KOMPAS.com - Beredar narasi bahwa Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kependudukan Dunia 1994 telah menyepakati pengurangan populasi menjadi 800 juta jiwa pada 2030.
Sebanyak 160 negara saat itu menyadari pertumbuhan penduduk sudah di luar kendali dan harus dihentikan.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi tersebut hoaks.
Narasi soal pengurangan populasi menjadi 800 juta jiwa pada 2030 dibagikan oleh akun Facebook ini. Berikut narasi yang dibagikan:
Konspirasi Pengurangan Penduduk Bumi
Pada tahun 1994 di KTT Kependudukan Dunia yang di ikuti 160 Negara sepakat bahwa pertumbuhan Penduduk di luar kendali dan itu harus di hentikan karena sumber daya bumi ini dalam bahaya.
Sebuah kesepakatan di tanda tangani utk mengurangi populasi dan seluruh penduduk dunia disisakan hanya 800 juta orang sampai 2030.
(GFD-2024-19644) [HOAKS] Pengurangan Populasi Jadi 800 Juta Jiwa pada 2030
Sumber:Tanggal publish: 06/05/2024
Berita
Hasil Cek Fakta
Dilansir AAP Factcheck, Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) PBB tahun 1994 di Kairo dihadiri oleh 179 negara, bukan 160 negara.
Dana Kependudukan PBB mengatakan, konferensi tersebut menghasilkan Program Aksi yang diadopsi oleh semua negara peserta.
Program setebal 177 halaman ini tidak menyebutkan rencana untuk memangkas jumlah penduduk, namun lebih mengacu pada pertumbuhan yang berkelanjutan dan stabilisasi.
Bab tentang pertumbuhan penduduk menggambarkan tujuan akhir program sebagai "peningkatan kualitas hidup generasi sekarang dan generasi yang akan datang".
Laporan ini juga memperkirakan populasi global akan meningkat dari sekitar 5,6 miliar pada tahun 1994 menjadi 7,9 miliar-11,9 miliar pada 2050.
Caroline Kabiru, seorang peneliti senior di Pusat Penelitian Kependudukan dan Kesehatan Afrika yang telah menerbitkan makalah tentang KTT PBB di Kairo tahun 1994, mengatakan, klaim mengenai rencana depopulasi adalah salah kaprah dan keliru.
"Saya tidak mengetahui adanya rencana dari PBB atau organisasi global lainnya untuk mengurangi populasi global bersih menjadi 800 juta," kata Kabiru.
"Program Aksi tidak menyebutkan target demografis apa pun. Faktanya, dokumen tersebut menyoroti pertumbuhan populasi yang diharapkan," ujarnya.
Sementara itu, Alex Ezeh, seorang profesor kesehatan global di Universitas Drexel, Philadelphia, mengatakan, klaim tersebut berlawanan dengan kesepakatan konferensi.
Konferesi tersebut menyepakati bahwa setiap orang memiliki hak untuk memutuskan kapan dan berapa banyak anak yang akan dimiliki.
"ICPD mengalihkan perhatian dari mengejar target demografi ke pemenuhan kebutuhan reproduksi individu dan pasangan. Klaim tersebut salah tanpa ada satu pun kebenaran, setidaknya sejauh menyangkut referensi ICPD," kata Ezeh.
Dana Kependudukan PBB mengatakan, konferensi tersebut menghasilkan Program Aksi yang diadopsi oleh semua negara peserta.
Program setebal 177 halaman ini tidak menyebutkan rencana untuk memangkas jumlah penduduk, namun lebih mengacu pada pertumbuhan yang berkelanjutan dan stabilisasi.
Bab tentang pertumbuhan penduduk menggambarkan tujuan akhir program sebagai "peningkatan kualitas hidup generasi sekarang dan generasi yang akan datang".
Laporan ini juga memperkirakan populasi global akan meningkat dari sekitar 5,6 miliar pada tahun 1994 menjadi 7,9 miliar-11,9 miliar pada 2050.
Caroline Kabiru, seorang peneliti senior di Pusat Penelitian Kependudukan dan Kesehatan Afrika yang telah menerbitkan makalah tentang KTT PBB di Kairo tahun 1994, mengatakan, klaim mengenai rencana depopulasi adalah salah kaprah dan keliru.
