• (GFD-2021-8813) Keliru, Rencana Pandemi Covid-19 Dibuat Rockefeller pada 2010

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 16/11/2021

    Berita


    Sebuah video berdurasi 2:20 menit berjudul Penyiar Fox News Menjelaskan Rencana Pandemi yang Dibuat Rockefeller pada Tahun 2010, beredar di Twitter, 15 November 2021. 
    Video itu berisi tayangan Fox News berjudul “Dems Use Crises to Exert Control Over Your Lives”. Seorang presenter dalam tayangan itu, menjelaskan Yayasan Rockefeller mengeluarkan empat laporan tentang skenario yang bisa dimainkan dalam 15-20 tahun ke depan. Salah satu skenario itu adalah tentang pandemi global yang mirip terjadi seperti dalam setahun terakhir. 
    Bagian dalam dokumen ditayangkan dalam video itu dengan judul huruf kapital, Scenario Narratives Lock Step. Isinya bagaimana pembatasan terhadap orang dan barang dilakukan, dan para pemimpin dunia memberlakukan aturan darurat untuk pembatasan, memakai masker dan pemeriksaan suhu tubuh. 
    Saat artikel ini diturunkan, video itu telah dibagikan 90 kali dan disukai 172 orang.
    Tangkapan layar unggahan dengan klaim rencana pandemi Covid-19 dibuat Rockefeller pada tahun 2010

    Hasil Cek Fakta


    Hasil dari pemeriksaan fakta Tempo menunjukkan, laporan yang dibuat Yayasan Rockefeller tersebut bukan untuk merencanakan terjadinya pandemi Covid-19. Laporan itu dibuat sebagai skenario adaptasi internasional dan membentuk kemampuan apabila terjadi perubahan di masa depan. Skenario pandemi global dalam dokumen itu dibuat berdasarkan menghadapi wabah flu H1N1 pada 2009.
    Narasi yang hampir sama pernah beredar pada Juli 2020. Saat itu klaim yang muncul adalah pendiri Rockefeller Foundation, David Rockefeller, sebagai pencipta virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2. 
    Salah satu akun juga mengunggah tautan dokumen "Scenarios for the Future of Technology and International Development" yang diterbitkan Rockefeller Foundation pada 2010. Dokumen ini yang disebut sebagai bukti bahwa Rockefeller menciptakan virus Corona penyebab Covid-19. 
    Dokumen tersebut memang dikeluarkan oleh Rockefeller Foundation pada 2010 untuk membayangkan bagaimana dunia akan terkena dampak dalam empat skenario yang berbeda, salah satunya pandemi global. Dokumen tersebut bisa diakses di tautan ini:  
    Skenario tersebut sebenarnya dibuat untuk merencanakan adaptasi internasional dan membentuk kemampuan untuk mengantisipasinya melalui teknologi. Dalam dokumen itu, sama sekali tidak disebutkan SARS-CoV-2 atau pandemi Covid-19.
    Skenario tentang pandemi global tersebut tercantum pada halaman 18 yang ditulis berdasarkan pengalaman saat menghadapi wabah flu H1N1 pada 2009. Skenarionya, pandemi global akan menimpa pada 2012 dengan jenis virus yang sangat ganas dan mematikan. Bahkan, negara yang paling siap menghadapi pandemi dengan cepat kewalahan ketika virus melanda seluruh dunia, menginfeksi hampir 20 persen populasi global, dan membunuh 8 juta orang hanya dalam waktu tujuh bulan, di mana mayoritas dari mereka adalah orang dewasa muda yang sehat. Pandemi ini juga memiliki efek mematikan pada ekonomi: mobilitas internasional baik orang maupun barang, menghentikan industri yang melemahkan pariwisata dan menghancurkan rantai pasokan global.
    Dikutip dari situs pemeriksa fakta Politifact, milik Poynter Institute di Amerika Serikat, laporan dari filantropi yang berbasis di New York itu  bukanlah rencana untuk menciptakan pandemi COVID-19. Laporan tersebut membayangkan empat cara di mana dunia mungkin berkembang, termasuk yang melibatkan pandemi influenza dan kontrol pemerintah yang lebih ketat dalam menanggapinya.
    Presiden Yayasan Rockefeller menulis di dalam dokumen itu bahwa pihaknya menggunakan perencanaan skenario, "sebuah proses menciptakan narasi tentang masa depan berdasarkan faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi serangkaian tantangan dan peluang tertentu.”
    Skenario itu digunakan oleh filantropi untuk "mengidentifikasi intervensi unik, mensimulasikan, dan melatih keputusan penting. yang dapat memiliki implikasi mendalam, dan menyoroti area koneksi dan persimpangan yang sebelumnya belum ditemukan."  

