• (GFD-2025-26328) [KLARIFIKASI] Video Kebakaran Gedung Pencakar Langit Ini Bukan di Indonesia

    Sumber:
    Tanggal publish: 25/03/2025

    Berita

    KOMPAS.com - Di media sosial beredar video yang menunjukkan sebuah gedung pencakar langit terbakar. Namun, pengunggah video tidak menyertakan lokasi dan waktu kejadian.

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, konteks video perlu diperjelas agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.

    Narasi yang beredar

    Video yang menunjukkan sebuah gedung pencakar langit terbakar dibagikan oleh akun Facebook ini dan ini pada Senin (24/3/2025).

    Berikut narasi yang dibagikan:

    Kejadian mengerikan

    Screenshot Klarifikasi, video ini bukan kebakaran gedung pencakar langit di Indonesia

    Hasil Cek Fakta

    Tim Cek Fakta Kompas.com menelusuri video tersebut dengan teknik reverse image search menggunakan Google Lens.

    Hasilnya, ditemukan artikel Mirror, 16 September 2022, yang menjelaskan duduk perkara peristiwa dalam video tersebut.

    Menurut artikel Mirror, gedung pencakar langit itu adalah milik China Telecom, kantor perusahaan telekomunikasi negara, di Changsha, Provinsi Hunan.

    Laporan awal mengindikasikan bahwa orang-orang telah dievakuasi saat api melalap bangunan tersebut pada 16 September 2022.

    Sementara itu, China Telecom mengatakan dalam sebuah pernyataan di media sosial bahwa api berhasil dipadamkan sekitar pukul 16.30 waktu setempat.

    "Sekitar pukul 16.30 hari ini, api di Menara Komunikasi No 2 kami di Changsha telah padam. Belum ada temuan korban dan komunikasi belum terputus," demikian pernyataan China Telecom dikutip dari The Guardian, 16 September 2022.

    Kesimpulan

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, video yang menunjukkan sebuah gedung pencakar langit terbakar perlu diperjelas dengan konteks utuh.

    Video itu bukan peristiwa di Indonesia, tetapi kebakaran yang melanda gedung China Telecom di Changsha, Provinsi Hunan, China pada 16 September 2022.

    Rujukan

  • (GFD-2025-26327) [HOAKS] Video Kericuhan di DPR Saat Bahas RUU Perampasan Aset

    Sumber:
    Tanggal publish: 25/03/2025

    Berita

    KOMPAS.com - Di media sosial beredar video yang diklaim menampilkan sejumlah anggota DPR terlibat kericuhan ketika membahas Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset.

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi tersebut tidak benar atau hoaks.

    Video yang diklaim menampilkan rapat DPR ricuh saat membahas RUU Perampasan Aset muncul di media sosial, salah satunya dibagikan akun Facebook ini, ini, ini, ini dan Threads ini. 

    Akun tersebut membagikan video kericuhan di sebuah ruangan. Kemudian, terdapat keterangan sebagai berikut:

    DPR-RI ricuh Yang pro rakyat mendesak RUU Perampasan aset bagi koruptor

    Tetapi wakil ketua DPR RI menolak uu perampasan aset bagi Para koruptorDPR-RI ricuh saat mendesak RUU Perampasan aset koruptor antara dpr yang setuju vs dpr yang tidak setuju

    Akun Facebook Video yang diklaim sebagai kericuhan di DPR saat membahas RUU Perampasan Aset

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, pada Maret 2025 tidak ada pembahasan RUU Perampasan Aset di DPR.

    Dikutip dari Kompas.id, DPR dan pemerintah sepakat tidak memasukkan RUU Perampasan Aset ke dalam Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2025.

    RUU Perampasan Aset hanya masuk dalam Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2025-2029.

    Tim Cek Fakta Kompas.com kemudian menelusuri video tersebut menggunakan Google Lens. Hasilnya, video identik dengan unggahan di kanal YouTube BeritaSatu ini pada tahun 2014.

    Video itu adalah kericuhan saat sidang paripurna untuk menentukan pimpinan DPR pada tahun 2014.

    Sebagaimana pernah diberitakan Kompas.com, kericuhan itu membuat pimpinan sidang sementara, yaitu Popong Otje Djunjunan dan Ade Rezky Pratama, menskors sidang beberapa kali.

    Meski ricuh dan diwarnai hujan interupsi, sidang akhirnya menetapkan Setya Novanto sebagai Kerua DPR periode 2014-2019.

    Ia didampingi oleh empat wakil, yakni Fahri Hamzah, Taufik Kurniawan, Agus Hermanto, dan Fadli Zon. 

    Kesimpulan

    Video yang diklaim menampilkan sejumlah DPR terlibat kericuhan saat membahas RUU Perampasan Aset tidak benar atau hoaks.

    Video itu adalah  kericuhan saat sidang paripurna untuk menentukan pimpinan DPR pada 2014.  Sidang saat itu tidak terkait pembahasan RUU Perampasan Aset.

