• (GFD-2025-28980) Keliru: Indonesia Jadi Target Revolusi Warna lewat Demonstrasi Agustus 2025

    Sumber:
    Tanggal publish: 11/09/2025

    Berita

    SEBUAH utas di Threads [arsip] berisi narasi yang menyebutkan bahwa Indonesia menjadi target revolusi warna atau colour revolution. Dalam utasnya, pengunggah menuliskan, rentetan demonstrasi yang terjadi sejak 25 Agustus lalu memiliki pola yang sama dengan Pakta Warsawa, sebuah aliansi negara yang diinisiasi Uni Soviet (sebuah negara yang bubar tahun 1991) atau yang kini disebut Blok Timur. Aksi itu juga disebutkan mendapat dukungan dari NED, lembaga pendanaan pro demokrasi milik AS.

    Berikut petikan akhir utasnya:

    Saya hanya mengingatkan: Hati-Hati dengan Revolusi Warna yang sedang mengincar Indonesia. Pola yang sama dengan dua peristiwa silam di jajaran Pakta Warsawa tahun 2000-an yang kemudian dikenal dengan istilah Balkanisasi, serta isu Arab Spring yang memporak-porandakan beberapa negara di Jalur Sutra tahun 2010-an.



    Namun, benarkah klaim tersebut?

    Hasil Cek Fakta

    Tempo memverifikasi klaim itu dengan menelusuri sumber kredibel dan mewawancarai peneliti hubungan internasional. Hasilnya, poin-poin yang dituliskan dalam utas terbukti keliru.

    Sejumlah poin dalam narasi yang beredar tidak sesuai catatan sejarah. Misalnya, Pakta Warsawa disebut disetujui tahun 2000-an. Padahal, perjanjian itu ditandatangani di Warsawa, Polandia, pada 14 Mei 1955 dan dibatalkan pada 31 Maret 1991.

    Pakta Warsawa lahir dari aliansi Uni Soviet dan negara-negara Blok Timur lewat Perjanjian Persahabatan, Kerja Sama, dan Saling Membantu. Aliansi ini dibentuk untuk menandingi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang didirikan Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara Eropa Barat pada 1949. Pakta Warsawa bubar setelah krisis melanda dan kekuatan negara anggotanya merosot.

    Utas tuntutan 17+8 diajukan tanpa dibahas dengan rakyat Indonesia. Faktanya, sejumlah tuntutan sudah dikonsultasikan lebih dulu ke banyak pihak. Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti menjelaskan melalui akun X pribadinya (@BivitriS) bahwa tuntutan 17+8 yang dibuat para pemengaruh telah mengutip banyak rumusan masalah lain dan berdiskusi dengan banyak pihak. “Termasuk saya, via tlp (kemudian komunikasi lebih intensif setelah itu),” cuitnya.

    Laporan Tempo juga menuliskan, sejumlah tuntutan itu dikeluarkan oleh konsorsium Bijak Memantau yang sebagian anggotanya adalah pemengaruh yang resah setelah melihat serangkaian aksi demonstrasi yang tidak memiliki fokus tuntutan untuk pemerintah.

    Dari serangkaian tuntutan, tak ada yang berisi niat menggulingkan rezim. Mereka menuntut TNI tidak campur tangan dalam urusan sipil, DPRD transparan dan membatalkan tunjangan berlebihan, pembentukan tim investigasi independen atas pelindasan Affan Kurniawan dengan rantis Brimob, serta sejumlah penugasan lain.

    Poin yang mengaitkan penggunaan simbol warna tertentu, kemunculan sejumlah tokoh menonjol, hingga kericuhan di lapangan dalam rentetan demonstrasi Agustus lalu sebagai tanda revolusi warna juga dibantah oleh Peneliti Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMS) Satria Unggul Wicaksana Prakasa.

    Prakarsa menegaskan penggunaan warna dalam aksi di Indonesia tidak berkaitan dengan revolusi warna atau campur tangan asing. “Tidak ada kaitan dengan color revolution di Mesir atau Arab Spring. Arab Spring terjadi karena gejolak masyarakat, juga didukung upaya militer melakukan kudeta di Mesir pada 2011,” kata Satria kepada Tempo, Rabu, 10 September 2025.

    Menurut dia, sejumlah pakar di Indonesia juga menilai demonstrasi itu lahir dari kemarahan publik terhadap kebijakan pemerintah yang sewenang-wenang dan tindakan represif aparat. Aksi tersebut menyebar lewat media sosial dengan algoritma biasa sehingga kelompok masyarakat lain yang merasakan keresahan serupa ikut turun ke jalan. 

    Ia juga menilai tudingan keterlibatan “antek asing” dalam aksi lalu sebagai hoaks. “Menurut saya sangat jauh kalau aksi itu dikaitkan dengan gerakan asing. Ini murni luapan masyarakat yang jengah dengan kebijakan pemerintah. Harus dilihat dalam konteks nasional, bukan intervensi asing,” ujar Satria.

