• (GFD-2023-14666) CEK FAKTA: Cak Imin Klaim Ada 8 Juta Pengangguran dan Pekerja Sektor Informal 80 Juta

    Sumber:
    Tanggal publish: 22/12/2023

    Berita

    CEK FAKTA: Cak Imin Klaim Ada 8 Juta Pengangguran dan Pekerja Sektor Informal 80 Juta

    Hasil Cek Fakta

    Calon Wakil Presiden nomor urut 1 Muhaimin Iskandar mengemukakan visi misinya dalam agenda debat cawapres di Jakarta Convention Center (JCC), JUmat (22/12/2023).

    Pada kesempatan tersebut, Cak Imin mengungkapkan persoalan pengangguran serta tingginya pekerja di sektor informal.

    "Angka pengangguran sudah 8 juta, 80 juta memang bekerja tetapi di sektor informal. Mereka tidak mendapat penghasilan yang pasti, bahkan dompetnya dipastikan tipis."

    Seperti Apa Faktanya?

    Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2023, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,99 juta orang, berkurang sekitar 410 ribu orang dibanding Februari 2022.

    Kemudian Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2023 mencapai 5,45%, turun juga dibanding Februari tahun lalu yang masih 5,86%.


    "Pertumbuhan ekonomi turut memberikan dampak positif terhadap penurunan tingkat pengangguran terbuka," kata Edy Mahmud, Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, dalam siaran persnya (5/5/2023).

    Sedangkan terkait 80 juta warga Indonesia bekerja di sektor informal, Akademisi Universitas Indonesia Neni Susilawati mengemukakan menurut survei angkatan kerjas nasional (Sakernas) Agustus 2022 yang dilakukan BPS menunjukan data bahwa mayoritas pekerja Indonesia, yakni 59,31 persen bekerja di sektor informal. Pada tahun 2022 ada 209,42 juta orang Indonesia yang masuk usia kerja.

    Angka tersebut menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya, yakni tahun 2021 mencapai 77,9 juta. Kemudian pada Agustus 2022, jumlah tersebut meningkat menjadi sekitar 80,24 juta orang atau setara dengan 59,31% dari total penduduk yang bekerja di dalam negeri

    Sementara itu, terjadi peningkatan jumlah pekerja informal pada Februari 2023. Tercatat pada Februari 2023 mencapai 83,34 juta orang, menunjukkan tren peningkatan jumlah pekerja di sektor informal sejak pandemi Covid-19.

    Kesimpulan

    Berdasarkan data tersebut klaim tentang 80 juta penduduk Indonesia bekerja di sektor informal dan jumlah pengangguran mencapai 8 juta bisa dipastikan benar.

    Kesimpulan

    Berdasarkan data tersebut klaim tentang 80 juta penduduk Indonesia bekerja di sektor informal dan jumlah pengangguran mencapai 8 juta bisa dipastikan benar.
  • (GFD-2023-14665) CEK FAKTA: Mahfud MD Klaim Banyak Korupsi di Sektor-sektor Pertumbuhan Ekonomi

    Sumber:
    Tanggal publish: 22/12/2023

    Berita

    Mahfud MD Klaim Banyak Korupsi di Sektor-sektor Pertumbuhan Ekonomi

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan data Transparency International (TI), Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2022 memang terjun bebas dari skor 38 menjadi skor 34 atau berada di peringkat 110 dari 180 negara. Peringkat Indonesia berada di posisi sepertiga negara terkorup di dunia dan di Asia Tenggara. Angka ini pun berada jauh di bawah Singapura, Malaysia, Timor Leste, Vietnam, dan Thailand. Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW) yang dikutip dari Katadata, korupsi di beberapa sektor ekonomi mencatatkan tingkat kerugian negara terbesar sepanjang tahun 2022. Bahkan, lima besar dari seluruh sektor tersebut berada di bidang ekonomi. Dari sekian banyak sektor itu, sektor perdagangan mencatatkan kerugian negara paling besar akibat korupsi, yaitu Rp 21 triliun. Kemudian diikuti sektor transportasi sebesar Rp 8,8 triliun, sektor sumber daya alam Rp 7 triliun, sektor agraria Rp 2,7 triliun, dan sektor utilitas Rp 982,7 miliar.

    Lalu, diikuti oleh perbankan Rp 516,3 miliar, pertahanan dan keamanan Rp 453,1 miliar, sektor desa Rp 381,9 miliar, sektor pemerintahan Rp 238,9 miliar, sektor pendidikan Rp 130,4 miliar, serta investasi dan pasar modal Rp 123,9 miliar.

    Berikut data sektor kasus korupsi dengan nilai kerugian negara pada 2022: Desa (115 kasus): Rp381.947.508.605 Utilitas (88 kasus): Rp982.650.170.188 Pemerintahan (54 kasus): Rp238.864.223.983 Pendidikan (40 kasus): Rp130.422.725.802 Sumber daya alam (35 kasus): Rp6.991.905.298.412 Perbankan (35 kasus): Rp516.311.670.301 Agraria (31 kasus): Rp2.660.495.253.696 Kesehatan (27 kasus): Rp73.905.212.389 Sosial kemasyarakatan (26 kasus): Rp116.235.776.805 Kepemudaan & olahraga (13 kasus): Rp46.336.115.709 Transportasi (12 kasus): Rp18.829.811.532.887 Kebencanaan (12 kasus): Rp94.473.033.327 Keagamaan (10 kasus): Rp77.316.361.942 Perdagangan (10 kasus): Rp20.962.979.341.935 Kepemiluan (10 kasus): Rp25.959.510.384 Komunikasi dan Informasi (9 kasus): Rp20.444.303.484 Investasi dan pasar modal (4 kasus): Rp123.885.725.659 Pertahanan dan keamanan (2 kasus): Rp453.094.059.541 Kebudayaan dan pariwisata (2 kasus): Rp20.510.000.000 Peradilan: (4 kasus) data kerugian negara belum tersedia

