KOMPAS.com - Beredar konten yang memuat gambar-gambar bernuansa vintage yang menampilkan manusia berleher panjang.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, gambar tersebut bukan foto asli dan dibuat dengan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Konten yang memuat gambar-gambar manusia raksasa berleher panjang dibagikan oleh akun Facebook ini, pada Selasa (16/7/2024). Berikut narasi yang dibagikan:
Manusia raksasa leher panjang.
(GFD-2024-21240) [KLARIFIKASI] Gambar Manusia Raksasa Berleher Panjang Dibuat dengan AI
Sumber:Tanggal publish: 19/07/2024
Berita
Hasil Cek Fakta
Tim Cek Fakta Kompas.com mencermati konten tersebut dan menemukan watermark @elcronovisor. Watermark tersebut merujuk ke sebuah akun TikTok.
Akun itu mengunggah gambar-gambar manusia berleher panjang dalam format slideshow pada 24 Juni 2024 yang dilabeli sebagai konten buatan AI (AI-generated).
Akun itu mengunggah gambar-gambar manusia berleher panjang dalam format slideshow pada 24 Juni 2024 yang dilabeli sebagai konten buatan AI (AI-generated).
Kesimpulan
Gambar-gambar manusia berleher panjang yang dibagikan sebuah akun Facebook bukan foto asli.
Setelah ditelusuri, gambar tersebut berasal dari unggahan TikTok, 24 Juni 2024, yang dilabeli sebagai konten buatan AI.
Setelah ditelusuri, gambar tersebut berasal dari unggahan TikTok, 24 Juni 2024, yang dilabeli sebagai konten buatan AI.
Rujukan
(GFD-2024-21239) Cek Fakta: Tidak Benar Air Perasan Mentimun Bisa Kembalikan Fungsi Ginjal Agar Tak Cuci Darah
Sumber:Tanggal publish: 22/07/2024
Berita
Liputan6.com, Jakarta - Beredar di media sosial postingan yang mengklaim perasan air mentimun bisa kembalikan fungsi ginjal agar tak cuci darah. Postingan itu beredar sejak pekan lalu.
Salah satu akun ada yang mengunggahnya di Facebook. Akun itu mempostingnya pada 18 Juli 2024.
Dalam postingannya terdapat video dengan narasi sebagai berikut:
"Menyehatkan ginjal agar tidak cuci darah. Gunakan satu buah mentimun dibelah menjadi dua bagian kemudian diambil daging bagian dalamnya, dikerok sampai habis, setelah itu disaring dan diperas. Minumlah air peras sedikit demi sedikit sampai perut terbiasa menerimanya. Minumlah dua kali sehari 30 menit setelah makan."
Hingga saat ini postingan tersebut telah dilihat 1,3 juta kali, mendapat 16 ribu likes, 486 komentar, dan 4,7 ribu kali dibagikan.
Lalu benarkah postingan yang mengklaim perasan air mentimun bisa kembalikan fungsi ginjal agar tak cuci darah?
Hasil Cek Fakta
Cek Fakta Liputan6.com menelusuri dengan menghubungi Dr. RA Adaninggar Sp.PD, K-GH. Dia menyebut klaim dalam postingan tersebut tidak benar.
"Tidak ada satupun obat yang bisa menyembuhkan gagal ginjal kronik, hanya bisa diperlambat kerusakannya dengan mengendalikan penyakit penyebabnya. Konsumsi herbal yang tidak jelas komposisi dan dosisnya justru menjadi salah satu kontributor kerusakan ginjal yang bisa menjadi akut dan berulang lalu menjadi kronik," ujar dr. Ning, sapaan akrabnya saat dihubungi Senin (22/7/2024).
"Gagal ginjal akut bisa disembuhkan dengan mengatasi penyebabnya. Penyebab paling sering itu dehidrasi, infeksi atau keracunan zat tertentu. Jika keracunan zat ya diatasi dengan antidot atau cuci darah," katanya menambahkan.