    Keterangan Satria sejalan dengan laporan Tempo yang menemukan sejumlah personel TNI diduga memicu kericuhan di beberapa daerah. Diduga tindakan itu dilakukan individu, bukan kebijakan institusi TNI.

    Kesimpulan

    Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan demonstrasi di berbagai daerah yang terjadi akhir Agustus 2025 termasuk revolusi warna yang didukung NED AS adalah klaim keliru.

    Rujukan

  • (GFD-2025-28979) [SALAH] Nepal Berhasil Gulingkan DPR

    Sumber: Tiktok
    Tanggal publish: 11/09/2025

    Berita


    Beredar unggahan video [arsip] dari akun Tiktok “joys1233” pada Rabu (10/09/2025). Unggahan berisi narasi:

    “NEPAL BERHASIL MENGGULINGKAN DPR
    Di indonesia gagal total, rusuh dikit malah di bilangnya anarkis, kocak emang, segala bentuk kata2 kampungan dari ANARKIS, tanpa mereka sadari kalau kata anarkis itulah yg di gunakan oleh pejabat untuk mempengaruhi rakyat agar kepimimpinannya tetap kokoh dengan segala kejahatannya saat ini, karena kita rakyat di larang keras agar mereka bisa tuli seumur hidup.”

    Hasil Cek Fakta

    Tim Pemeriksa Fakta Mafindo (TurnBackHoax) menelusuri kebenaran klaim dengan memasukkan kata kunci “Nepal berhasil gulingkan DPR” ke mesin pencarian Google. Hasilnya tidak ditemukan berita kredibel yang membenarkan klaim. Pencarian teratas mengarah kepada artikel bbc.com yang berjudul “Gedung DPR dibakar, 22 orang tewas, PM mundur – Apa yang diketahui soal demo di Nepal?”.

    Artikel yang tayang pada Rabu (10/09/2025) tersebut menjelaskan Demonstrasi kaum Gen-Z tersebut menentang tuduhan praktik korupsi yang telah meluas dan berubah menjadi aksi kekerasan. Rangkaian demonstrasi itu dipicu oleh larangan media sosial, yang kini telah dicabut. Selain itu,Kantor Perdana Menteri (PM) Nepal menyatakan bahwa Sharman Oli (PM Nepal) mengundurkan diri. Dalam artikel tersebut, tidak ditemukan narasi penggulingan DPR (Pratinidhi Sabha) Nepal.

    Tim Pemeriksa Fakta Mafindo (Turnbackhoax) menelusuri keadaan terkini Nepal. Hasilnya ditemukan artikel dari Tirto.id berjudul “Presiden Nepal, PM, dan Para Menteri Mundur Imbas Demo Rusuh” yang tayang Rabu (10/09/2025) menjelaskan Perdana Menteri, Presiden dan beberapa Menteri di Nepal mengundurkan diri imbas dari demonstrasi yang rusuh.

    Hingga artikel ini ditulis, tidak ditemukan keterangan bahwa salah satu lembaga legislatif Nepal yaitu DPR atau Pratinidhi Sabha dibubarkan.

    Kesimpulan

    Unggahan berisi klaim “Nepal berhasil gulingkan DPR” merupakan konten yang menyesatkan (misleading content).

    Rujukan

  • (GFD-2025-28978) [KLARIFIKASI] Tidak Ada Demonstrasi Mahasiswa di Mako Brimob pada 7 September 2025

    Sumber:
    Tanggal publish: 10/09/2025

    Berita

    KOMPAS.com - Di media sosial beredar foto yang diklaim memperlihatkan unjuk rasa mahasiswa di depan Markas Komando Korps Brigade Mobil (Mako Brimob).

    Tampak massa yang mengenakan seragam oranye dan biru memadati sebuah jalan. Namun, narasi video tidak menyebutkan lokasi Mako Brimob yang dimaksud.

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, konteks foto tersebut perlu diperjelas agar tidak menimbulkan misinformasi.

    Foto yang diklaim memperlihatkan unjuk rasa mahasiswa di depan Mako Brimob dibagikan oleh akun Facebook ini pada 7 September 2025.

    Berikut narasi yang dibagikan:

    Update Terkini Mahasiswa dan rakyat demo besar-besaran...Mako Brimob. 7 September 2025

    Konten serupa juga dibagikan dalam bentuk video oleh akun TikTok ini. Video TikTok itu dibubuhi teks sebagai berikut:

    UPDATE TERKINI. GERAKAN TERBARU DEMONSTRASI MAHASISWA DAN RAKYAT DEMO BESAR-BESARAN MAKO BRIMOB. 7 SEPTEMBER 2025.

    Screenshot Klarifikasi, ini bukan demonstrasi mahasiswa di Mako Brimob pada 7 September 2025

    Hasil Cek Fakta

    Tim Cek Fakta Kompas.com menelusuri foto dan video yang beredar, dan menemukan visual yang mirip pada unggahan YouTube Shorts ini.

