• (GFD-2020-8361) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Video Orang Prancis yang Bernyanyi di Depan Muslim yang Salat Ini terkait Pernyataan Macron soal Islam?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 05/11/2020

    Berita


    Video yang memperlihatkan sejumlah orang memegang poster dan bendera Prancis sembari bernyanyi di hadapan puluhan muslim yang sedang salat beredar di media sosial. Salat itu digelar di tengah jalan. Video ini diklaim sebagai video orang-orang Kristen di Prancis yang mencoba mengalihkan perhatian muslim yang sedang menggelar salat.
    Di Facebook, video beserta klaim itu dibagikan salah satunya oleh akun Info Menarik, tepatnya pada 29 Oktober 2020. Akun ini menulis, "Orang orang kristen mencoba mengalihkan perhatian muslim dr membuat sholat di prancis dgn bernyanyi dan memegang plakat didalam imam..kebencian tidak dapat menghentikan islam."
    Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah dikomentari lebih dari 9 ribu kali. Sejumlah akun yang mengomentari unggahan ini menghubungkan video tersebut dengan pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait Islam sebagai respons atas pembunuhan terhadap seorang guru asal Prancis yang bernama Samuel Paty.

    Apa benar video tersebut terkait dengan pernyataan Macron soal Islam sebagai respons atas pembunuhan Paty?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menjadi sejumlah gambar dengan tool InVID. Selanjutnya, gambar-gambar itu ditelusuri jejak digitalnya dengan reverse image tool Yandex dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa video tersebut telah beredar di internet sejak November 2017 dan tidak terkait dengan pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron soal Islam yang merespons pembunuhan Samuel Paty.
    Video yang sama pernah diunggah ke YouTube oleh kanal Shah_Khalid Khan pada 13 November 2017 dengan judul “During the payment of Friday prayers in France, the wing of the unbelievers reminded the Mushrikine”. Video identik lainnya juga pernah diunggah oleh kanal Tanu Plaza pada 31 Mei 2018 dengan judul “Muslim in Ramzan praying namaz on street road side”.
    Video yang diambil dari peristiwa yang sama juga pernah diunggah oleh kanal milik Associated Press, AP Archive, pada 15 November 2017. Terdapat beberapa kesamaan antara video milik AP dengan video yang beredar. Salah satunya, seorang jamaah yang mengenakan jubah dengan motif garis yang berwarna hitam-putih. Dalam video yang beredar, jamaah tersebut terlihat di menit 1:17. Sementara dalam video milik AP, jamaah yang sama terlihat di menit 1:59.
    Video milik AP ini diberi judul “Paris suburb tries to stop Muslim street prayers”. Dalam keterangannya, AP menulis bahwa peristiwa dalam video tersebut terjadi pada Jumat, 10 November 2017, di jalanan wilayah Clichy, Kota Paris, Prancis. Ketika itu, Wali Kota Clichy Remi Muzeau dan warganya memprotes para muslim yang telah beribadah di sebuah jalan di wilayahnya selama berbulan-bulan. Perselisihan ini mencerminkan masalah nasional yang terjadi di Prancis, yakni kekurangan masjid.
    Polisi membentuk barikade di tengah puluhan muslim yang mencoba berdoa di jalanan Clichy dan ratusan demonstran yang mencoba menghentikan mereka. Saat para muslim meneriakkan kalimat "Allahu akbar", atau "Tuhan Maha Besar" dalam bahasa Arab, para demonstran menyanyikan lagu kebangsaan Prancis "La Marseillaise".
    Peristiwa tersebut juga diberitakan oleh BBC pada 10 November 2017. Menurut laporan BBC, sekitar 100 politikus Prancis berbaris di sebuah jalan di Clichy, pinggiran Kota Paris, untuk memprotes umat Islam yang menggelar salat Jumat di depan umum. Para politikus itu, yang mengenakan selempang dengan warna bendera Prancis dan menyanyikan lagu kebangsaan, mendatangi sekitar 200 jemaah di jalan tersebut.
