• (GFD-2021-8504) Keliru, Arab Saudi Tolak Jemaah Haji Indonesia Karena Belum Bayar Akomodasi

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 19/02/2021

    Berita


    Klaim bahwa pemerintah Arab Saudi menolak jemaah haji Indonesia karena belum membayar biaya akomodasi viral di media sosial. Klaim itu terdapat dalam sebuah artikel yang berjudul "Terkuak, Ternyata Jemaah Haji Indonesia Ditolak Bukan Karena Covid-19". Artikel ini diterbitkan oleh sebuah situs pada 16 Februari 2021.
    Artikel itu diawali dengan kalimat yang berbunyi "Arab Saudi ngotot tolak jemaah haji dari Indonesia, Kemenag dibuat kebingungan, ada apa sebenarnya". Lalu, dalam artikel ini, terdapat pula narasi, "Yang jelas, karena belum bayar bea akomodasi calon jemaah haji. Maunya hutang dulu, bayar belakang aja. Kerajaan Arab Saudi tidak mau."
    Selain itu, artikel tersebut juga mengklaim bahwa dana haji digunakan oleh pemerintah untuk membangun sejumlah proyek infrastruktur. "Sementara itu, jutaan calon jemaah haji hanya bisa melongo dan menunggu berangkat berhaji hingga uzur dan hingga akhir hayatnya," demikian narasi yang tertulis di bagian akhir artikel tersebut.
    Gambar tangkapan layar artikel yang diterbitkan oleh sebuah situs yang berisi klaim keliru terkait pembayaran akomodasi jemaah haji Indonesia.

    Hasil Cek Fakta


    Dilansir dari Jawapos.com, Plt Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Oman Fathurahman memastikan pemerintah tidak memiliki utang biaya akomodasi jemaah haji kepada Arab Saudi. "Informasi Indonesia belum bayar akomodasi jemaah jelas keliru dan menyesatkan. Jemaah haji Indonesia juga tidak pernah ditolak Arab Saudi,” kata Oman pada 18 Februari 2021.
    Menurut Oman, selama ini, Indonesia dikenal sebagai negara dengan manajemen pengelolaan haji yang baik dalam segala aspek, termasuk dalam proses pengadaan layanan di Arab Saudi, baik transportasi, katering, maupun akomodasi. “Indonesia itu terbaik dalam manajemen penyelenggaraan ibadah haji. Itu diakui banyak negara, dan tidak sedikit dari mereka yang melakukan studi banding,” ujarnya.
    Oman mengatakan, sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, dana haji telah dialihkan kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). "Per Februari (2018), semua dana haji sudah menjadi wewenang BPKH. Sejak itu, Kementerian Agama sudah tidak mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk mengelola, apalagi mengembangkan dana haji dalam bentuk apapun,” kata Oman.
    Pada 3 Februari 2021 lalu, pemerintah Arab Saudi memang menangguhkan masuknya pendatang dari 20 negara, termasuk Indonesia. Namun, kebijakan tersebut diambil sebagai upaya untuk membendung penyebaran Covid-19. Dilansir dari Kompas.com, penangguhan sementara masuknya pendatang dari 20 negara itu diumumkan pada hari yang sama ketika Arab Saudi mencatatkan empat kematian baru terkait Covid-19.
    Negara-negara yang termasuk dalam penangguhan itu adalah Indonesia, Uni Emirat Arab, Argentina, Jerman, Amerika Serikat, Britania Raya, Afrika Selatan, Prancis, India, Pakistan, Mesir, Lebanon, Irlandia, Italia, Brasil, Portugal, Turki, Swedia, Swiss, dan Jepang. Larangan juga mencakup wisatawan yang transit di negara-negara tersebut dalam 14 hari sebelum pengumuman penangguhan.
    Ibadah Haji 2021
    Pada 15 Februari 2021, seperti dilansir dari Jawapos.com, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan bakal memberi tenggat kepada pemerintah Arab Saudi hingga awal Maret untuk memberikan kepastian soal penyelenggaraan ibadah haji 2021. Jika hingga awal Maret tidak terdapat kejelasan, pemberangkatan jemaah haji tahun ini akan dibatalkan seperti pada 2020.
    "Kami punyadeadlineMaret, pastikan mau berangkat atau tidak. Itu dulu. Masalah kuota, itu perihal berikutnya," kata Yaqut saat menerima rombongan Forum Silaturahmi Asosiasi Travel Haji dan Umrah (SATHU). Dalam pertemuan itu, Yaqut juga mengatakan, hampir setiap pekan, Kemenag berkoordinasi dengan pemerintah Arab Saudi soal ibadah haji 2021.
    Dalam komunikasi tersebut, pemerintah pun menyampaikan batas toleransi untuk mempersiapkan penyelenggaraan ibadah haji tahun ini, yakni hingga awal Maret. Jika sampai batas waktu tersebut pemerintah Arab Saudi tak kunjung memberikan kepastian, pemerintah tidak akan siap menyelenggarakan pemberangkatan ibadah haji.
    Pengelolaan dana haji
    Isu bahwa dana haji digunakan untuk pembangunan infrastruktur telah beredar sejak 2018, ketika pengelolaan dana haji dialihkan kepada BPKH. Pada 24 Januari 2019, seperti dikutip dari Kompas.com, Kepala BPKH Anggito Abimanyu telah menegaskan bahwa tidak ada dana haji yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur.
