tirto.id - Beredar beragam informasi soal vaksin Human Papillomavirus (HPV) di media sosial. Banyak yang mendukung, tapi tidak sedikit juga yang menentang dan memberi narasi yang keliru.
ADVERTISEMENT
Tirto menemukan sebuah unggahan yang mencurigakan dengan klaim vaksin HPV terkait upaya depopulasi dan membuat kandungan kering serta berujung mandul.
let gpt_inline2 = window.googletag || {cmd: []};gpt_inline2.cmd.push(function() {gpt_inline2.defineSlot('/22201407306/tirto-desktop/inline-2', [[336, 280], [300, 250]], 'gpt-inline2-passback').addService(gpt_inline2.pubads());gpt_inline2.pubads().enableSingleRequest();gpt_inline2.pubads().collapseEmptyDivs();gpt_inline2.enableServices();gpt_inline2.display('gpt-inline2-passback');});
Sebuah video yang diunggah di TikTok menampilkan purnawirawan Polri, Dharma Pongrekun sedang menyampaikan orasi terkait penolakan vaksin HPV pada anak.
#inline3 img{margin: 20px auto;max-width:300px !important;}
let gpt_inline3 = window.googletag || {cmd: []};gpt_inline3.cmd.push(function() {gpt_inline3.defineSlot('/22201407306/tirto-desktop/inline-3', [[336, 280], [300, 250]], 'gpt-inline3-passback').addService(gpt_inline3.pubads());gpt_inline3.pubads().enableSingleRequest();gpt_inline3.pubads().collapseEmptyDivs();gpt_inline3.enableServices();gpt_inline3.display('gpt-inline3-passback');});
#gpt-inline3-passback{text-align:center;}
Dalam video dia mengatakan vaksin HPV adalah program depopulasi dengan kedok untuk kesehatan anak. Ia mengklaim bulan imunisasi anak nasional dan pemberian vaksin HPV pada anak bertujuan untuk menurunkan populasi masyarakat karena menyebabkan kemandulan dan membuka celah pada perilaku seks bebas. Video tersebut diunggah oleh akun Tiktok "romla311" (arsip).
#inline4 img{max-width:300px !important;margin:20px auto;}
let gpt_inline4 = window.googletag || {cmd: []};gpt_inline4.cmd.push(function() {gpt_inline4.defineSlot('/22201407306/tirto-desktop/inline-4', [[336, 280], [300, 250]], 'gpt-inline4-passback').addService(gpt_inline4.pubads());gpt_inline4.pubads().enableSingleRequest();gpt_inline4.pubads().collapseEmptyDivs();gpt_inline4.enableServices();gpt_inline4.display('gpt-inline4-passback');});
#gpt-inline4-passback{text-align:center;}
“Dilaksanakan namanya bulan imunisasi anak nasional, apa yang dilakukan? Ada namanya vaksin HPV Human Papillomavirus, yang tujuannya untuk apa, untuk alasannya apa? Mencegah kanker serviks, tetapi dilakukan kepada anak-anak. Tujuannya apa? Untuk membuat kandungannya kering, apa yang terjadi kalau mandul? Apa yang terjadi? Mereka frustasi dan akhirnya mereka akan melakukan seks bebas dimana-mana,” ujar pria dalam video berudurasi 44 detik tersebut.
Periksa Fakta Vaksin HPV Sebabkan Mandul. foto/hotline periksa fakta tirto
ADVERTISEMENT
Hingga artikel ini ditulis, video yang diunggah pada 15 Mei 2025 mendapat 629 penayangan, 14 tanda suka (likes) dan 1 komentar.
Video yang sama juga ditemukan pada platform Snack Video, diunggah oleh akun "Afan Shahraza" dengan mendapatkan 13,4 ribu tanda suka (likes) dan 2.081 komentar dan video serupa ditemukan di Facebook diunggah oleh akun "Adhit Tiandito"
Namun, benarkah klaim vaksin HPV menyebabkan kemandulan?
(GFD-2025-28492) Tidak Benar Klaim Vaksin HPV Sebabkan Kemandulan
Sumber:Tanggal publish: 18/08/2025
Berita
Hasil Cek Fakta
Berdasar informasi Kementrian Kesehatan RI, vaksin HPV adalah vaksin yang diberikan untuk melindungi perempuan dari risiko terinfeksi Human Papillomavirus, penyebab utama kanker leher rahim atau serviks.
Infeksi virus ini yang dapat menular melalui hubungan seksual, berganti-ganti pasangan seksual, merokok, dan memiliki riwayat keluarga dengan kanker serviks.
Kanker serviks menjadi kanker paling umum nomor dua bagi perempuan Indonesia, setelah kanker payudara. Tingkat kematian kanker serviks mencapai 50 persen, dengan angka kematian yang terus meningkat.
Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa kanker serviks menyumbang sekitar 36.633 kasus di Indonesia per tahun, dengan banyak di antaranya baru terdiagnosis pada stadium lanjut. Oleh karena itu, WHO mendorong setiap negara, termasuk Indonesia, untuk memasukkan vaksin HPV dalam program imunisasi nasional guna menurunkan angka kematian akibat kanker serviks.
Kembali ke klaim video di media sosial terkait klaim vaksin HPV menyebabkan kemandulan, Tirto melakukan penelusuran lebih jauh. Merujuk laporan dari Kemenkes RI dikatakan kalau pemberian vaksin menjadi salah satu upaya menekan anagka kematian akibat kanker serviks.
Wakil Menteri Kesehatan, Prof. Dante Saksono Harbuwono bahwa ada strategi tiga pilar; vaksinasi untuk anak perempuan dan laki-laki usia 15 tahun, skrining HPV DNA untuk perempuan usia 39 tahun, dan penanganan medis bagi perempuan dengan kanker serviks invasif.
Sementara dalam studi berjudul Human papillomavirus vaccine effectiveness by age at vaccination: A systematic review yang dipublikasikan oleh Human Vaccines & Immunotherapeutics (2023) disebutkan bahwa vaksin HPV bekerja dengan mencegah infeksi sebelum terpapar secara alami sehingga vaksin HPV kemungkinan lebih efektif pada usia yang lebih muda, dan penting untuk memahami bahwa efektivitasnya dapat berkurang jika diberikan pada usia yang lebih tua.