Ia juga menambahkan gagal ginjal kronik bisa dicegah atau diobati dengan cara seperti dalam postingan.
"Penyebab utamanya adalah penyakit-penyakit karena gaya hidup seperti diabetes, hipertensi, batu ginjal, asam urat tinggi, dan lain-lain. Mencegahnya ya dengan gaya hidup sehat untuk mencegah penyakit gaya hidup penyebab gagal ginjal itu," ujarnya.
Kesimpulan
Postingan yang mengklaim perasan air mentimun bisa kembalikan fungsi ginjal agar tak cuci darah adalah tidak benar.
(GFD-2024-21238) Cek Fakta: Hoaks Deteksi Kesehatan Lambung dengan Melihat Gerakan Jari Tangan Kiri
Sumber:Tanggal publish: 21/07/2024
Berita
Liputan6.com, Jakarta - Beredar di media sosial postingan yang mengklaim cara memeriksa kesehatan lambung hanya dengan melihat gerakan jari tangan kiri. Postingan itu beredar sejak pekan lalu.
Salah satu akun ada yang mengunggahnya di Facebook. Akun itu mempostingnya pada 17 Juli 2024.
Dalam postingannya terdapat video sebagai berikut:
"Tes kesehatan lambung dengan tangan kiri. Buka telapak tangan kiri Anda, kemudian satukan ibu jari dan jari kelingking. Jika jari tengah dan jari manis lurus sejajar itu tandanya lambung Anda sehat. Dan jika jari manis tidak bisa lurus itu tandanya lambung Anda bermasalah."
Akun itu menambahkan narasi "Cek kesehatan lambung dengan tangan kiri"
Hingga saat ini postingan tersebut telah dilihat dua juta kali. Mendapat 685 komentar, 8,4 ribu likes dan 1,4 ribu kali dibagikan.
Lalu benarkah postingan yang mengklaim cara memeriksa kesehatan lambung hanya dengan melihat gerakan jari tangan kiri?
Hasil Cek Fakta
Cek Fakta Liputan6.com menelusuri dengan menghubungi dr. Muhamad Fajri Adda'i. Ia menyebut postingan yang beredar viral itu tidak benar.
"Secara medis tidak ada bukti ilmiah bahwa gerakan-gerakan jari seperti di video tersebut bisa memeriksa kesehatan lambung kita. Kita tidak bisa melihat gangguan lambung atau pencernaan hanya dari gerakan jari saja," ujar dr. Fajri saat dihubungi Minggu (21/7/2024).
"Pemeriksaan lambung diawali dengan adakah gejala-gejala, lalu pemeriksaan fisik, kemudian ada juga pemeriksaan endoskopi atau cek darah. Jadi pemeriksaannya cukup panjang, tidak bisa melalui cara seperti di video," katanya menambahkan.
Kesimpulan
Postingan yang mengklaim cara memeriksa kesehatan lambung hanya dengan melihat gerakan jari tangan kiri adalah tidak benar.
(GFD-2024-21237) Hoaks, KLB Polio Disebabkan Vaksin Polio Tipe-2
Sumber:Tanggal publish: 20/07/2024
Berita
tirto.id - Beredar sebuah video di media sosial berisi pernyataan seseorang yang menyebut bahwa pemberian vaksin polio tipe-2 kepada anak-anak justru dapat memicu adanya wabah penyakit polio di Indonesia.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa di Indonesia sudah lama sekali tidak ada wabah polio. Atas dasar hal tersebut, ia meminta pemerintah untuk secepatnya menghentikan pemberian vaksin polio tipe-2 kepada anak-anak.
Berikut transkrip pernyataan seseorang tersebut dalam video:
“Di Indonesia itu sudah lama sekali tidak ada wabah polio. Vaksin hanya diberikan untuk mencegah jika ada wabah, jika tidak ada wabah tidak ada yang perlu dicegah. KLB polio di Indonesia sudah dijelaskan secara detail oleh WHO akibat vaksin polio tipe-2.
