• (GFD-2024-22945) [HOAKS] Soimah Bagi-bagi Uang Rp 25 Juta

    Sumber:
    Tanggal publish: 24/09/2024

    Berita

    KOMPAS.com - Sebuah video yang beredar di media sosial mengeklaim pembawa acara dan komedian Soimah akan membagikan uang Rp 25 juta kepada masyarakat.

    Namun. setelah ditelusuri unggahan tersebut merupakan hasil manipulasi. Klaim itu dipastikan keliru dan hoaks.

    Video yang mengeklaim Soimah membagikan uang Rp 25 juta muncul di media sosial, salah satunya dibagikan oleh akun Facebook ini.

    Dalam video itu Soimah mengatakan, untuk mendapat 25 juta yakni dengan mengikuti akun dan membagikan unggahan tersebut.

    Hasil Cek Fakta

    Setelah ditelusuri unggahan yang menampilkan Soimah identik dengan yang ada di akun TikTok ini.

    Dalam video aslinya Soimah tidak mengatakan akan membagikan uang Rp 25 juta. Saat itu, ia mengucapkan selamat ulang tahun kepada seseorang.

    Tim Cek Fakta Kompas.com juga mengecek suara Soimah membagikan uang Rp 25 juta menggunakan Hive Moderation.

    Hasilnya suara Soimah terdeteksi dihasilkan artificial intelligence (AI) dengan probabilitas 98,4 persen.

    Sebelumnya di media sosial juga muncul informasi keliru yang menyebut Soimah menjanjikan bantuan Rp 50 juta. Penelusuran Kompas.com bisa dilihat di sini.

    Kesimpulan

    Video yang mengeklaim Soimah membagikan uang Rp 25 juta merupakan hasil manipulasi. Dalam video aslinya Soimah mengucapkan selamat ulang tahun kepada seseorang.

    Setelah dicek menggunakan Hive Moderation suara Soimah membagikan Rp 25 juta terdeteksi dihasilkan AI. Konten ini berpotensi sebagai penipuan, waspada agar kita tidak mengalami kerugian.

    Rujukan

  • (GFD-2024-22944) [HOAKS] Gambar Nelayan Papua Menangkap Hewan Misterius

    Sumber:
    Tanggal publish: 24/09/2024

    Berita

    KOMPAS.com - Beredar gambar yang diklaim menampilkan nelayan di Papua menangkap hewan misterius yang belum pernah terlihat sebelumnya.

    Setelah ditelusuri, unggahan tersebut merupakan hasil rekayasa artificial intelligence (AI).

    Gambar yang menampilkan nelayan Papua menangkap hewan misterius muncul di media sosial, salah satunya dibagikan oleh akun Facebook ini, ini dan ini.

    Akun tersebut membagikan gambar seorang pria menunjukkan sebuah hewan berukuran besar dan diberi keterangan:

    Nelayan Papua menangkap hewan yang belum pernah terlihat sebelumnya.@sorotan @pengikut

    Akun Facebook Tangkapan layar Facebook narasi yang mengeklaim nelayan Papuan menangkap hewan misterius

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan penelusuran yang dilakukan Tim Cek Fakta gambar itu identik dengan unggahan akun Facebook "Astral Infernum Productions" ini.

    Dalam deksripsinya, akun itu menyebut dirinya sebagai pembuat konten berbasis AI.

    Tim Cek Fakta Kompas.com kemudian mengecek gambar nelayan Papua menangkap hewan misterius menggunakan Hive Moderation.

    Hasilnya, gambar tersebut memiliki probabilitas 99,9 persen dihasilkan AI. 

    Sampai saat ini tidak ditemukan informasi valid nelayan Papua menemukan hewan misterius seperti dalam unggahan.

    Kesimpulan

    Gambar yang menampilkan nelayan Papua menangkap hewan misterius merupakan hasil manipulasi.

    Foto tersebut merupakan hasil rekayasa AI. Sampai saat ini tidak ditemukan informasi valid nelayan Papua menemukan hewan misterius.

    Rujukan

  • (GFD-2024-22943) Keliru, Klaim Kasus Gondongan dan Cacar Terjadi Setelah Vaksin Covid-19

    Sumber:
    Tanggal publish: 25/09/2024

    Berita



    Kolase video berisi klaim bahwa penyakit gondongan dan cacar disebabkan oleh vaksin Covid-19 dan polio, disebarkan oleh akun Instagram ini [ arsip ]. Isi konten mengaitkan bahwa pandemi Covid-19 dan munculnya penyakit-penyakit lanjutan tertulis dalam The Rockefeller Playbook, dokumen yang disebut agenda dari para elit untuk merencanakan pandemi dalam tiga fase.