    Polisi berusaha memisahkan kedua kelompok itu, namun beberapa bentrokan kecil terjadi. Para kritikus mengatakan salat di ruang publik tidak dapat diterima dalam sistem sekuler Prancis yang ketat. Namun, para jamaah mengatakan bahwa mereka tidak punya tempat lain untuk beribadah sejak pemerintah kota mengambil alih tempat yang biasa mereka gunakan untuk salat pada Maret 2017.
    Dilansir dari The Local, muslim setempat menggunakan jalanan untuk berdoa sebagai bentuk protes terhadap keputusan wali kota yang menutup tempat salat yang biasa mereka gunakan. Sekitar 5 ribu jamaah muslim salat di tempat itu setiap harinya. Pemerintah membuka masjid baru untuk mereka, tapi jaraknya 1,5 kilometer, dan jamaah mengatakan tempat tersebut sulit dijangkau.
    Protes ini mereka tujukan untuk menekan dewan lokal menyetujui dibukanya ruang salat di pusat Clichy. Tapi protes itu membuat marah pejabat lokal, yang telah meminta pemerintah pusat untuk campur tangan, dan menyatakan bahwa berdoa di jalan ilegal di Prancis. "Ruang publik tidak bisa diambil alih secara ilegal," kata Presiden Ile-de-France Valerie Pecresse. "Kami berada di negara di mana kami tidak berdoa di jalan, aturan hukum."
    Dalam artikel The Local ini, terdapat tautan cuitan jurnalis Prancis Theo Maneval yang memuat video demonstrasi pada 10 November 2017 itu. Dalam video tersebut, terlihat bahwa demonstrasi itu digelar di depan sebuah bank bernama Credit Mutuel. Bank ini juga terlihat dalam video yang beredar.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, unggahan akun Facebook Info Menarik menyesatkan. Video dalam unggahan itu memang diambil di Prancis, namun tidak terkait dengan pernyataan Presiden Emmanuel Macron soal Islam sebagai respons atas pembunuhan Samuel Paty. Peristiwa dalam video itu terjadi pada 10 November 2017, jauh sebelum peristiwa pembunuhan Paty pada 16 Oktober 2020.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8360) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Pembakaran Mobil Mewah Ini Bagian dari Aksi Boikot Produk Prancis?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/11/2020

    Berita


    Video yang memperlihatkan momen ketika seorang pria membakar mobil mewah di sebuah lapangan beredar di media sosial. Video tersebut dibagikan dengan narasi bahwa pria itu sengaja membakar mobil mewahnya karena merupakan produk Prancis. Video ini menyebar di tengah seruan boikot produk Prancis.
    Di Facebook, video beserta klaim tersebut diunggah salah satunya oleh akun Lutfi Jaya, tepatnya pada 2 November 2020. Akun ini pun menulis narasi, “Membakar produk prancis salah satu bentuk kecintaan kepada rosulullah.” Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah mendapatkan lebih dari 4 ribu reaksi dan dibagikan lebih dari 4 ribu kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Lutfi Jaya.
    Apa benar pembakaran mobil mewah dalam video tersebut terkait aksi boikot produk Prancis?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menjadi sejumlah gambar dengan tool InVID. Selanjutnya, gambar-gambar itu ditelusuri dengan reverse image tool Google dan Yandex. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa mobil itu bermerk Mercedes-Benz, merk asal Jerman, dan alasan pria tersebut membakar mobilnya pun sama sekali tidak terkait dengan aksi boikot produk Prancis.
    Video ini merupakan video milik kanal YouTube terverifikasi berbahasa Rusia, Litvin. Video itu diunggah oleh kanal tersebut pada 24 Oktober 2020 dengan judul "Burn Burn Clear!". Dalam keterangan videonya, pemilik kanal tersebut, Mikhail Litvin, menulis sebagai berikut:
    “Sudah lama saya memikirkan tentang apa yang harus saya lakukan dengan Shark (nama yang diberikan oleh Litvin kepada mobilnya) setelah konflik dengan Mercedes... Saya pikir idenya adalah API! Itu saja... Berakhir... Mereka * Aku tidak senang...”
