcyI6eyJ2aXNpYmlsaXR5Ijp0cnVlLCJhZG1fbGV2ZWwiOiJhZG0wIn19XX0%3D&showMap=true&treeLossPct=eyJoaWdobGlnaHRlZCI6ZmFsc2V9
- https://www.bps.go.id/id/statistics-table/1/MjA4MSMx/angka-deforestasi--netto--indonesia-di-dalam-dan-di-luar-kawasan-hutan-tahun-2013-2021--ha-th-.html
Halaman: 3504/6739