    Kesimpulan


    Dari pemeriksaan fakta di atas, Tempo menyimpulkan klaim rencana pandemi Covid-19 yang dibuat Rockefeller pada tahun 2010 adalah keliru. Dalam dokumen itu, sama sekali tidak disebutkan SARS-CoV-2 atau pandemi Covid-19.
    Tim Cek Fakta Tempo

    Rujukan

  • (GFD-2021-8812) Keliru, Foto-foto Makam di Jepang Telah Diberi Penanda Kode Batang

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 15/11/2021

    Berita


    Kolase foto yang memperlihatkan nisan sebuah makam yang telah ditandai dengan kode batang atau QR Code beredar di media sosial. Kolase foto tersebut dibagikan dengan narasi bahwa di Jepang terdapat kuburan yang ditandai dengan kode QR, saat pemindai menunjukkan gambar identitas informasi dan biografi singkat tentang kehidupan orang mati tersebut.
    Di Instagram, kolase foto tersebut dibagikan akun ini pada 12 November 2021. Berikut narasi lengkapnya:
    “Di Jepang sudah punya standar dan rata-rata mengetahui harga sewa tanah kuburan. Hal yang biasa untuk sebuah kuburan dengan fisik tampak yang dibuat bagus sana-sini. Tapi kalau ditambah dengan kemajuan teknologi, dengan alat canggih seperti QR Code, ini memang menarik. Tujuannya jelas, untuk mengenang almarhum yang telah meninggalkan kita terlebih dulu. Alat ini sudah mulai diperkenalkan sejak 2008. Bukan barang baru. Tapi ternyata kurang populer di Jepang hingga saat ini. QR Code umumnya, 90 persen bisa dibaca oleh semua telepon genggam (HP) yang ada di Jepang. Fasilitas itu ada di kebanyakan HP Jepang.”
    Kolase foto tersebut terdiri dari tiga foto. Foto pertama memperlihatkan sebuah nisan dengan kode batang persis di tengah-tengah nisan. Kode batang hampir memenuhi nisan tersebut.
    Foto kedua memperlihatkan seseorang tengah memegang sebuah nisan yang telah ditandai dengan kode batang yang terletak pada pojok kanan bagian bawah. Sementara foto ketiga memperlihatkan seseorang tengah memindai kode batang dengan smart phone. 
    Hingga artikel ini dimuat, kolase foto tersebut telah disukai lebih dari 1.300 akun lainnya dan mendapat 10 komentar. Apa benar ini foto-foto makam di Jepang yang telah diberi penanda kode batang?
    Tangkapan layar unggahan dengan klaim Makam-makam di Jepang Telah Diberi Penanda Kode Batang

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula melakukan penelusuran dengan menggunakan reverse image tools Google dan Yandex. Hasilnya, foto-foto makam yang telah ditandai dengan kode batang tersebut adalah sebuah makam di daerah Dorset, Inggris.
    Foto Pertama
    Foto yang memperlihatkan sebuah nisan dengan kode batang yang terletak di tengah batu nisan tersebut pernah dimuat situs  hudsonvalleycountry.com  pada 21 Juli 2021 dengan judul, “Sweet or Tacky? QR Code Gravestones Are Real and Available in the Hudson Valley ”. Foto tersebut diberi keterangan, “photo credit - Canva / Stephen Lenz.”
    Menurut  hudsonvalleycountry.com, ide untuk menggunakan kode QR pada nisan bukanlah hal baru, tetapi di zaman sekarang ini dengan informasi genggam dengan sapuan pindaian, ide tersebut mungkin siap untuk muncul kembali.
    Namun, saat dipindai, kode batang tersebut bukanlah berisi biografi seseorang, melainkan tautan yang mengarah pada artikel situs tersebut.
    Terdapat pula foto identik lainnya, namun tanpa kode batang. Foto ini pernah dimuat sebuah situs berbahasa arab pada 18 September 2021 dengan judul, “ Tafsir Melihat Makam Bagi Wanita Yang Sudah Bersuami.”
    Foto Kedua
    Foto yang identik dengan foto kedua pernah dimuat situs penyimpan foto,  shutterstock.com  dengan keterangan waktu 5 September 2012.
    “Perusahaan menawarkan layanan di mana kode batang QR yang terhubung ke situs penghormatan ditempatkan di batu nisan, Dorset, Inggris,” bunyi keterangan foto tersebut.
    Foto Ketiga
    Foto yang identik dengan foto ketiga pernah dimuat situs yang sama dengan keterangan yang juga identik yakni sebuah perusahaan menawarkan layanan memasang kode batang QR yang terhubung ke situs penghormatan di batu nisan, Dorset, Inggris.
    Dilansir dari  abcnews.go.com, sebuah rumah duka di Inggris menempelkan kode digital kecil ke batu nisan, memberi pengunjung kesempatan untuk melihat, mendengar, bahkan mengalami kehidupan orang mati. Tidak lagi terbatas pada huruf dan angka yang terukir di batu nisan.
    Penanda yang dikenal sebagai Respon Cepat atau kode QR, terlihat seperti kombinasi kode batang dan noda Rorschach dan ditempelkan di sudut belakang batu. Ponsel cerdas dengan pembaca QR dapat memindai kode, membawanya ke situs web atau koleksi multimedia yang dibuat oleh keluarga dan memberikan kisah hidup interaktif kepada siapa pun yang berdiri di atas kubur, atau masuk secara online.
    "Ini tentang menjaga ingatan seseorang tetap hidup," Stephen Nimmo, direktur pelaksana rumah duka Chester Pearce Associates, mengatakan kepada ABC News.
    "Pria atau wanita ini benar-benar melakukan sesuatu -- ini adalah orang-orang yang mereka kenal, ini adalah keluarga mereka, ke sinilah mereka pergi. Anda dapat belajar lebih banyak tentang orang-orang daripada apa yang Anda lihat di batu."
    Kode QR telah digunakan dalam iklan selama bertahun-tahun, dan beberapa rumah duka Amerika mulai menempelkannya ke batu nisan pada awal 2011. Ini tampaknya menjadi pertama kalinya mereka ditempatkan di batu nisan di Inggris.
    Nimmo mengatakan kode itu untuk pengunjung dan keluarga. Siapa pun yang berjalan melalui kuburan yang melihat kode dapat memindainya. Dan keluarga dapat membuat peringatan online untuk orang mati.
    "Bagi keluarga, ini adalah bagian dari proses berduka," kata Nimmo dalam percakapan telepon dari Poole, di sepanjang pantai selatan Inggris.
    "Tapi itu lebih untuk orang asing. Tentu saja di Inggris, orang pergi ke kuburan dan memiliki minat sejarah. Orang lebih tertarik tidak hanya namanya, tapi seperti apa penampilannya. Untuk negara yang tidak berbicara tentang kematian, ada daya tarik yang mengerikan di dalamnya."
    Seorang direktur pemakaman Dorset menawarkan batu nisan interaktif yang memberikan informasi tentang orang yang dikuburkan.
    Saat dipindai, kode Quick Response (QR) 1,5 inci (4cm) pada memorial meluncurkan halaman web biografi almarhum di smartphone atau komputer.
    Steven Nimmo, dari Chester Pearce di Poole, mengatakan itu adalah cara keluarga "menjaga orang yang mereka cintai di garis depan pikiran mereka,” seperti dikutip dari laman  bbc.com.
    Kode pertama telah ditambahkan ke batu nisan di kuburan. Mr Nimmo mengatakan dia pertama kali melihat ide yang digunakan di AS dan minatnya semakin terpicu setelah melihat kuburan mantan presiden di Lapangan Merah, Moskow, dan ingin tahu lebih banyak tentang kehidupan mereka.
    Sistem ini memungkinkan kerabat untuk menulis biografi dan menambahkan video atau gambar ke halaman web, dengan biaya pemasangan mulai dari £95.
     

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, kolase foto disertai klaim sebagai foto-foto makam di Jepang telah diberi penanda kode batang,keliru. Foto pertama dari kolase foto tersebut merupakan editan. Saat dipindai, kode batang atau QR Barcode pada nisan tersebut mengarahkan ke tautan sebuah situs. Sementara foto kedua dan ketiga bukanlah foto makam di Jepang, melainkan foto nisan sebuah makam di wilayah Dorset, Inggris.
    TIM CEK FAKTA TEMPO

    Rujukan

  • (GFD-2021-8811) Keliru, Bocah di Amerika Serikat Diadili karena Merampok Toko dan Hakim Mendenda Pengunjung Pengadilan

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 15/11/2021

    Berita


    Foto seorang bocah dengan klaim dia diadili di Amerika Serikat karena merampok toko kebutuhan sehari-hari, beredar di Facebook 11 November 2021. Hingga 15 November 2021, unggahan ini telah dibagikan 171 kali. “Di Amerika Serikat bocah ini diadili karena merampok toko kebutuhan sehari-hari.
    Foto itu menunjukkan seorang anak dalam balutan baju berwarna oranye, berada di antara para polisi yang berjaga. Dalam narasi disebutkan bahwa anak itu memiliki ibu yang tengah berjuang melawan sakit. Dan diberhentikan bekerja di sebuah pencucian mobil karena harus menolong ibunya.
    “Yang mengejutkan adalah putusan hakim yang mendenda seluruh yang hadir karena membiarkan seorang anak yang tidak mampu sampai harus merampok,” lanjut narasi tersebut.
    “Bahkan mendenda pemilik toko karena telah memperkarakan seorang yang lemah yang seharusnya dibantu.”
     Tangkapan layar unggahan dengan klaim bocah di Amerika Serikat diadili karena merampok toko dan hakim mendenda pengunjung pengadilan

    Hasil Cek Fakta


    Hasil pemeriksaan fakta Tempo menunjukkan, bocah tersebut diadili bukan lantara merampok toko kebutuhan sehari-hari. Melainkan, karena membunuh adik tirinya yang berusia 2 tahun. 
    Bocah itu bernama Cristian Fernandez, berusia 12 tahun saat insiden itu terjadi. Fernandez dibawa ke pengadilan tingkat pertama di Jacksonville, salah satu kota di negara bagian Florida, Amerika Serikat, pada 14 Maret 2011. Ia didakwa atas kasus pembunuhan setelah memukuli saudara tirinya yang berusia 2 tahun, David Galarraga, hingga tewas. 
    Dikutip dari situs Jacksonville, kasus Fernandez saat itu menjadi perhatian publik karena ia dihadapkan pada sistem pengadilan untuk kasus orang dewasa dan terancam dijatuhi hukuman seumur hidup. 
    Pada Januari 2018, Fernandez dibebaskan setelah menjalani hukuman 7 tahun dan ia berlanjut pada masa percobaan selama 8 tahun di dalam fasilitas remaja.
    Menurut CBS News, Fernandez lahir di Miami pada tahun 1999 dari pasangan Biannela Susana, yang berusia 12 tahun. Ayahnya yang saat itu berusia 25 tahun itu, menerima 10 tahun masa percobaan hukuman penjara karena melakukan pelecehan seksual terhadapnya.
    Dua tahun kemudian, ibu dan anak itu pergi ke panti asuhan setelah pihak berwenang di Florida Selatan menemukan balita Fernandes, kotor dan telanjang, berjalan di jalan pada pukul 4 pagi di dekat motel tempat neneknya menggunakan narkoba.
    Pada Oktober 2010, Fernandez dan ibunya tinggal di Hialeah, pinggiran kota Miami, dengan suami baru ibunya. Fernandez menderita cedera mata yang sangat parah sehingga pejabat sekolah mengirimnya ke rumah sakit tempat dia diperiksa untuk kerusakan retina. Fernandez mengatakan kepada petugas bahwa ayah tirinya telah meninjunya. Ketika petugas pergi ke apartemen keluarga, mereka menemukan ayah tirinya meninggal karena luka tembak yang dilakukan sendiri.
    Beberapa bulan kemudian pada 14 Maret 2011, para deputi dipanggil ke apartemen: adik bayi Fernandez, David yang berusia 2 tahun, meninggal di rumah sakit setempat. Pemeriksa medis menentukan bahwa balita itu memiliki tengkorak yang retak, memar di mata kirinya dan otak yang berdarah.
    Susana, yang saat itu berusia 25 tahun, mengaku kepada penyelidik bahwa dia telah meninggalkan Fernandez, David, dan anak-anaknya yang lain di rumah sendirian. Ketika dia kembali, dia bilang dia menemukan David tidak sadarkan diri. Dia menunggu delapan setengah jam sebelum membawanya ke rumah sakit dan mencari bantuan secara online dan mengirim SMS kepada teman-teman selama waktu itu.
    Menurut seorang dokter, Fernandez menyangkal rencana atau niat untuk membunuh saudaranya. "Dia tampak agak defensif untuk membahas apa yang memicu kemarahannya. Dia berbicara tentang memiliki 'kilas balik' pelecehan oleh ayah tirinya sebagai motif pelanggaran ini. Christian agak terlepas secara emosional saat membahas insiden itu."

    Kesimpulan


    Dari pemeriksaan fakta di atas, Tempo menyimpulkan, bocah di Amerika Serikat diadili karena merampok toko dan hakim mendenda pengunjung pengadilan adalah keliru. Bocah tersebut didakwa pada 2011 karena kasus pembunuhan pada adik tirinya yang berusia 2 tahun.  
    Tim Cek Fakta Tempo
  • (GFD-2021-8810) Keliru, Mahkamah Agung Amerika Serikat Membatalkan Vaksinasi Universal

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 15/11/2021

    Berita


    Klaim bahwa Mahkamah Agung Amerika Serikat telah membatalkan vaksinasi universal beredar sejak Juli 2021. Klaim itu beredar berupa tangkapan layar dari pesan di Whatsapp yang bertuliskan:
    Breaking news: Mahkamah Agung AS telah membatalkan vaksinasi universal.
    Di Amerika Serikat, Mahkamah Agung telah membatalkan vaksinasi universal. Bill Gates, kepala Spesialis Penyakit Menular AS Fauci, dan Big Pharma telah kalah dalam gugatan di Mahkamah Agung AS, gagal membuktikan bahwa semua vaksin mereka dalam 32 tahun terakhir telah aman untuk kesehatan warga! Gugatan itu diajukan oleh sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Senator Kennedy.
    Pesan berantai ini beredar di tengah upaya pemerintah mengatasi pandemi  Covid-19 dengan program vaksinasi yang menyasar seluruh warga.
    Tangkapan layar pesan dengan klaim Mahkamah Agung Amerika Serikat Membatalkan Vaksinasi Universal

    Hasil Cek Fakta


    Dikutip dari organisasi pemeriksa fakta di Amerika Serikat, Politifact, menjelaskan bahwa Mahkamah Agung tidak mengeluarkan putusan apapun terkait dengan vaksin COVID-19 atau vaksinasi universal. Aturan terkait "vaksinasi universal" sendiri tidak ada di Amerika Serikat, meskipun pemerintah federal serta banyak perusahaan dan institusi memperketat persyaratan vaksinasi.
    Klaim tersebut berasal dari artikel 23 Mei 2021, yang diterbitkan di situs web "Radio Inspirer." 
    Kepada The Associated Press, Kennedy mengatakan bahwa artikel itu salah. Dia mengatakan, meski telah terlibat dalam puluhan tuntutan hukum soal keamanan vaksin, tetapi tidak satupun dari gugatan tersebut sampai ke tahap Mahkamah Agung.
    “Kutipan itu dibuat-buat. Jelas seseorang mengarangnya dan mempromosikannya karena kutipan yang sama terus muncul tidak peduli berapa kali saya menyangkalnya. Artikel yang sama terus muncul kembali,” kata Kennedy.
    Sementara Kennedy mengatakan dia telah menjadi bagian dari lebih dari 30 tuntutan hukum tentang masalah keamanan vaksin, yang masih pada tahap proses peradilan yang berbeda dan tidak ada yang muncul di hadapan Mahkamah Agung.
    Artikel tersebut juga salah mengidentifikasi Kennedy, yang merupakan putra mantan kandidat presiden Senator Robert F. Kennedy, sebagai senator AS dan berbagi beberapa klaim yang tidak benar tentang vaksin mRNA, termasuk mitos bahwa vaksin mRNA mengubah DNA.
    Joanne Rosen, seorang dosen senior di Sekolah Kesehatan Masyarakat Johns Hopkins Bloomberg, menulis dalam email ke AP, “Mahkamah Agung AS belum memutuskan dalam kasus yang melibatkan tantangan terhadap persyaratan vaksinasi Covid-19.” Rosen telah mempelajari preseden legislatif untuk mandat vaksin.

    Kesimpulan


    Dari pemeriksaan fakta di atas, Tempo menyimpulkan, Klaim bahwa Mahkamah Agung Amerika Serikat telah membatalkan vaksinasi universal adalah keliru. Belum ada putusan apapun dari Mahkamah Agung terkait gugatan vaksin yang diajukan oleh Kennedy. Kennedy sendiri telah membantah bahwa gugatannya telah sampai ke tahap di Mahkamah Agung.
    Tim Cek Fakta Tempo

    Rujukan