    Video serupa juga pernah diunggah oleh Litvin di akun Instagram-nya, @litvin.offiicial, pada 24 Oktober 2020. Dalam unggahan ini, Litvin hanya menulis, "I said everything." Hingga kini, video tersebut ini telah disaksikan lebih dari 27 ribu kali.
    Tempo kemudian menelusuri pemberitaan terkait pembakaran mobil Mercedes-Benz milik Mikhail Litvin tersebut. Dilansir dari situs otomotif Motor1.com, Litvin adalah vlogger asal Rusia yang berkonflik dengan dealer Mercedes di mana ia membeli Mercedes-AMG GT 63 S miliknya.
    Menurut sejumlah laporan, mobil ini terus-menerus mogok sejak Litvin membelinya, dan dealer tidak melakukan apa pun terkait masalah tersebut. Dia disebut telah mengirim mobilnya ke dealer hingga lima kali. Namun, dalam semua kasus, dealer mencari alasan untuk tidak memperbaiki mobilnya atau hanya menyimpan mobilnya beberapa minggu tanpa memperbaikinya.
    Akhirnya, Litvin memutuskan untuk mengirim pesan kepada Mercedes-Benz dengan membakar AMG GT 63 S miliknya di tengah lapangan berumput yang basah. Video pembakaran mobil milik Litvin ini berakhir ironis, di mana dia pergi dengan mobil pabrikan Ukraina lawas, ZAZ.
    Dilansir dari situs milik stasiun televisi India, NDTV, Mercedes-AMG GT 63 S milik Litvin dilaporkan rusak beberapa kali setelah ia membelinya dari dealer resmi. Dia pun mengirimkannya kembali ke dealer hingga lima kali, namun perbaikan tidak membantu.
    Secara keseluruhan, mobil tersebut menghabiskan lebih dari 40 hari dalam perbaikan, dan dalam salah satu kasus, turbin diganti dengan yang baru yang dipesan langsung dari Jerman. Setelah kasus terakhir, dealer berhenti menjawab telepon Litvin yang kembali menemui masalah di mobilnya. Pria yang akrab disapa Misha ini pun memutuskan untuk membakar mobil tersebut sebagai bentuk protes.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa pembakaran mobil mewah dalam video di atas terkait dengan aksi boikot produk Prancis, keliru. Mobil yang dibakar oleh pria bernama Mikhail Litvin tersebut adalah jenis Mercedes-AMG GT 63 S buatan Jerman, bukan Prancis. Pembakaran mobil tersebut sama sekali tidak terkait dengan aksi boikot produk Prancis. Litvin memutuskan membakar mobilnya sebagai bentuk protes kepada Mercedes-Benz atas layanan perbaikan dari dealer yang dinilai tidak memuaskan.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8359) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Pendiri Aliansi Dokter Dunia yang Ditangkap usai Bikin Video Bohong tentang Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/11/2020

    Berita


    Video yang memperlihatkan penangkapan salah satu pendiri Aliansi Dokter Dunia, Heiko Schoning, beredar di media sosial. Video tersebut dibagikan dengan narasi bahwa Schoning ditangkap usai mempublikasikan video yang berisi berita bohong dan menyesatkan tentang virus Corona Covid-19.
    Beberapa waktu yang lalu, video yang berisi klaim-klaim keliru seputar Covid-19 yang dilontarkan oleh Aliansi Dokter Dunia atau World Doctors Alliance memang viral di media sosial. Namun, klaim-klaim tersebut telah dibantah oleh sejumlah organisasi pemeriksa fakta, termasuk Tempo.
    Di Facebook, video penangkapan itu dibagikan salah satunya oleh akun Wimpie Pangkahila, tepatnya pada 27 Oktober 2020. Akun ini menulis, “Ha...ha..akhirnya pak Ketua Aliansi Dokter sedunia ditangkap karena menyebarkan video berita bohong dan menyesatkan tentang Covid-19.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Wimpie Pangkahila.