Dokter Caisar Dewi Maulina pada laman Halodoc menyebutkan bahwa American Cancer Society (ACS) dan American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan untuk memulai rangkaian vaksinasi HPV sedini mungkin, yaitu usia 9 tahun. Sehingga orang dapat menyelesaikan vaksinasi sebelum memulai aktivitas seksual.
Sementara terkait klaim vaksin HPV menyebabkan keringnya kantung rahim dan kemandulan. Tirto merujuk laporan dari National Library of Medicine yang menyatakan tidak adanya hubungan antara vaksinasi HPV dan infertilitas pada wanita. Jurnal ini berdasar kasus di Amerika Serikat, terhadap permpuan usia 18–33 Tahun.
Data dari Survei Pemeriksaan Kesehatan dan Gizi Nasional pada tahun 2013-2016 menganalisis untuk menilai kemungkinan infertilitas yang dilaporkan sendiri di antara perempuan berusia 20 hingga 33 tahun, hasilnya tidak ada bukti peningkatan infertilitas di kalangan wanita yang menerima vaksin HPV.
Justru pencegahan kanker serviks dapat dilakukan dengan memberikan vaksinasi HPV pada kelompok usia anak-anak, remaja dan dewasa. Efektivitas vaksin HPV diklaim hampir 100 persen dan tidak hanya mencegah kanker serviks, tetapi juga kanker anus, penis, mulut, tenggorokan, vagina, dan vulva.
Pada laman Halodoc dr. Rizal Fadli menyebutkan bahwa vaksin HPV cukup aman dan tidak berdampak buruk pada kesuburan atau menyebabkan kemandulan, pemberian vaksin HPV justru bisa mencegah penyakit yang memengaruhi kesehatan reproduksi.
Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Kedokteran Universitas, Dian Nuswantoro dr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes juga membantah narasi yang beredar di media sosial. Dia mengatakan tidak ada bukti ilmiah maupun mekanisme biologis yang mendukung klaim bahwa vaksin atau imunisasi menyebabkan kemandulan pada pria maupun wanita.
Secara umum vaksin bekerja dengan cara menstimulasi sistem imun membentuk antibodi dan sel memori terhadap patogen atau zat penyebab penyakit tertentu.
"Vaksin HPV itu sendiri tidak memengaruhi ovarium, testis, spermatogenesis, ovulasi, atau hormon reproduksi. Vaksin HPV ditujukan untuk mencegah kanker serviks dan tidak memengaruhi kesuburan. Studi ilmiah justru menunjukkan wanita yang divaksin HPV tetap memiliki tingkat kesuburan normal," terangnya.
Dia menambahkan efek samping vaksin HPV biasanya berupa nyeri, kemerahan, bengkak atau demam, lemas, sakit kepala. Meski begitu tidak ada bukti medis yang menghubungkan vaksin HPV dengan kejadian infertilitas jangka panjang.
WHO dalam artikel yang terbit pada Mei 2017, mengatakan bahwa vaksin HPV harus diperkenalkan sebagai bagian dari strategi terkoordinasi dan komprehensif untuk mencegah kanker serviks dan penyakit lain yang disebabkan oleh HPV.
Infeksi virus ini yang dapat menular melalui hubungan seksual, berganti-ganti pasangan seksual, merokok, dan memiliki riwayat keluarga dengan kanker serviks.
Kanker serviks menjadi kanker paling umum nomor dua bagi perempuan Indonesia, setelah kanker payudara. Tingkat kematian kanker serviks mencapai 50 persen, dengan angka kematian yang terus meningkat.
Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa kanker serviks menyumbang sekitar 36.633 kasus di Indonesia per tahun, dengan banyak di antaranya baru terdiagnosis pada stadium lanjut. Oleh karena itu, WHO mendorong setiap negara, termasuk Indonesia, untuk memasukkan vaksin HPV dalam program imunisasi nasional guna menurunkan angka kematian akibat kanker serviks.
Kembali ke klaim video di media sosial terkait klaim vaksin HPV menyebabkan kemandulan, Tirto melakukan penelusuran lebih jauh. Merujuk laporan dari Kemenkes RI dikatakan kalau pemberian vaksin menjadi salah satu upaya menekan anagka kematian akibat kanker serviks.
Wakil Menteri Kesehatan, Prof. Dante Saksono Harbuwono bahwa ada strategi tiga pilar; vaksinasi untuk anak perempuan dan laki-laki usia 15 tahun, skrining HPV DNA untuk perempuan usia 39 tahun, dan penanganan medis bagi perempuan dengan kanker serviks invasif.
Sementara dalam studi berjudul Human papillomavirus vaccine effectiveness by age at vaccination: A systematic review yang dipublikasikan oleh Human Vaccines & Immunotherapeutics (2023) disebutkan bahwa vaksin HPV bekerja dengan mencegah infeksi sebelum terpapar secara alami sehingga vaksin HPV kemungkinan lebih efektif pada usia yang lebih muda, dan penting untuk memahami bahwa efektivitasnya dapat berkurang jika diberikan pada usia yang lebih tua.
Dokter Caisar Dewi Maulina pada laman Halodoc menyebutkan bahwa American Cancer Society (ACS) dan American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan untuk memulai rangkaian vaksinasi HPV sedini mungkin, yaitu usia 9 tahun. Sehingga orang dapat menyelesaikan vaksinasi sebelum memulai aktivitas seksual.
Sementara terkait klaim vaksin HPV menyebabkan keringnya kantung rahim dan kemandulan. Tirto merujuk laporan dari National Library of Medicine yang menyatakan tidak adanya hubungan antara vaksinasi HPV dan infertilitas pada wanita. Jurnal ini berdasar kasus di Amerika Serikat, terhadap permpuan usia 18–33 Tahun.
Data dari Survei Pemeriksaan Kesehatan dan Gizi Nasional pada tahun 2013-2016 menganalisis untuk menilai kemungkinan infertilitas yang dilaporkan sendiri di antara perempuan berusia 20 hingga 33 tahun, hasilnya tidak ada bukti peningkatan infertilitas di kalangan wanita yang menerima vaksin HPV.
Justru pencegahan kanker serviks dapat dilakukan dengan memberikan vaksinasi HPV pada kelompok usia anak-anak, remaja dan dewasa. Efektivitas vaksin HPV diklaim hampir 100 persen dan tidak hanya mencegah kanker serviks, tetapi juga kanker anus, penis, mulut, tenggorokan, vagina, dan vulva.
