• (GFD-2021-8696) Keliru, Tabung Oksigen Bisa Dibuat dari Aerator Akuarium

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 13/07/2021

    Berita


    Sejumlah unggahan tentang memanfaatkan aerator akuarium sebagai pengganti tabung oksigen menjadi viral di media sosial dalam sepekan terakhir. Salah satu unggahan itu terdiri dari infografis berjudul Membuat Alat Penyaring Udara Sederhana serta foto dan video merakit aerator tersebut.
    Unggahan ini tersebar di tengah kondisi banyaknya masyarakat kesulitan mencari akses tabung oksigen untuk merawat pasien terpapar Covid-19 dengan gejala sesak napas. Bahkan sejumlah rumah sakit juga sempat kehabisan pasokan oksigen.
    Dalam beberapa unggahan, alat-alat untuk membuat oksigen itu, disebutkan antara lain aerator aquarium, botol bekas, selang, dan air. Teknik tersebut pun diklaim lebih murah, karena hanya bermodalkan Rp 150 ribu. Sebab, bisa juga memanfaatkan alat-alat di rumah. 
    “Bermodalkan Alat Sederhana Bisa Berguna untuk membuat Tabung Oksigen di Rumah. Dengan Bermodalkan 150.000 kita bisa menghemat uang kita Ratusan juta,” demikian narasi yang menyertai infografis dan foto tersebut. 
    Tangkapan layar unggahan membuat tabung oksigen dari aerator aquarium di media sosial.

    Hasil Cek Fakta


    Dengan menggunakan reverse image tool milik Google, Tempo menemukan infografis berjudul Membuat Alat Penyaring Udara Sederhana pernah diterbitkan oleh Kompas pada 2015 dalam konteks melawan asap saat bencana kebakaran hutan. Infografis tersebut dimuat di akun Twitter @kompasmuda pada 27 Oktober 2015. 
    Tempo juga menghubungi Ketua Departemen Fisika Kedokteran Klaster Medical Technology IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prasandhya Astagiri Yusuf. Dia menjelaskan bahwa infografis tersebut hanya digunakan untuk penyaring udara, bukan untuk menghasilkan oksigen. “Saat udara penuh partikel asap akan menyebabkan sakit di bagian paru. Nah alat tersebut dapat menyaring partikel asap,” kata dia saat dihubungi Tempo, Senin 12 Juli.
    Menurut Prasandhya, aerator hanya berfungsi untuk membuat gelembung udara di akuarium agar ikan mendapatkan oksigen, tapi tidak menambahkan oksigen. Cara kerja aerator adalah dengan mengambil oksigen dari udara lalu digelembungkan di dalam air.  
    Kandungan oksigen di udara sendiri berkisar 20-21 persen. Sedangkan oksigen yang digunakan untuk medis, membutuhkan konsentrasi 100 persen. Sehingga kadar oksigen 20 persen di udara, tidak cukup untuk menyuplai kebutuhan oksigen pada pasien. Apalagi, saat terinfeksi Covid-19,  membuat kemampuan difusi oksigen ke dalam tubuh menjadi terganggu. 
    Solusi seperti yang selama ini dilakukan, kata dia, yakni dengan menembakkan langsung oksigen yang berkonsentrasi lebih tinggi (100 persen) kepada pasien. Bahkan dalam kondisi lebih parah, pemberian oksigen melalui  intubasi yakni dengan memasukkan oksigen melalui saluran pernapasan atau paru-paru. 
    Membuat alat sendiri dengan aerator, kata dia, justru  berisiko  bagi kesehatan. Kandungan air yang tidak steril misalnya, dapat menembakkan bakteri ke paru-paru dan dapat memicu infeksi tambahan. Dampak lainnya,  kelembaban udara pada paru-paru akan meningkat dan justru memicu pertumbuhan bakteri. Selama ini, tabung oksigen yang diproduksi untuk kebutuhan medis dilengkapi dengan alat untuk mengontrol oksigen yang dipasok ke dalam tubuh seperti mengandung filter, pressure regulator, dan pressure control. 
    Selain penjelasan Prasandhya tersebut, dosen Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Tomy Abuzairi, membuat video untuk menguji kadar oksigen di botol yang dialiri udara dari aerator atau kompresor berkapasitas 1 liter/menit. 
    Mulanya oksigen analyzer diset pada angka 21 persen. Kemudian saat aerator dihubungkan dengan oksigen analyzer tersebut, angka konsentrasi oksigen yang tertera hanya naik 0,2 menjadi  21,2 persen sehingga kenaikan oksigennya menjadi tidak signifikan.
    Sebelumnya, Kepala Balai Pengembangan Instrumentasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Anto Tri Sugiarto, juga menjelaskan, alat tersebut tidak akan dapat menambah jumlah oksigen yang dihirup. Pompa aerator, dia berujar, hanya membantu mengirim udara ke saluran pernapasan.
    “Yang dipompakan adalah udara dengan komposisi oksigen sekitar 20,9 persen,” tutur Anto melalui pesan WhatsApp, Rabu, 30 Juni 2021 kepada Tempo. Itu, Anto menambahkan, berbeda dari memberikan oksigen yang sangat dibutuhkan kepada pasien Covid-19 gejala berat. 

    Kesimpulan


    Dari pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa tabung oksigen bisa dibuat dari kompresor atau aerator akuarium adalah keliru. Aerator  hanya berfungsi untuk membuat gelembung udara di akuarium, dan tidak dapat menyuplai kebutuhan oksigen untuk tubuh pasien Covid-19 bergejala berat.
    Tim Cek Fakta Tempo

    Rujukan

  • (GFD-2021-8695) Sesat, 3 ambulans kosong diminta berputar-putar untuk menakuti warga agar percaya Covid-19

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 12/07/2021

    Berita


    Sejumlah tangkapan layar dan video dengan narasi 3 ambulans di Ngemplak, Sukoharjo, ugal-ugalan menabrak mobil, beredar di media sosial dalam sepekan terakhir. Unggahan ini beredar di tengah lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia dan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat ( ?PPKM ) Darurat di Jawa-Bali.
    Tangkapan layar dan video yang diunggah pada 7 Juli 2021 di Facebook  ini diklaim bahwa ambulans tersebut kosong dan diminta berputar-putar dengan upah Rp 300 ribu untuk menakuti warga.
    “Ternyata mobil ambulans  yang sering muter-muter di suatu wilayah itu kosong, tidak ada pasien/jenazah, dengan maksud tujuan menakuti atau membuat warga panik, dan percaya kalo banyak korban berjatuhan akibat Covid,” tulis narasi itu.
    Sementara dalam video yang beredar, terdapat suara seorang pria yang mengatakan, “Ambulans gak ono penumpange (gak ada penumpangnya) do ugal-ugalan mlakune (jalannya ugal-ugalan). Ambulans telu, sing siji lungo (ambulans tiga, yang satu pergi). Ning Ngemplak Gang 3, tiga beruntun (ambulans) jadinya empat, ”
    Tangkapan layar video yang diklaim sebagai ambulans kosong ugal-ugalan dan berputar-putar untuk menakuti warga agar percaya Covid-19.

    Hasil Cek Fakta


    Hasil penelusuran Tim Cek Fakta Tempo, menunjukkan, bahwa ambulans tersebut tidak menerima upah Rp 300 ribu untuk berputar-putar menakuti warga. Tiga ambulans milik tiga lembaga di Kabupaten Kudus tersebut baru memakamkan jenazah lalu mengalami kecelakaan beruntun saat perjalanan pulang menjemput jenazah lainnya.
    Berdasarkan siaran pers Rumah Sakit Aisyiyah yang dimuat di laman suara aisyiyah, dijelaskan, bahwa tiga ambulans tersebut adalah milik RS ‘Aisyiyah Kudus, MCCC PDM Kudus, dan LAZISMU Jawa Tengah.
    Mereka menjelaskan, ketiga ambulans tersebut melakukan perjalanan untuk memakamkan jenazah Covid-19 pada pukul 09.00 di daerah Grobogan. Namun pada saat perjalanan pulang melewati daerah Undaan pada pukul 13.30, ketiga sopir ambulans dikejutkan dengan mobil di depan mereka yang mengerem mendadak.
    Akibatnya terjadi kecelakaan beruntun antara ketiga ambulans dengan mobil Innova milik pribadi. Akan tetapi kasus tersebut telah diselesaikan secara kekeluargaan.
    Saat itu, ketiga ambulans harus segera kembali untuk memakamkan jenazah Covid-19 pada pukul 14.00. Ada dua jenazah yang harus dimakamkan pada hari itu.
    “Berdasarkan informasi yang telah tersebar, menyebutkan, jika Ambulance RS sengaja berkeliling secara ugal-ugalan untuk membuat resah masyarakat itu adalah tidak benar,” tulis siaran pers yang ditandatangani oleh Hilal Ariadi, Direktur RS ‘Aisyiyah Kudus dan Satriyo Yudo BW yang juga Ketua Muhammadiyah Covid Command Centre (MCCC) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kudus.
    Media lokal di Kabupaten Kudus, Murianews, juga memuat berita tersebut. Murianews menulis, Satrio Yudo Budi Wicaksono, Koordinator Tim Kamboja (tim ambulans dari Rumah Sakit Aisyiyah, Muhammadiyah Disaster Manajemen Center (MDMC) Kudus, dan Lazismu Kudus), membantah bahwa ambulans ugal-ugalan.
    Saat itu, posisi Tim Kamboja akan menjemput jenazah dan ruas jalan yang dilalui tidak memungkinkan bagi para sopir untuk melaju dengan kecepatan tinggi.
    “Kami sesuai protap, tidak keluar jalur, sesuai marka. Kecepatan kami kurang dari 90 km/jam. Rotator (sirine) juga kami nyalakan pada ambulans yang paling depan saja. Karena kami juga tahu kalau hidup semua rotatornya warga akan panik,” ungkapnya.
    Sementara terkait satu ambulans yang meninggalkan lokasi, ia menyebut saat itu dalam posisi darurat. Sopir ambulans yang posisinya paling depan, mengalami sesak napas usai kecelakaan.
    “Yang depan itu ada sesak napas (dada) kena setir ambulans. Kemudian kami pindahkan ke ambulans yang paling belakang, dan cepat-cepat kami bawa ke rumah sakit biar segera ditangani, takutnya ada apa-apa. Jadi bukan melarikan diri, ini juga soal keselamatan orang,” katanya.

    Kesimpulan


    Dari pemeriksaan fakta di atas, Tempo menyimpulkan narasi yang mengiringi video dan foto kecelakaan beruntun tiga ambulans di Kudus, adalah menyesatkan. Kecelakaan tersebut bukan karena sopir tiga ambulans ugal-ugalan, melainkan karena ada mobil di depan ambulans tersebut yang mengerem mendadak. Tiga ambulans tersebut juga tidak diupah untuk berputar-putar menakuti warga, melainkan bertugas untuk memakamkan jenazah Covid-19.
    Tim Cek Fakta Tempo

    Rujukan

  • (GFD-2021-8694) Sesat, Klaim Ini Video Pasien Rumah Sakit di Surabaya Dicovidkan dan Jenazahnya Ditangani Secara Tidak Wajar

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/07/2021

    Berita


    Sebuah video yang memperlihatkan keluarga pasien memarahi tenaga kesehatan di sebuah rumah sakit di Surabaya beredar di media sosial. Dalam video tersebut seseorang menjelaskan kondisi pasien yang meninggal dicovidkan dan jenazahnya ditangani secara tidak wajar lantaran hanya dibungkus plastik tanpa dimandikan.
    Unggahan ini beredar di tengah kondisi kasus Covid-19 yang terus melonjak di Indonesia. Di Facebook, video tersebut diunggah akun ini pada 3 Juli 2021. Bersamaan dengan unggahan tersebut, pengunggah menuliskan narasi, ”RAKYAT BAWAH JADI KORBAN PEMBODOHAN , SEPERTI INI KAH KEADAAN DI NEGRI INI ...? VIRALKAN !!!”
    Hingga artikel ini dimuat, video berdurasi 3 menit 44 detik tersebut telah disaksikan lebih dari 6 ribu kali dan mendapat komentar lebih dari 10 ribu.
    Tangkapan layar video yang diunggah di Facebook, 3 Juli 2021.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim Cek Fakta Tempo memfragmentasi video tersebut dengan menggunakan tool InVid. Selanjutnya gambar-gambar hasil fragmentasi ditelusuri jejak digitalnya dengan menggunakan reverse image Google dan Yandex.
    Hasilnya, peristiwa dalam video tersebut terjadi di RSI Darus Syifa Benowo, Surabaya pada Juni 2021. Berdasarkan pemeriksaan tiga dokter spesialis yaitu Syaraf, Paru dan Penyakit dalam maka diketahui bahwa yang bersangkutan juga terpapar Covid-19.
    Video yang identik juga pernah diunggah ke Youtube oleh akun HARIAN SURYA pada 4 Juli 2021 dengan judul, “Heboh... Keluarga Pasien Marahi Dokter, Anggap Tak Wajar Urus Jenazah”.
    Menurut Harian Surya, keluarga pasien marah-marah ke dokter dan tenaga kesehatan di salah satu rumah sakit di Surabaya Barat untuk memprotes tindakan pihak rumah sakit yang dianggap tidak wajar dalam menangani jenazah.
    Pada awal video diperlihatkan jenazah yang terbungkus plastik. Keluarga pasien kemudian memprotes petugas memandikan jenazah atas perlakuan yang dinilai tak layak tersebut. Namun, tak satupun petugas ada di lokasi, sehingga membuat amarah keluarga semakin memuncak.
    Tampak juga rombongan keluarga lainnya berteriak marah serta menyobek-nyobek berkas pada meja jaga tenaga medis. Mereka pun mengancam akan mencabut (membawa jenazah pulang) dan tidak takut jika berurusan dengan polisi. Dokter yang memberi keterangan pun sempat dihardik oleh keluarga pasien saat memberi keterangan.
    Dilansir dari liputan6.com, Humas Rumah Sakit Islam (RSI) Darus Syifa Benowo Surabaya, Ahmad Nafi' membenarkan video viral tersebut terjadi di rumah sakitnya.
    Nafi' menceritakan, pasien itu warga Manukan Surabaya, berjenis kelamin perempuan dan berusia 67 tahun. "Beliau masuk IGD pada 16 atau 17 Juni 2021 sekitar pukul 9 atau 10 pagi," ujarnya saat saat berbincang dengan Liputan6.com di RSI Darus Syifa' Benowo Surabaya.
    Nafi' melanjutkan, pasien itu awalnya didiagnosa menderita pneumonia paru. Kemudian dari hasil pemeriksaan tiga dokter spesialis yaitu Syaraf, Paru dan Penyakit dalam maka diketahui bahwa yang bersangkutan juga terpapar Covid-19.
    "Dari rekomendasi tiga dokter itu, pasien disarankan untuk menjalani rawat inap di ruang isolasi IGD. Namun kami kembalikan lagi kepada keluarga, mau dirawat di sini atau dibawa pulang," ucapnya.
    Nafi' menjelaskan, keluarga pasien awalnya tidak mau kalau pasien ditempatkan di ruang isolasi IGD, namun setelah melalui berbagai pertimbangan akhirnya keluarga pasien menerima itu.
    "Belum sampai satu hari, satu kali 24 jam, beliau meninggal dunia malam hari. Prosesnya juga lama sampai pukul dua atau tiga dini hari. Dan kondisinya memang masih memakai pampers dan dibungkus plastik di ruang isolasi IGD," ujarnya.
    Sebenarnya, proses pengurusan jenazah belum selesai. Namun, pihak keluarga sudah terlanjur marah-marah. "Kejadiannya sudah lama dan baru viral akhir-akhir ini, saya jadi bingung, dan harusnya ada video yang lebih lengkap, video viral itu cuma menampilkan sebagian gambar saja," ucapnya.
    Fatwa MUI
    Dilansir dari mui.or.id, pada 21 Maret 2020, MUI mengeluarkan Fatwa Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah COVID-19. Fatwa ini diperkuat Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah Muslim yang Terinfeksi COVID-19 tertanggal 27 Maret 2020.
    Pedoman ini dipisahkan ke dalam empat bagian, yaitu cara memandikan jenazah, cara mengafani jenazah, cara menyalatkan jenazah, dan cara menguburkan jenazah terpapar virus corona.
    MUI memandang, umat Islam yang meninggal karena COVID-19 tergolong syahid akhirat. Artinya, muslim yang meninggal dunia karena kondisi tertentu yang mendapat pahala syahid, tetapi tetap wajib dipenuhi hak-hak jenazahnya secara duniawi.
    Dalam Fatwa Nomor 18 Tahun 2020 ditegaskan pula bahwa pengurusan jenazah, terutama dalam memandikan jenazah dilakukan oleh pihak berwenang, atau petugas muslim yang melaksanakan tajhiz janazah.
    Memandikan jenazah yang terpapar virus corona mesti mempertimbangkan pendapat ahli terpercaya. Pedoman umumnya adalah memandikan jenazah tanpa membuka pakaian mayit. Namun, bila tidak memungkinkan, maka yang dilakukan adalah menayamumkan. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, maka jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan.
    Tata cara memandikan jenazah terkena virus corona adalah sebagai berikut:
    1. Memandikan jenazah tanpa membuka pakaiannya. 2. Petugas yang memandikan wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah.3. Jika tidak ada petugas yang berjenis kelamin sama, maka petugas yang ada tetap memandikan dengan syarat jenazah tetap memakai pakaian. Jika tidak, maka jenazah ditayamumkan.4. Jika ada najis pada tubuh jenazah, petugas membersihkannya sebelum memandikan. Petugas memandikan jenazah dengan cara mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh; Jika atas pertimbangan ahli terpercaya bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, maka memandikan dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah, caranya adalah mengusap wajah dan kedua tangan jenazah dengan debu.5. Demi perlindungan diri, petugas dapat tetap menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Jika berdasarkan pendapat ahli, memandikan atau menayamumkan jenazah tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, maka jenazah tidak perlu dimandikan atau ditayamumkan berdasarkan ketentuan dlarurat syar’iyyah.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, video dengan klaim pasien rumah sakit di Surabaya dicovidkan dan jenazahnya ditangani secara tidak wajar, menyesatkan. Kejadian dalam video tersebut benar terjadi di RSI Darus Syifa Benowo Surabaya pada Juni 2021.
    Namun, kondisi pasien saat itu memang diketahui positif Covid-19 berdasarkan hasil pemeriksaan tiga dokter spesialis yaitu Syaraf, Paru dan Penyakit dalam. Pihak rumah sakit juga sudah menjelaskan bahwa video yang viral bukan video utuh.
    Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah Muslim yang Terinfeksi COVID-19 tertanggal 27 Maret 2020 juga menegaskan bahwa memandikan jenazah yang terpapar Covid-19 mesti mempertimbangkan pendapat ahli terpercaya. Pedoman umumnya adalah memandikan jenazah tanpa membuka pakaian mayit. Namun, bila tidak memungkinkan, maka yang dilakukan adalah menayamumkan.
    TIM CEK FAKTA TEMPO

    Rujukan

  • (GFD-2021-8693) Keliru, Susu Beruang (Bear Brand) dapat Menyembuhkan Covid-19

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/07/2021

    Berita


    Susu beruang atau Bear Brand diburu banyak konsumen dalam beberapa hari terakhir. Hal itu dipicu beberapa unggahan di media sosial yang mengklaim bahwa susu tersebut membuat seseorang cepat pulih dari Covid-19.
    Salah satunya adalah narasi yang dibagikan di Facebook pada 6 Juli 2021 yang menyatakan meminum Bear Brand menjadi bagian dari 11 tips cepat pulih dari Covid-19.
    “Sedikit informasi berbagi pengalaman karena ponakan saya pernah terkena covid-19 (gejala ringan/isoman). Biar cepat pulih sering minum susu bear brand,” tulis narasi di Facebook.
    Sepuluh tips lainnya yang dibagikan antara lain makan-makanan bergizi, mengkonsumsi vitamin C, madu dan rempah, minum paracetamol saat demam, berjemur dan berolahraga ringan, irigasi nassal saat hilang indra penciuman, dan terapi uap minyak putih. 

    Hasil Cek Fakta


    Hasil pemeriksaan fakta Tempo menunjukkan bahwa susu Bear Brand maupun jenis susu lainnya bukan obat Covid-19. Perlindungan terbaik dari virus penyebab Covid-19 adalah sering mencuci tangan, menghindari kontak dekat dengan orang yang sakit, memakai masker wajah saat merasa sakit, membersihkan dan mendesinfeksi permukaan yang sering disentuh, dan menjaga jarak.
    Dikutip dari laman resmi Universitas Gadjah Mada (UGM), dosen Departemen Gizi Kesehatan FKKMK UGM Rahadyana Muslichah mengatakan, susu beruang tidak dapat mengobati Covid-19. Sebab, hingga saat ini belum apa penelitian yang membuktikan jika susu bisa mengobati virus corona jenis baru ini.
    "Susu beruang bukan obat dan sampai sekarang pun belum ada obat spesifik untuk mengobati Covid-19. Jadi, klaim susu beruang bisa menyembuhkan Covid-19 itu tidak benar," kata dia, Senin, 5 Juli 2021.
    Ia menjelaskan dalam setiap produk susu memiliki kandungan gizi yang hampir sama, termasuk susu beruang. Dalam produk susu mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin serta mineral.
    Hanya saja, dalam susu beruang varian kemasan warna putih, kata Icha, merupakan produk susu murni (100 persen susu sapi). Di dalamnya hanya mengandung makronutrien yakni karbohidrat, protein, serta lemak. Sementara varian lainnya telah difortifikasi dengan vitamin dan mineral.
    "Tidak ada perbedaan antara susu beruang dengan produk susu lainnya, kandungan gizinya hampir sama. Soal kandungan gizi ini bisa dicek di label kemasan," ujar Icha menjelaskan.
    Icha menambahkan, mengonsumsi susu saja tidak lantas meningkatkan imunitas tubuh. Untuk menjaga dari paparan Covid-19, tubuh membutuhkan asupan makanan bergizi.
    "Minum susu sebenarnya salah satu opsi yang bisa dikonsumsi untuk tambahan asupan. Utamanya ya dari makanan holistik yakni karbohidrat, protein, sayur, dan buah, kalau susu saja tidak lengkap kandungan gizinya," paparnya.
    Kepala Divisi Teknologi Hasil Ternak Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Epi Taufik menyatakan hal yang sama. Menurut dia, semua jenis olahan susu cair baik itu susu pasteurisasi ataupun susu UHT seperti susu beruang dengan susu steril dari berbagai merek yang beredar di pasaran memiliki kandungan nilai gizi yang hampir sama.
    Dia menerangkan, sebagaimana bahan pangan lainnya, susu merupakan sumber nutrisi bagi tubuh untuk menjaga proses metabolisme normal, termasuk mencegah inflamasi juga meningkatkan imunitas tubuh, tapi susu bukanlah obat atau vaksin.
    Di luar negeri, klaim bahwa susu bisa menyembuhkan Covid-19 juga pernah dibahas oleh Reuters. British Nutrition Foundation menyatakan, tidak ada makanan atau suplemen yang dapat melindungi seseorang dari virus SARS-Cov 2 (COVID-19). Namun demikian, memiliki pola makan yang sehat penting dalam mendukung fungsi kekebalan tubuh kita dan banyak nutrisi mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi.
    Di satu sisi, memang benar bahwa vitamin C dan zinc memainkan peran penting dalam sistem kekebalan tubuh. Menurut National Institutes of Health (NIH), vitamin C meningkatkan penyerapan zat besi dari makanan nabati dan membantu sistem kekebalan bekerja dengan baik untuk melindungi tubuh dari penyakit. NIH juga mengatakan bahwa zinc membantu sistem kekebalan melawan bakteri dan virus yang menyerang.
    Namun, susu tidak mengandung vitamin C atau zinc dalam jumlah yang signifikan. Departemen Pertanian AS (USDA) mencantumkan makanan dan nutrisinya dalam database. Untuk susu murni tanpa merek, tercantum 0,903 mg zinc dan 0 mg Vitamin C per cangkir.

    Kesimpulan


    Dari pemeriksaan fakta di atas, Tempo menyimpulkan klaim bahwa susu Bear Brand atau susu beruang bisa menyembuhkan Covid-19 adalah keliru. Susu maupun makanan tertentu, tidak dapat mengobati atau melindungi seseorang dari virus SARS-Cov 2 (Covid-19).
    Tim Cek Fakta Tempo

    Rujukan