    Apa benar video di atas adalah video pendiri Aliansi Dokter Dunia, Heiko Schoning, yang ditangkap polisi usai mempublikasikan video bohong tentang Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video itu menjadi sejumlah gambar dengan tool InVID. Kemudian, gambar-gambar tersebut ditelusuri jejak digitalnya dengan reverse image tool Google dan Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa video penangkapan itu telah beredar sejak 26 September 2020, dua pekan sebelum dipublikasikannya video yang berisi pengumuman pembentukan Aliansi Dokter Dunia sekaligus klaim-klaim keliru soal Covid-19 pada 10 Oktober 2020.
    Video yang sama pernah diunggah oleh kanal YouTube Anna Brees pada 26 September 2020 dengan judul “German Doctor Dr. Heiko Schoning acu2020.org arrested at Hyde park 26th Sept 2020” atau "Dokter Jerman Dr. Heiko Schoning acu2020.org ditangkap di Hyde Park (London, Inggris) 26 September 2020". Dalam keterangannya, kanal ini menulis bahwa videonya bersumber dari Active Patriot UK.
    Tempo kemudian menelusuri kanal YouTube Active Patriot UK. Pada 26 September 2020, kanal ini memang pernah mengunggah video dari peristiwa yang sama. Video itu diberi judul "Dr Heiko Schoning Full Arrest Video" atau "Video Utuh Penangkapan Dr Heiko Schoning".
    Video lain yang memperlihatkan penangkapan Heiko Schoning tersebut juga pernah diunggah oleh kanal YouTube Shirin Koohyar pada 27 September 2020 dengan judul “Dr. Heiko Schoning arrested & dragged by police moments after speaking Hyde Park on Saturday Sep 26” atau "Dr. Heiko Schoning ditangkap dan digelandang oleh polisi beberapa saat setelah berbicara di Hyde Park pada Sabtu 26 September".
    Menurut keterangan video tersebut, Heiko Schoning ditangkap dan diborgol, lalu dibawa ke mobil polisi beberapa saat setelah berbicara tentang "kebenaran Covid-19" kepada sekelompok pendengar di Pojok Pembicara Hyde Park pada 26 September 2020.
    Dikutip dari situs resmi pemerintah London, di bagian "Pertanyaan kepada Wali Kota", terdapat pertanyaan tentang alasan Metropolitan Police Service (MPS) London menangkap Heiko Schoning di Hyde Park pada 26 September 2020. Pertanyaan ini dijawab oleh wali kota dengan mengatakan, "Baik saya maupun MPS tidak bisa mengomentari penyelidikan yang sedang berlangsung."
    Dilansir dari kantor berita Jerman Deutsche Welle (DW), pada 26 September 2020, terdapat gelaran demonstrasi anti-lockdown di London, Inggris. Massa memprotes berbagai pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah Inggris di tengah pandemi Covid-19.
    Unjuk rasa yang digelar di Trafalgar Square itu berakhir ricuh setelah polisi Inggris berusaha membubarkan massa. Alasannya, pengunjuk rasa melanggar aturan jarak sosial dan pemakaian masker. Banyak demonstran kemudian pindah dari Trafalgar Square untuk bergabung dengan kelompok lain di Hyde Park.
    Terkait video yang berisi pengumuman pembentukan Aliansi Dokter Dunia sekaligus klaim-klaim keliru soal Covid-19, menurut laporan organisasi pemeriksa fakta Amerika Serikat FactCheck, dipublikasikan pada 10 Oktober 2020, beberapa pekan setelah digelarnya demonstrasi anti-lockdown di London, Inggris. Video yang berdurasi 18 menit itu pernah diunggah di YouTube, namun telah dihapus karena melanggar persyaratan layanannya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas adalah video pendiri Aliansi Dokter Dunia, Heiko Schoning, yang ditangkap polisi usai mempublikasikan video bohong tentang Covid-19, menyesatkan. Video itu telah beredar sejak 26 September 2020, dua pekan sebelum dipublikasikannya video yang berisi pengumuman pembentukan Aliansi Dokter Dunia sekaligus klaim-klaim keliru soal Covid-19 pada 10 Oktober 2020. Pada 26 September 2020, sejumlah orang, termasuk Heiko Schoning, ditangkap setelah mengikuti demonstrasi anti-lockdown di Trafalgar Square dan Hyde Park, London, Inggris.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8358) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Tusuk 10 Jari dengan Jarum adalah Pertolongan Pertama Stroke?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 03/11/2020

    Berita


    Pesan berantai yang berisi klaim bahwa menusuk 10 jari dengan jarum adalah salah satu metode pertolongan pertama untuk penyakit stroke beredar di Facebook. Metode ini disebut sebagai metode “pelepasan darah”. Metode itu berupa menusuk 10 jari dengan jarum, bisa jarum suntik, jarum jahit, atau jarum pentul, ke 10 ujung jari hingga berdarah. Setelah darah keluar, seseorang yang terkena stroke akan sadar kembali.
    “Di tempat kejadian, topanglah si penderita supaya dalam posisi duduk, agar tidak terjatuh lagi. Setelah posisi duduk, kini saatnya untuk melepaskan darah. Bila di rumah ada jarum suntik, itu paling baik. Bila tidak ada, pakailah jarum jahit atau jarum pentul. Namun sebelumnya jarum harus disterilkan dengan cara dibakar api sejenak (pakai korek api, kompor). Kemudian tusuklah kesepuluh ujung jari di kedua tangan agar berdarah. Bila darah tidak keluar, bisa dipencet atau dipijit, hingga kesepuluh jari itu meneteskan darah ("setiap jari setetes"). Beberapa menit kemudian, si penderita dengan sendirinya akan sadar kembali,” demikian narasi dalam pesan berantai itu. 
    Salah satu akun yang membagikan pesan berantai tersebut adalah akun Rini Haerani, tepatnya pada 26 Oktober 2020. Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan 71 reaksi dan dibagikan sebanyak 144 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Rini Haerani.
    Apa benar menusuk 10 jari dengan jarum adalah pertolongan pertama stroke?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memeriksa klaim itu, Tim CekFakta Tempo menelusuri informasi terkait dengan memasukkan kata kunci “pertolongan pertama pelepasan darah bagi penderita stroke” dan “menusuk 10 jari dengan jarum untuk stroke” di mesin pencari Google. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa pesan berantai serupa telah beredar setidaknya sejak 2013. Namun, menurut berbagai pemberitaan media yang mengutip para ahli, isi pesan berantai itu keliru.
    Dikutip dari berita di Detik.com pada 18 Maret 2013, dokter spesialis saraf dari Universitas Indonesia, Ahmad Yanuar, menepis kebenaran pesan berantai yang menyebut “menusuk 10 jari dengan jarum adalah pertolongan pertama stroke” tersebut. “Sejauh ini, tidak ada penelitian seperti itu, tidak diketahui efektif atau tidaknya tindakan tersebut,” kata Ahmad. Satu-satunya tindakan yang harus segera dilakukan adalah membawa penderita ke rumah sakit, sehingga bisa diberi tindakan reperfusi. “Sekitar 3-6 jam setelah kejadian, pasien harus segera dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan tindakan medis,” ujarnya. 
    Pernyataan ini diperkuat oleh penjelasan dokter spesialis saraf lainnya, Fritz Sumantri. “Yang harus digarisbawahi, kedokteran berangkat dari penelitian dan uji coba. Sampai saat ini, ilmu kedokteran tidak mengenal cara seperti itu (menusuk 10 jari dengan jarum), sehingga kita juga tidak tahu efektivitasnya,” kata Fritz.