    Namun, video YouTube itu disebut sebagai aksi unjuk rasa mahasiswa di bawah Fly Over Makassar, Sulawesi Selatan, pada 1 September 2025.

    Kemudian, Kompas.com melakukan penelusuran lebih lanjut dan menemukan video yang sama diunggah oleh akun Instagram @sulseltimesid.

    Akun tersebut juga menyebutkan bahwa video itu merupakan unjuk rasa mahasiswa di bawah Fly Over Makassar pada 1 September 2025.

    Aksi unjuk rasa itu juga diberitakan dalam artikel Detik.com. Massa mahasiswa diwartakan memadati area di bawah Fly Over Makassar pada 1 September 2025 sekitar pukul 15.40 Wita.

    Massa aksi memblokade jalur dari arah Jalan AP Pettarani menuju Jalan Urip Sumoharjo dengan spanduk. Mereka juga membawa mobil komando dalam aksi tersebut.

    Sementara itu, tidak ditemukan pemberitaan tentang aksi unjuk rasa di Mako Brimob Kwitang, Jakarta Pusat pada 7 September 2025.

    Situasi di area tersebut dilaporkan kondusif pada 1 September 2025, setelah selama beberapa hari diserbu massa.

    Sebagaimana diketahui, Mako Brimob Kwitang sempat digeruduk massa yang marah atas kematian pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, yang tewas dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob di kawasan Pejompongan, Jakarta, pada 28 Agustus 2025 malam.

    Kesimpulan

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, foto yang diklaim memperlihatkan unjuk rasa mahasiswa di depan Mako Brimob perlu diluruskan.

    Narasi konten tidak menyebutkan dengan jelas lokasi Mako Brimob yang dimaksud. Setelah ditelusuri, peristiwa tersebut merupakan unjuk rasa mahasiswa yang berlokasi di bawah Fly Over Makassar pada 1 September 2025.

    Rujukan

  • (GFD-2025-28977) [HOAKS] Bimas Kristen Kemenag Tawarkan Bantuan kepada Umat di Timor Leste

    Sumber:
    Tanggal publish: 10/09/2025

    Berita

    KOMPAS.com - Di media sosial beredar video yang mengeklaim Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama (Ditjen Bimas Kristen Kemenag) menawarkan bantuan kepada umat Kristen di Timor Leste.

    Bantuan itu dinarasikan sebagai bentuk kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia.

    Namun, setelah ditelusuri video itu merupakan hasil manipulasi.

    Video yang mengeklaim Ditjen Bimas Kristen Kemenag menawarkan bantuan kepada umat Kristen di Timor Leste salah satunya dibagikan aku Facebook ini dan ini.

    Dalam video, seorang pria yang mengaku bernama Lukas Kolo dan bertugas sebagai psikolog di Ditjen Bimas Kristen menginformasikan bantuan dari Pemerintah Australia untuk umat di Timor Leste.

    Untuk mendapat bantuan umat Kristen di Timor Leste diminta menghubungi sebuah nomor WhatsApp.

    Hasil Cek Fakta

    Saat dicermati, video itu tampak janggal. Gerakan bibir dan perkataan orang yang ada di dalam video tidak sinkron.

    Tim Cek Fakta Kompas.com kemudian mengambil tangkapan layar video dan menelusurinya menggunakan Google Lens.

    Hasilnya, ditemukan video identik di kanal YouTube Roedy Silitonga ini pada 2020. Roedy diketahui merupakan pengajar Pendidikan Agama Kristen di Universitas Pelita Harapan.

    Sehingga, dapat dipastikan bahwa pria dalam video bukan Lukas Kolo, melainkan Roedy Silitonga. 

    Dalam video aslinya, Roedy tidak menyampaikan soal bantuan untuk umat Kristen Timor Leste, namun ia menjelaskan terkait sistem pemerintahan gereja.

    Lalu bagaimana suara Roedy diubah sehingga menyampaikan hal berbeda? Umumnya, konten jenis ini melakukan manipulasi menggunakan artificial intelligence (AI).

    Setelah dicek menggunakan Hive Moderation, suara Roedy dalam video itu terdeteksi dihasilkan AI generator. Probabilitasnya mencapai 99,8 persen.

    Kesimpulan

    Narasi dalam unggahan video yang mengeklaim Ditjen Bimas Kristen menawarkan bantuan kepada umat Kristen di Timor Leste merupakan konten hasil manipulasi.

    Video aslinya menampilkan seorang pengajar Pendidikan Agama Kristen di Universitas Pelita Harapan yang sedang menerangkan soal sistem pemerintahan gereja.

    Setelah dicek menggunakan Hive Moderation, konten yang beredar terdeteksi dihasilkan oleh AI. 

    Rujukan