"Saya tidak mengetahui adanya rencana dari PBB atau organisasi global lainnya untuk mengurangi populasi global bersih menjadi 800 juta," kata Kabiru.
"Program Aksi tidak menyebutkan target demografis apa pun. Faktanya, dokumen tersebut menyoroti pertumbuhan populasi yang diharapkan," ujarnya.
Sementara itu, Alex Ezeh, seorang profesor kesehatan global di Universitas Drexel, Philadelphia, mengatakan, klaim tersebut berlawanan dengan kesepakatan konferensi.
Konferesi tersebut menyepakati bahwa setiap orang memiliki hak untuk memutuskan kapan dan berapa banyak anak yang akan dimiliki.
"ICPD mengalihkan perhatian dari mengejar target demografi ke pemenuhan kebutuhan reproduksi individu dan pasangan. Klaim tersebut salah tanpa ada satu pun kebenaran, setidaknya sejauh menyangkut referensi ICPD," kata Ezeh.
Kesimpulan
Narasi soal pengurangan populasi menjadi 800 juta jiwa pada 2030 adalah hoaks.
Konferensi Kependudukan dan Pembangunan PBB di Kairo pada 1994 tidak menyebutkan rencana memangkas jumlah penduduk, namun pertumbuhan yang berkelanjutan dan stabilisasi.
Konferensi Kependudukan dan Pembangunan PBB di Kairo pada 1994 tidak menyebutkan rencana memangkas jumlah penduduk, namun pertumbuhan yang berkelanjutan dan stabilisasi.
Rujukan
(GFD-2024-19643) Cek Fakta: Hoaks Jusuf Hamka Bagikan Rp 35 Juta Hanya dengan Tebak Angka di Facebook
Sumber:Tanggal publish: 07/05/2024
Berita
Liputan6.com, Jakarta - Beredar di media sosial postingan Jusuf Hamka membagikan uang Rp 35 juta hanya dengan menebak angka di Facebook. Postingan ini beredar sejak dua pekan lalu.
Salah satu akun bernama Yusuf Hamka Real Berbagii ada yang mengunggahnya di Facebook. Akun itu mempostingnya pada 25 April 2024.
Dalam postingannya terdapat foto Jusuf Hamka dengan narasi sebagai berikut:
"Kalian Yang Bisa tebak Nomor dengan Benar Bapak Kasih 35Jt.!!"
Akun itu juga menambahkan narasi
"Hubungi program Whatspp giveaway di bawah ini iya.."
Lalu benarkah postingan Jusuf Hamka membagikan uang Rp 35 juta hanya dengan menebak angka di Facebook?
Hasil Cek Fakta
Cek Fakta Liputan6.com beberapa kali menemukan akun palsu Jusuf Hamka di Facebook dengan klaim serupa. Padahal Jusuf Hamka sudah menjelaskan tidak punya akun media sosial selain @jusufhamka di Instagram dan @mohjusufhamka_official di Tiktok.
Ia juga menjelaskan tidak punya akun resmi di Facebook. Postingan pada 31 Maret 2023 itu juga disertai narasi:
"HATI2 PENIPUAN. Banyak orang-orang yang tidak bertanggung jawab melakukan penipuan dengan menggunakan nama saya.
Untuk itu saya tegaskan kembali melalui video di atas ini. Mohon tidak mudah percaya kepada akun-akun lain, kecuali Instagram dan Tiktok seperti video di atas ini.
Bila ada yang minta-minta nomor rekening atau uang administrasi, mohon jangan dilayani karena itu pasti penipuan.
Think smart, do smart, and be smart."
Selain itu postingan yang beredar viral di Facebook mengarahkan masyarakat pada link tertentu. Ini merupakan modus pencurian data ataupun terhubung dengan pinjaman online ilegal.
Selain itu sangat berbahaya jika memberikan data pribadi seperti buku tabungan untuk diunggah di media sosial. Pasalnya data pribadi ini rawan digunakan untuk penipuan.
Kesimpulan
Postingan Jusuf Hamka membagikan uang Rp 35 juta hanya dengan menebak angka di Facebook adalah hoaks.