    Rujukan

  • (GFD-2025-26326) Cek Fakta: Tidak Benar Link Pendaftaran Program E-Toll Gratis dari PT Jasa Marga

    Sumber:
    Tanggal publish: 26/03/2025

    Berita


    Liputan6.com, Jakarta- Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim link pendaftaran program E-Toll gratis dari PT Jasa Marga, informasi tersebut diunggah salah satu akun Facebook, pada 22 Maret 2025.
    Klaim link pendaftaran program E-Toll gratis dari PT Jasa Marga berupa poster digital yang terdapat tulisan berikut ini.
    "PROGRAM E-TOLL GRATIS 2025 SEBESAR RP.500.000, BERLAJU UNTUK SEMUA E-TOLL PT JASA MARGA (Perser) Tbk".
    Poster tersebut diberi keterangan sebagai berikut.
    "Program E-TOLL Gratis 2025
    Daftar dan Dapatkan Program E-TOLL Gratis tahun 2025 Sebesar Rp. 500.000, Info lengkapnya silahkan klik tautan di Bawah"
    Dalam unggahan tersebut mengarahkan penerima informasi mengakses link untuk mendaftar program E-Toll gratis dari PT Jasa Marga.
    Berikut linknya:
    "https://axrass.com/e-tollgratis01?fbclid=IwY2xjawJQdppleHRuA2FlbQIxMQABHVc8UtOQpW5ny0wPbWZyjMy97HrsNN7tX_acETdwc4YYUEGR6RewMBn2Jw_aem_G1tlER0_6ZnsovSlXjCRrg"
    Jika link tersebut diklik mengarah pada halaman situs dengan menampilkan formulir digital yang meminta data pribadi seperti nama lengkap, provinsi dan nomor telegram aktif.
    Benarkah klaim link pendaftaran program E-Toll gratis dari PT Jasa Marga? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.
     

    Hasil Cek Fakta


    Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim link pendaftaran program E-Toll gratis dari PT Jasa Marga, penelusuran mengarah pada artikel berjudul "Waspada Program Bagi-Bagi e-Toll Gratis Rp 500 Ribu, Ini Faktanya" yang dimuat Liputan6.com, pada 26 Februari 2025.
    Dalam artikel Liputan6.com menyebutkan, PT Jasa Marga (Persero) Tbk mengimbau masyarakat waspada terhadap praktik penipuan yang mengklaim adanya Program e-Toll Gratis Senilai Rp 500.000 atas nama Jasa Marga.
    Jasa Marga menegaskan, hingga saat ini perseroan dan anak perusahaannya tidak menyelenggarakan program e-toll gratis dalam bentuk apa pun.
    Berdasarkan laporan, marak ditemukan akun media sosial palsu, pesan berantai, atau situs web fiktif yang menyebarkan informasi menyesatkan seputar program e-toll tersebut. Modus penipuan ini umumnya mengarahkan korban ke tautan berisi formulir pengisian data pribadi, seperti nomor KTP, rekening bank, atau detail kartu e-Toll.
    Corporate Communication & Community Development Group Head Jasa Marga Lisye Octaviana menekankan, segala informasi terkait program e-Toll gratis yang diklaim berasal dari Jasa Marga Group adalah hoax dan tidak benar.
    "Kami tidak pernah mengeluarkan program serupa. Masyarakat diharapkan tidak mudah terpancing oleh tawaran yang mengatasnamakan Jasa Marga ataupun anak perusahaan Jasa Marga, terutama yang menjanjikan keuntungan finansial tanpa dasar jelas," ujarnya, Rabu (26/2/2025).
    Untuk memastikan keabsahan informasi, Jasa Marga mengingatkan bahwa seluruh komunikasi resmi perusahaan hanya disampaikan melalui website resmi, www.jasamarga.com. Juga akun media sosial di Instagram (@official.jasamarga), X (@OFFICIAL_JSMR dan @PTJASAMARGA), Facebook (PT Jasa Marga - Persero Tbk), dan YouTube (Official Jasa Marga).

    Kesimpulan


    Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, klaim link pendaftaran program E-Toll gratis dari PT Jasa Marga tidak benar.
    PT Jasa Marga (Persero) Tbk mengimbau masyarakat waspada terhadap praktik penipuan yang mengklaim adanya Program e-Toll Gratis Senilai Rp 500.000 atas nama Jasa Marga.
    Jasa Marga menegaskan, hingga saat ini perseroan dan anak perusahaannya tidak menyelenggarakan program e-toll gratis dalam bentuk apa pun.
     
  • (GFD-2025-26325) Keliru: Prabowo Menyusun RUU untuk Penjarakan Pejabat yang Hina Rakyat

    Sumber:
    Tanggal publish: 26/03/2025

    Berita

    SEBUAH konten beredar di Instagram [arsip] yang memuat klaim bahwa Presiden Prabowo Subianto akan menyusun rancangan undang-undang (RUU) untuk memenjarakan pejabat yang menghina rakyat.

    Konten itu berisi teks dengan latar hitam bertuliskan: Prabowo akan Menyusun UU yang Pejabat yang Hina Rakyat. Konten itu memuat audio yang identik dengan suara jurnalis Najwa Shihab yang mengatakan selama ini rakyat bisa dipidana saat menghina pejabat. 



    Namun, benarkah klaim yang mengatakan ada penyusunan RUU tersebut?

    Hasil Cek Fakta

    Hasil verifikasi Tempo menunjukkan bahwa klaim dalam konten tersebut keliru. Tidak ada RUU yang diajukan oleh pemerintah untuk dapat memenjarakan pejabat yang menghina rakyatnya.

    Berdasarkan pemeriksaan pada 176 RUU dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR tahun 2024-2029 di website resmi DPR, tidak ditemukan RUU untuk menjerat pejabat yang menghina rakyat. Demikian juga dalam Prolegnas Prioritas tahun 2025 di website Hukumonline.com.

    Tempo juga menemukan suara Najwa Shihab yang digunakan dalam video yang beredar, sesungguhnya tidak berkaitan dengan RUU pemidanaan pejabat yang menghina rakyat. Suara itu, diambil dari video di akun YouTube Najwa Shihab yang diunggah 28 Juni 2022. Lewat video itu, Justru Najwa mengkritik pasal penghinaan pejabat dalam KUHP yang menjadi sumber perdebatan.

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyatakan belum mengetahui perihal RUU itu. “Saya belum tahu pemerintah menyusun undang-undang apa, karena kan saya ini bukan di eksekutif, di legislatif. Bahwa kemudian nanti kalau pemerintah mengirimkan usulan ke DPR, mungkin saya baru tahu,” kata pria yang juga menjabat Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu, melalui WhatsApp, 25 Maret 2025.

    Koordinator Divisi Advokasi Parlemen Indonesia Parliamentary Center (IPC), Arif Adiputro, mengatakan bahwa tidak ada pembahasan RUU yang bisa digunakan masyarakat untuk mempidanakan pejabat yang menghina mereka.

    Sebaliknya, Komisi III DPR sedang membahas RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berisi satu pasal yang membahayakan kebebasan berpendapat yakni terkait penghinaan terhadap martabat presiden dan wakil presiden.

    Tentang KUHAP

    Sebelumnya, UU Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) memasukkan pemidanaan menghina martabat presiden dan wakil presiden, serta menteri, pejabat legislatif (MPR, DPR & DPD), Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).

    Kini, KUHAP tidak memperjelas penanganan pasal tersebut, tidak menyediakan opsi mediasi secara jelas, sehingga bisa menjadikan aturan pelarangan penghinaan itu sebagai pasal karet yang digunakan untuk membungkam pengkritik pejabat.

    “Jika pasal 191 RUU KUHAP diterapkan secara luas dan tanpa batasan yang jelas, bisa terjadi kriminalisasi terhadap warga yang menyampaikan kritik yang sah,” kata Arif melalui WhatsApp, 25 Maret 2025.

    Pasal 191 RUU KUHAP mengeluarkan atau mengecualikan pidana terhadap martabat presiden dan wakil presiden dari pidana yang bisa mengajukan kesepakatan damai, sehingga opsi jalur mediasi menjadi tidak jelas.

    Arif mengatakan sumber masalah pasal berbahaya itu muncul di KUHP. Salah satu solusinya, RUU KUHAP perlu memberi jaminan aturan tersebut tidak akan digunakan secara sewenang-wenang dan tetap menghormati hak warga untuk menyampaikan pendapat. Mahkamah Konstitusi pun, sebelumnya juga pernah membatalkan pasal serupa dalam KUHP lama karena dianggap bertentangan dengan prinsip demokrasi. 

    “Oleh karena itu, sebaiknya ada mekanisme yang lebih jelas untuk memastikan bahwa kritik yang bersifat konstruktif tetap dilindungi dan tidak dikriminalisasi,” kata Arif lagi.

    Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Muhammad Nur Ramadhan mengatakan pihaknya tidak melihat adanya RUU usulan pemerintah maupun DPR tentang pemidanaan pejabat yang menghina rakyat.

    Dia menyarankan masyarakat yang ingin mengetahui RUU yang sedang dibahas dengan memeriksa Prolegnas 2024-2029 dan Prolegnas prioritas pembahasan tahun 2025. “Namun sayang website DPR sangat jauh dari kata mutakhir, sehingga sulit untuk mengetahui apa saja RUU yang sedang dibahas,” kata Nur melalui WhatsApp, 25 Maret 2025.

    Arif dan Nur sama-sama menganggap pembahasan RUU di DPR tidak transparan, dengan minimnya ketersediaan informasi yang terupdate di website resmi. Kondisi itu menurunkan kepercayaan publik dan mendukung sebaran hoaks.

    Kesimpulan

    Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan Prabowo sedang menyusun RUU yang dapat mempidanakan pejabat yang menghina rakyat adalah klaim keliru.

    Justru sebaliknya, Komisi III DPR sedang membahas RUU KUHAP yang tidak melindungi masyarakat yang mengkritik pejabat. Lantaran tidak memberikan batasan yang jelas terkait penegakan pasal penghinaan pejabat dalam KUHP.

    Rujukan