Pada laman Halodoc dr. Rizal Fadli menyebutkan bahwa vaksin HPV cukup aman dan tidak berdampak buruk pada kesuburan atau menyebabkan kemandulan, pemberian vaksin HPV justru bisa mencegah penyakit yang memengaruhi kesehatan reproduksi.
Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Kedokteran Universitas, Dian Nuswantoro dr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes juga membantah narasi yang beredar di media sosial. Dia mengatakan tidak ada bukti ilmiah maupun mekanisme biologis yang mendukung klaim bahwa vaksin atau imunisasi menyebabkan kemandulan pada pria maupun wanita.
Secara umum vaksin bekerja dengan cara menstimulasi sistem imun membentuk antibodi dan sel memori terhadap patogen atau zat penyebab penyakit tertentu.
"Vaksin HPV itu sendiri tidak memengaruhi ovarium, testis, spermatogenesis, ovulasi, atau hormon reproduksi. Vaksin HPV ditujukan untuk mencegah kanker serviks dan tidak memengaruhi kesuburan. Studi ilmiah justru menunjukkan wanita yang divaksin HPV tetap memiliki tingkat kesuburan normal," terangnya.
Dia menambahkan efek samping vaksin HPV biasanya berupa nyeri, kemerahan, bengkak atau demam, lemas, sakit kepala. Meski begitu tidak ada bukti medis yang menghubungkan vaksin HPV dengan kejadian infertilitas jangka panjang.
WHO dalam artikel yang terbit pada Mei 2017, mengatakan bahwa vaksin HPV harus diperkenalkan sebagai bagian dari strategi terkoordinasi dan komprehensif untuk mencegah kanker serviks dan penyakit lain yang disebabkan oleh HPV.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran fakta yang telah dilakukan, tidak ditemukan data atau keterangan resmi yang menyebutkan pemberian vaksin HPV kepada anak-anak dapat menyebabkan keringnya kantung rahim atau kemandulan.
Vaksin HPV akan bekerja dengan membantu tubuh memproduksi antibodi untuk melawan virus HPV. Selain itu vaksin HPV akan lebih efektif pada usia yang lebih muda dan efektivitasnya dapat berkurang jika diberikan pada usia yang lebih tua.
Sehingga narasi vaksin HPV sebagai sarana depopulasi, penyebab kemandulan, dan pemicu perilaku seks bebas tidak memiliki dasar ilmiah. Kemenkes RI bersama WHO dan berbagai pakar kesehatan menegaskan bahwa vaksin diberikan sebagai langkah preventif yang sangat penting untuk kesehatan perempuan, khususnya untuk mencegah kanker serviks.
Dengan demikian klaim bahwa vaksin HPV bertujuan untuk depopulasi, memicu kemandulan dan melegalkan seks bebas bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).
==
Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap kl
Vaksin HPV akan bekerja dengan membantu tubuh memproduksi antibodi untuk melawan virus HPV. Selain itu vaksin HPV akan lebih efektif pada usia yang lebih muda dan efektivitasnya dapat berkurang jika diberikan pada usia yang lebih tua.
Sehingga narasi vaksin HPV sebagai sarana depopulasi, penyebab kemandulan, dan pemicu perilaku seks bebas tidak memiliki dasar ilmiah. Kemenkes RI bersama WHO dan berbagai pakar kesehatan menegaskan bahwa vaksin diberikan sebagai langkah preventif yang sangat penting untuk kesehatan perempuan, khususnya untuk mencegah kanker serviks.
Dengan demikian klaim bahwa vaksin HPV bertujuan untuk depopulasi, memicu kemandulan dan melegalkan seks bebas bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).
==
Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap kl
Rujukan
- https://aurum.tirto.id/gold/ck.php?oaparams=2__bnnid=2165__znnid=318__cb=bac3c94711__oadest=
- https%3A%2F%2Ftirto.id%2Fdiajeng
- https://www.tiktok.com/@romla311/video/7504367316516277509?is_from_webapp=1
- https://archive.ph/wip/9eAs2
- https://aurum.tirto.id/gold/ck.php?oaparams=2__bnnid=2107__znnid=319__cb=a6dce4704f__oadest=
- https%3A%2F%2Ftirto.id%2Fbisnis-tirto%2Fbyte
- https://www.snackvideo.com/@afanshahraza739/video/5260072998676314203?userId=150001470279625&photoId=5260072998676314203&cc=COPY_LINK×tamp=1755309868778&language=in-id&share_device_id=ANDROID_3e56c2e49ea71a2c&share_uid=150001704721063&share_id=ANDROID_3e56c2e49ea71a2c_1755309866182&sharePage=photo&share_item_type=photo&share_item_info=5260072998676314203&fid=150001704721063&et=1_a%2F4850719249375763679_sr0&album_id=85009012152599564&shareEnter=1&kpn=KWAI_BULLDOG&authorKwaiId=afanshahraza739&translateKey=religion_5_link_4_new&shareBucket=in&pwa_source=share&shareCountry=null&shareBiz=photo&short_key=Uod1OwVp&PWA_share_N_string=20&request_source=1001&share_redirect_switch_choice=pwa
- https://www.facebook.com/reel/343582835463516
- https://ayosehat.kemkes.go.id/apa-itu-vaksin-hpv
- https://www.who.int/indonesia/id/news/detail/09-08-2023-national-launch-of-human-papillomavirus-(hpv)-immunization-expansion
- https://kemkes.go.id/id/kemenkes-tegaskan-komitmen-eliminasi-kanker-serviks-36-ribu-kasus-baru-terdeteksi-setiap-tahun
- https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/21645515.2023.2239085#abstract
- https://www.halodoc.com/kesehatan/vaksin-hpv
- https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7255493/
- https://www.halodoc.com/artikel/kemenkes-vaksin-hpv-tidak-sebabkan-kemandulan
- https://web.archive.org/web/20170908182642/
- https://apps.who.int/iris/bitstream/10665/255353/1/WER9219.pdf?ua=1
(GFD-2025-28491) [HOAKS] Tautan untuk Mendapatkan Bansos Mahasiswa Rp 6 Juta
Sumber:Tanggal publish: 16/08/2025
Berita
KOMPAS.com - Di media sosial beredar unggahan disertai tautan yang diklaim untuk mendapatkan bantuan sosial mahasiswa senilai Rp 6 juta.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, tautan tersebut hoaks dan terindikasi phishing atau pencurian data.
Tautan yang diklaim untuk mendapatkan bantuan sosial mahasiswa Rp 6 juta dibagikan oleh akun Facebook ini pada 13 Agustus 2025.
Berikut narasi yang dibagikan:
PENGUMUMAN RESMI BANTUAN SOSIAL MAHASISWAHai Sobat Mahasiswa Yang Ada Di Indonesia
Kabar baik datang untuk kamu yang sedang menempuh pendidikan tinggi namun menghadapi keterbatasan ekonomi. Pemerintah Indonesia melalui Dinas Sosial membuka pendaftaran Bantuan Sosial Mahasiswa sebesar Rp 6.000.000 untuk setiap mahasiswa kurang mampu.
Jadwal Pendaftaran:Dibuka mulai 13 Agustus – 1 September 2025Bantuan diberikan 1 kali dalam 1 tahun dan tidak bersifat berkelanjutan.
Persyaratan Singkat:Terdaftar sebagai mahasiswa aktif.Berasal dari keluarga kurang mampu (dibuktikan dengan dokumen).Cara Daftar:Link pendaftarandaftar-sekarang-juga[dot]hsxu[dot]web[dot]id/
Jangan sampai terlewat! Ini adalah kesempatan emas untuk meringankan beban biaya kuliah kamu. Sebarkan info ini ke teman, saudara, atau tetangga yang membutuhkan.
Screenshot Hoaks, tautan bansos mahasiswa Rp 6 juta
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, tautan tersebut hoaks dan terindikasi phishing atau pencurian data.
Tautan yang diklaim untuk mendapatkan bantuan sosial mahasiswa Rp 6 juta dibagikan oleh akun Facebook ini pada 13 Agustus 2025.
Berikut narasi yang dibagikan:
PENGUMUMAN RESMI BANTUAN SOSIAL MAHASISWAHai Sobat Mahasiswa Yang Ada Di Indonesia
Kabar baik datang untuk kamu yang sedang menempuh pendidikan tinggi namun menghadapi keterbatasan ekonomi. Pemerintah Indonesia melalui Dinas Sosial membuka pendaftaran Bantuan Sosial Mahasiswa sebesar Rp 6.000.000 untuk setiap mahasiswa kurang mampu.
Jadwal Pendaftaran:Dibuka mulai 13 Agustus – 1 September 2025Bantuan diberikan 1 kali dalam 1 tahun dan tidak bersifat berkelanjutan.
Persyaratan Singkat:Terdaftar sebagai mahasiswa aktif.Berasal dari keluarga kurang mampu (dibuktikan dengan dokumen).Cara Daftar:Link pendaftarandaftar-sekarang-juga[dot]hsxu[dot]web[dot]id/
Jangan sampai terlewat! Ini adalah kesempatan emas untuk meringankan beban biaya kuliah kamu. Sebarkan info ini ke teman, saudara, atau tetangga yang membutuhkan.
Screenshot Hoaks, tautan bansos mahasiswa Rp 6 juta
Hasil Cek Fakta
Tim Cek Fakta Kompas.com menemukan bahwa informasi bantuan sosial mahasiswa Rp 6 juta tersebut mencatut informasi resmi dari Dinas Sosial Kota Tangerang, Banten.
Poster dan informasi resmi bantuan tersebut ditemukan di unggahan Instagram Dinsos Kota Tangerang pada 24 Januari 2025.
Sementara, poster yang disebarkan di Facebook mencatut poster resmi Dinsos Kota Tangerang, sehingga mengesankan bahwa informasi tersebut kredibel.
Pendaftaran bantuan dari Dinsos Kota Tangerang juga tidak melalui tautan tertentu, tetapi melalui aplikasi Tangerang LIVE pada menu "bansos mahasiswa".
Sementara itu, tautan yang disebarkan di Facebook mengarah ke situs terindikasi phishing. Tautan itu meminta data pribadi seperti nama, asal provinsi, dan nomor akun Telegram aktif.
Waspada, jangan sembarangan memberikan data pribadi agar tidak disalahgunakan. Data pribadi yang bocor rawan dimanfaatkan untuk kejahatan, termasuk membobol perangkat hingga rekening perbankan.
Poster dan informasi resmi bantuan tersebut ditemukan di unggahan Instagram Dinsos Kota Tangerang pada 24 Januari 2025.
Sementara, poster yang disebarkan di Facebook mencatut poster resmi Dinsos Kota Tangerang, sehingga mengesankan bahwa informasi tersebut kredibel.
Pendaftaran bantuan dari Dinsos Kota Tangerang juga tidak melalui tautan tertentu, tetapi melalui aplikasi Tangerang LIVE pada menu "bansos mahasiswa".
Sementara itu, tautan yang disebarkan di Facebook mengarah ke situs terindikasi phishing. Tautan itu meminta data pribadi seperti nama, asal provinsi, dan nomor akun Telegram aktif.
Waspada, jangan sembarangan memberikan data pribadi agar tidak disalahgunakan. Data pribadi yang bocor rawan dimanfaatkan untuk kejahatan, termasuk membobol perangkat hingga rekening perbankan.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, tautan yang beredar di Facebook dan diklaim untuk mendapatkan bantuan sosial mahasiswa Rp 6 juta adalah hoaks.
Konten itu mencatut informasi bansos resmi dari Dinsos Kota Tangerang untuk memancing masyarakat mengeklik tautan phishing yang dicantumkan.
Konten itu mencatut informasi bansos resmi dari Dinsos Kota Tangerang untuk memancing masyarakat mengeklik tautan phishing yang dicantumkan.
Rujukan
(GFD-2025-28490) [KLARIFIKASI] Video Perundungan dan Kekerasan ke Siswa SMP Terjadi 2024, Korban Tidak Meninggal
Sumber:Tanggal publish: 16/08/2025
Berita
KOMPAS.com - Di media sosial beredar sebuah video yang diklaim menampilkan seorang siswa sekolah menengah pertama (SMP) meninggal dunia karena menjadi korban perundungan disertai kekerasan yang dilakukan temannya.
Namun, setelah ditelusuri narasi tersebut keliru dan perlu diluruskan karena informasinya keliru.
Video yang mengeklaim seorang siswa SMP meninggal dunia karena mengalami perundungan dibagikan di Facebook, misalnya oleh akun ini, ini, dan ini.
Adapun video diunggah pada Agustus 2025, sehingga menimbulkan kesan bahwa peristiwa itu baru saja terjadi.
Dalam video tampak seorang siswa dipukul dan diinjak oleh temannya hingga terkapar. Narasi dalam video yakni sebagai berikut:
Terjadi lagi dan lagi kasus Bullying/Perundungan di lingkungan sekolah hingga mengakibatkan kematian.
Akun Facebook Tangkapan layar Facebook video yang diklaim menampilkan siswa SMP meninggal karena mengalami perundungan
Namun, setelah ditelusuri narasi tersebut keliru dan perlu diluruskan karena informasinya keliru.
Video yang mengeklaim seorang siswa SMP meninggal dunia karena mengalami perundungan dibagikan di Facebook, misalnya oleh akun ini, ini, dan ini.
Adapun video diunggah pada Agustus 2025, sehingga menimbulkan kesan bahwa peristiwa itu baru saja terjadi.
Dalam video tampak seorang siswa dipukul dan diinjak oleh temannya hingga terkapar. Narasi dalam video yakni sebagai berikut:
Terjadi lagi dan lagi kasus Bullying/Perundungan di lingkungan sekolah hingga mengakibatkan kematian.
Akun Facebook Tangkapan layar Facebook video yang diklaim menampilkan siswa SMP meninggal karena mengalami perundungan
Hasil Cek Fakta
Penelusuran menggunakan Google Lens menemukan video itu identik dengan unggahan di kanal YouTube Detik.com pada 29 Agustus 2024.
Keterangan dalam video menyebut korban perundungan disertai kekerasan itu merupakan siswa SMP di Gowa, Sulawesi Selatan.
Tim Cek Fakta Kompas.com juga menemukan tangkapan layar video tersebut di artikel Tribunnews.
Dalam keterangan di artikel, dijelaskan bahwa anak yang mengalami perundungan merupakan siswa sebuah SMP negeri di Gowa.
Pihak sekolah menjelaskan, narasi yang menyatakan siswanya menjadi korban kekerasan sesama siswa hingga meninggal sebagai informasi tidak benar.
Kepala Sekolah menyebut korban pingsan usai mengalami perundungan. Orangtua korban juga menyatakan anaknya tidak meninggal dunia.
Pelaksana Tugas Kepala Seksi Humas Polres Gowa, Ipda Udin Sibadu menyebut kasus perundungan itu telah diselesaikan secara internal oleh pihak sekolah.
Menurut dia, kasus perundungan disebabkan karena kesalahpahaman.
Keterangan dalam video menyebut korban perundungan disertai kekerasan itu merupakan siswa SMP di Gowa, Sulawesi Selatan.
Tim Cek Fakta Kompas.com juga menemukan tangkapan layar video tersebut di artikel Tribunnews.
Dalam keterangan di artikel, dijelaskan bahwa anak yang mengalami perundungan merupakan siswa sebuah SMP negeri di Gowa.
Pihak sekolah menjelaskan, narasi yang menyatakan siswanya menjadi korban kekerasan sesama siswa hingga meninggal sebagai informasi tidak benar.
Kepala Sekolah menyebut korban pingsan usai mengalami perundungan. Orangtua korban juga menyatakan anaknya tidak meninggal dunia.
Pelaksana Tugas Kepala Seksi Humas Polres Gowa, Ipda Udin Sibadu menyebut kasus perundungan itu telah diselesaikan secara internal oleh pihak sekolah.
Menurut dia, kasus perundungan disebabkan karena kesalahpahaman.
Kesimpulan
Video yang diklaim menampilkan siswa SMP meninggal dunia karena mengalami perundungan pada Agustus 2025 merupakan informasi keliru.
Video aslinya adalah peristiwa perundungan murid SMP di Gowa pada 2024. Pihak sekolah dan orangtua memastikan siswa yang menjadi korban perundungan tidak meninggal, namun pingsan.
Video aslinya adalah peristiwa perundungan murid SMP di Gowa pada 2024. Pihak sekolah dan orangtua memastikan siswa yang menjadi korban perundungan tidak meninggal, namun pingsan.
Rujukan
- https://web.facebook.com/share/v/1CCg5Us4bM/
- https://web.facebook.com/share/r/1HTL3DubAM/
- https://web.facebook.com/share/r/1CBkF2tTzz/
- https://www.youtube.com/watch?v=1eGnDLblz28&ab_channel=detikcom
- https://www.tribunnews.com/regional/2024/08/30/viral-aksi-perundungan-di-smp-3-gowa-korban-diinjak-hingga-dibanting-6-saksi-diperiksa
- https://kitabisa.com/campaign/kompascompendidikan
(GFD-2025-28489) Salah, Vaksin Sebabkan Autisme
Sumber:Tanggal publish: 18/08/2025
Berita
tirto.id - Narasi miring soal imunisasi terus beredar di dunia maya. Salah satu video yang ramai berseliweran adalah pernyataan politikus Dharma Pongrekun soal dampak negatif vaksin terhadap anak.
ADVERTISEMENT
Dalam video yang diunggah oleh “ibudzqarius” (arsip) di Tiktok, terlihat mantan calon Gubernur DKI Jakarta, Dharma Pongrekun, sedang mengisi sebuah seminar. Ia mengatakan kalau vaksin mempunyai efek samping serius, seperti menyebabkan autisme, meningitis, polio, hingga autoimun.
let gpt_inline2 = window.googletag || {cmd: []};gpt_inline2.cmd.push(function() {gpt_inline2.defineSlot('/22201407306/tirto-desktop/inline-2', [[336, 280], [300, 250]], 'gpt-inline2-passback').addService(gpt_inline2.pubads());gpt_inline2.pubads().enableSingleRequest();gpt_inline2.pubads().collapseEmptyDivs();gpt_inline2.enableServices();gpt_inline2.display('gpt-inline2-passback');});
“Imunisasi, itu berefek kepada kehancuran, kerusakan sel dia sebagai sel atau DNA dari Allah, yang fitrah. Membuat mereka menjadi autis. Membuat mereka jadi kena meningitis, polio, autoimun, dan sebagainya, yang menghasilkan karakter-karakter yang tidak spiritualis lagi,” katanya di video.
