(GFD-2024-15388) Benar, Klaim Muhaimin bahwa Anggaran untuk Mengatasi Krisis Iklim Indonesia di bawah Anggaran Sektor Lainnya
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 21/01/2024
Berita
Calon Wakil Presiden nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, menyatakan bahwa anggaran untuk mengatasi krisis iklim di Indonesia jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya.
“Krisis Iklim harus dimulai dengan etika. Sekali lagi etika. Etika lingkungan ini intinya adalah keseimbangan antara manusia dan alam. Tidak menang-menangan. Seimbang manusia dan alam. Akan tetapi kita menyaksikan bahwa kita tidak seimbang dalam melaksanakan pembangunan kita. Kita melihat ada yang namanya krisis iklim tidak diatasi dengan serius. Bahkan kita ditunjukkan bahwa anggaran mengatasi krisis iklim jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya,” kata Muhaimin dalam debat cawapres oleh KPU, Minggu, 21 Januari 2024.
Benarkah klaim tersebut?
Hasil Cek Fakta
Menurut World Bank (2022) alokasi anggaran penanganan perubahan iklim dalam APBN masih relatif kecil dibandingkan dengan kebutuhan untuk mencapai targetNationally Determined Contribution(NDC). Indonesia membutuhkan pendanaan rata-rata dalam setahun sebesar Rp266,3 triliun sampai dengan tahun 2030. Sementara rata-rata alokasi anggaran dalam APBN dalam kurun 2020-2022 sekitar Rp 37,9 triliun (sumber: Climate Budget Tagging pada Business Intelligence DJA-Tematik Krisna), sehingga masih terdapat selisih (gap) pendanaan.
Selain keterbatasan pendanaan, terdapat permasalahan lain yaitu alokasi anggaran terhadap tiga pilar iklim masih belum proporsional. Berdasarkan alokasi anggaran dalam APBN tahun 2021 proporsi terhadap tiga program tersebut sebagai berikut: Peningkatan Kualitas Lingkungan (6,15 persen), Peningkatan Ketangguhan terhadap Bencana dan Perubahan Iklim (77,63 persen), dan Pembangunan Rendah Karbon (16,22 persen).
Dibandingkan anggaran Kementerian Pertahanan (Kemenhan) misalnya, alokasi anggarannya Rp 135,44 triliun dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024.
Menurut Dosen Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia, Masitoh Nur Rohma, Kementerian Keuangan menghitung bahwa kebutuhan pendanaan perubahan iklim mencapai Rp 3.779 triliun jika mengikuti peta jalan Dokumen Kontribusi Nasional (NDC).
Artinya, setiap tahun anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 200 triliun-Rp 300 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 7-11 persen anggaran belanja negara 2022.
Dalam buku "Anggaran Hijau Indonesia Menghadapi dalam menghadapi Perubahan Iklim" disebutkan, masih terdapat beberapa output dari K/L yang merupakanoutput yang mendukung capaian penanganan perubahan iklim namun belum dilakukan penandaan.
Hal ini terjadi karena adanya prioritas pembangunan dan kebijakan Pemerintah, salah satunya perubahan iklim sebagai Prioritas Nasional 6 (PN-6), menghasilkan kegiatan-kegiatan mitigasi dan adaptasi yang baru.
Untuk adaptasi perubahan iklim, saat ini yang menjadi acuan adalah RPJMN 2020-2024. Dimana di masa mendatang perlu mempertimbangkan pengembangan roadmap NDC Adaptasi serta pembaharuan dokumen RAN API.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta, klaim anggaran untuk mengatasi krisis iklim di Indonesia jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya, adalahbenar.
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media dan 8 panel ahli di Indonesia
Rujukan
- https://anggaran.kemenkeu.go.id/in/post/optimalisasi-pendanaan-penanggulangan-perubahan-iklim
- https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/08/21/anggaran-kemenhan-terbesar-kedua-di-rapbn-2024-ini-tren-belanjanya
- https://berkas.dpr.go.id/pa3kn/referensi-apbn/public-file/referensi-apbn-public-32.pdf
(GFD-2024-15387) Cek Fakta: Mahfud MD Sebut Laju Penggundulan Hutan di Indonesia Tertinggi di Dunia, Benarkah?
Sumber:Tanggal publish: 22/01/2024
Berita
Debat Cawapres untuk Pemilu 2024 berlangsung di Jakarta Convention Centre (JCC), Senayan, Minggu (21/1/2024) malam. Cawapres 03 Mahfud MD menyebut laju penggundulan hutan di Indonesia pada 2014, sama dengan saat ini. Termasuk tertinggi di dunia.
Inilah pernyataan lengkap yang disampaikan Cawapres nomor urut 03 Mahfud MD dalam Debat Pilpres 2024 seri keempat:
“Pada tahun 2014 kita berada di posisi yang berbeda. Saya di tim Pak Prabowo dan Pak Muhaimin di Tim Pak Jokowi. Ada pertanyaan dari Pak Jokowi pada 2014 ke Prabowo, saat ini kita dihadapkan pada bencana ekologis dan laju penggundulan hutan di negara kita tertinggi di dunia saat ini. Situasinya sama dengan tahun 2014.”
Inilah pernyataan lengkap yang disampaikan Cawapres nomor urut 03 Mahfud MD dalam Debat Pilpres 2024 seri keempat:
“Pada tahun 2014 kita berada di posisi yang berbeda. Saya di tim Pak Prabowo dan Pak Muhaimin di Tim Pak Jokowi. Ada pertanyaan dari Pak Jokowi pada 2014 ke Prabowo, saat ini kita dihadapkan pada bencana ekologis dan laju penggundulan hutan di negara kita tertinggi di dunia saat ini. Situasinya sama dengan tahun 2014.”
Hasil Cek Fakta
Hasil penelusuran tim Cek Fakta TIMES Indonesia bersama koalisi Cek Fakta serta panel ahli, pernyataan yang disampaikan Mahfud MD bisa ditelusuri sebagai berikut.
Berdasarkan data yang dipublikasikan World Resources Institute (WRI), Indonesia termasuk dalam 10 negara tertinggi dalam hal kehilangan tutupan pohon dalam rentang 2001-2022.
Indonesia berada di peringkat ke-5 di bawah Rusia, Brasil, Kanada, dan Amerika Serikat. Penggundulan hutan di Indonesia dalam rentang waktu tersebut mencapai 29,4 juta hektare.
Sumber: https://research.wri.org/gfr/top-ten-lists#countrylist
Dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia, Masitoh Nur Rohma menambahkan, data dari Statista menunjukkan, pada 2022 deforestasi tertinggi diduduki oleh Brasil, sementara Indonesia berada di posisi keempat.
Sumber: https://www.statista.com/statistics/1254554/tropical-forest-loss-global-by-country/
Berdasarkan data yang dipublikasikan World Resources Institute (WRI), Indonesia termasuk dalam 10 negara tertinggi dalam hal kehilangan tutupan pohon dalam rentang 2001-2022.
Indonesia berada di peringkat ke-5 di bawah Rusia, Brasil, Kanada, dan Amerika Serikat. Penggundulan hutan di Indonesia dalam rentang waktu tersebut mencapai 29,4 juta hektare.
Sumber: https://research.wri.org/gfr/top-ten-lists#countrylist
Dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia, Masitoh Nur Rohma menambahkan, data dari Statista menunjukkan, pada 2022 deforestasi tertinggi diduduki oleh Brasil, sementara Indonesia berada di posisi keempat.
Sumber: https://www.statista.com/statistics/1254554/tropical-forest-loss-global-by-country/
Kesimpulan
Laju penggundulan hutan di Indonesia masuk dalam 10 besar dunia, tapi bukan yang tertinggi.
Berdasarkan data World Resources Institute (WRI), Indonesia termasuk dalam 10 negara tertinggi dalam rentang 2001-2022. Indonesia berada di peringkat ke-5.
Berdasarkan data World Resources Institute (WRI), Indonesia termasuk dalam 10 negara tertinggi dalam rentang 2001-2022. Indonesia berada di peringkat ke-5.
Rujukan
(GFD-2024-15386) Cek Fakta: Mahfud MD Sebut Orde Baru Batalkan Tanah Adat Secara Hukum, Benarkah?
Sumber:Tanggal publish: 22/01/2024
Berita
Calon Wakil Presiden nomor urut tiga Mahfud MD menyebut orde baru batalkan tanah adat secara hukum.
Pernyataan Mahfud tersebut dilontarkan saat debat cawapres, pada Minggu (21/1/2024).
Berikut pernyataan Cak Mahfud MD:
"Di masa Soekarno, tanah adat sudah dinyatakan sah secara hukum dan dibatalkan saat orde baru"
Benarkah penyataan Mahfud MD orde baru batalkan tanah adat secara hukum?
Pernyataan Mahfud tersebut dilontarkan saat debat cawapres, pada Minggu (21/1/2024).
Berikut pernyataan Cak Mahfud MD:
"Di masa Soekarno, tanah adat sudah dinyatakan sah secara hukum dan dibatalkan saat orde baru"
Benarkah penyataan Mahfud MD orde baru batalkan tanah adat secara hukum?
Hasil Cek Fakta
Wilayah adat telah diatur secara umum dalam Pasal 3, Pasal 5, Pasal 22, Pasal 26, UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Namun, dieliminasi oleh rezim Orde Baru dengan UU No. 5/1967 tentang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan.
Kesimpulan
Wilayah adat telah diatur secara umum dalam Pasal 3, Pasal 5, Pasal 22, Pasal 26, UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Namun, dieliminasi oleh rezim Orde Baru dengan UU No. 5/1967 tentang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan.
Rujukan
(GFD-2024-15385) Cek Fakta: Gibran Klaim 1,5 Juta Hektare Hutan Adat Sudah Diakui
Sumber:Tanggal publish: 22/01/2024
Berita
Gibran Rakabuming Raka Calon Wakil Presiden Nomor Urut 2 pada debat keempat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta, Minggu (21/1/2024) mengatakan sekarang ini ada 1,5 juta hektare hutan adat yang sudah diakui.
“Sebagai seorang ahli hukum, Prof Mahfud pasti paham bahwa RUU Masyarakat Adat ini masih kita usahakan untuk didorong. Sekarang juga sudah ada Perpres 28 Tahun 2023, ini sudah ada 1,5 juta hektar hutan adat yang sudah diakui. Kuncinya ke depan memang perbanyak dialog dengan tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat,” ujar Gibran.
“Sebagai seorang ahli hukum, Prof Mahfud pasti paham bahwa RUU Masyarakat Adat ini masih kita usahakan untuk didorong. Sekarang juga sudah ada Perpres 28 Tahun 2023, ini sudah ada 1,5 juta hektar hutan adat yang sudah diakui. Kuncinya ke depan memang perbanyak dialog dengan tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat,” ujar Gibran.
Hasil Cek Fakta
Afni Regita Cahyani Muis Dosen Hubungan Internasional Universitas Darussalam Gontor yang tergabung dalam panel ahli “Live Fact Checking Debat Cawapres” memaparkan, menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terdapat 23 hutan adat di 16 provinsi dengan luas 90.873 hektar dengan luas indikatif hutan adat seluas 836.141 hektar yang diakui.
Udiana Puspa Dewi Researcher University Of Queensland menjelaskan, kepemilikan tanah oleh masyarakat adat menjadi bagian dari RUU Masyakarat Adat, tapi hingga kini RUU tersebut masih dalam status pembicaraan tingkat satu tanpa ada kejelasan meskipun RUU Masyakat adat sudah diinisiasi sejak tahun 2018.
“Hal ini merupakan wujud marginalisasi hak dasar masyarakat adat yang diakibatkan oleh ketidakjelasan hak kepemilikan tanah secara hukum dan minimnya sosialisasi terkait dasar-dasar hukum agraria dari pemerintah pusat,” tuturnya.(iss)
Udiana Puspa Dewi Researcher University Of Queensland menjelaskan, kepemilikan tanah oleh masyarakat adat menjadi bagian dari RUU Masyakarat Adat, tapi hingga kini RUU tersebut masih dalam status pembicaraan tingkat satu tanpa ada kejelasan meskipun RUU Masyakat adat sudah diinisiasi sejak tahun 2018.
“Hal ini merupakan wujud marginalisasi hak dasar masyarakat adat yang diakibatkan oleh ketidakjelasan hak kepemilikan tanah secara hukum dan minimnya sosialisasi terkait dasar-dasar hukum agraria dari pemerintah pusat,” tuturnya.(iss)
Kesimpulan
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terdapat 23 hutan adat di 16 provinsi dengan luas 90.873 hektar dengan luas indikatif hutan adat seluas 836.141 hektar yang diakui.
Rujukan
Halaman: 3091/6324