    Dilansir dari situs kesehatan Klikdokter.com, menurut artikel oleh dokter spesialis penyakit dalam Alvin Nursalim pada 2 Maret 2015, informasi soal pertolongan pertama stroke dengan menusukkan jarum di ujung jari penderita tidak benar. Stroke adalah gangguan pada pembuluh darah otak. Gangguan ini dapat berupa tersumbat atau pecahnya pembuluh darah. Stroke perlu ditangani dengan segera, karena waktu awal terjadinya stroke merupakan waktu yang menentukan terapi selanjutnya.
    Menurut Alvin, penanganan awal stroke bukan dengan mengeluarkan darah dari ujung jari. “Mengeluarkan darah dari ujung jari tidak memiliki manfaat dalam penyembuhan pasien stroke,” katanya. Bahkan, jika jarum yang digunakan tidak bersih, penderita stroke dapat mengalami infeksi akibat tusukan tersebut.
    Alvin pun menjelaskan penanganan awal stroke yang tepat, yakni menjaga patensi jalan napas dan kestabilan sirkulasi darah pasien. “Jika pasien tidak sadar, baringkan pada tempat yang aman, posisikan pasien dengan tubuh menghadap ke samping kiri untuk mencegah masuknya cairan ke saluran pernapasan, lalu segera panggil pertolongan untuk membawa pasien ke unit gawat darurat terdekat,” kata Alvin.
    Penjelasan yang sama pun diberikan oleh dokter spesialis saraf dari Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Yuda Turana, seperti yang dimuat oleh Tempo pada 23 Februari 2018. Menurut dia, klaim bahwa “menusuk 10 jari dengan jarum adalah pertolongan pertama stroke” keliru. “Tidak benar. Justru, respons nyeri akibat tusukan jarum dapat meningkatkan tekanan darah yang berisiko memperburuk strokenya,” ujar Yuda.
    Penegasan bahwa metode ini tak tepat juga diungkapkan oleh dokter spesialis jantung dari Rumah Sakit Harapan Kita, Dicky Armein Hanafy. Dia bahkan mengatakan cara ini tidak berguna sama sekali. "Tidak ada gunanya sama sekali. Ada risiko infeksi, apalagi kalau jarumnya tidak steril atau bersih," katanya. Ketimbang memberikan pertolongan pertama di rumah, kedua dokter ini menyarankan untuk segera melarikan penderita ke rumah sakit agar segera mendapatkan pertolongan. "Keluarga harus langsung bawa ke rumah sakit," ujar Yuda.
    Dikutip dari situs kesehatan Alodokter.com, dalam bagian “Tanya Dokter”, dokter Saphira Evani menyatakan bahwa pertolongan pertama bagi penderita stroke adalah membawanya ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) terdekat. “Menusuk ke-10 jari pasien dengan jarum tidak bisa menghentikan proses terjadinya stroke,” ujarnya. Dia menambahkan, “Belum ada satu pun jurnal medis yang dapat membuktikan manfaat dari tindakan tersebut. Dengan menusuk jari, Anda telah membuang waktu untuk mencari jarum, menusukkannya ke penderita, yang mana seharusnya lebih bijak dipergunakan untuk membawa penderita ke rumah sakit terdekat.” 

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa “menusuk 10 jari dengan jarum adalah pertolongan pertama stroke” keliru. Para dokter spesialis saraf dan jantung telah menyatakan bahwa menusuk 10 jari dengan jarum bukanlah cara yang tepat untuk menangani seseorang yang terkena stroke. Bahkan, tindakan itu bisa berbahaya, menyebabkan infeksi jika jarum yang digunakan tidak steril. Penanganan pertama stroke adalah menjaga patensi jalan napas dan kestabilan sirkulasi darah penderita. Jika tidak sadar, penderita dibaringkan di tempat yang aman, dan tubuhnya diposisikan menghadap ke samping kiri untuk mencegah masuknya cairan ke saluran pernapasan. Lalu, segera panggil pertolongan untuk membawa pasien ke unit gawat darurat terdekat.
    SITI AISAH
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id