#inline3 img{margin: 20px auto;max-width:300px !important;}
let gpt_inline3 = window.googletag || {cmd: []};gpt_inline3.cmd.push(function() {gpt_inline3.defineSlot('/22201407306/tirto-desktop/inline-3', [[336, 280], [300, 250]], 'gpt-inline3-passback').addService(gpt_inline3.pubads());gpt_inline3.pubads().enableSingleRequest();gpt_inline3.pubads().collapseEmptyDivs();gpt_inline3.enableServices();gpt_inline3.display('gpt-inline3-passback');});
#gpt-inline3-passback{text-align:center;}
Periksa Fakta Vaksin Sebabkan Autisme. foto/hotline periksa fakta tirto
#inline4 img{max-width:300px !important;margin:20px auto;}
let gpt_inline4 = window.googletag || {cmd: []};gpt_inline4.cmd.push(function() {gpt_inline4.defineSlot('/22201407306/tirto-desktop/inline-4', [[336, 280], [300, 250]], 'gpt-inline4-passback').addService(gpt_inline4.pubads());gpt_inline4.pubads().enableSingleRequest();gpt_inline4.pubads().collapseEmptyDivs();gpt_inline4.enableServices();gpt_inline4.display('gpt-inline4-passback');});
#gpt-inline4-passback{text-align:center;}
Sejak diunggah pada 14 September 2023, video itu sudah meraup 1186 tanda suka, dan dibagikan 455 kali. Video yang sama ditemukan pada akun TikTok “abigail_channeltv”, serta di akun Facebook “_teluuur_”
Lantas, bagaimana faktanya?
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam video yang diunggah oleh “ibudzqarius” (arsip) di Tiktok, terlihat mantan calon Gubernur DKI Jakarta, Dharma Pongrekun, sedang mengisi sebuah seminar. Ia mengatakan kalau vaksin mempunyai efek samping serius, seperti menyebabkan autisme, meningitis, polio, hingga autoimun.
let gpt_inline2 = window.googletag || {cmd: []};gpt_inline2.cmd.push(function() {gpt_inline2.defineSlot('/22201407306/tirto-desktop/inline-2', [[336, 280], [300, 250]], 'gpt-inline2-passback').addService(gpt_inline2.pubads());gpt_inline2.pubads().enableSingleRequest();gpt_inline2.pubads().collapseEmptyDivs();gpt_inline2.enableServices();gpt_inline2.display('gpt-inline2-passback');});
“Imunisasi, itu berefek kepada kehancuran, kerusakan sel dia sebagai sel atau DNA dari Allah, yang fitrah. Membuat mereka menjadi autis. Membuat mereka jadi kena meningitis, polio, autoimun, dan sebagainya, yang menghasilkan karakter-karakter yang tidak spiritualis lagi,” katanya di video.
#inline3 img{margin: 20px auto;max-width:300px !important;}
let gpt_inline3 = window.googletag || {cmd: []};gpt_inline3.cmd.push(function() {gpt_inline3.defineSlot('/22201407306/tirto-desktop/inline-3', [[336, 280], [300, 250]], 'gpt-inline3-passback').addService(gpt_inline3.pubads());gpt_inline3.pubads().enableSingleRequest();gpt_inline3.pubads().collapseEmptyDivs();gpt_inline3.enableServices();gpt_inline3.display('gpt-inline3-passback');});
#gpt-inline3-passback{text-align:center;}
Periksa Fakta Vaksin Sebabkan Autisme. foto/hotline periksa fakta tirto
#inline4 img{max-width:300px !important;margin:20px auto;}
let gpt_inline4 = window.googletag || {cmd: []};gpt_inline4.cmd.push(function() {gpt_inline4.defineSlot('/22201407306/tirto-desktop/inline-4', [[336, 280], [300, 250]], 'gpt-inline4-passback').addService(gpt_inline4.pubads());gpt_inline4.pubads().enableSingleRequest();gpt_inline4.pubads().collapseEmptyDivs();gpt_inline4.enableServices();gpt_inline4.display('gpt-inline4-passback');});
#gpt-inline4-passback{text-align:center;}
Sejak diunggah pada 14 September 2023, video itu sudah meraup 1186 tanda suka, dan dibagikan 455 kali. Video yang sama ditemukan pada akun TikTok “abigail_channeltv”, serta di akun Facebook “_teluuur_”
Lantas, bagaimana faktanya?
ADVERTISEMENT
Hasil Cek Fakta
Sebagai informasi, mengutip Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, imunisasi adalah proses di dalam tubuh, dimana seseorang menjadi kebal atau terlindungi dari penyakit tertentu, biasanya lewat pemberian vaksin.
Menukil situs Kemenkes, ada 14 jenis vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin. Antara lain BCG (Bacillus Calmette-Guérin) untuk penyakit tuberkulosis (TB), DPT-Hib untuk penyakit difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus influenzae tipe b.
Kemudian, imunisasi Hepatitis B, MMR dan MR untuk campak rubella, OPV atau vaksin polio tetes serta IPV dan IPV2 atau vaksin polio suntik, vaksin TT, DT, dan td untuk penyakit difteri tetanus, vaksin Japanese Encephalitis (JE) untuk penyakit radang otak, serta HPV, PCV, dan Rotavirus.
Kembali pada pembahasan klaim video, Pongrekun menyoroti bahwa imunisasi pada anak dapat menyebabkan autisme. Untuk membuktikan klaim Pongrekun, Tirto menelusuri berbagai penelitian ilmiah yang secara khusus membahas kaitan antara imunisasi dan Autism Spectrum Disorder (ASD).
Berbagai studi justru menunjukkan tidak ada bukti hubungan keduanya. Misalnya, penelitian Hornig M, dkk. (2008) yang menganalisis sampel jaringan usus besar untuk mendeteksi RNA Virus Campak. Dari 25 anak dengan autisme dan 13 anak bukan autisme sebagai kelompok kontrol, masing-masing hanya satu anak yang ditemukan memiliki RNA Virus Campak. Artinya, tidak ada korelasi antara vaksin campak dengan autisme.
