(GFD-2023-14647) CEK FAKTA: Gibran Sebut Indonesia Alami Pertumbuhan Resilient di Rata-rata 5 Persen
Sumber:Tanggal publish: 22/12/2023
Berita
CEK FAKTA: Gibran Sebut Indonesia Alami Pertumbuhan Resilient di Rata-rata 5 Persen
Hasil Cek Fakta
Calon Wakil Presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka memaparkan persoalan ekonomi di Indonesia dalam debat yang dilaksanakan di Jakarta Conevention Center (JCC), Jakarta pada Jumat (22/12/2023) malam.
Wali Kota Surakarta ini mengemukakan kondisi perekonomian Indonesia saat ini yang masih berada dalam persoalan middle income trap.
"Indonesia ini negara besar kita harus mampu keluar dari middle income trap, kuncinya kita harus mampu menaikkan nilai tambah di dalam negeri. Di tengah gempuran resesi global, perang dagang, konflik geopolitik, rata-rata pertumbuhan ekonomi negara kita tetap resilient di rata-rata 5 persen," katanya.
Lantas seperti apa faktanya?
Akademisi Universitas Indonesia, Neni Susilawati mengemukakan adanya tren pertumbuhan ekonomi historis.
Sejak krisis keuangan Asia 1997, Ekonomi Indonesia mengalami pemulihan, dengan pertumbuhan lebih dari 4-6% di awal Tahun 2000-an.
Pada tahun 2012, Indonesia sebagai negara ekonomi G-20 dengan pertumbuhan tercepat kedua setelah China, dengan tingkat pertumbuhan tahunan berfluktuasi sekitar 5% pada tahun-tahun berikutnya.
Namun, saat terjadi resesi pada tahun 2020, ketika pertumbuhan ekonomi turun menjadi -2,07% akibat pandemi Covid-19, performa ekonomi terburuk sejak krisis 1997.
Sehingga pada tahun 2012, pertumbuhan PDB riil Indonesia mencapai 6%, kemudian menurun di bawah 5% hingga tahun 2015.
Setelah Joko Widodo menggantikan Presiden SBY, pemerintah mengambil langkah-langkah untuk mempermudah regulasi investasi langsung asing untuk merangsang ekonomi. Indonesia berhasil meningkatkan pertumbuhan PDB mereka sedikit di atas 5% pada tahun 2016-2017.
Kesimpulan
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa ekonomi Indonesia memang memiliki kecenderungan pertumbuhan yang resilien di atas 5% dalam beberapa tahun terakhir, meskipun ada fluktuasi dan tantangan ekonomi, terutama akibat pandemi COVID-19.
Wali Kota Surakarta ini mengemukakan kondisi perekonomian Indonesia saat ini yang masih berada dalam persoalan middle income trap.
"Indonesia ini negara besar kita harus mampu keluar dari middle income trap, kuncinya kita harus mampu menaikkan nilai tambah di dalam negeri. Di tengah gempuran resesi global, perang dagang, konflik geopolitik, rata-rata pertumbuhan ekonomi negara kita tetap resilient di rata-rata 5 persen," katanya.
Lantas seperti apa faktanya?
Akademisi Universitas Indonesia, Neni Susilawati mengemukakan adanya tren pertumbuhan ekonomi historis.
Sejak krisis keuangan Asia 1997, Ekonomi Indonesia mengalami pemulihan, dengan pertumbuhan lebih dari 4-6% di awal Tahun 2000-an.
Pada tahun 2012, Indonesia sebagai negara ekonomi G-20 dengan pertumbuhan tercepat kedua setelah China, dengan tingkat pertumbuhan tahunan berfluktuasi sekitar 5% pada tahun-tahun berikutnya.
Namun, saat terjadi resesi pada tahun 2020, ketika pertumbuhan ekonomi turun menjadi -2,07% akibat pandemi Covid-19, performa ekonomi terburuk sejak krisis 1997.
Sehingga pada tahun 2012, pertumbuhan PDB riil Indonesia mencapai 6%, kemudian menurun di bawah 5% hingga tahun 2015.
Setelah Joko Widodo menggantikan Presiden SBY, pemerintah mengambil langkah-langkah untuk mempermudah regulasi investasi langsung asing untuk merangsang ekonomi. Indonesia berhasil meningkatkan pertumbuhan PDB mereka sedikit di atas 5% pada tahun 2016-2017.
Kesimpulan
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa ekonomi Indonesia memang memiliki kecenderungan pertumbuhan yang resilien di atas 5% dalam beberapa tahun terakhir, meskipun ada fluktuasi dan tantangan ekonomi, terutama akibat pandemi COVID-19.
Kesimpulan
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa ekonomi Indonesia memang memiliki kecenderungan pertumbuhan yang resilien di atas 5% dalam beberapa tahun terakhir, meskipun ada fluktuasi dan tantangan ekonomi, terutama akibat pandemi COVID-19.
(GFD-2023-14646) CEK FAKTA: Klaim Gibran Investasi Di Luar Jawa Sudah 53 Persen, Benarkah?
Sumber:Tanggal publish: 22/12/2023
Berita
Klaim Gibran Investasi Di Luar Jawa Sudah 53 Persen, Benarkah?
Hasil Cek Fakta
Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka dalam sesi penyampaian visi dan misi di debat cawapres, Jumat (22/12/2023) mengatakan, bahwa pemerataan itu wajib. Ia menyebut investasi yang ada di luar Pulau Jawa sudah ada 53 persen.
"Lapangan pekerjaan pemerataan pembangunan itu wajib. Sekarang investasi yang di luar Jawa ada 53 persen, pembangunan IKM yang akan berkelanjutan ini akan membuka. Pertumbuhan ekonomi baru akan membuka akses dan juga konektivitas sekaligus membuka lapangan kerja," ujar Gibran dalam sesi debat cawapres.
Lantas benarkah klaim dari Gibran Rakabuming Raka itu?
Pakar ekonomi dari Universitas Pendidikan Ganesha, Putu Sukma Kurniawan mengatakan, secara wilayah, luar Pulau Jawa masih mendominasi investasi yang masuk. Porsinya mencapai 51 persen atau setara Rp 190,9 triliun dari investasi sembilan bulan pertama tahun 2023.
Angka di atas naik 14,7 persen secara tahunan dan 4,9 persen secara kuartal atau qtq.
Sementara itu, investasi di Pulau Jawa sebesar Rp 183,5 triliun, tumbuh 29,7 persen yoy dan 9,4 persen secara qtq. Realisasi tersebut setara dengan 49,0 persen dari total investasi kuartal III 2023.
Sementara itu, Alexander Michael Tjahjadi dari Think Policy Indonesia mengatakan, tepatnya investasi di luar Pulau Jawa mencapai 52,3 persen.
Namun, secara nominal, di antara provinsi di luar Jawa, Sulawesi Tengah muncul sebagai daerah dengan realisasi investasi tertinggi yaitu Rp 26,6 triliun (US$1,7 miliar).
"Namun, nilai tersebut masih di bawah Jawa Barat yang mencapai Rp 53,7 triliun (US$3,5 miliar)," katanya.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Neni Susilawati memaparkan pada tahun 2022, realisasi investasi di Indonesia memang telah mencapai poin di mana 53% dari total investasi berlokasi di luar Pulau Jawa. Hal itu menurut data dan pernyataan dari beberapa sumber:
1. Realisasi Investasi 2022. Dilaporkan bahwa realisasi investasi di tahun 2022 mencapai Rp 1.207 triliun, dengan 53% di antaranya berada di luar Pulau Jawa. Capaian ini melampaui target investasi yang ditetapkan Presiden Joko Widodo untuk tahun tersebut
2. Pernyataan Presiden Joko Widodo: Presiden Jokowi sendiri telah menyampaikan bahwa investasi yang masuk ke daerah luar Pulau Jawa telah mencapai 53%. Beliau menekankan bahwa sebaran investasi ini menggambarkan telah terjadinya pemerataan ekonomi. Lebih lanjut, Presiden Jokowi menjelaskan bahwa dengan 53% investasi berada di luar Jawa (dan hanya 47% di Jawa), ini menunjukkan adanya potensi pemerataan ekonomi tidak hanya di Jawa tetapi juga di luar Jawa.
3. Dampak Positif Pemerataan Investasi: Kondisi di mana lebih dari 50% investasi berada di luar Jawa dianggap sebagai hasil positif dari pembangunan yang telah dilakukan, serta memberi indikasi pemerataan ekonomi yang lebih baik di seluruh Indonesia.
Dari informasi ini, dapat disimpulkan bahwa investasi di luar Pulau Jawa memang telah mencapai angka 53% pada tahun 2022, yang merupakan langkah signifikan dalam mencapai pemerataan ekonomi di seluruh Indonesia.
"Lapangan pekerjaan pemerataan pembangunan itu wajib. Sekarang investasi yang di luar Jawa ada 53 persen, pembangunan IKM yang akan berkelanjutan ini akan membuka. Pertumbuhan ekonomi baru akan membuka akses dan juga konektivitas sekaligus membuka lapangan kerja," ujar Gibran dalam sesi debat cawapres.
Lantas benarkah klaim dari Gibran Rakabuming Raka itu?