Solusinya adalah menghentikan vaksinasi polio tipe-2 secepatnya dan juga meningkatkan imunitas kita bukan dengan berkali-kali vaksin polio tipe-2 yang justru menyebabkan wabah kembali jika diberikan kepada anak yang tidak sehat.
Vaksinasi tipe-2 itu yang mana? yang sedang diberikan kembali untuk anak-anak di sekolah-sekolah dan itu adalah vaksin hidup bukan vaksin mati dan itu berpotensi untuk menimbulkan KLB lagi jika diberikan kepada anak yang tidak sehat."
Video tersebut ditemukan tersebar di sejumlah platfom media sosial seperti Whatsapp dan Instagram. Di Instagram, video tersebut diunggah oleh akun “bougenville_yy503” dan “kOnsp1r4s1.gl0b4l” pada Kamis (18/7/2024) dan Jumat (19/7/2024).
Sepanjang Kamis (18/7/2024) hingga Sabtu (19/7/2024) atau selama dua hari tersebar di Instagram, salah satu unggahan tersebut telah memperoleh 305 tanda suka, 27 komentar dan telah dibagikan sebanyak 267 kali.
Lantas, benarkah klaim dalam video tersebut?
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa di Indonesia sudah lama sekali tidak ada wabah polio. Atas dasar hal tersebut, ia meminta pemerintah untuk secepatnya menghentikan pemberian vaksin polio tipe-2 kepada anak-anak.
Berikut transkrip pernyataan seseorang tersebut dalam video:
“Di Indonesia itu sudah lama sekali tidak ada wabah polio. Vaksin hanya diberikan untuk mencegah jika ada wabah, jika tidak ada wabah tidak ada yang perlu dicegah. KLB polio di Indonesia sudah dijelaskan secara detail oleh WHO akibat vaksin polio tipe-2.
Solusinya adalah menghentikan vaksinasi polio tipe-2 secepatnya dan juga meningkatkan imunitas kita bukan dengan berkali-kali vaksin polio tipe-2 yang justru menyebabkan wabah kembali jika diberikan kepada anak yang tidak sehat.
Vaksinasi tipe-2 itu yang mana? yang sedang diberikan kembali untuk anak-anak di sekolah-sekolah dan itu adalah vaksin hidup bukan vaksin mati dan itu berpotensi untuk menimbulkan KLB lagi jika diberikan kepada anak yang tidak sehat."
Video tersebut ditemukan tersebar di sejumlah platfom media sosial seperti Whatsapp dan Instagram. Di Instagram, video tersebut diunggah oleh akun “bougenville_yy503” dan “kOnsp1r4s1.gl0b4l” pada Kamis (18/7/2024) dan Jumat (19/7/2024).
Sepanjang Kamis (18/7/2024) hingga Sabtu (19/7/2024) atau selama dua hari tersebar di Instagram, salah satu unggahan tersebut telah memperoleh 305 tanda suka, 27 komentar dan telah dibagikan sebanyak 267 kali.
Lantas, benarkah klaim dalam video tersebut?
Hasil Cek Fakta
Pertama-tama, perlu diketahui, menurut laman Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization, WHO), polio merupakan penyakit yang sangat menular dan sebagian besar menyerang anak-anak di bawah usia lima tahun. Penyakit ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen (sekitar 1 dari 200 infeksi) atau kematian (2-10 persen dari yang lumpuh).
Virus polio ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui jalur tinja-oral atau, lebih jarang, melalui air atau makanan yang terkontaminasi. Virus ini berkembang biak di usus, dari mana ia dapat menyerang sistem saraf dan menyebabkan kelumpuhan. Masa inkubasi biasanya 7-10 hari tetapi bisa berkisar antara 4-35 hari. Hingga 90 persen dari mereka yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala atau mengalami gejala ringan dan penyakit ini biasanya tidak terdiagnosis.
Kembali ke klaim yang tersebar di media sosial. Tirto menelusuri sejumlah klaim yang disebut dalam video tersebut, di antaranya bahwa di Indonesia sudah tidak ada kasus polio dan klaim pemberian vaksin polio tipe-2 kepada anak-anak justru dapat memicu adanya wabah penyakit polio di Indonesia.