Begitu juga riset Kreesten Meldgaard Madsen, dkk. (2002) yang melibatkan lebih dari 537 ribu anak dalam rentang tahun 1991-1998. Hasilnya, tidak ditemukan kaitan antara usia saat vaksinasi, jarak waktu sejak vaksinasi, maupun tanggal pemberian vaksin dengan ASD.
Penelitian lain oleh Richler J, dkk. (2006) yang melibatkan 351 anak dengan ASD juga menegaskan hal serupa. Mereka mencatat bahwa tidak ada hubungan antara ASD dengan imunisasi.
Adapun kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), melansir Ayo Sehat Kemenkes, berupa gejala ringan yang biasanya akan sembuh dalam 1-2 hari tanpa diberi obat, berupa reaksi lokal maupun sistemik.
Reaksi lokal merupakan gejala-gejala yang muncul di area tubuh yang disuntik, seperti nyeri, kemerahan, dan pembengkakan. Sementara reaksi sistemik berupa sakit kepala, demam, merasa lemas, dan tidak enak badan setelah pemberian vaksin.
Dalam kasus yang jarang, KIPI berat dapat muncul akibat reaksi sistem imun terhadap vaksin. Kondisi ini bisa berupa alergi berat (anafilaksis), penurunan trombosit, kejang, maupun otot melemah. Namun, seluruh gejala tersebut bisa ditangani sehingga tidak menimbulkan dampak jangka panjang bagi kesehatan.
KIPI dapat diminimalisir dengan menghindarkan anak dari melakukan aktivitas berat sebelum imunisasi untuk mengurangi rasa lelah setelah penyuntikan. Kemudian, hindari anak dari paparan panas yang berlebihan seperti mandi air panas atau berada di ruangan yang terlalu panas.
Jangan menekan atau menggosok bekas suntikan dan area di sekitarnya untuk mencegah terjadinya peradangan dan infeksi. Terakhir, jika ingin memberi anak obat atau suplemen setelah imunisasi, harap dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dokter.
Lebih lanjut, Dokter Andreas Wilson Setiawan, M.Kes juga menyatakan bahwa secara ilmiah tidak ada kaitan antara pemberian vaksin dengan kejadian autisme. Ia menekankan pentingnya memahami terlebih dahulu apa itu autisme dan apa saja penyebab dari kondisi tersebut.
Menurut Andreas, berdasarkan PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi III), autisme adalah gangguan perkembangan pervasif yang muncul sebelum usia tiga tahun. Gangguan ini ditandai dengan masalah dalam interaksi sosial, komunikasi, serta perilaku yang terbatas dan berulang.
“Autisme sendiri terdiri dari tiga area kelainan utama,” jelasnya.
Pertama, interaksi sosial, seperti kesulitan membangun dan mempertahankan hubungan, kurangnya kontak mata, hingga kesulitan memahami emosi orang lain. Kedua, komunikasi, yang mencakup keterlambatan bicara, kesulitan memahami bahasa, hingga kesulitan membaca bahasa tubuh atau ekspresi wajah. Ketiga, perilaku, misalnya minat obsesif pada benda tertentu, gerakan tubuh yang berulang, atau rutinitas yang kaku.
dr. Andreas menambahkan bahwa penyebab autisme bersifat multifaktorial. Faktor genetik dan epigenetik berperan melalui fungsi sinapsis dan neurotransmisi di otak. Di sisi lain, faktor non-genetik juga dapat berpengaruh, seperti paparan logam berat atau bahan kimia dalam makanan dan air minum, serta paparan obat-obatan tertentu selama kehamilan, misalnya asam valproat dan thalidomide.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa isu vaksin menyebabkan autisme berawal dari sebuah artikel tahun 1998 di jurnal The Lancet yang ditulis Andrew Wakefield. “Penelitian itu mengklaim adanya hubungan antara vaksin MMR dan autisme, tetapi terbukti cacat metodologi, hanya menggunakan 12 anak sebagai sampel, serta penuh konflik kepentingan dan manipulasi data,” terang Andreas.
Artikel tersebut kemudian ditarik kembali, dan Wakefield kehilangan izin praktik medisnya.
Menukil situs Kemenkes, ada 14 jenis vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin. Antara lain BCG (Bacillus Calmette-Guérin) untuk penyakit tuberkulosis (TB), DPT-Hib untuk penyakit difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus influenzae tipe b.
Kemudian, imunisasi Hepatitis B, MMR dan MR untuk campak rubella, OPV atau vaksin polio tetes serta IPV dan IPV2 atau vaksin polio suntik, vaksin TT, DT, dan td untuk penyakit difteri tetanus, vaksin Japanese Encephalitis (JE) untuk penyakit radang otak, serta HPV, PCV, dan Rotavirus.
Kembali pada pembahasan klaim video, Pongrekun menyoroti bahwa imunisasi pada anak dapat menyebabkan autisme. Untuk membuktikan klaim Pongrekun, Tirto menelusuri berbagai penelitian ilmiah yang secara khusus membahas kaitan antara imunisasi dan Autism Spectrum Disorder (ASD).
Berbagai studi justru menunjukkan tidak ada bukti hubungan keduanya. Misalnya, penelitian Hornig M, dkk. (2008) yang menganalisis sampel jaringan usus besar untuk mendeteksi RNA Virus Campak. Dari 25 anak dengan autisme dan 13 anak bukan autisme sebagai kelompok kontrol, masing-masing hanya satu anak yang ditemukan memiliki RNA Virus Campak. Artinya, tidak ada korelasi antara vaksin campak dengan autisme.
Begitu juga riset Kreesten Meldgaard Madsen, dkk. (2002) yang melibatkan lebih dari 537 ribu anak dalam rentang tahun 1991-1998. Hasilnya, tidak ditemukan kaitan antara usia saat vaksinasi, jarak waktu sejak vaksinasi, maupun tanggal pemberian vaksin dengan ASD.
Penelitian lain oleh Richler J, dkk. (2006) yang melibatkan 351 anak dengan ASD juga menegaskan hal serupa. Mereka mencatat bahwa tidak ada hubungan antara ASD dengan imunisasi.
Adapun kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), melansir Ayo Sehat Kemenkes, berupa gejala ringan yang biasanya akan sembuh dalam 1-2 hari tanpa diberi obat, berupa reaksi lokal maupun sistemik.