    “Makin banyak kasus cacar dan gondongan justru setelah mandatory. Pahamilah para ortu, pola elite menciptakan cipta kondisi,” demikian salah satu teks yang termuat. Di akhir video, konten itu memuat penyembuhan cacar dan gondongan dengan bahan herbal seperti jeruk nipis dan kapur sirih.

     

    Hingga artikel ini ditulis, unggahan tanggal 12 September tersebut sudah disukai 112 kali. Benarkah penyakit cacar dan gondongan banyak terjadi setelah vaksinasi dan pandemi Covid-19?

    Hasil Cek Fakta



    Klaim 1: Vaksinasi Covid-19 sebabkan cacar air, cacar monyet, dan gondongan meningkat

    Fakta: Vaksinasi justru untuk meningkatkan kekebalan terhadap penyakit tertentu dengan merespon imun tubuh.

    Tim Cek Fakta Tempo memverifikasi klaim di atas dengan mewawancarai ahli dan menggunakan rujukan ilmiah. Menurut epidemiolog dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman, vaksinasi Covid-19 tidak menyebabkan penyakit cacar (cacar air maupun cacar monyet) serta gondongan meningkat. 

    “Sebelum pandemi dan vaksinasi Covid-19, cacar dan gondongan itu sudah ada dan jauh lebih besar dibanding yang muncul saat ini,” kata Dicky kepada Tempo, Selasa, 24 September 2024.

    Cacar air (chickenpox) atau varicella adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus varicella-zoster (VZV), bukan oleh vaksin Covid-19. Penyakit tersebut ditularkan melalui udara yang menyebar ke seluruh dunia melalui batuk, bersin, dan kontak dengan lesi kulit. Kata chickenpox sendiri sudah dikenal sejak pertengahan abad ke-16, jauh sebelum pandemi Covid-19 terjadi. 

    Cacar air terjadi di semua negara dan bertanggung jawab atas sekitar 7000 kematian setiap tahunnya. Di negara-negara beriklim sedang, ini adalah penyakit yang umum terjadi pada anak-anak, dengan sebagian besar kasus terjadi pada musim dingin dan musim semi. Di daerah tropis, cacar air cenderung terjadi pada orang yang lebih tua dan dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius.

    Sedangkan cacar monyet juga ditemukan juga sebelum pandemi Covid-19, yakni terjadi pada seorang anak laki-laki berusia sembilan bulan di Republik Demokratik Kongo pada 1970. Cacar monyet disebabkan oleh infeksi zoonosis, virusmonkeypox, sebuah virusorthopox yang terkait erat dengan virusvariola yang menyebabkan cacar. Kasus pertama di luar Afrika, ditemukan di Amerika Serikat pada tahun 2003. 

    Kemudian, terkait gondongan, disebabkan oleh infeksi virus dari golongan paramyxovirus. Virus ini bisa masuk ke dalam tubuh manusia kemudian akan menetap, berkembang biak, dan menyebabkan peradangan dan pembengkakan pada kelenjar parotis.

    Penyakit gondongan telah ditemukan dalam literatur pengobatan Cina sejak tahun 640 SM. Wabah gondok pernah terjadi dengan 327.759 kasus di Cina pada tahun 2013, 56.000 kasus di Inggris pada tahun 2005, dan 1.251 kasus pada tahun 2014 di Amerika Serikat.

    Klaim 2: The Rollercoaster Playbook rencanakan pandemi Covid-19

    Fakta: Dokumen yang diklaim The Rollercoaster Playbook tersebut pernah beredar di Amerika Serikat pada Januari 2021.Outlet cek fakta dari USA Today dan Snopes,  menjelaskan bahwa tidak ada dokumen "Operation Lockstep" tersebut dan gambar itu tidak berasal dari "Rockefeller Playbook." Mereka yang menyebarkan rumor ini telah menghubungkan "Operation Lockstep" dengan sebuah laporan berjudul "Scenarios for the Future of Technology and International Development" yang diterbitkan oleh The Rockefeller Foundation pada tahun 2010.

    Dokumen tersebut sebenarnya membayangkan tentang empat narasi skenario pandemi yang berpotensi terjadi di masa depan. Dari empat skenario tersebut hanya satu yang menyebut "Lock Step," yang membahas pandemi global. 

    Fakta lain di dalam dokumen The Rockefeller Foundation tidak menyebutkan bahwa lockdown atau penguncian akan mengondisikan masyarakat untuk hidup di bawah hukum yang kejam, mencegah protes dan mengidentifikasi perlawanan publik dan juga tidak menyebutkan kata "COVID".



    Peneliti virologi dari Universitas Airlangga, Dr. Arif Nur Muhammad Ansori, M.Si menjelaskan bahwa isi dokumen "The Rockefeller Playbook” tersebut berisi teori konspirasi yang tidak berdasarkan fakta ilmiah. Teori ini mengklaim bahwa pandemi dirancang secara sengaja untuk melemahkan sistem kekebalan manusia dan memaksakan vaksinasi massal, dengan skenario anarki dan kekacauan jika vaksin tidak diterima oleh semua orang.

    “Namun, penting untuk ditegaskan bahwa informasi ini adalah hoaks yang berbahaya dan tidak berdasarkan fakta ilmiah,” ungkap Arif, melalui pesan singkat.

    Pada fase pertama yang menyebut bahwa sistem pengujian Covid-19 "cacat" dan angka kasus sengaja diinflasi, menurut Arif, adalah tidak benar. Proses pengujian Covid-19 melalui PCR dan metode lain, telah diuji secara ilmiah dan diakui oleh berbagai otoritas kesehatan global, termasuk WHO. Penghitungan kasus juga berdasarkan protokol medis yang jelas dan transparan.

    Kedua, tidak ada bukti ilmiah yang mengaitkan paparan radiasi 5G dengan pelemahan sistem kekebalan tubuh atau penyebaran Covid-19. Klaim ini sudah berulang kali dibantah oleh komunitas ilmiah. Covid-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2, bukan akibat radiasi.

    Ketiga, tidak ada bukti bahwa virus SARS, HIV, atau MERS yang "bersenjata" akan dilepaskan untuk memaksa vaksinasi. Vaksin Covid-19 yang ada saat ini dikembangkan melalui penelitian yang ketat dan telah terbukti aman serta efektif melindungi masyarakat dari virus.

    Kesimpulan



    Hasil verifikasi Tempo tentang klaim kasus gondongan dan cacar terjadi setelah vaksin Covid-19 adalahkeliru. 

    Cacar air, cacar monyet dan gondongan disebabkan oleh virus jenis lain, bukan karena vaksin Covid-19. Penyakit-penyakit ini telah ditemukan dan pernah mewabah jauh sebelum pandemi Covid-19. Sedangkan “The Rockefeller Playbook” tidak pernah ada dan tidak pernah diterbitkan oleh The Rockefeller Foundation.

    Rujukan

  • (GFD-2024-22942) Menyesatkan, Konten dengan Klaim Daging Sapi Tidak Halal dari RPH Pegirian Surabaya

    Sumber:
    Tanggal publish: 25/09/2024

    Berita



    Beredar melalui grup perpesanan WhatsApp, sebuah video menunjukkan seseorang menembak kepala sapi di sebuah rumah pemotongan hewan yang diklaim terjadi di rumah potong hewan Pegirian, Surabaya, Jawa Timur.

    Video ini diberi pesan: “Hati² peredaran daging sapi yang tidak halal alias bangkai di sby.......Harus segera dilaporkan ke dinas peternakan atau dinas terkait karena sama saja meracuni umat islam dengan bangkai yang tidak hanya membahayakan kesehatan tapi bisa menyebabkan tertolaknya doa kita”.



    Video serupa juga beredar di Facebook. Benarkah video tersebut merupakan proses pemotongan hewan di RPH Pegirian Kota Surabaya? Berikut pemeriksaan faktanya.

    Hasil Cek Fakta



    Tim Cek Fakta Tempo memeriksa video tersebut dengan meminta keterangan lembaga pemerintah yang menangani pemotongan hewan dan pakar kesehatan hewan ternak.

    Direktur Utama Rumah Potong Hewan (RPH) Surabaya, Fajar Arifianto Isnugroho mengatakan, video tersebut direkam di salah satu RPH yang dikelola Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan, tepatnya di Jl. Pegirian No.258, Sidotopo, Kecamatan Semampir, Surabaya

    Menurut Fajar, video tersebut hanya merekam prosesstunning atau pemingsanan sapi impor sebelum dipotong. Sayangnya, video tersebut tidak menggambarkan seluruh proses pemotongan hewan di RPH.

    “Video tersebut tidak utuh, sebab setelahstunning, sapi dipotong seperti biasa secara syar'i oleh Juru Sembelih Halal (Julaeha) RPH Surabaya,” kata dia. 

    Saat ditanya tantang petugas dalam video yang bekerja tidak dengan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP pemotongan hewan, ia hanya menjawab “Ini menjadi evaluasi kami untuk lebih berhati-hati dan berjanji tidak akan terjadi lagi”.

    Pemotongan hewan ternak diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13/Permentan/OT.140/1/ 2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia Dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant). Peraturan ini menyebutkan bahwa menjamin pangan asal hewan khususnya karkas, daging, dan jeroan ruminansia (hewan pemamah biak seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dll) yang aman, sehat, utuh, dan halal diperlukan Rumah Potong Hewan yang memenuhi persyaratan.

    Dikutip dari laman pertanian.go.id, proses penyembelihan hewan ternak di Indonesia dilakukan dengan dua cara, yaitu tanpa pemingsanan dan dengan pemingsanan. Tanpa pemingsanan biasanya dipraktikkan di rumah potong hewan (RPH) tradisional. Penyembelihan dilakukan dengan cara ternak direbahkan secara paksa menggunakan tali temali. 

    Sedangkan pemingsanan biasa dipraktikkan di RPH modern, seperti di RPH Pegirian. Tujuan pemingsanan agar ternak tidak menderita saat dipotong dan aman bagi petugas.

    Pemingsanan ternak, dilakukan dengan beberapa cara yakni:

    Dalam jurnal Acta Veterinaria Indonesiana, dalam teknik pemingsanan, RPH modern di Indonesia umumnya menggunakannon-penetrating captive bolt stun guntipe Cash Magnum Knocker caliber 0,25   produksi Accles dan Shelvoke. 

    Alat ini dapat menembakkan baut (bolt) berukuran panjang 121 mm dan diameter 11,91 mm yang berbentuk kepala jamur (mushroom-headed) pada kepala sapi. Teknik ini menyebabkan trauma sementara dan baut tersebut tidak menyebabkan luka atau penetrasi ke dalam tengkorak. Jika dibiarkan beberapa saat, sapi yang pingsan dapat kembali berdiri.

    Proses pemingsanan (stunning) sebelum penyembelihan ini dianggap mampu mengurangi stress hewan saat penyembelihan. Stress akibat perlakuan kasar terhadap hewan berdampak pada kualitas daging yang dihasilkan. Daging hewan yang stress sebelum penyembelihan ditandai dengan peningkatan kadar katekolamin dan kreatinin kinase. Dua zat yang menyebabkan glikolisis dan memicu penumpukan asam laktat pada daging.

    Stres sebelum penyembelihan juga menyebabkan penurunan kadar glikogen yang menyebabkan tingginya pH daging dan daya ikat air sehingga daging yang dihasilkan lebih keras dengan warna yang lebih gelap.

    Dalam proses pemotongan hewan hal lain yang perlu diperhatikan adalah syarat-syarat dalam agama Islam. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Fatwa MUI nomor 12 Tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal yang salah satunya tentang penggunaan mesin untukstunning.

    Dalam fatwa MUI ini disebutkan pemingsanan dalam proses penyembelihan hewan diperbolehkan, dengan syarat:

    Kesimpulan



    Berdasarkan pemeriksaan fakta, Tim Cek Fakta Tempo menyimpulkan video dengan narasi peredaran daging sapi yang tidak halal alias bangkai karena ditembak dari RPH Pegirian Kota Surabaya adalahmenyesatkan.

    Proses penembakan pada kepala sapi disebut dengan stunning, yaitu proses pemingsanan sapi sebelum disembelih dengan menggunakannon-penetrating captive bolt stun gun. Proses pemingsanan (stunning) sebelum penyembelihan untuk mengurangi stress hewan saat penyembelihan dan dianggap mampu menghasilkan daging yang berkualitas.

    Teknik pemingsanan sebelum penyembelihan sapi diperbolehkan oleh Majelis Ulama Indonesia sejauh memenuhi syariat islam.

    Rujukan