Berdasarkan hasil penelusuran, kami menemukan keterangan resmi dari Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) yang menyebut bahwa saat ini Indonesia masih dikategorikan sebagai wilayah risiko tinggi penularan polio.
Pada awal tahun 2024 ini, misalnya, Kemenkes melaporkan adanya temuan tiga kasus lumpuh layuh akut (acute flaccid paralysis) yang disebabkan oleh virus polio tipe-2 yang ditemukan terjadi di Pamekasan dan Sampang, Jawa Timur serta Klaten, Jawa Tengah.
“Sejak akhir 2022 sampai saat ini telah terjadi beberapa KLB polio di Indonesia. Total ada 12 kasus kelumpuhan, 11 kasus disebabkan oleh virus polio tipe-2 dan satu kasus disebabkan oleh virus polio tipe-1," kata Plt Dirjen P2P Kemenkes, dr. Yudhi Pramono, MARS, dalam acara Temu Media Pekan Imunisasi Polio Nasional 2024, Jumat (19/7/2024).
Sementara itu, Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan RI, dr. Prima Yosephine, M.K.M, menyebut bahwa virus polio dapat mengakibatkan terjadinya kelumpuhan permanen terutama pada anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi secara lengkap.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, bahwa virus polio ini sangat menular. Lingkungan yang kotor serta perilaku hidup yang tidak bersih dan sehat merupakan faktor penularan polio.
“Imunisasi polio lengkap itu diberikan melalui kombinasi dua jenis imunisasi polio, yaitu imunisasi polio tetes dan imunisasi polio suntik. Ini harus dua-duanya diberikan untuk terbentuknya kekebalan yang optimal terhadap virus polio,” ujarnya pada acara yang sama, Jumat (19/7/2024).
Ia menambahkan, dalam rangka penanggulangan KLB dan pencegahan meluasnya transmisi virus polio di Indonesia, sejumlah pihak, termasuk Komite Imunisasi Nasional (KIN), Komite Ahli Surveilans PD31, WHO, dan UNICEF, justru merekomendasikan adanya pemberian imunisasi tambahan polio secara masal dan serentak di seluruh wilayah.
Menanggapi rekomendasi tersebut, Prima mewakili Kemenkes mengatakan sebanyak 16,4 juta anak berusia 0-7 tahun, yang tersebar di 27 provinsi, ditargetkan menerima vaksin dalam Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio tahap 2 yang akan dimulai pada Selasa (23/7/2024).
“Vaksin yang akan digunakan adalah vaksin polio tetes novel Oral Polio vaccine Type 2 (nOPV2). Vaksin ini memang hanya akan digunakan untuk menanggulangi KLB polio tipe-2,” tambahnya
Lalu, menanggapi video yang beredar, bahwa pemberian vaksin polio tipe-2 kepada anak-anak justru dapat memicu adanya wabah penyakit polio di Indonesia, Prima menyebut bahwa narasi dalam video tersebut adalah hoaks.
“Hoaks, imunisasi kan wajib, dan dasar hukumnya UU No.17 tahun 2023 tentang Kesehatan," tambahnya.
Berdasarkan hasil penelusuran, kami juga tidak menemukan satupun klaim dari WHO yang menyebut bahwa vaksin polio tetes novel Oral Polio Vaccine Type 2 (nOPV2) dapat menyebabkan wabah polio. Dikutip dari laman resminya, WHO sendiri pernah menyetujui pemberian vaksin jenis ini kegiatan imunisasi tambahan di Indonesia pada tanggal 15 Januari 2024 dan 19 Februari 2024.