    Menutur Anggito, dana haji per 2018 sebanyak Rp 113 triliun ditempatkan dalam deposito di perbankan syariah dan digunakan untuk membeli surat berharga. "Tidak ada satu rupiah pun dana haji untuk infrastruktur. Investasi kita hanya di surat berharga. Jadi, rasio investasi kita di 2018 sebesar 50 persen di bank dan 50 persen di surat berharga," ujar Anggito.
    Pada pertengahan 2019, isu yang sama kembali muncul. BPKH kembali menyatakan bahwa tidak ada dana kelolaan haji yang digunakan untuk investasi langsung pada proyek infrastruktur. Dilansir dari CNN Indonesia, Anggota BPKH Bidang Investasi Beny Witjaksono mengatakan hampir 100 persen dana investasi disalurkan kepada surat berharga pemerintah dalam bentuk Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
    Menurut Beny, BPKH hanya mencatatkan satu jenis investasi selain ke surat berharga, yakni investasi ke Bank Muamalat melalui Kementerian Agama. Investasi itu telah dilakukan sebelum BPKH terbentuk di tahun 2017. Ia melanjutkan BPKH juga memiliki investasi dalam bentuk Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) yang ditempatkan sebelum BPKH terbentuk.
    Pada pertengahan 2020, lagi-lagi isu tersebut muncul, di tengah pembatalan keberangkatan ibadah haji 2020. Dilansir dari Kumparan.com, pembatalan keberangkatan ibadah haji ini membuat dana yang telah terkumpul untuk biaya ibadah haji calon jemaah tidak terpakai. Per Mei 2020, dana haji yang sudah terkumpul mencapai lebih dari Rp 135 triliun.
    Pada 3 Juni 2020, Kepala BPKH Anggito Abimanyu menuturkan dana tersebut tersimpan di rekening BPKH. “Jika tidak dipergunakan untuk penyelenggaraan ibadah haji, akan dikonversi ke dalam mata uang rupiah dan dikelola oleh BPKH,” katanya. Menurut dia, seluruh dana kelolaan jemaah haji berbentuk rupiah dan valuta asing. Anggito pun menegaskan dana haji ini tidak ada kaitannya dengan pembiayaan proyek infrastruktur ataupun penguatan rupiah.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Arab Saudi menolak jemaah haji Indonesia karena belum membayar biaya akomodasi, keliru. Kementerian Agama telah memastikan bahwa pemerintah tidak mempunyai utang biaya akomodasi jemaah haji kepada pemerintah Arab Saudi. Sejak 3 Februari 2021, pemerintah Arab Saudi memang menangguhkan masuknya pendatang dari 20 negara, termasuk Indonesia. Namun, kebijakan tersebut diambil sebagai upaya untuk membendung penyebaran Covid-19.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8503) Keliru, Klaim Pandemi Flu Spanyol Disebabkan Pneumonia Bakteri yang Berasal dari Masker

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 18/02/2021

    Berita


    Sebuah tulisan panjang terkait pandemi flu Spanyol dan pemakaian masker beredar di Facebook. Tulisan itu mengklaim panemi flu Spanyol bukan disebabkan oleh virus, melainkan oleh bakteri yang memicu  pneumonia. Tulisan ini juga menyebut penggunaan masker yang berkepanjangan akan menimbulkan gejala keracunan CO2.
    Menurut tulisan tersebut, pemakaian masker membuat tubuh kekurangan oksigen. "Efek lainnya selain sistem imun menjadi lemah, sel-sel tubuh yang kurang oksigen akan terjadi kelainan pertumbuhan karena lingkungan kimiawi biologis yang tidak sehat sehingga tumbuh menjadi tumor, kanker dst," demikian narasi dalam tulisan itu.
    Tulisan tersebut diunggah oleh akun ini pada 1 Februari 2021. Akun itu melengkapi tulisan tersebut dengan gambar yang memuat teks "I see brainwashed people, they don't know they're brainwashed". Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun itu telah mendapatkan 67 reaksi dan 15 komentar serta dibagikan 11 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait flu Spanyol dan pemakaian masker.

    Hasil Cek Fakta


    Klaim: Pandemi flu Spanyol bukan disebabkan oleh virus, tapi pneumonia bakteri yang berasal dari masker
    Fakta:
    Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat ( CDC ), pandemi influenza 1918 atau yang kerap disebut pandemi flu Spanyol disebabkan oleh virus H1N1 dengan gen yang berasal dari unggas. Meskipun tidak ada konsensus universal mengenai dari mana virus itu berasal, virus tersebut menyebar ke seluruh dunia selama 1918-1919.
    CDC menjelaskan, ketika pandemi flu Spanyol terjadi, memang banyak ahli kesehatan yang mengira penyakit itu disebabkan oleh bakteri yang disebut "Pfeiffer's bacillus", yang sekarang dikenal sebagai Haemophilus influenzae. Namun, hal tersebut dikarenakan tidak adanya tes diagnostik ketika itu yang bisa menguji infeksi influenza. Dokter tidak mengetahui adanya virus influenza.
    Dilansir dari AFP, sejarawan Universitas Sydney yang memiliki spesialisasi dalam kedokteran dan teknologi, Peter Hobbins, mengatakan otopsi yang dilakukan pada pasien yang meninggal karena flu Spanyol menunjukkan penyebab utama kematian adalah terisinya paru-paru oleh cairan, baik karena penyakit atau respons imun tubuh yang terlalu aktif terhadap infeksi.
    Menurut Hobbins, penyebab sebenarnya pandemi flu Spanyol pada 1918 adalah strain baru virus Influenza A (H1N1). Dia menambahkan upaya di seluruh dunia telah dilakukan untuk membuat vaksin. Namun, ketika itu, tidak ditemukan secara jelas apa "agen penyebabnya, karena mikroskop yang digunakan tidak cukup bagus untuk melihat virus".
    Dikutip dari Reuters, pada Oktober 2020, beredar klaim palsu bahwa, selama pandemi flu Spanyol, orang meninggal akibat pneumonia bakteri dari masker. Klaim itu juga menyebut bahwa direktur Institut Nasional untuk Alergi dan Penyakit Menular Amerika Serikat, Anthony Fauci, mengetahui hal itu dan menuliskannya dalam sebuah penelitian pada 2008.
    Menurut Reuters, klaim tersebut keliru. Pada 2008, Fauci memang menerbitkan riset terkait pandemi flu Spanyol. Namun, pneumonia bakteri yang ia maksud dalam riset itu didahului oleh virus influenza. "Bukti yang kami teliti mendukung skenario di mana kerusakan akibat virus diikuti oleh pneumonia bakteri yang menyebabkan sebagian besar kematian." Penelitian ini pun tidak menyinggung soal masker.
    Klaim: Pemakaian masker membuat tubuh kekurangan oksigen yang akhirnya memicu kanker
    Fakta:
    Berdasarkan arsip berita Tempo, spesialis pengobatan kritis dari Hospital and Clinic University of Iowa, Gregory A. Schmidt, menuturkan bahwa menggunakan masker tidak akan mengganggu sirkulasi udara, baik kadar oksigen maupun kadar CO2, dalam tubuh.
    Schmidt membuktikannya dengan mengukur tingkat saturasi oksigen dan CO2 di dalam tubuh Danica, seorang terapis pernapasan, ketika memakai masker dengan pulse oxymeter. Sebagai informasi, tingkat normal saturasi oksigen dalam darah berada pada level 95-100 persen, sementara CO2 pada level 35-45 persen.
    Hasilnya, saat masker dan pelindung wajah (face shield) digunakan selama dua jam, tingkat saturasi oksigen Danica berada pada level 98 persen dan CO2 pada rentang 33-35 persen. Demikian pula ketika durasi pemakaian masker diperpanjang menjadi 4 jam, tingkat saturasi oksigen Danica mencapai 98 persen dan CO2 berada pada level 34 persen. Pada durasi penggunaan masker 6 jam, tingkat saturasi oksigen mencapai 99 persen dan CO2 sebesar 32 persen.
    Menurut Gregory, oksigen dan CO2 berukuran sangat kecil sehingga mudah melewati celah-celah masker. Sedangkan droplet, atau cipratan air liur (yang menjadi medium penularan virus Corona Covid-19), berukuran lebih besar dibandingkan oksigen dan CO2 sehingga tidak mudah menerobos masker.
    Terkait klaim bahwa sel tubuh yang kekurangan oksigen akan mengalami kelainan sehingga tumbuh menjadi tumor atau kanker, tidak ditemukan bukti yang mendukung klaim tersebut. Dikutip dari situs resmi Cleveland Clinic, jika kadar oksigen dalam darah terlalu rendah, tubuh memang tidak akan bekerja dengan baik. Darah membawa oksigen ke sel-sel di seluruh tubuh untuk menjaganya tetap sehat.
    Namun, terlalu rendahnya kadar oksigen dalam darah, yang kerap disebut hipoksemia, itu biasanya menyebabkan masalah ringan seperti sakit kepala dan sesak napas. Dijumpai pula kasus-kasus yang parah, namun efeknya adalah dapat mengganggu fungsi jantung dan otak.
    Berbagai kondisi bisa mengganggu kemampuan tubuh untuk mengirimkan oksigen ke darah dalam kadar yang normal. Beberapa penyebab paling umum dari hipoksemia adalah kondisi jantung (termasuk kelainan jantung), kondisi paru-paru (asma, emfisema, dan bronkitis), lokasi dataran tinggi (kadar oksigen di udara lebih rendah), obat nyeri yang kuat atau masalah lain yang memperlambat pernapasan, apnea atau gangguan pernapasan saat tidur, dan peradangan atau jaringan parut pada paru-paru (seperti pada fibrosis paru).

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa pandemi flu Spanyol disebabkan oleh pneumonia bakteri yang berasal dari masker dan memakai masker membuat tubuh kekurangan oksigen yang akhirnya memicu kanker, keliru. Menurut sejumlah ahli, pandemi influenza 1918 atau flu Spanyol disebabkan oleh virus H1N1. Terkait masker, penggunaannya tidak akan menyebabkan kekurangan oksigen, karena masker tidak mengganggu sirkulasi udara dalam tubuh.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8502) Keliru, Kisah Mantan PM Jepang Yoshiro Mori yang Salah Ucap Bahasa Inggris saat Bertemu Obama

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 17/02/2021

    Berita


    Gambar yang berisi kisah tentang mantan Perdana Menteri Jepang Yoshiro Mori saat bertemu mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama beredar di Facebook. Kisah berjudul "English is difficult language for some" itu menyebut bahwa Mori melakukan kesalahan pengucapan dalam bahasa Inggris saat bercakap-cakap dengan Obama ketika bertemu di Washington DC, AS.
    Menurut kisah tersebut, sebelum bertemu Obama, Mori diberi pelatihan dasar percakapan dalam bahasa Inggris. Instruktur menyarankan Mori untuk bertanya "how are you?" atau "apa kabar?" ketika bersalaman dengan Obama. Dia bakal menjawab "I am fine, and you?" atau "saya baik-baik saja, dan kamu?". Mori pun diminta untuk mengatakan "me too" atau "saya juga".
    Namun, dalam pertemuannya dengan Obama, Mori melakukan kesalahan dengan melontarkan pertanyaan "who are you?" atau "siapa kamu?". Obama pun terkejut, tapi kemudian meresponsnya dengan gurauan, "Well, I'm Michelle's husband(Saya suami Michelle), ha-ha." Mori tetap menjawab "me too". Seketika, ruang pertemuan hening.
    Gambar itu dilengkapi dengan dua foto Mori, yang diambil pada 2008 dan pada 2018. Terdapat pula satu foto yang memperlihatkan seorang pria sedang bersalaman dengan Obama. Salah satu akun membagikan gambar tersebut pada 11 Februari 2021, di tengah kecaman publik terhadap Mori, Ketua Olimpiade Tokyo 2020, yang baru saja mengundurkan diri dari jabatannya ini.
    Gambar yang berisi klaim keliru terkait percakapan antara mantan Perdana Menteri Jepang Yoshiro Mori dan mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo melakukan penelusuran ke mesin pencari Google dengan menggunakan kata kunci “English is a difficult language for some”. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa percakapan antara Mori dan Obama dalam gambar tersebut bukanlah kisah nyata, melainkan humor politik atau anekdot. Anekdot ini pun merupakan hasil daur ulang.
    Dilansir dari organisasi cek fakta AS Snopes, terdapat kejanggalan dalam kisah itu, bahwa Yoshiro Mori melakukan perjalanan ke Washington DC untuk bertemu dengan Barack Obama. Masa jabatan Mori sebagai PM Jepang berakhir pada April 2001, hampir delapan tahun sebelum Obama menjadi Presiden AS. Ini menjadi petunjuk bahwa kisah di atas adalah hasil daur ulang.
    Menurut Snopes, kisah itu adalah daur ulang dari kisah yang pernah beredar pada pertengahan 2000, selama tahun terakhir Bill Clinton menjabat sebagai Presiden AS. Anekdot tersebut beredar dengan judul yang berbeda, yakni “This is a true story from the Japanese Embassy in US”. Anekdot ini menceritakan percakapan yang melibatkan Mori dan Clinton.
    Pada pertengahan 2009, ketika Obama menjabat sebagai Presiden AS, tokoh Clinton dalam kisah itu diubah menjadi Obama. Anekdot itu pun kembali beredar baru-baru ini, ketika Mori yang merupakan Ketua Olimpiade Tokyo 2020 menjadi pembicaraan publik setelah melontarkan pernyataan seksis dalam sebuah pertemuan komite Olimpiade bahwa wanita terlalu banyak bicara.
    Menurut Snopes, pada 2009, lelucon yang sama juga muncul di AS, namun dikaitkan dengan Kim Young-sam, yang menjabat sebagai Presiden Korea Selatan selama lima tahun pada 1993-1998. Kisah apokrif yang sama juga telah menyasar sejumlah politikus dari berbagai negara yang dalam tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utamanya.
    Situs cek fakta Hoax or Fact juga telah menyatakan bahwa kisah itu tipuan. Pesan tersebut beredar setelah Yoshiro Mori bertemu dengan Bill Clinton pada 2000. Pada 2009, kisah itu kembali beredar, di era pemerintahan Barack Obama. "Kedengarannya lucu, tapi kejadian seperti itu tidak terjadi. Cerita tersebut adalah tipuan," demikian penjelasan Hoax or Fact.
    Menurut Hoax or Fact, Mori menjabat sebagai PM Jepang pada 2000-2001, sementara Obama menjabat sebagai Presiden AS sejak 2009. "Jadi, tidak ada kemungkinan bagi mereka untuk bertemu secara resmi, dan mengarah pada pembicaraan semacam itu."
    Clinton menjabat sebagai Presiden AS pada 1993-2001, dan Mori bertemu dengannya pada 5 Mei 2000, selama kunjungannya ke negara-negara G8. Pertemuan dan percakapan mereka didokumentasikan di situs American Presidency Project. Namun, di situ, tidak disebutkan kejadian semacam itu.
    Ketika ditanya apakah Mori bisa berbicara dalam bahasa Inggris, jawabannya adalah: "Perdana Menteri tidak bisa berbahasa Inggris dengan baik." Jadi, percakapan dilakukan melalui penerjemah. "Karena itu, hal ini menunjukkan bahwa percakapan lucu antara Clinton (atau Obama) dan Mori tidak pernah benar-benar terjadi," demikian penjelasan Hoax or Fact.
    Terkait foto seorang pria yang sedang bersalaman dengan Obama, pria tersebut bukanlah Yoshiro Mori. Foto itu pernah dimuat dalam sebuah laporan yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri Jepang pada 2008. Foto ini memperlihatkan momen ketika Wakil PM Jepang Taro Aso bertemu dengan Presiden AS Barack Obama pada 24 Februari 2009 di Washington DC.
    Tempo kemudian mencari berita maupun foto tentang pertemuan antara Yoshiro Mori dan Barack Obama. Namun, tidak ditemukan berita bahwa Mori dan Obama pernah bertemu atau pun foto yang memperlihatkan keduanya dalam satuframedi sebuah pertemuan.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, kisah mantan PM Jepang Yoshiro Mori yang salah ucap bahasa Inggris saat bertemu mantan Presiden AS Barack Obama itu, keliru. Kisah tersebut hanyalah humor politik atau anekdot, yang merupakan hasil daur ulang dari kisah serupa yang beredar pada 2000. Ketika itu, tokoh dalam kisah tersebut adalah Mori dan mantan Presiden AS lainnya, Bill Clinton. Namun, dalam dokumentasi yang ada, tidak pernah disebutkan bahwa terjadi percakapan semacam itu antara Mori dan Clinton.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8501) Sebagian Benar, Judul Artikel bahwa SBY Ingin Bantu Ekonomi tapi Partainya Tidak di Dalam Pemerintahan