Pakar ekonomi dari Universitas Pendidikan Ganesha, Putu Sukma Kurniawan mengatakan, secara wilayah, luar Pulau Jawa masih mendominasi investasi yang masuk. Porsinya mencapai 51 persen atau setara Rp 190,9 triliun dari investasi sembilan bulan pertama tahun 2023.
Angka di atas naik 14,7 persen secara tahunan dan 4,9 persen secara kuartal atau qtq.
Sementara itu, investasi di Pulau Jawa sebesar Rp 183,5 triliun, tumbuh 29,7 persen yoy dan 9,4 persen secara qtq. Realisasi tersebut setara dengan 49,0 persen dari total investasi kuartal III 2023.
Sementara itu, Alexander Michael Tjahjadi dari Think Policy Indonesia mengatakan, tepatnya investasi di luar Pulau Jawa mencapai 52,3 persen.
Namun, secara nominal, di antara provinsi di luar Jawa, Sulawesi Tengah muncul sebagai daerah dengan realisasi investasi tertinggi yaitu Rp 26,6 triliun (US$1,7 miliar).
"Namun, nilai tersebut masih di bawah Jawa Barat yang mencapai Rp 53,7 triliun (US$3,5 miliar)," katanya.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Neni Susilawati memaparkan pada tahun 2022, realisasi investasi di Indonesia memang telah mencapai poin di mana 53% dari total investasi berlokasi di luar Pulau Jawa. Hal itu menurut data dan pernyataan dari beberapa sumber:
1. Realisasi Investasi 2022. Dilaporkan bahwa realisasi investasi di tahun 2022 mencapai Rp 1.207 triliun, dengan 53% di antaranya berada di luar Pulau Jawa. Capaian ini melampaui target investasi yang ditetapkan Presiden Joko Widodo untuk tahun tersebut
2. Pernyataan Presiden Joko Widodo: Presiden Jokowi sendiri telah menyampaikan bahwa investasi yang masuk ke daerah luar Pulau Jawa telah mencapai 53%. Beliau menekankan bahwa sebaran investasi ini menggambarkan telah terjadinya pemerataan ekonomi. Lebih lanjut, Presiden Jokowi menjelaskan bahwa dengan 53% investasi berada di luar Jawa (dan hanya 47% di Jawa), ini menunjukkan adanya potensi pemerataan ekonomi tidak hanya di Jawa tetapi juga di luar Jawa.
3. Dampak Positif Pemerataan Investasi: Kondisi di mana lebih dari 50% investasi berada di luar Jawa dianggap sebagai hasil positif dari pembangunan yang telah dilakukan, serta memberi indikasi pemerataan ekonomi yang lebih baik di seluruh Indonesia.
Dari informasi ini, dapat disimpulkan bahwa investasi di luar Pulau Jawa memang telah mencapai angka 53% pada tahun 2022, yang merupakan langkah signifikan dalam mencapai pemerataan ekonomi di seluruh Indonesia.
Kesimpulan
Dari informasi ini, dapat disimpulkan bahwa investasi di luar Pulau Jawa memang telah mencapai angka 53% pada tahun 2022, yang merupakan langkah signifikan dalam mencapai pemerataan ekonomi di seluruh Indonesia.
(GFD-2023-14645) Cek Fakta: Muhaimin Iskandar Sebut Pengangguran 8 juta dan Pekerja Informal 80 juta
Sumber:Tanggal publish: 22/12/2023
Berita
Muhaimin Iskandar Sebut Pengangguran 8 juta dan Pekerja Informal 80 juta
Hasil Cek Fakta
Hasil penelusuran tim Cek Fakta TIMES Indonesia bersama koalisi Cek Fakta serta ahli, menemukan bahwa pernyataan yang disampaikan Muhaimin Iskandar benar.
Hasil penelusuran ditemukan data dari BPS per Agustus 2023, Jumlah pekerja komuter Agustus 2023 sebesar 7,38 juta orang, turun sebesar 0,69 juta orang dibanding Agustus 2022. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2023 sebesar 5,32 persen, turun sebesar 0,54 persen poin dibanding Agustus 2022.
Sedangkan jumlah pekerja informal mencapai 83 juta, ditemukan bahwa Data BPS per Februari 2023 pekerja informal sebanyak 83,34 juta orang (60,12 persen) bekerja pada kegiatan informal, naik 0,15 persen poin dibanding Februari 2022.
Hasil penelusuran ditemukan data dari BPS per Agustus 2023, Jumlah pekerja komuter Agustus 2023 sebesar 7,38 juta orang, turun sebesar 0,69 juta orang dibanding Agustus 2022. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2023 sebesar 5,32 persen, turun sebesar 0,54 persen poin dibanding Agustus 2022.
Sedangkan jumlah pekerja informal mencapai 83 juta, ditemukan bahwa Data BPS per Februari 2023 pekerja informal sebanyak 83,34 juta orang (60,12 persen) bekerja pada kegiatan informal, naik 0,15 persen poin dibanding Februari 2022.
Kesimpulan
Pernyataan Muhaimin Iskandar tentang jumlah pengangguran dan pekerja informal di Indonesia benar. Namun, data tersebut diambil secara rata-rata dan kurang spesifik. Cek Fakta TIMES Indonesia mengimbau masyarakat untuk lebih selektif menerima informasi atau menyebarkan informasi yang benar.
Rujukan
(GFD-2023-14644) Cek Fakta Debat Cawapres: Cak Imin Sebut 80 Juta Warga Kerja di Sektor Informal
Sumber:Tanggal publish: 22/12/2023
Berita
Cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menyebut bahwa angka pengangguran di Indonesia bisa ditekan hingga tinggal 8 juta orang, namun sebanyak 80 juta warga bekerja di sektor informal, sehingga penghasilannya tidak pasti.
Dalam kesempatan tersebut, Cak Imin juga menyebut soal kekayaan 100 orang Indonesia yang jumlahnya di atas 100 juta penduduk Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, Cak Imin juga menyebut soal kekayaan 100 orang Indonesia yang jumlahnya di atas 100 juta penduduk Indonesia.
Hasil Cek Fakta
Pernyataan Cak Imin tersebut adalah benar. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah angkatan kerja berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Februari 2023 sebanyak 146,62 juta orang yang naik 2,61 juta orang dibanding Februari 2022. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) naik sebesar 0,24 persen poin.
Penduduk yang bekerja sebanyak 138,63 juta orang, naik sebanyak 3,02 juta orang dari Februari 2022. Sebanyak 83,34 juta orang (60,12 persen) bekerja pada kegiatan informal, naik 0,15 persen poin dibanding Februari 2022.
Dalam kesempatan tersebut, Cak Imin juga menyebut soal kekayaan 100 orang Indonesia yang jumlahnya di atas 100 juta penduduk Indonesia.
Pernyataan Cak Imin tersebut kurang tepat. Melansir artikel di DW yang dipublikasikan pada 23 Februari 2017, dalam laporannya, Oxfam menyatakan kekayaan empat miliarder terkaya di Indonesia, tinggi dari total kekayaan 40 persen penduduk miskin – atau sekitar 100 juta orang.
Indonesia masuk dalam enam besar negara dengan tingkat kesenjangan ekonomi tertinggi di dunia. Pada tahun 2016, satu persen orang terkaya memiliki hampir setengah (49 persen) dari total kekayaan populasi.
Hanya dalam satu hari, orang Indonesia terkaya bisa mendapatkan bunga deposito dari kekayaannya, lebih dari seribu kali daripada dana yang dihabiskan penduduk Indonesia termiskin untuk kebutuhan dasar sepanjang tahun.
Jumlah uang yang diperoleh setiap tahun dari kekayaan itu bahkan akan cukup untuk mengangkat lebih dari 20 juta orang Indonesia keluar dari jurang kemiskinan.
Penduduk yang bekerja sebanyak 138,63 juta orang, naik sebanyak 3,02 juta orang dari Februari 2022. Sebanyak 83,34 juta orang (60,12 persen) bekerja pada kegiatan informal, naik 0,15 persen poin dibanding Februari 2022.
Dalam kesempatan tersebut, Cak Imin juga menyebut soal kekayaan 100 orang Indonesia yang jumlahnya di atas 100 juta penduduk Indonesia.
Pernyataan Cak Imin tersebut kurang tepat. Melansir artikel di DW yang dipublikasikan pada 23 Februari 2017, dalam laporannya, Oxfam menyatakan kekayaan empat miliarder terkaya di Indonesia, tinggi dari total kekayaan 40 persen penduduk miskin – atau sekitar 100 juta orang.
Indonesia masuk dalam enam besar negara dengan tingkat kesenjangan ekonomi tertinggi di dunia. Pada tahun 2016, satu persen orang terkaya memiliki hampir setengah (49 persen) dari total kekayaan populasi.
Hanya dalam satu hari, orang Indonesia terkaya bisa mendapatkan bunga deposito dari kekayaannya, lebih dari seribu kali daripada dana yang dihabiskan penduduk Indonesia termiskin untuk kebutuhan dasar sepanjang tahun.
Jumlah uang yang diperoleh setiap tahun dari kekayaan itu bahkan akan cukup untuk mengangkat lebih dari 20 juta orang Indonesia keluar dari jurang kemiskinan.
Halaman: 2629/5682