Lebih lanjut terkait vaksin, WHO menyebut bahwa cakupan vaksinasi yang kurang optimal meningkatkan risiko penularan lebih lanjut dan berdampak pada kesehatan manusia. Menurut catatan WHO, di Kabupaten Klaten, tempat kasus pada tahun 2024 dilaporkan, cakupan untuk empat dosis vaksin polio oral bivalen (bOPV) dan vaksin polio tidak aktif 1 (IPV1) masing-masing adalah 89,8 persen dan 88,6 persen pada tahun 2022. Di Kabupaten Pamekasan, tempat kasus kedua dilaporkan, cakupan untuk bOPV dan IPV1 masing-masing adalah 88,1 persen dan 74,1 persen pada tahun 2022.
Sebagai tanggapan atas kasus polio baru yang terdeteksi, menurut WHO, beberapa respons kesehatan masyarakat sedang dilakukan.
Virus polio ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui jalur tinja-oral atau, lebih jarang, melalui air atau makanan yang terkontaminasi. Virus ini berkembang biak di usus, dari mana ia dapat menyerang sistem saraf dan menyebabkan kelumpuhan. Masa inkubasi biasanya 7-10 hari tetapi bisa berkisar antara 4-35 hari. Hingga 90 persen dari mereka yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala atau mengalami gejala ringan dan penyakit ini biasanya tidak terdiagnosis.
Kembali ke klaim yang tersebar di media sosial. Tirto menelusuri sejumlah klaim yang disebut dalam video tersebut, di antaranya bahwa di Indonesia sudah tidak ada kasus polio dan klaim pemberian vaksin polio tipe-2 kepada anak-anak justru dapat memicu adanya wabah penyakit polio di Indonesia.
Berdasarkan hasil penelusuran, kami menemukan keterangan resmi dari Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) yang menyebut bahwa saat ini Indonesia masih dikategorikan sebagai wilayah risiko tinggi penularan polio.
Pada awal tahun 2024 ini, misalnya, Kemenkes melaporkan adanya temuan tiga kasus lumpuh layuh akut (acute flaccid paralysis) yang disebabkan oleh virus polio tipe-2 yang ditemukan terjadi di Pamekasan dan Sampang, Jawa Timur serta Klaten, Jawa Tengah.
“Sejak akhir 2022 sampai saat ini telah terjadi beberapa KLB polio di Indonesia. Total ada 12 kasus kelumpuhan, 11 kasus disebabkan oleh virus polio tipe-2 dan satu kasus disebabkan oleh virus polio tipe-1," kata Plt Dirjen P2P Kemenkes, dr. Yudhi Pramono, MARS, dalam acara Temu Media Pekan Imunisasi Polio Nasional 2024, Jumat (19/7/2024).
Sementara itu, Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan RI, dr. Prima Yosephine, M.K.M, menyebut bahwa virus polio dapat mengakibatkan terjadinya kelumpuhan permanen terutama pada anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi secara lengkap.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, bahwa virus polio ini sangat menular. Lingkungan yang kotor serta perilaku hidup yang tidak bersih dan sehat merupakan faktor penularan polio.
“Imunisasi polio lengkap itu diberikan melalui kombinasi dua jenis imunisasi polio, yaitu imunisasi polio tetes dan imunisasi polio suntik. Ini harus dua-duanya diberikan untuk terbentuknya kekebalan yang optimal terhadap virus polio,” ujarnya pada acara yang sama, Jumat (19/7/2024).
Ia menambahkan, dalam rangka penanggulangan KLB dan pencegahan meluasnya transmisi virus polio di Indonesia, sejumlah pihak, termasuk Komite Imunisasi Nasional (KIN), Komite Ahli Surveilans PD31, WHO, dan UNICEF, justru merekomendasikan adanya pemberian imunisasi tambahan polio secara masal dan serentak di seluruh wilayah.
Menanggapi rekomendasi tersebut, Prima mewakili Kemenkes mengatakan sebanyak 16,4 juta anak berusia 0-7 tahun, yang tersebar di 27 provinsi, ditargetkan menerima vaksin dalam Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio tahap 2 yang akan dimulai pada Selasa (23/7/2024).
“Vaksin yang akan digunakan adalah vaksin polio tetes novel Oral Polio vaccine Type 2 (nOPV2). Vaksin ini memang hanya akan digunakan untuk menanggulangi KLB polio tipe-2,” tambahnya
Lalu, menanggapi video yang beredar, bahwa pemberian vaksin polio tipe-2 kepada anak-anak justru dapat memicu adanya wabah penyakit polio di Indonesia, Prima menyebut bahwa narasi dalam video tersebut adalah hoaks.
“Hoaks, imunisasi kan wajib, dan dasar hukumnya UU No.17 tahun 2023 tentang Kesehatan," tambahnya.
Berdasarkan hasil penelusuran, kami juga tidak menemukan satupun klaim dari WHO yang menyebut bahwa vaksin polio tetes novel Oral Polio Vaccine Type 2 (nOPV2) dapat menyebabkan wabah polio. Dikutip dari laman resminya, WHO sendiri pernah menyetujui pemberian vaksin jenis ini kegiatan imunisasi tambahan di Indonesia pada tanggal 15 Januari 2024 dan 19 Februari 2024.
Lebih lanjut terkait vaksin, WHO menyebut bahwa cakupan vaksinasi yang kurang optimal meningkatkan risiko penularan lebih lanjut dan berdampak pada kesehatan manusia. Menurut catatan WHO, di Kabupaten Klaten, tempat kasus pada tahun 2024 dilaporkan, cakupan untuk empat dosis vaksin polio oral bivalen (bOPV) dan vaksin polio tidak aktif 1 (IPV1) masing-masing adalah 89,8 persen dan 88,6 persen pada tahun 2022. Di Kabupaten Pamekasan, tempat kasus kedua dilaporkan, cakupan untuk bOPV dan IPV1 masing-masing adalah 88,1 persen dan 74,1 persen pada tahun 2022.
Sebagai tanggapan atas kasus polio baru yang terdeteksi, menurut WHO, beberapa respons kesehatan masyarakat sedang dilakukan.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran fakta yang dilakukan, tidak ditemukan keterangan resmi yang membenarkan klaim bahwa pemberian vaksin polio tipe-2 kepada anak-anak justru dapat memicu adanya wabah penyakit polio di Indonesia.
Pemberian imunisasi polio melalui vaksin polio tetes novel Oral Polio vaccine Type 2 (nOPV2) sendiri justru direkomendasikan dalam rangka penanggulangan KLB dan dan pencegahan meluasnya transmisi virus polio di Indonesia.
Lebih lanjut, WHO menyebut bahwa cakupan vaksinasi yang kurang optimal meningkatkan risiko penularan lebih lanjut dan berdampak pada kesehatan manusia.
Jadi, informasi yang menyebut bahwa pemberian vaksin polio tipe-2 kepada anak-anak justru dapat memicu adanya wabah penyakit polio di Indonesia bersifat salah dan menyesatkan (false and misleading).
Pemberian imunisasi polio melalui vaksin polio tetes novel Oral Polio vaccine Type 2 (nOPV2) sendiri justru direkomendasikan dalam rangka penanggulangan KLB dan dan pencegahan meluasnya transmisi virus polio di Indonesia.
Lebih lanjut, WHO menyebut bahwa cakupan vaksinasi yang kurang optimal meningkatkan risiko penularan lebih lanjut dan berdampak pada kesehatan manusia.
Jadi, informasi yang menyebut bahwa pemberian vaksin polio tipe-2 kepada anak-anak justru dapat memicu adanya wabah penyakit polio di Indonesia bersifat salah dan menyesatkan (false and misleading).
Rujukan
- https://www.instagram.com/reel/C9ifJKMNiDh/?utm_source=ig_embed&ig_rid=c47139e1-0722-454d-9ec8-3b1cbd807859
- https://www.instagram.com/reel/C9jT_ZkphOY/?utm_source=ig_embed&ig_rid=34ca2a74-5801-4081-91c9-5b15fc22a319
- https://www.who.int/emergencies/disease-outbreak-news/item/2024-DON500
- https://www.youtube.com/live/FFz9OlcM9GA
Halaman: 679/5362