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 17/02/2021

    Berita


    Gambar tangkapan layar artikel dari situs Bizlaw yang mengutip pernyataan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY beredar di Facebook. Artikel itu berjudul “Ancaman Krisis Ekonomi, SBY: Saya Ingin Membantu, Tapi Partai Saya Tidak Ada dalam Pemerintahan”. Artikel ini dimuat pada 12 Agustus 2020.
    Dalam gambar tangkapan layar tersebut, terdapat foto SBY yang mengenakan jaket berwarna biru. Salah satu akun membagikan gambar itu pada 13 Februari 2021. Akun tersebut menulis narasi, "Apa maksud UCAPANNYA yach? Apa ingin anaknya dipanggil untuk dijadikan MENbaperan?" Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah mendapatkan 64 reaksi dan 111 komentar.
    Gambar tangkapan layar sebuah unggahan di Facebook yang memuat artikel terkait pernyataan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo memeriksa artikel Bizlaw yang berjudul “Ancaman Krisis Ekonomi, SBY: Saya Ingin Membantu, Tapi Partai Saya Tidak Ada dalam Pemerintahan” tersebut. Hasilnya, ditemukan bahwa Bizlaw memang pernah memuat artikel dengan judul yang tersebut pada 12 Desember 2020.
    Pernyataan yang terdapat dalam judul ditemukan pada akhir artikel. Pernyataan itu berbunyi: "Bola di tangan pemerintah, istilahnyawe have given everything to this government, tinggal tolong ini semua digunakan dengan baik, rakyat membantu, saya pribadi ingin membantu meskipun tidak secara tidak langsung karena partai yang dulu saya pimpin tidak di pemerintahan," ujar SBY.
    Kutipan tersebut memang sedikit berbeda dengan yang digunakan dalam judul artikel. Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu menyebut “karena partai yang dulu saya pimpin tidak di pemerintahan”. Sementara dalam judul, pernyataan tersebut diubah menjadi “tapi partai saya tidak ada dalam pemerintahan”. Perubahan “karena” menjadi “tapi” menimbulkan persepsi yang berbeda.
    Tempo pun membandingkan isi artikel itu dengan pemberitaan yang dimuat oleh media lain. Pernyataan SBY tersebut pernah dimuat oleh beberapa media. Pernyataan itu dilontarkan dalam peluncuran buku "Monograf" di Cikeas, Bogor, pada 11 Agustus 2020.
    Kompas.com misalnya, mempublikasikan pernyataan SBY tersebut dalam beritanya yang berjudul "Ancaman Krisis Ekonomi, SBY: Jangan Salahkan Presiden Jokowi". Dalam berita ini, terdapat pernyataan SBY yang berbunyi sebagai berikut:
    "Bola di tangan pemerintah, istilahnyawe have given everything to this government, tinggal tolong ini semua digunakan dengan baik, rakyat membantu. Saya pribadi ingin membantu meskipun tidak secara tidak langsung karena partai yang dulu saya pimpin tidak di pemerintahan," ujar SBY.
    Kontan juga pernah memuat berita serupa dalam artikelnya yang berjudul "Ada ancaman krisis ekonomi, SBY: Jangan salahkan Presiden Jokowi". Dalam artikel tersebut, terdapat pula pernyataan SBY di bagian akhir berita, yang sama dengan yang dimuat oleh Kompas.com.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, judul artikel “Ancaman Krisis Ekonomi, SBY: Saya Ingin Membantu, Tapi Partai Saya Tidak Ada dalam Pemerintahan” sebagian benar. Judul ini memang berasal dari pernyataan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY. Namun, terdapat sedikit perbedaan dengan pernyataan asli SBY yang dilontarkan pada 11 Agustus 2020 itu, yakni "Saya pribadi ingin membantu meskipun tidak secara tidak langsung karena partai yang dulu saya pimpin tidak di pemerintahan”. Perubahan “karena” menjadi “tapi” menimbulkan kesalahan persepsi.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan