• (GFD-2021-8571) Keliru, Klaim Bom Gereja Katedral Makassar Diledakkan dengan Remote Jarak Jauh

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 05/04/2021

    Berita


    Gambar tangkapan layar sebuah pesan WhatsApp yang berisi klaim bahwa bom Gereja Katedral Makassar diledakkan dengan remote control dari jarak jauh beredar di Facebook. Menurut pesan itu, pengeboman di Gereja Katedral Makassar pada 28 Maret 2021 tersebut persis dengan pengeboman yang terjadi di Surabaya pada 2018 silam.
    "Sandiwara rezim PKI dg mengorbankan org Islam persis yg terjd di Surabaya Tempo dulu. Korban disuruh antar barang di gereja sebelum masuk gereja BOM diledakkan lewat remot kendali jarak jauh. PKI ingin memframing PD publik bhw Islam teroris. Hati2 jika ada seseorang yg menyuruh kita minta kirimkan barang ke gereja. Bisa didlm barangnya terisi bom kendali jarak jauh jd itu strategi PKI utk menghancurkan islam," demikian bunyi pesan itu.
    Akun ini membagikan gambar tersebut pada 28 Maret 2021. Akun itu menulis, "Benarkah? Tanya..." Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan lebih dari 500 reaksi dan 189 komentar serta dibagikan lebih dari 200 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait bom yang meledak di Gereja Katedral Makassar pada 28 Maret 2021.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri berbagai pemberitaan terkait dari media-media kredibel. Dilansir dari Kompas.com, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono telah membantah informasi yang mengklaim bom di Gereja Katedral Makassar diledakkan dengan remote control dari jarak jauh. "Enggak benar pernyataan tersebut," kata Argo pada 4 April 2021.
    Polisi memastikan bom yang meledak di Gereja Katedral Makassar adalah bom bunuh diri. Terdapat dua pelaku yang melakukan aksi ini. Mereka melancarkan aksinya dengan mengendarai motor bernomor polisi DT 5984 MD dan berusaha merangsek ke halaman gereja. Namun, keduanya dicegat oleh petugas keamanan di gerbang gereja. "Pelaku sempat dicegah oleh security gereja tersebut tapi kemudian terjadilah ledakan itu," ujar Argo.
    Dikutip dari Detik.com, Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan bom yang meledak di Gereja Katedral Makassar adalah bom panci. Dilansir dari Koran Tempo, Kepala Polda Sulawesi Selatan Inspektur Jenderal Merdisyam menjelaskan bom yang digunakan pelaku memiliki daya ledak tinggi. Bom itu disimpan di dalam wadah panci. Polisi juga menemukan paku-paku yang bertebaran di tengah jalan.
    Menurut Listyo, pelaku merupakan bagian dari jaringan yang juga melakukan pengeboman Gereja Katedral Jolo, Filipina, pada 2018. Keduanya adalah bagian dari kelompok Jamaah Ansharud Daulah (JAD) di Sulawesi Selatan. Mereka merupakan bagian dari 20 anggota JAD Sulawesi Selatan yang ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror (Densus 88) dalam dua bulan terakhir.
    Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto mengatakan aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh pasangan suami-istri di Gereja Katedral Makassar itu adalah upaya balas dendam atas tewasnya mentor mereka pada 6 Januari 2021. "Dia ingin mewujudkan itu, rencana serang sejak Januari diwujudkan oleh dia ini," kata Wawan pada 3 April 2021.
    Pada 6 Januari lalu, terjadi penangkapan terhadap 20 anggota JAD. Dua orang di antaranya tewas tertembak. Mereka adalah Moh Rizaldy dan Sanjai Ajis. Menurut Wawan, Rizaldy merupakan mentor dari pasangan suami-istri yang melakukan aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar. Rizaldy juga yang menikahkan keduanya enam bulan lalu. Setelah kedua orang itu tewas, para pengikutnya mengancam bakal menyerang.
    Bom Surabaya
    Setelah terjadinya ledakan bom di gereja Surabaya pada 13 Mei 2018, beredar klaim bahwa bom-bom tersebut dikontrol dari jarak jauh. Tiga gereja itu adalah Gereja Santa Maria Tak Bercela di Ngagel, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Arjuna.
    Namun, menurut Kepala Divisi Humas Polri saat itu, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, rumor ini keliru. Dilansir dari Suara.com, Setyo menyatakan bahwa pelaku, Dita Oepriarto dan istrinya, Puji Kuswati, secara sadar mengajak keempat anaknya untuk melakukan aksi bom bunuh diri di tiga gereja tersebut.
    "Bagaimana mungkin pelaku tak sadar saat melakukan aksinya? Bomnya kan diikat di badan semua. Pelaku semuanya melakukan itu secara sadar dan sudah disiapkan," kata Setyo pada 18 Mei 2018. Sebagai penguat, Setyo mengungkap keterangan ketua RT di lingkungan rumah keluarga Dita soal keganjilan perilaku dua anak Dita sehari sebelum aksi bom Surabaya.
    "Ada keterangan Pak RT yang mengatakan, satu hari sebelum kejadian, yakni Sabtu (12 Mei 2018), malam Minggu, dia melihat dua anak pelaku salat di musala. Kedua anak itu terlihat saling menangisi. Ada apa itu? Kemungkinan besar mereka tahu besoknya akan melakukan amaliah (teror)," kata Setyo.
    Kapolri saat itu, Jenderal Tito Karnavian, juga telah menjelaskan jenis bom yang digunakan oleh Dita dan keluarganya. Dilansir dari Detik.com, jenis bom tersebut berbeda-beda. Bom yang meledak di Gereka Santa Maria Tak bercela dibawa oleh kedua anak Dita di dalam tas.
    Bom yang meledak di GKI Diponegoro, yang dibawa oleh istri Dita, disematkan di ikat pinggangnya. Sementara bom yang meledak di GPPS Arjuna, yang berdaya eksplosif tinggi, dibawa oleh Dita dengan mobil. "Yang dengan (Toyota) Avanza di Arjuna itu menggunakan bom yang diletakkan dalam kendaraan, setelah itu ditabrak. Ini ledakan terbesar dari tiga (lokasi)," ujar Tito.
    Bom Medan oleh pelaku berjaket ojol
    Usai meledaknya bom di Polrestabes Medan pada 13 November 2019, beredar pula klaim bahwa bom tersebut merupakan paket yang dikirim dengan jasa ojek online (ojol). "Info bukan bom bunuh diri, tapi driver Gojek dapat orderan barang ke polrestabes. Sampai sana, barang yang dibawa meledak. Jadi, driver Gojek yang jadi korban," demikian isi pesan berantai di WhatsApp ketika itu.
    Tim CekFakta Tempo telah memverifikasi klaim tersebut pada 14 November 2019, dan menyatakannya keliru. Polri memastikan bahwa ledakan di Polrestabes Medan itu adalah aksi bom bunuh diri oleh pria bernama Rabbial Muslim, warga Sei Putih Barat, Medan Petisah.
    Usai kejadian bom Medan ini, polisi menangkap istri Rabbial yang berinisial DA. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri saat itu, Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo, mengatakan bahwa DA diduga terpapar paham radikalisme terlebih dulu sebelum sang suami. DA rutin berkomunikasi dengan seorang narapidana teroris berinisial I yang sedang berada tahanan. DA juga rutin mengunjungi I. Bahkan, keduanya sudah berencana untuk melakukan aksi di Bali.
    Selain itu, dikutip dari Detik.com, berdasarkan pengusutan Satuan Tugas (Satgas) Grab di Medan, Rabbial adalah mantan pengemudi ojol Grab. Menurut Ketua Garda Regional Sumatera Utara, Joko Pitoyo, Rabbial sudah putus mitra dengan Grab sejak November 2018. "Di Gojek, beliau tidak pernah terdaftar," kata Joko pada 13 November 2019.
    Sementara menurut Dedi, Rabbial datang ke Polrestabes Medan bukan untuk mengantar barang. Dia berujar bahwa petugas yang berjaga di pos pengamanan Polrestabes Medan sempat memeriksa Rabbial. "Petugas tanyakan apa keperluannya, pelaku mengaku akan membuat SKCK," katanya.
    Saat itu, petugas juga menggeledah tas yang dibawa Rabbial, tapi hanya menemukan sebuah buku. Rabbial pun diminta melepas jaket, tapi ia malah bergeser ke arah kerumunan orang. Bom itu, kata Dedi, meledak 30-40 meter dari pos pengamanan. Ketika itu, Rabbial belum sampai di tempat pembuatan SKCK.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa bom Gereja Katedral Makassar diledakkan dengan remote control dari jarak jauh, keliru. Polisi telah membantah klaim itu, dan menyatakan bahwa bom yang meledak di Gereja Katedral Makassar adalah bom bunuh diri. Bom itu berjenis bom panci. Terkait bom yang meledak di tiga gereja di Surabaya pada 2018 silam, bom yang digunakan juga tidak dikontrol dari jarak jauh. Bom yang meledak di Gereka Santa Maria Tak bercela dibawa di dalam tas. Bom yang meledak di GKI Diponegoro disematkan di ikat pinggang. Sementara bom yang meledak di GPPS Arjuna dibawa dengan mobil yang kemudian ditabrakkan.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8570) Keliru, Klaim Polri Sebut Pelaku Bom Gereja Katedral Makassar Eks Intel yang Dipecat

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 02/04/2021

    Berita


    Gambar yang berisi tangkapan layar artikel yang berjudul "Argo Yuwono: Salah satu pelaku Bom Gereja Katedral Makassar, adalah eks anggota intel yang telah di pecat" beredar di Facebook. Artikel yang terbit pada 29 Maret 2021 pukul 17.05 ini dilengkapi dengan foto Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono. Dalam artikel itu, tercantum pula logo media Kompas.com.
    Selain artikel tersebut, gambar itu berisi dua foto pria. Pria pertama terlihat berjenggot dan mengenakan serban serta pakaian coklat. Sementara pria kedua tampak memegang kertas yang bertuliskan "Nama: Bernard Silalahi, Tempat/Tgl Lahir: Medan 25 Desember 1988, Agama: Protestan, Pekerjaan: Exs. Intel Polres Makassar".
    Akun ini membagikan gambar tersebut pada 31 Maret 2021. Akun itu juga menulis, “Pelakunya, mantan polisi, agama kristen protestan. Allah telah menunjukan yang benar. Alhamdulillah..” Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan 93 reaksi dan 76 komentar serta dibagikan sebanyak 115 kali.
    Gambar yang berisi artikel hasil suntingan yang memuat klaim keliru terkait pelaku aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar.

    Hasil Cek Fakta


    Terkait Tangkapan Layar Artikel
    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo dalam indeks berita Kompas.com pada 29 Maret 2021, tidak terdapat artikel dengan judul “Argo Yuwono: Salah satu pelaku Bom Gereja Katedral Makassar, adalah eks anggota intel yang telah di pecat”. Tidak ditemukan pula artikel yang dimuat pada pukul 17.05 seperti yang terlihat dalam tangkapan layar tersebut.
    Artikel yang dimuat Kompas.com pada 29 Maret 2021 pukul 17.00-17.30 berjudul sebagai berikut:
    Dengan demikian, tangkapan layar artikel dalam gambar di atas merupakan hasil suntingan. Di media-media lain pun, tidak ditemukan informasi bahwa Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono pernah menyatakan hal semacam itu.
    Terkait foto pria yang memegang kertas
    Untuk melacak jejak digital foto tersebut, Tim CekFakta Tempo menggunakanreverse image tool Source. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa foto pria yang memegang kertas itu merupakan pelaku penyerangan ulama Syekh Ali Jaber di Bandar Lampung pada September 2020 lalu.
    Foto yang identik pernah dimuat oleh media Riaunews.com pada 17 September 2020 dalam artikelnya yang berjudul “Polisi sebut penusuk Syekh Ali Jaber pemain tunggal, tidak disuruh”. Namun, dalam foto tersebut, tulisan yang tercantum adalah sebagai berikut:
    "N: ALPIN ANDRI BIN M RUDIKASUS: PENUSUKAN SYEH ALI JABERTGL: 13-09-2020"
    Tulisan itu pun merupakan tulisan tangan, bukan hasil cetakan seperti yang digunakan dalam gambar yang beredar. Dengan demikian, foto yang terdapat dalam gambar yang beredar tersebut adalah hasil suntingan.
    Pelaku Aksi Bom di Gereja Katedral Makassar
    Berdasarkan arsip berita Tempo, Polri menyebut bahwa pelaku aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar adalah pasangan suami-istri. "Betul, pelaku pasangan suami-istri, baru menikah enam bulan," ujar Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono pada 29 Maret 2021.
    Pasangan suami-istri itu, L dan YSF alias D, melakukan aksi bom bunuh diri di pintu gerbang Gereja Katedral di Jalan Kajaolalido, MH Thamrin, Makassar, Sulawesi Selatan, pada Ahad pagi, 28 Maret 2021. Akibat ledakan bom itu, 20 petugas keamanan dan jemaah gereja luka-luka.
    L dan YSF diketahui merupakan anggota Jamaah Ansharut Daulah ( JAD ) yang diduga terlibat dalam pengeboman di Jolo, Filipina Selatan, pada 2019. Beberapa hari usai kejadian, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap terduga perakit bom di Gereja Katedral Makassar.
    "Atas inisial W, pelaku otak perakit bom sudah kami amankan," kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 31 Maret 2021. W adalah satu dari 13 orang di Makassar yang ditangkap oleh Densus 88. Mereka disebut-sebut memiliki keterkaitan atas peristiwa bom bunuh diri. Namun, Sigit tak membeberkan secara rinci mengenai waktu dan lokasi penangkapan.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono menyebut pelaku bom Gereja Katedral Makassar adalah eks anggota intel yang dipecat, keliru. Kompas.com tidak pernah memuat artikel dengan judul “Argo Yuwono: Salah satu pelaku Bom Gereja Katedral Makassar, adalah eks anggota intel yang telah di pecat”. Tidak ditemukan pula informasi bahwa Argo pernah menyatakan hal semacam itu. Foto pria yang memegang kertas, yang terdapat dalam gambar tersebut, juga merupakan pelaku penusukan Syekh Ali Jaber, bukan aksi bom Gereja Katedral Makassar.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8569) Sesat, Pesan Berantai yang Klaim usai Vaksinasi Covid-19 Justru Lebih Rentan Terinfeksi Virus Corona

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 01/04/2021

    Berita


    Pesan berantai yang berisi klaim bahwa, usai vaksinasi Covid-19, tubuh justru lebih rentan terinfeksi virus Corona beredar Facebook. Karena itu, menurut pesan tersebut, setelah disuntik vaksin Covid-19, penerima vaksin dianjurkan untuk tidak banyak beraktivitas secara berat dan tidak pergi keluar rumah.
    Akun ini membagikan pesan berantai itu pada 12 Maret 2021. Menurut pesan tersebut, usai vaksinasi Covid-19, imunitas tubuh belum terbentuk dengan sempurna. Antibodi baru terbentuk secara sempurna dua pekan setelah vaksinasi dosis kedua. "Ini ada beberapa lansia di Surabaya yang kena Covid-19 setelah divaksin. Enggak mau istirahat. Karena merasa sudah aman, lalu keluyuran keluar," demikian yang tertulis dalam pesan itu.
    Pesan berantai ini pun menyinggung bahwa vaksin Covid-19 dosis kedua harus diberikan 21-28 hari setelah vaksinasi dosis pertama. "Vaksin kedua makan waktu kira-kira 14-21 hari baru jadi. Jadi, hitung-hitung dari vaksin dosis pertama ke vaksin dosis kedua sampai kekebalan terbangun itu harus menunggu sekitar dua bulan. Baru 85-92 persen kebal Covid-19."
    Gambar tangkapan layar pesan berantai yang beredar di Facebook yang berisi klaim menyesatkan terkait vaksinasi Covid-19.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi isi dari pesan berantai itu, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait di media-media kredibel. Hasilnya, ditemukan penjelasan dari Kementerian Kesehatan bahwa informasi yang menyebut usai vaksinasi Covid-19 justru tubuh lebih rentan terinfeksi virus Corona keliru. Meskipun begitu, meski seseorang sudah menerima vaksin Covid-19, ia masih bisa tertular virus Corona.
    Dilansir dari Kompas.com, menurut juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, informasi bahwa tubuh justru lebih rentan tertular Covid-19 setelah divaksin karena antibodinya belum terbentuk sempurna tidak benar. Dia menjelaskan vaksin Covid-19 yang digunakan saat ini sudah dipastikan keamanannya dan dapat membangun sistem kekebalan sehingga menimbulkan antibodi. "Jadi dipastikan tidak menjadi sakit," ujarnya.
    Namun, Nadia mengatakan, meski seseorang sudah disuntik vaksin Covid-19, ia masih bisa tertular virus Corona. Dia juga menjelaskan bahwa ada kemungkinan seseorang sudah tertular virus Corona saat menjalani penyuntikan vaksin Covid-19. "Selalu kita ingatkan bahwa vaksin tidak mencegah kita tertular, tapi mencegah kita jatuh sakit," katanya.
    Nadia juga membantah informasi yang menyebut antibodi akan terbentuk dengan sempurna dalam kurun waktu dua minggu setelah disuntik vaksin Covid-19 dosis kedua. Nadia menekankan bahwa antibodi dari vaksin Covid-19 baru akan terbentuk secara sempurna 28 hari atau empat minggu setelah penyuntikan vaksin dosis kedua.