Reaksi lokal merupakan gejala-gejala yang muncul di area tubuh yang disuntik, seperti nyeri, kemerahan, dan pembengkakan. Sementara reaksi sistemik berupa sakit kepala, demam, merasa lemas, dan tidak enak badan setelah pemberian vaksin.
Dalam kasus yang jarang, KIPI berat dapat muncul akibat reaksi sistem imun terhadap vaksin. Kondisi ini bisa berupa alergi berat (anafilaksis), penurunan trombosit, kejang, maupun otot melemah. Namun, seluruh gejala tersebut bisa ditangani sehingga tidak menimbulkan dampak jangka panjang bagi kesehatan.
KIPI dapat diminimalisir dengan menghindarkan anak dari melakukan aktivitas berat sebelum imunisasi untuk mengurangi rasa lelah setelah penyuntikan. Kemudian, hindari anak dari paparan panas yang berlebihan seperti mandi air panas atau berada di ruangan yang terlalu panas.
Jangan menekan atau menggosok bekas suntikan dan area di sekitarnya untuk mencegah terjadinya peradangan dan infeksi. Terakhir, jika ingin memberi anak obat atau suplemen setelah imunisasi, harap dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dokter.
Lebih lanjut, Dokter Andreas Wilson Setiawan, M.Kes juga menyatakan bahwa secara ilmiah tidak ada kaitan antara pemberian vaksin dengan kejadian autisme. Ia menekankan pentingnya memahami terlebih dahulu apa itu autisme dan apa saja penyebab dari kondisi tersebut.
Menurut Andreas, berdasarkan PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi III), autisme adalah gangguan perkembangan pervasif yang muncul sebelum usia tiga tahun. Gangguan ini ditandai dengan masalah dalam interaksi sosial, komunikasi, serta perilaku yang terbatas dan berulang.
“Autisme sendiri terdiri dari tiga area kelainan utama,” jelasnya.
Pertama, interaksi sosial, seperti kesulitan membangun dan mempertahankan hubungan, kurangnya kontak mata, hingga kesulitan memahami emosi orang lain. Kedua, komunikasi, yang mencakup keterlambatan bicara, kesulitan memahami bahasa, hingga kesulitan membaca bahasa tubuh atau ekspresi wajah. Ketiga, perilaku, misalnya minat obsesif pada benda tertentu, gerakan tubuh yang berulang, atau rutinitas yang kaku.
dr. Andreas menambahkan bahwa penyebab autisme bersifat multifaktorial. Faktor genetik dan epigenetik berperan melalui fungsi sinapsis dan neurotransmisi di otak. Di sisi lain, faktor non-genetik juga dapat berpengaruh, seperti paparan logam berat atau bahan kimia dalam makanan dan air minum, serta paparan obat-obatan tertentu selama kehamilan, misalnya asam valproat dan thalidomide.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa isu vaksin menyebabkan autisme berawal dari sebuah artikel tahun 1998 di jurnal The Lancet yang ditulis Andrew Wakefield. “Penelitian itu mengklaim adanya hubungan antara vaksin MMR dan autisme, tetapi terbukti cacat metodologi, hanya menggunakan 12 anak sebagai sampel, serta penuh konflik kepentingan dan manipulasi data,” terang Andreas.
Artikel tersebut kemudian ditarik kembali, dan Wakefield kehilangan izin praktik medisnya.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran fakta oleh Tirto, pernyataan yang menyebut imunisasi dapat menyebabkan autisme tidak didukung bukti ilmiah.
Sejumlah penelitian berskala besar justru membuktikan tidak ada kaitan antara vaksin dengan Autism Spectrum Disorder maupun penyakit lain, sebagaimana diklaim.
KIPI memang mungkin terjadi, namun umumnya ringan, dapat ditangani, dan tidak menimbulkan dampak kesehatan jangka panjang. Sementara KIPI berat sangat jarang ditemukan serta bisa dikendalikan dengan penanganan medis yang tepat.
Dokter Andreas Wilson Setiawan, M.Kes juga menyatakan bahwa secara ilmiah tidak ada kaitan antara pemberian vaksin dengan kejadian autisme.
Maka, klaim yang disampaikan dalam video tersebut salah dan menyesatkan (false & misleading).
==
Artikel ini telah ditinjau oleh dr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes.
Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Decode, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id.
Sejumlah penelitian berskala besar justru membuktikan tidak ada kaitan antara vaksin dengan Autism Spectrum Disorder maupun penyakit lain, sebagaimana diklaim.
KIPI memang mungkin terjadi, namun umumnya ringan, dapat ditangani, dan tidak menimbulkan dampak kesehatan jangka panjang. Sementara KIPI berat sangat jarang ditemukan serta bisa dikendalikan dengan penanganan medis yang tepat.
Dokter Andreas Wilson Setiawan, M.Kes juga menyatakan bahwa secara ilmiah tidak ada kaitan antara pemberian vaksin dengan kejadian autisme.
Maka, klaim yang disampaikan dalam video tersebut salah dan menyesatkan (false & misleading).
==
Artikel ini telah ditinjau oleh dr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes.
Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Decode, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id.
Rujukan
- https://www.tiktok.com/@ibudzqarius/video/7278499839904697605?_r=1&_t=ZS-8yull6JSbqC
- https://archive.ph/WlbfF
- https://aurum.tirto.id/gold/ck.php?oaparams=2__bnnid=2165__znnid=318__cb=9c6a1e2506__oadest=
- https%3A%2F%2Ftirto.id%2Fdiajeng
- https://aurum.tirto.id/gold/ck.php?oaparams=2__bnnid=2104__znnid=319__cb=35a02c82f5__oadest=
- https%3A%2F%2Ftirto.id%2Fnews%2Fmozaik
- https://www.tiktok.com/@abigail_channeltv/video/7263485982928833797?q=pongrekun%20imunisasi%20autis&t=1755399895300
- https://www.facebook.com/share/r/19fr5ZUbqJ/
- https://pusatkrisis.kemkes.go.id/apa-pengertian-dari-vaksin-vaksinasi-imunisasi-dan-imunitas
- https://kemkes.go.id/id/95-persen-anak-harus-dapat-imunisasi-cek-yuk-3-jenis-antigen-baru
- https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18769550/
- https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12421889/
- https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16729252/
- https://ayosehat.kemkes.go.id/apa-itu-kipi
- https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/9500320/
Halaman: 156/6637