Rujukan
(GFD-2024-19642) Keliru, Video FIFA dan AFC Gelar Pertandingan Ulang Indonesia-Uzbekistan Karena Kecurangan Wasit
Sumber:Tanggal publish: 07/05/2024
Berita
Sebuah video beredar di Facebook oleh akun ini, ini, ini dan ini, yang disertai narasi bahwa Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) dan Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) memutuskan menggelar pertandingan ulang Indonesia vs Uzbekistan.
Sebelumnya, pertandingan semifinal Piala Asia U-23 2024 antara keduanya digelar di Stadion Abdullah bin Khalifa Doha, Qatar, pada Senin, 24 April 2024. Namun, sejumlah pihak menuding wasit melakukan kecurangan.
Narasi yang beredar mengatakan kecurangan wasit tersebut menjadi alasan pertandingan keduanya akan diulang. Video dilengkapi alih bahasa ucapan pria dalam video, yakni terkait dugaan kecurangan yang dikeluhkan pendukung tim dan akan diinvestigasi.
“Alhamdulillah, hasil rapat FIFA dan AFC pagi ini menggembirakan. Bener kh diulang ini gaes,” bunyi tulisan narasi dalam video.
Namun, benarkah video itu tentang keputusan FIFA dan AFC untuk menggelar pertandingan sepak bola ulang antar Indonesia dengan Uzbekistan?
Hasil Cek Fakta
Tempo memverifikasi video itu menggunakan layanan reverse image search dari mesin pencari Bing. Ditemukan identitas pria dalam video, yang merupakan Presiden AFC, Salman bin Ibrahim Al Khalifa.
Namun, sesungguhnya suara ucapan berbahasa Arab dalam video itu tidak membahas pertandingan antara Indonesia dan Uzbekistan. Verifikasi suara dilakukan dengan transkripsi menggunakan aplikasi Transcribe, dan alih bahasa memanfaatkan Google Translate.
Berikut hasil verifikasi suara dalam video yang beredar:
Di Taif ada hubungan antara saya dan Anda, Fares, Pakistan, tank di klub resmi di FG, jika pusat dan pemimpin Pakistan, Mansour Ibrahim, sepertinya menjadi katup pengaman di Uzbekistan, dan sepertinya lagi bahwa Yaman Suwaidan menyiarkan Sania.
Perkataan dalam video yang beredar tidak menyebutkan Timnas Indonesia atau negara Indonesia. Namun video telah diolah sehingga seakan-akan berisi pernyataan Presiden AFC akan mengadakan pertandingan ulang kedua negara tersebut.
Dilansir Tempo, pertandingan semifinal antara Indonesia dan Uzbekistan telah dianggap sah, di mana Garuda kalah dari Serigala Putih dengan skor 0-2. Masing-masing timnas kemudian menjalani pertandingan selanjutnya.
Sesuai jadwal, Indonesia lalu memperebutkan juara tiga melawan Irak pada Kamis, 2 Mei 2024, yang dimenangkan Irak dengan skor 1-2. Sementara Uzbekistan menjalani laga final melawan Jepang, yang dimenangkan Tim Samurai Biru dengan skor 1-0.
AFC melalui website mereka, sesungguhnya telah menampilkan kekalahan Indonesia atas Uzbekistan di perempat final. Tidak ada keterangan pembatalan atas pertandingan tersebut, atau penyelenggaraan pertandingan ulang.
Kontroversi Keputusan Wasit
Sejumlah pihak menganggap keputusan wasit pertandingan tersebut, Shen Yinhao, kontroversial karena merugikan Timnas Indonesia. Yinhao pun mendapat banyak kritikan dari pengguna media sosial di Indonesia.
Namun, Instruktur wasit Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Fakhrizal Kahar, menganggap tak ada keputusan Yinhao yang keliru dalam pertandingan itu, sebagaimana diberitakan Antara, Selasa, 30 April 2024.
Pertama, gol Muhammad Ferarri yang dianulir wasit pada menit ke-61, menurutnya beralasan. Lantaran ada pelanggaran yang dilakukan rekan Ferrari, Ramadhan Sananta, yakni posisi offside sebelum bola masuk gawang.
"Mau gol atau tidak itu harus dicek. Penalti atau tidak harus dicek dan dipanggil wasit VAR ke layar. Jadi sebelum gol, Sananta memang sudah offside," kata Fakhrizal.
Selanjutnya terkait kartu merah yang diberikan kepada Kapten Timnas U-23 Indonesia, Rizky Ridho. Menurut Fakhrizal, hal itu juga masuk akal karena dia melakukan serious foul play atau gerakan yang membahayakan lawan.
Wasit Yinhao juga diprotes setelah menganulir keputusannya memberikan tendangan bebas pada Indonesia setelah terjadi pelanggaran pada Witan Sulaeman. Namun tampilan VAR membuktikan tak ada pelanggaran, sehingga hadiah tendangan bebas itu dibatalkan.
Kesimpulan
Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa video dan narasi beredar yang mengatakan FIFA dan AFC mengumumkan pertandingan ulang antara Indonesia dan Uzbekistan karena kecurangan wasit adalah keliru.
Video yang beredar telah direkayasa seolah-olah FIFA dan AFC mempermasalahkan keputusan wasit dalam laga semifinal Piala Asia U-23 2024 tersebut, padahal tidak. AFC telah mengumumkan di website mereka bahwa Indonesia kalah dari Uzbekistan dengan skor 0-2.
Rujukan
- https://www.facebook.com/reel/317867931340676
- https://www.facebook.com/groups/2829970247084721/posts/7441712605910439/
- https://www.facebook.com/darman.anto.980/posts/pfbid0B9tJatJMZVv22L8pbM5nitDDkrsWPAuuzHTthSmPLS8a7sdLy3HbSwNhVrwwwxfyl
- https://www.facebook.com/watch/?v=1293224931641025
- https://bola.tempo.co/read/1862222/jadwal-final-dan-perebutan-posisi-ketiga-piala-asia-u-23-2024-jepang-vs-uzbekistan-indonesia-vs-irak
- https://www.the-afc.com/en/national/afc_u23_asian_cup/news/rio_focused_on_taking_indonesia_to_paris.html
- https://www.antaranews.com/berita/4082718/instruktur-wasit-pssi-keputusan-wasit-shen-yinhao-tidak-keliru
- https://wa.me/6281315777057 mailto:cekfakta@tempo.co.id
(GFD-2024-19641) Keliru, COVID-19 Merupakan Hasil Konspirasi Rockefeller Foundation
Sumber:Tanggal publish: 07/05/2024
Berita
Sebuah video reels berdurasi 1 menit 21 detik dengan narasi Covid-19 merupakan hasil konspirasi Rockefeller Foundation, beredar di sosial media Facebook [ arsip ].
Dalam video diceritakan bahwa Covid-19 merupakan sebuah perencanaan yang digagas Rockefeller Foundation sejak tahun 2010. Salah seorang narasumber dalam video juga mengklaim, perencanaan ini disimulasikan pada 2015, lalu mulai diterapkan di Indonesia pada 2020. Tujuannya adalah untuk percepatan program digitalisasi.
Hingga artikel ini ditulis, video itu telah dibagikan 2.400 kali dan disukai 12 ribu kali. Lantas, benarkah Covid-19 merupakan hasil konspirasi Rockefeller Foundation?
Hasil Cek Fakta
Tempo mula-mula menelusuri sumber video yang dibagikan di atas dan mendapati bila video itu merupakan video diskusi dr. Richard Lee dan Komisaris Jenderal Polisi Dharma Pongrekun di podcast yang tayang di kanal YouTube pada Sabtu, 27 Januari 2024.
Tempo lalu menelusuri informasi dengan klaim bahwa Covid-19 merupakan hasil konspirasi Rockefeller Foundation dari sumber yang lebih kredibel. Kalim itu sesungguhnya merupakan informasi lawas yang pernah ramai beredar pada Juli 2020. Informasi ini sebelumnya telah dikelompokan sebagai informasi yang keliru.
Berdasarkan arsip berita cek fakta Tempo, klaim Covid-19 sebagai hasil konspirasi Rockefeller Foundation merupakan klaim yang tidak memiliki basis bukti dan tidak sesuai fakta. Rockefeller sendiri telah meninggal pada 20 Maret 2017 pada usia 101 tahun. Sementara pandemi Covid-19 baru terjadi pada penghujung 2019 atau hampir tiga tahun setelah kematiannya. Rockefeller Foundation sendiri adalah yayasan keluarga Rockefeller yang dalam seabad ini, jauh sebelum pandemi Covid-19 terjadi, telah banyak berkontribusi di bidang kesehatan masyarakat dan mendukung pengembangan vaksin.
Selain itu, berdasarkan arsip berita Tempo pada 30 Maret 2020, hasil studi yang dipimpin oleh Kristian Andersen, profesor imunologi dan mikrobiologi di Scripps Research Institute, California, AS, sebenarnya telah membantah rumor bahwa SARS-CoV-2 sengaja dibuat atau produk rekayasa laboratorium. Menurut studi yang telah dipublikasikan dalam jurnal Nature Medicine ini, SARS-CoV-2 adalah buah dari proses evolusi alami.
Dikutip dari USA TODAY, media yang berbasis di Amerika Serikat, klaim COVID-19 merupakan hasil konspirasi Rockefeller Foundation adalah klaim salah yang meminjam skenario dari "Lock Step", yaitu sebuah perencanaan yang menampilkan “skenario masa depan teknologi dan pembangunan Internasional” yang diambil dari laporan Rockefeller Foundation. Dalam laporan tersebut tidak menyebutkan COVID-19, vaksin untuk melawan penyakit tersebut, atau rencana untuk membentuk negara polisi selama pandemi.
Organisasi pemeriksa fakta yang berbasis di Amerika Serikat, Snopes, bahkan mendapati klaim yang mengatakan COVID-19 adalah hasil konspirasi adalah palsu. Dasar klaim yang menggunakan laporan The Rockefeller Foundation berjudul "Scenarios for the Future of Technology and International Development" merupakan pandangan yang salah. Dokumen ini bukan rencana tentang operasi manual untuk membuat virus jenis baru.
Cek Fakta WUSA9, salah satu media yang berbasis di Washington DC, Amerika Serikat juga berpendapat yang sama. Dalam laporannya, dokumen Rockefeller' yang menjadi dasar COVID-19 merupakan hasil konspirasi tidak bisa dibuktikan. Dokumen Rockefeller tidak bisa membuktikan teori bahwa pandemi virus corona direncanakan pada tahun 2010.
Kesimpulan
Hasil pemeriksaan fakta Tempo, klaim COVID-19 merupakan hasil konspirasi dan sudah direncanakan adalah keliru. Informasi terkait bahkan sebelumnya telah dinyatakan sebagai informasi yang salah.
Dasar klaim COVID-19 merupakan hasil konspirasi sendiri diketahui diambil dari laporan The Rockefeller Foundation berjudul "Scenarios for the Future of Technology and International Development". Dalam laporan tersebut tidak menyebutkan COVID-19 merupakan operasi manual yang sengaja dirancang untuk untuk membuat virus jenis baru.
Rujukan
- https://web.facebook.com/reel/265043003270693
- https://web.archive.org/web/20240507030121/
- https://www.facebook.com/reel/265043003270693
- https://www.youtube.com/watch?v=kQrUWJs3iCg
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/923/fakta-atau-hoaks-benarkah-rockefeller-foundation-berada-di-balik-kemunculan-virus-corona-covid-19
- https://www.usatoday.com/story/news/factcheck/2021/01/14/fact-check-operation-lockstep-covid-19-conspiracy-theory/6567231002/
- https://www.snopes.com/fact-check/rockefeller-operation-lockstep/
- https://www.wusa9.com/article/news/health/coronavirus/rockefeller-document-pandemic-scenario-2010/507-00197d1f-4f92-40ee-a0c7-2f5fe9d3b3cb
Halaman: 2666/6954

:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4823906/original/041496900_1715045172-cek_fakta_berbagi.jpg)
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/2971184/original/077320900_1574134640-Ilustrasi_Cek_Fakta_banner_3.jpg)