    Masih dari Kompas.com, Nadia menyebut antibodi atau imunogenitas tubuh terhadap virus Corona tidak langsung terbentuk sesaat setelah vaksinasi Covid-19. Vaksin Covid-19 Sinovac misalnya, baru membentuk antibodi yang optimal dalam 28 hari pasca penyuntikan dosis kedua.
    Nadia menjelaskan, sekitar 14 hari pasca vaksinasi dengan vaksin Sinovac dosis pertama, antibodi tubuh yang terbentuk terhadap virus Corona mencapai 60 persen. Sementara, sekitar 28 hari pasca vaksinasi dosis kedua, pembentukan antibodi bisa mencapai 95-99 persen. Oleh karenanya, Nadia menegaskan bahwa vaksinasi dosis kedua penting dilakukan.
    Berdasarkan arsip berita Tempo, dokter spesialis patologi klinis Tonang Dwi Ardyanto menjelaskan, setelah suntikan vaksin Covid-19 dosis pertama, tubuh melakukan priming atau pengenalan. Kemudian, terbentuk sel plasma dan sel B-memori dengan cepat. Sel plasma inilah yang membentuk antibodi.
    Tapi, karena baru dalam tahap pengenalan, sel plasma yang terbentuk ini bekerja hanya dalam waktu yang singkat. "Maka, setelah sekitar hari ke-7 mulai ada sel plasma, kemudian hari ke-10 sampai ke-12 mulai ada antibodi, antibodi akan turun. Saat antibodi sudah turun, hampir habis, itulah saat yang tepat disuntikkan dosis kedua," kata Tonang pada 22 Maret 2021.
    Bila penyuntikan dosis kedua dilakukan saat antibodi masih relatif tinggi, vaksin justru akan "ditangkap" oleh antibodi Covid-19 tersebut. Akibatnya, dosis kedua ini bakal berkurang efektivitasnya. "Bila antibodi sudah menurun, ketika disuntikkan dosis kedua, sebagian tertangkap antibodi, tapi sebagian besar tetap berefek. Maka, segera diikuti terbentuknya antibodi secara cepat dalam jumlah besar," katanya.
    Tonang mengingatkan bahwa, sebelum dan setelah menerima suntikan vaksin, seseorang tetap berisiko terkena Covid-19, apalagi sebelum tercapainya titer antibodi yang optimal. Ia pun menganjurkan penerima vaksin Covid-19 untuk tetap menerapkan protokol kesehatan.
    Masih dari arsip berita Tempo, orang lanjut usia (lansia) memerlukan jarak 28 hari untuk vaksinasi Covid-19 dosis kedua, berbeda dari kategori penerima vaksin berusia 18-59 tahun yang perlu jarak 14 hari. "Ada perbedaan karena pada lansia menurut penelitian, dengan 0-28 hari ternyata antibodi lebih baik, optimal, lebih tinggi dari 0-14 hari," ujar Ketua Tim Vaksinasi Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Iris Rengganis pada 7 Maret 2021.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, pesan berantai yang berisi klaim bahwa, usai vaksinasi Covid-19, tubuh justru lebih rentan terinfeksi virus Corona, menyesatkan. Vaksin Covid-19 dapat membangun sistem kekebalan sehingga menimbulkan antibodi. Namun, meski seseorang sudah disuntik vaksin Covid-19, ia masih bisa tertular virus Corona, karena vaksin tidak mencegah tertular Covid-19, tapi mencegah jatuh sakit akibat penyakit tersebut.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8568) Sesat, Klaim BBM di Jabodetabek Langka karena Kilang Balongan Kebakaran