    Kesimpulan

    Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW) yang dikutip dari Katadata, korupsi di beberapa sektor ekonomi mencatatkan tingkat kerugian negara terbesar sepanjang tahun 2022.
    lima besar dari seluruh sektor tersebut berada di bidang ekonomi. Dari sekian banyak sektor itu, sektor perdagangan mencatatkan kerugian negara paling besar akibat korupsi, yaitu Rp 21 triliun.
  • (GFD-2023-14664) Benar, Klaim Mahfud MD soal Pertumbuhan Ekonomi Era Orde Baru Pernah Capai 7 Persen, Tapi Era Reformasi di Bawahnya

    Sumber:
    Tanggal publish: 22/12/2023

    Berita

    Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD, mengatakan bahwa sejak reformasi tahun 1998, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak pernah mencapai 7 persen. Dia menyatakan pertumbuhan ekonomi setinggi itu pernah dicapai hanya di era Orde Baru yakni sejak tahun 1989 sampai 1991.

    “Ada yang bertanya kepada kami, mungkin tidak Anda menargetkan pertumbuhan ekonomi 7 persen dalam setahun. Di dalam sejarah reformasi tidak pernah sebanyak 7 persen. Dulu hanya dicapai pada tahun 1989-1991,” kata Mahfud dalam Debat Cawapres yang digelar KPU, Jumat 22 Desember 2023.

    Hasil Cek Fakta

    Tempo memverifikasi kebenaran ungkapan Mahfud dengan membandingkan data yang diungkapkannya dengan data di laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    Sesuai data Kemenkeu itu pada 1990-an, rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 7 persen. Bahkan, menjadi salah satu negara dengan perekonomian terkuat di Asia.

    Ahli Ekonomi Digital dari Think Policy Indonesia, Alexander Michael Tjahjadi, mengatakan pertumbuhan ekonomi di era Reformasi, 1999-2022, rata-rata 4,7 persen per tahun. “Rata-rata dari tahun 1999-2022 pertumbuhan ekonomi ada di 4,7%. Memang benar bahwa pertumbuhan di bawah 7 persen,” kata Alexander, Jumat, 22 Desember 2023.

    Sementara Ahli Pengelolaan APBN-APBD dan Wakil Dekan FEB UIN Syarif Hidayatullah, Zuhairan Yunmi Yunan, menyatakan bahwa pada era Reformasi pertumbuhan ekonomi di bawah 7 persen. “Benar, pertumbuhan ekonomi 7% tidak pernah tercapai pada era reformasi,” kata Zuhairan.

    Kesimpulan

    Verifikasi Tempo menyatakan bahwa narasi yang mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia era Orde Baru pernah mencapai 7 persen, namun di era Reformasi tidak pernah mencapai 7 persen adalah benar.
  • (GFD-2023-14663) CEK FAKTA: Pertumbuhan Ekonomi Tidak Pernah Sampai 7 Persen Selama Reformasi

    Sumber:
    Tanggal publish: 22/12/2023

    Berita

    Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 Mahfud MD menyebutkan, pertumbuhan ekonomi di Indonesia pernah mencapai 7 persen. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi 7 persen itu tercapai pada 1989-1991. Pernyataan itu disampaikan dalam debat kedua Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Jumat (22/12/2023).

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 1961-2018, secara umum Indonesia hanya mengalami dua kali mengalami kontraksi.

    Adapun pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tertinggi terjadi pada awal era Orde Baru tepatnya pada 1968 yakni mencapai 10,92 persen. Di era Reformasi, pertumbuhan ekonomi tertinggi dicatat pada 2007 yakni sebesar 6,35 persen.

    Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta mengatakan, pada 1989 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 7,8 persen berdasarkan data BPS dan World Bank.

    Pendapat lain disampaikan oleh Peneliti Think Policy Indonesia Alexander Tjahjadi. Ia membenarkan, bahwa setelah reformasi pertumbuhan di bawah 7 persen. Rata-rata dari tahun 1999-2022 pertumbuhan ekonomi ada di 4,7 persen. Dihitung berdasarkan data dari World Bank dan BPS.

    Berikut adalah rincian pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan pemerintahan presiden:
    Era B.J. Habibie (1999): Pertumbuhan ekonomi mencapai 0,79 persen
    Era Abdurrahman Wahid (2000-2001): Pertumbuhan ekonomi 3,6-4,9 persen per tahun.
    Era Megawati Soekarnoputri (2002-2004): Pertumbuhan ekonomi kisaran 4,5-5 persen per tahun.
    Era Susilo Bambang Yudhoyono (2005-2014): Pertumbuhan ekonomi mencapai kisaran 6 persen.
    Era Joko Widodo (2015-2022): Pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,8-5,3 persen.

    Dengan demikian, selama era Reformasi, walaupun terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi, tidak ada catatan bahwa Indonesia pernah mencapai atau melewati angka pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen.