• (GFD-2024-22887) Cek fakta, video aksi demontrasi terhadap Jokowi di Malioboro pada 23 September 2024

    Sumber:
    Tanggal publish: 25/09/2024

    Berita

    Jakarta (ANTARA/JACX) – Sebuah unggahan video beredar di X berdurasi 21 detik yang menampilkan sekumpulan orang sedang melakukan demonstrasi di Jalan Malioboro, Yogyakarta.

    Dalam unggahan tersebut, dinarasikan sekumpulan orang tersebut sedang melakukan aksi demonstrasi terhadap Pemerintahan Joko Widodo - KH Ma'ruf Amin..

    Unggahan tersebut juga dilengkapi dengan takarir berikut:

    “Perlawanan kepada Jokowi marak dimana mana.”

    Namun, benarkah video aksi demonstrasi di Jalan Malioboro itu terjadi pada 23 September?

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan penelusuran, video tersebut serupa dengan unggahan video di Instagram Jogjaku yang diunggah pada 22 Agustus 2024 dengan keterangan berikut:

    “LIVE SITUASI MALIOBORO HARI INI: DOA YANG BAIK-BAIK UNTUK NEGERI INI”

    Dilansir dari ANTARA, ribuan mahasiswa dan masyarakat Yogyakarta menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Malioboro, Kamis (22/8/2024). Aksi dimulai dari parkiran Abu Bakar Ali, kemudian dilanjutkan ke gedung DPRD DIY dan berakhir di Istana Kepresidenan Gedung Agung.

    Dengan mengenakan baju berwarna hitam, massa aksi menyerukan untuk menjaga demokrasi dan mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat pencalonan kepala daerah pada Pilkada 2024.

    Dengan demikian, video demo di Yogyakarta tersebut diambil di bulan Agustus 2024, bukan September.

    Klaim: Video demo perlawanan Jokowi di Malioboro pada 23 September 2024

    Rating: Misinformasi

    Pewarta: Tim JACX

    Editor: Indriani

    Copyright © ANTARA 2024

    Rujukan

  • (GFD-2024-22886) [HOAKS] Radiasi 5G Picu Vaksin dalam Tubuh Mengaktifkan Mpox

    Sumber:
    Tanggal publish: 24/09/2024

    Berita

    KOMPAS.com - Beredar narasi di media sosial yang mengeklaim radiasi jaringan 5G akan memicu vaksin di dalam tubuh untuk mengaktifkan penyakit Mpox atau cacar monyet.

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi tersebut hoaks.

    Narasi jaringan 5G akan memicu vaksin mengaktifkan cacar monyet dibagikan oleh akun Facebook ini, ini, dan ini, pada Agustus dan September 2024.

    Berikut narasi yang dibagikan:

    Agenda Berikutnya - Meningkatkan Frekuensi untuk mengaktifkan nanopartikel dalam tubuh - ini akan menyebabkan Cacar Monyet dan kemungkinan bisul/luka pada mereka yang telah Ditandai dengan vx666ine.

    Wahyu 16:2

    Kemudian timbullah bisul yang buruk dan menyakitkan pada semua orang yang mempunyai tanda binatang itu

    Hasil Cek Fakta

    Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, membantah adanya kaitan antara jaringan 5G dengan vaksin dan Mpox.

    "Teori konspirasi yang menghubungkan radiasi 5G dengan vaksin dalam tubuh, yang diklaim menyebabkan penyakit seperti Mpox, ini jelas tidak berdasar dan tidak masuk akal dari sudut pandang ilmiah," kata Dicky kepada Kompas.com, Jumat (20/9/2024).

    Dicky menjelaskan, radiasi 5G adalah radiasi non-ionisasi.

    Artinya, energi yang dipancarkan radiasi tersebut terlalu rendah untuk dapat merusak DNA atau sel-sel tubuh manusia.

    Radiasi non-ionisasi seperti 5G juga tidak memiliki kemampuan untuk memecah ikatan kimia dalam molekul.

    Sementara itu, vaksin seperti vaksin Covid-19, dirancang untuk menginduksi respons imun dengan cara biokimia dan biologis

    "Jadi, vaksin engga punya komponen elektronik atau material yang bisa berinteraksi dengan radiasi elektromagnetik, termasuk dengan 5G," tuturnya.

    Menurut Dicky, menghubungkan vaksin dengan teknologi 5G adalah sesuatu yang tidak ilmiah dan juga tidak masuk akal.

    Untuk diketahui, Mpox atau sebelumnya disebut cacar monyet berasal dari infeksi Orthopoxvirus dan pertama kali terdeteksi pada manusia pada 1970 di Kongo. Penyakit ini dianggap endemik di negara-negara di Afrika tengah dan barat.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, Mpox dapat menular dari kontak kulit ke kulit, mulut ke kulit, mulut ke mulut, atau berdekatan dengan penderita Mpox dalam waktu cukup lama.

    Kesimpulan

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi jaringan 5G akan memicu vaksin dalam tubuh mengaktifkan cacar monyet adalah hoaks.

    Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, membantah adanya kaitan antara jaringan 5G dengan vaksin dan Mpox.

    Rujukan

  • (GFD-2024-22885) [HOAKS] Michael Bambang Hartono Bagikan Rp 50 Juta di Medsos

    Sumber:
    Tanggal publish: 23/09/2024

    Berita

    KOMPAS.com - Video yang mengeklaim pengusaha Michael Bambang Hartono menjanjikan bantuan Rp 50 juta melalui nomor WhatsApp beredar di media sosial.

    Michael Hartono merupakan salah satu orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes. Nilai kekayaan Michael tercatat Rp 396 triliun pada akhir Juli 2024.

    Namun, nama orang ketiga terkaya di Indonesia itu dicatut untuk penipuan di media sosial. Setelah ditelusuri, video tersebut merupakan hasil manipulasi.

    Video yang mengeklaim Michael Bambang Hartono menjanjikan bantuan Rp 50 juta muncul di media sosial, salah satunya dibagikan oleh akun Facebook ini, ini dan ini.

    Dalam video Hartono mengatakan, untuk mendapat Rp 50 juta yakni dengan menyukai dan membagikan unggahan tersebut. Unggahan itu juga mencantumkan nomor kontak, berikut narasinya:

    LANGSUNG KE WHATSAPP0882-7642-5567

    Akun Facebook Tangkapan layar Facebook narasi yang menyebut Michael Bambang Hartono membagikan Rp 50 juta

    Hasil Cek Fakta

    Tim Cek Fakta Kompas.com menelusuri video tersebut menggunakan teknik reverse image search. Hasilnya, video tersebut identik dengan unggahan di kanal YouTube Kumparan ini.

    Dalam video aslinya Hartono tidak menjanjikan bantuan Rp 50 juta, namun membicarakan soal cabang olahraga bridge.

    Video itu diambil pada 2018 setelah Michael Hartono meraih medali perunggu pada cabang olahraga bridge dalam Asian Games 2018.

    Saat itu Hartono mengatakan, bonus medali perunggu dari pemerintah ia kembalikan untuk pengembangan olahraga bridge di Indonesia.

    Tim Cek Fakta Kompas.com mengecek suara dalam video menggunakan Hive Moderation.

    Hasilnya, suara Hartono menjanjikan bantuan Rp 50 juta memiliki probabilitas 99.1 persen dihasilkan oleh artificial intelligence (AI).

    Manipulasi suara itu kemudian ditempel pada video, seolah-olah Michael Hartono membagi-bagi uang hingga Rp 50 juta.

    Kesimpulan

    Video yang mengeklaim Michael Bambang Hartono menjanjikan bantuan Rp 50 juta merupakan hasil manipulasi. Dalam video aslinya ia membicarakan soal olahraga bridge.

    Ketika dicek menggunakan Hive Moderation suara Hartono terdeteksi dihasilkan AI.

    Rujukan

  • (GFD-2024-22884) Keliru, Konten tentang Dokter Terawan Menemukan Obat Prostatitis yang Bisa Sembuhkan Dalam 9 Hari

    Sumber:
    Tanggal publish: 24/09/2024

    Berita



    Video berdurasi 3 menit 49 detik berisi klaim bahwa mantan Menteri Kesehatan RI, dokter Terawan Agus Putranto, menemukan metode pengobatan radang pada prostatitis atau kelenjar prostat. Terdapat keterangan bahwa metode temuannya diklaim telah menyembuhkan lebih dari 147 ribu pria penderita prostatitis di Indonesia dalam jangka waktu 9 hari.  



    Hingga artikel ini ditulis pada Senin 23 September 2024, video yang beredar di Facebook [ arsip ] itu sudah ditonton 8,1 juta kali dan telah direspon 891 komentar. Lantas, benarkah Dokter Terawan menemukan obat prostatitis ?

    Hasil Cek Fakta



    Tempo menelusuri sumber video dengan memfragmentasi menjadi gambar menggunakan tools InVID. Gambar hasil fregmentasi kemudian ditelusuri dengan menggunakan tools Yandex Image dan Google Image. Hasilnya video tersebut diketahui merupakan gabungan video dan gambar dari peristiwa yang berbeda.

    Potongan video Dokter Terawan yang memberikan pernyataan seperti pada detik ke-35 hingga menit ke-01:14, identik dengan video wawancara khusus Pimpinan Redaksi Kompas TV, Rosianna Silalahi, terkait vaksin Nusantara dan metode cuci otak yang dianggap kontroversial, Jumat, 8 Juli 2022 pukul 19.00 WIB. 



    Wawancara Eksklusif tersebut diunggah Kompas TV pada akun YouTube resmi pada 8 Juli 2022 dengan judul “[ROSI EKSKLUSIF] Akhirnya, Dokter Terawan Menjawab”. Dalam wawancara ini, Dokter Terawan tidak menyinggung terkait metode pengobatan metode pengobatan prostatitis dalam waktu 9 hari.

    Video lain adalah gambar diagram yang diklaim merupakan proses pengobatan prostatitis seperti pada menit ke-01:16 sampai 01:21 merupakan diagram pada penelitian berjudul “Resolving the problem of persistence in the switch from acute to chronic inflammation”. Penelitian itu ditulis oleh Oliver Haworth dan Christopher D. Buckley, peneliti dari Pusat Pengaturan Imun Dewan Penelitian Medis, Institut Penelitian Biomedis, Universitas Birmingham, Inggris. 



    Diagram itu menjelaskan terkait penyelesaian masalah persistensi peradangan akut ke peradangan kronis, bukan tentang metode pengobatan prostatitis temuan Dokter Terawan.

    Tempo kemudian memeriksa suara yang digunakan dalam video tersebut dengan menggunakantools AI Voice Detector. Mulanya, Tempo mengunduh video itu dan mengubahnya ke ke format audio (mp3) menggunakantools Cloud Convert. Video yang telah diubah ke format suara lalu diperiksa dengan menggunakantools Hive Moderation



    Hasilnya, suara dalam video tersebut merupakan hasil rekayasa digital menggunakan teknologi kecerdasan buatan atauArtificial Intelligence dengan tingkat probabilitas mencapai 90,9 persen.

    Kesimpulan



    Hasil pemeriksaan Tempo, video berdurasi 3 menit 49 detik yang memperlihatkan Dokter Terawan menemukan pengobatan prostatitis adalahkeliru. 

    Tidak ditemukan informasi valid dari sumber kredibel yang menyatakan dokter Terawan menemukan metode pengobatan prostatitis. Klaim dokter terawan menemukan metode pengobatan prostatitis dalam waktu 9 hari sebelumnya merupakan narasi lawas yang sudah pernah beredar sejak November 2023.

    Informasi ini sesungguhnya sudah dikategorikan sebagai informasi yang keliru atau palsu. Video yang dibagikan tersebut merupakan gabungan video dan gambar dari peristiwa yang berbeda dan tidak terkait dengan metode pengobatan Dokter Terawan.

    Rujukan