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 31/03/2021

    Berita


    Klaim bahwa bahan bakar minyak atau BBM di wilayah Jabodetabek langka karena terbakarnya kilang minyak milik Pertamina di Balongan, Indramayu, Jawa Barat, beredar di Facebook. Klaim itu menyebar usai terjadinya kebakaran kilang Balongan pada 29 Maret 2021 dini hari lalu.
    Akun ini membagikan klaim itu pada 29 Maret 2021. Akun ini menulis, "Buruan isi bensin takut langka. Kilang minyak Balongan terbakar hebat. Kilang ini sebagai suplai utama BBM ke Jabodetabek. BBM dikirim lewat pipa ke Plumpang kemudian disalurkan. Jawaban Pertamina bisa klik artikel di bawah."
    Unggahan itu disertai dengan tautan artikel yang diterbitkan oleh situs Motor-plus.online.com yang berjudul "Suplai BBM Jabodetabek Langka Efek Kilang Minyak Pertamina Balongan Terbakar? Ini Jawaban Pertamina". Artikel tersebut dimuat pada 29 Maret 2021.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim sesat terkait kebakaran kilang minyak milik PT Pertamina (Persero) di Balongan, Indramayu, Jawa Barat.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, artikel situs Motor-plus.online.com tersebut berisi penjelasan dari Pertamina bahwa terbakarnya kilang Balongan tidak mempengaruhi pasokan BBM ke masyarakat. Dalam artikel itu, tidak terdapat informasi bahwa terjadi kelangkaan BBM di wilayah Jabodetabek akibat kejadian tersebut.
    Mula-mula, Tempo memeriksa artikel itu secara menyeluruh. Artikel tersebut mengutip dari berita yang dimuat oleh Kompas.com dengan judul "Kilang Minyak Balongan Terbakar, Ini Kata Pertamina". Berita ini memuat siaran pers dari Corporate Secretary Subholding Refining & Petrochemical PT Kilang Pertamina Internasional Ifki Sukarya soal kebakaran kilang Balongan.
    "Telah terjadi insiden di Kilang Pertamina Balongan yang menyebabkan terjadinya kebakaran pada tangki T-301G pada tanggal 29 Maret 2021 mulai sekitar pukul 00.45 dini hari," ujar Ifki seperti dikutip dari keterangan tertulisnya pada 29 Maret 2021. Pertamina pun memastikan bahwa pasokan BBM ke masyarakat tidak terganggu dan saat ini masih berjalan normal.
    Pernyataan Ifki tersebut juga dimuat oleh Tempo pada 29 Maret 2021. Corporate Secretary PT Kilang Pertamina Internasional Ifki Sukarya memastikan peristiwa ledakan dan kebakaran kilang Balongan tidak mempengaruhi pasokan BBM. "Pertamina memastikan bahwa pasokan BBM ke masyarakat tidak terganggu dan saat ini masih berjalan normal," katanya.
    Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawaati meminta masyarakat untuk tidak panik terkait adanya insiden kebakaran tangki minyak di area kilang Balongan tersebut. Nicke mengatakan perseroan sudah memiliki skenario untuk tetap beroperasi bahkan dalam kondisi darurat. Sehingga, untuk saat ini, ia memastikan pasokan BBM akan tetap aman.
    "Yang kita lakukan adalah kita mengoptimalkan produk dari kilang-kilang lain, dan kita akan salurkan langsung ke daerah daerah yang selama ini disupply dari Balongan yaitu di daerah Jakarta dan Cikampek," ujarnya. Pasokan pun dipastikan tidak terdampak, lantaran kebakaran hanya terjadi di wilayah tangki. Sementara peralatan pemrosesan yang utama di kilang tersebut aman dan tidak terdampak.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa BBM di wilayah Jabodetabek langka karena terbakarnya kilang minyak Pertamina Balongan, menyesatkan. Dalam artikel yang disebut sebagai sumber dari klaim itu, tidak terdapat penjelasan tentang potensi kelangkaan BBM di wilayah Jabodetabek akibat kebakaran kilang Balongan. Justru, dalam artikel tersebut, Pertamina memastikan bahwa pasokan BBM tidak terganggu dan saat ini masih berjalan normal.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan