• (GFD-2024-17332) [KLARIFIKASI] Narasi Keliru soal Video Pembuatan Kol Palsu

    Sumber:
    Tanggal publish: 26/03/2024

    Berita

    KOMPAS.com - Beredar video dengan narasi soal cara pembuatan sayur kol atau kubis palsu. Narator video mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dalam membeli.

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, video tersebut disebarkan dengan narasi keliru.

    Video dengan narasi cara pembuatan kol palsu dibagikan oleh akun Facebook ini, ini, dan ini.

    Dalam video tersebut, narator mengatakan demikian:

    Wah ternyata seperti ini ya guys cara pembuatan kol palsu guys, hati-hati ya guys jangan asal beli.

    Akun Facebook Tangkapan layar Facebook narasi yang menyebut bahwa terdapat sayur kol palsu

    Hasil Cek Fakta

    Tim Cek Fakta Kompas.com menemukan video identik di kanal YouTube Macdeetube ini berjudul "Making japanese food samples".

    Video tersebut menampilkan proses pembuatan beberapa replika makanan yang terbuat dari plastik, lilin, dan bahan lainnya di Jepang.

    Kota Gujo di Provinsi Gifu, Jepang, dikenal dengan teknologi pembuatan replika makanan yang sangat realistis.

    Replika makanan tersebut digunakan untuk menunjukkan menu di sebuah restoran dan bukan untuk dikonsumsi. 

    Dikutip dari Kotaku.com, sejumlah restoran di Jepang telah menggunakan repilka makanan untuk menunjukkan menu yang disediakan.

    Para pemilik restoran banyak yang bekerja sama dengan perajin replika makanan. Hal itu dilakukan untuk memastikan replika dapat mewakili makanan yang asli.

    Kesimpulan

    Narasi mengenai cara pembuatan sayur kol palsu tidak sesuai dengan konteks video yang disebarkan.

    Video tersebut memperlihatkan proses pembuatan replika makanan di Jepang yang terbuat dari plastik, lilin, dan bahan lainnya.

    Replika makanan tersebut digunakan untuk menunjukkan menu yang ada di sebuah restoran.

    Rujukan

  • (GFD-2024-17331) Cek Fakta: Tidak Benar Jembatan di Baltimore Ambruk karena Ledakan Dinamit

    Sumber:
    Tanggal publish: 30/03/2024

    Berita


    Liputan6.com, Jakarta - Kabar tentang Jembatan Francis Scott Key di Baltimore, Amerika Serikat ambruk karena ledakan dinamit beredar di media sosial. Kabar tersebut disebarkan salah satu akun Facebook pada 27 Maret 2024.
    Akun Facebook tersebut mengunggah gambar detik-detik ambruknya jembatan tersebut. Dalam gambar terdapat letupan api di beberapa titik jembatan. Gambar tersebut kemudian dikaitkan dengan kabar bahwa runtuhnya jembatan disebabkan ledakan dinamit.
    "Bridge in Baltimore allegedly hit by a cargo hacked by cyber attack.
    It might be a 9/11 like inside job. Video show something like dynamite explosions on bridge.
    Check out the video clip (attached) at 9, 11, and 13 second marks.
    Pure evil!!!
    Don’t loose sight on election fraud, child sex trafficking, and other problems," tulis salah satu akun Facebook.
    Konten yang disebarkan akun Facebook tersebut telah 9 kali dibagikan dan mendapat 9 respons dari warganet.
    Benarkah Jembatan Francis Scott Key di Baltimore, Amerika Serikat ambruk karena ledakan dinamit? Berikut penelusurannya.
     

    Hasil Cek Fakta


    Cek Fakta Liputan6.com menelusuri kabar tentang Jembatan Francis Scott Key di Baltimore, Amerika Serikat ambruk karena ledakan dinamit. Penelusuran dilakukan dengan memasukkan kata kunci "jembatan di baltimore ambruk" di kolom pencarian Google Search.
    Hasilnya terdapat beberapa artikel yang menjelaskan mengenai penyebab jembatan di Baltimore, Amerika Serikat ambruk. Satu di antaranya artikel berjudul "Kapal Kargo Dali Alami Mati Listrik Sebelum Tabrak Jembatan Ikonik di Baltimore AS, 6 Orang Diyakini Tewas" yang dimuat situs Liputan6.com pada 27 Maret 2024.
    Liputan6.com, Washington, DC - Ketika awak kapal Dali, kapal kargo berukuran 289 meter, menyadari apa yang terjadi pada Selasa (26/3/2024), semuanya sudah terlambat. Kapal – pada awal perjalanan 27 hari dari pelabuhan Baltimore ke Sri Lanka – mengalami mati listrik setelah meninggalkan pelabuhan dan meluncur menuju Jembatan Francis Scott Key yang menjadi ikon kota yang terletak di Negara Bagian Maryland, Amerika Serikat, tersebut.
    Saat itu tengah malam dan awak kapal semakin gelap gulita ketika lampu kapal tiba-tiba padam. Kapal itu mati: tidak ada alat elektronik dan - yang terpenting - tidak ada tenaga mesin. Mereka terkatung-katung, namun tak berdaya menghentikan apa yang terjadi.
    Beberapa alarm berbunyi ketika kru melakukan tes yang gagal dalam upaya putus asa untuk memperbaiki masalah dan mendapatkan kembali kekuatan.
    Pilot lokal yang berada di atas kapal dengan panik memberi perintah, menyuruh awak kapal untuk mengarahkan kemudi dengan keras ke kiri dan membuang jangkar agar tidak melayang ke kanan.
    Meskipun generator darurat diyakini telah berfungsi, kapal tersebut tidak pernah dapat menggunakan kembali mesinnya.
    Pilot tidak punya pilihan. Sesaat sebelum pukul 01.30 pada Selasa, mereka mengeluarkan seruan mayday yang memperingatkan pihak berwenang bahwa tabrakan akan segera terjadi.
    "Ada sebuah kapal mendekat dan kehilangan kemudinya," kata seorang pejabat Otoritas Transportasi Maryland sebagaimana yang terekam dalam lalu lintas radio, seperti dilansir BBC, Rabu (27/3). "Sampai hal itu terkendali, kita harus menghentikan semua lalu lintas."
    Gubernur Maryland Wes Moore kemudian memuji para kru sebagai "pahlawan" dan mengatakan respons cepat mereka "menyelamatkan nyawa" karena pihak berwenang mampu menghentikan arus lalu lintas kendaraan ke jembatan dalam waktu dua menit antara panggilan dan tabrakan.
    Namun hal ini tidak menghentikan apa yang terjadi ketika Dali menabrak tiang beton di jembatan sepanjang 2,4 km, yang dengan cepat runtuh, sepotong demi sepotong, ke dalam perairan Sungai Patapsco yang gelap dan dingin.
    Enam orang – semuanya diyakini pekerja di jembatan – diperkirakan tewas karena suhu air dan waktu yang telah berlalu. Penjaga Pantai AS mengatakan pada Selasa malam bahwa mereka telah menyimpulkan orang-orang telah tewas dan bermaksud untuk menghentikan upaya pencarian dan penyelamatan besar-besaran, yang dipersulit oleh cuaca dingin dan mendung.
     

    Kesimpulan


    Kabar tentang Jembatan Francis Scott Key di Baltimore, Amerika Serikat ambruk karena ledakan dinamit ternyata tidak benar. Faktanya, jembatan tersebut runtuh lantaran ditabrak kapal kargo berukuran 289 meter. Sebelum menabrak jembatan, kapal tersebut mengalami mati listrik.
  • (GFD-2024-17330) Cek Fakta: Tidak Benar Kartun The Simpsons Memprediksi Runtuhnya Jembatan di Baltimore

    Sumber:
    Tanggal publish: 30/03/2024

    Berita


    Liputan6.com, Jakarta - Kabar tentang kartun The Simpsons memprediksi runtuhnya jembatan Francis Scott Key di Baltimore, Amerika Serikat beredar di media sosial. Kabar tersebut disebarkan salah satu akun Facebook pada 29 Maret 2024.
    Akun Facebook tersebut mengunggah gambar berisi salah satu karakter di kartun The Simpsons yakni Homer Simpsons yang tengah melihat sebuah kapal menabrak jembatan.
    Gambar itu kemudian dikaitkan dengan peristiwa jembatan Francis Scott Key di Baltimore, Amerika Serikat yang runtuh setelah ditabrak sebuah kapal kargo.
    "The Simpsons never disappoint with their eeriely accurate predictions," tulis salah satu akun Facebook.
    Konten yang disebarkan akun Facebook tersebut telah 29 kali dibagikan dan mendapat 12 respons dari warganet.
    Sebelumnya, sebagian dari Jembatan Francis Scott Key di Baltimore, AS runtuh setelah sebuah kapal kargo bertabrakan dengannya pada Selasa 26 Maret 2024 pagi, menyebabkan banyak kendaraan jatuh ke air.
    Sekitar pukul 01.30, sebuah kapal menabrak jembatan, terbakar lalu tenggelam. Sebuah video yang diposting di X terlihat menunjukkan sebagian besar jembatan sepanjang 2,6 km itu ambruk karena sejumlah kendaraan jatuh ke air di bawahnya.
     "Semua jalur ditutup kedua arah karena kejadian di Jembatan Kunci I-695. Lalu lintas dialihkan," tulis Otoritas Transportasi Maryland di X seperti dikutip dari The Guardian, Selasa (26/3/2024). 
    Benarkah dalam gambar tersebut kartun The Simpsons memprediksi runtuhnya jembatan di Baltimore, Amerika Serikat? Berikut penelusurannya.
     

    Hasil Cek Fakta


    Cek Fakta Liputan6.com menelusuri kartun The Simpsons memprediksi runtuhnya jembatan Francis Scott Key di Baltimore, Amerika Serikat. Penelusuran dilakukan dengan memasukkan kata kunci "bridge in baltimore the simpsons" di kolom pencarian Google Search.
    Hasilnya terdapat beberapa artikel yang membantah kabar tersebut. Satu di antaranya artikel berjudul "Viral Image Does Not Show ‘The Simpsons’ Predicting Baltimore Bridge Collapse" yang dimuat situs thequint.com pada 28 Maret 2024.
    Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa tidak ada episode The Simpsons yang menayangkan soal peristiwa jembatan di Baltimore runtuh karena ditabrak kapal.
    The Quint kemudian melakukan pencarian gambar terbalik pada foto tersebut. Hasil pencarian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam desain karakter Homer Simpsons, pria yang terlihat dalam foto viral tersebut.
    Terlihat bahwa pola zig-zag yang menunjukkan rambut Homer dalam gambar tersebut jauh lebih sempit daripada desain sebenarnya. Selain itu, desain telinga karakternya juga berbeda. The Quint menyimpulkan bahwa gambar tersebut merupakan hasil rekayasa digital.
    Masih menurut artikel tersebut, kartun The Simpsons sering dikaitkan dengan peristiwa di dunia nyata. Misalnya, gambar The Simpsons kemudian diedit dan dikaitkan dengan beberapa peristiwa.
    Contohnya peristiwa ledakan kapal selam Titan di OceanGate, runtuhnya Bank Silicon Valley, dan unjuk rasa pengemudi truk pada tahun 2022 di Kanada, yang memprotes negara yang mewajibkan vaksin COVID-19.
     

    Kesimpulan


    Kabar tentang kartun The Simpsons memprediksi runtuhnya jembatan Francis Scott Key di Baltimore, Amerika Serikat ternyata tidak benar. Faktanya, gambar kartun The Simpsons yang dikaitkan dengan peristiwa tersebut merupakan hasil rekayasa digital.

    Rujukan

  • (GFD-2024-17329) Keliru, Konten dengan Klaim UNHCR Bisa Dijerat UU Keimigrasian karena Lindungi Rohingya

    Sumber:
    Tanggal publish: 28/03/2024

    Berita



    Sebuah video beredar di Facebook dan Instagram [ arsip ] berisi klaim tentang Komisaris PBB untuk Pengungsi (UNHCR) terancam hukuman atas pasal 124 Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

    Video itu memperlihatkan naskah UU Keimigrasian dan memuat narasi bahwa UNHCR terancam melanggar UU tersebut karena melindungi orang-orang etnis Rohingya yang diklaim sebagai imigran gelap.



    Namun, benarkah UNHCR bisa dihukum berdasarkan UU Keimigrasian?

    Hasil Cek Fakta



    UU Keimigrasian tidak dapat digunakan untuk menjerat Badan Pengungsi PBB atau UNHCR sebab status etnis Rohingya bukan imigran ilegal melainkan pengungsi. Kedatangan pengungsi etnis Rohingya ke Indonesia bukan diselundupkan oleh UNHCR.

    Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) melalui websitenya menjelaskan adanya perbedaan antara istilah imigran dan pengungsi. Imigran dikatakan sebagai orang yang pergi ke negara lain dengan tujuan menetap secara permanen.

    Sementara pengungsi ialah orang yang lari dari negaranya ke negara lain, untuk mendapatkan hidup yang lebih layak, disebabkan adanya perang, bencana, persekusi, krisis ekonomi atau politik, dan ancaman-ancaman lainnya.

    Pasal 124 UU Keimigrasian hanya mengatur ancaman hukum bagi pihak yang melindungi atau memberikan pekerjaan pada warga negara asing ilegal.  Namun, UU tersebut tidak mengatur penanganan terhadap pengungsi dari luar negeri. 

    Presiden RI Joko Widodo, Pemkab Aceh Barat, dan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh telah menyatakan orang Rohingya di Indonesia berstatus pengungsi, bukan imigran ilegal.

    Peraturan penanganan pengungsi dari luar negeri tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 125 tahun 2016   yang ditandatangani Presiden Jokowi.

    Perpres tersebut menyatakan bahwa penanganan pengungsi dari luar negeri di Indonesia dilakukan berdasarkan kerja sama antara pemerintah pusat dengan UNHCR dan atau organisasi internasional di bidang urusan migrasi atau di bidang kemanusiaan yang memiliki perjanjian dengan pemerintah pusat.

    Keberadaan UNHCR di Indonesia tidak diatur dalam UU Keimigrasian, melainkan diatur dalam Perpres tentang penanganan pengungsi dari luar negeri. Dalam Perpres itu, penanganan pengungsi dari luar negeri di Indonesia, dilakukan berdasarkan pada kerja sama antara pemerintah pusat di Indonesia dan UNHCR.

    Dilansir dari website UNHCR Indonesia, kerjasama mereka dengan Pemerintah RI telah terjalin sejak tahun 1979. Saat itu Pemerintah Indonesia meminta bantuan UNHCR untuk membantu menangani pengungsi asal Vietnam yang kemudian ditempatkan di Pulau Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau.

    Kamp pengungsian di Pulau Galang itu ditutup tahun 1966. Setelahnya, UNHCR terus beroperasi di Indonesia, dalam membantu penanganan pengungsi dari luar negeri. Selain di Jakarta, mereka juga memiliki kantor di Medan, Pekanbaru, Tanjung Pinang dan Makassar.

    Status Pengungsi Rohingya

    UNHCR melalui websitenya juga menjelaskan Indonesia belum menjadi Negara Pihak dari Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol 1967, serta belum memiliki sebuah sistem penentuan status pengungsi dari luar negeri. 

    Kemudian Pemerintah RI memberikan kewenangan pada UNHCR untuk menjalankan mandat perlindungan pengungsi dan menangani permasalahan pengungsi di Indonesia. Artinya pemberian status pengungsi dari luar negeri, di Indonesia, mengikuti mekanisme UNHCR.

    Penanganan pengungsi yang dilakukan UNHCR meliputi pendataan, penempatan ke negara ketiga, pemulangan secara sukarela ke negara asal, atau integrasi lokal pada negara pemberi suaka. Mereka juga berupaya mencari solusi lainnya.

    Kesimpulan



    Verifikasi Tempo menyimpulkan narasi yang mengatakan UNHCR terancam hukuman yang tercantum dalam pasal 124 UU Keimigrasian karena melindungi pengungsi Rohingya adalah klaim keliru.

    Orang-orang Rohingya di Indonesia memiliki status sebagai pengungsi, bukan imigran ilegal atau imigran gelap. Peran UNHCR dalam menangani pengungsi dari luar negeri di Indonesia juga diatur dalam Perpres 125 tahun 2016, bukan dalam UU Keimigrasian.

    Rujukan