(GFD-2020-8335) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Susi Pudjiastuti Siap Pimpin Orasi dalam Demo UU Cipta Kerja?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 19/10/2020
Berita
Video yang berisi klaim bahwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti siap memimpin orasi dalam demonstrasi yang menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja beredar di YouTube. Video tersebut diunggah oleh kanal Official News Update pada 17 Oktober 2020.
Video berdurasi 10 menit 28 detik ini diberi judul “BERITA TERKINI~ MANTAAP! SUSI PUDJIASTUTI SIAP PIMPIN ORASI BURUH DAN MAHASISWA |VIRAL HARI INI NEWS”. Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah ditonton lebih dari 460 ribu kali dan dikomentari lebih dari 2 ribu kali.
Gambar tangkapan layar unggahan kanal YouTube Official News Update.
Apa benar Susi Pudjiastuti siap memimpin orasi dalam demo UU Cipta Kerja?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menonton video tersebut secara menyeluruh. Hasilnya, dalam video itu, sama sekali tidak ditemukan pernyataan Susi Pudjiastuti bahwa ia siap memimpin orasi buruh dan mahasiswa dalam demo Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Cuplikan yang memperlihatkan Susi yang sedang berpidato di hadapan massa memang terlihat pada detik ke-28 hingga ke-53. Ketika itu, Susi berkata, "Bapak dan Ibu semua yang hadir hari ini, saya ingin Anda-Anda menguasai Indonesia, bukan asing. Asing diapain? Hidup nelayan Indonesia!”
Namun, pidato Susi dalam cuplikan itu tidak terkait dengan demo UU Cipta Kerja. Tempo menemukan jejak digital video utuh yang memuat pidato Susi tersebut. Video yang identik pernah diunggah oleh kanal Youtube Viva.co.id pada 17 Januari 2018, saat Susi masih menjabat sebagai menteri.
Video ini berjudul “Nelayan Histeris Dengar Orasi Menteri Susi Pudjiastuti”. Video tersebut merupakan video ketika Susi menemui para nelayan yang berunjuk rasa terkait larangan alat tangkap cantrang di depan Istana Merdeka, Jakarta, pada 17 Januari 2018.
Susi menemui nelayan setelah menggelar pertemuan dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Susi naik ke mobil komando dan mengumumkan bahwa kapal dengan alat tangkap cantrang boleh melaut lagi, dengan syarat ada pengukuran ulang kapal dan tidak ada penambahan kapal.
Terkait narasi dalam video unggahan kanal Official News Update, itu berasal dari berita Suara.com yang dimuat pada 16 Oktober 2020 dengan judul “Pimpinan DPR Cek Draf UU Cipta Kerja Secara Random, Susi 'Tepuk Jidat'”. Narasi ini dibacakan pada menit 3:13 hingga menit 5:46.
Namun, dalam berita tersebut, tidak terdapat pula pernyataan Susi. Berita ini hanya menyoroti cuitan Susi di Twitter yang berisi emotikon tepuk jidat terkait berita yang memuat pernyataan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Dalam berita ini, Azis mengakui bahwa dirinya hanya memeriksa secara acak naskah UU Cipta Kerja yang diterimanya.
Narasi selanjutnya dalam video unggahan kanal Official News Update bersumber dari berita Tempo.co pada 16 Oktober 2020 yang berjudul “BEM SI Demo Hari Ini, Transjakarta Tutup 16 Halte dan Modifikasi Rute 6 Koridor”. Narasi ini dibacakan pada menit 5:52 hingga video berakhir.
Berita ini pun sama sekali tidak terkait dengan Susi. Berita itu berisi rencana PT Transjakarta menutup 16 halte busnya pada 16 Oktober 2020 untuk mengantisipasi demo Omnibus Law UU Cipta Kerja oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Ke-16 halte yang ditutup itu berada di sekitar Monas dan Istana Negara, tempat demo akan berlangsung.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "Susi Pudjiastuti siap pimpin orasi dalam demo UU Cipta Kerja" keliru. Dalam video yang memuat klaim itu, sama sekali tidak ditemukan pernyataan Susi bahwa ia siap pimpin orasi dalam demo Omnibus Law UU Cipta Kerja. Dalam video itu, memang terdapat cuplikan saat Susi berorasi di hadapan massa. Namun, video itu direkam ketika Susi menemui nelayan yang berunjuk rasa terkait larangan alat tangkap cantrang di depan Istana Merdeka, Jakarta, pada 17 Januari 2018.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
(GFD-2020-8334) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Mahasiswa Ini Meninggal Akibat Ditendang Polisi saat Demo UU Cipta Kerja?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 19/10/2020
Berita
Foto seorang pemuda yang mengenakan jas berwarna kuning beredar di Facebook. Pemuda ini diklaim sebagai mahasiswa yang meninggal akibat ditendang oleh polisi. Foto ini beredar di tengah munculnya demonstrasi di sejumlah daerah yang menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Foto itu terdapat dalam gambar tangkapan layar sebuah cuitan di Twitter. Cuitan ini berbunyi, "Kemaluannya (Alat Vital Mahasiswa) Di Tendang SADIS OLEH Polisi ****** Komunis... Sampai Meinggal....* *Semoga Polisi Yang Menyiksanya Allah Adzab Dunia Akhirat Aamiin...* *!!!!!!!!! Gerakan Tangkap Polisi Yang Menyiksa Mahasiswa ini... VIRALKAN!!!*"
Adapun dalam foto pemuda itu, terdapat keterangan bahwa pemuda itu bernama Ufron yang berdomisili di Lambu, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Terdapat pula foto lain dalam gambar itu yang di atasnya tertulis keterangan bahwa pemuda itu merupakan mahasiswa Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima.
Salah satu akun yang membagikan foto beserta narasi tersebut adalah akun Arba, tepatnya pada 14 Oktober 2020. Akun ini pun menulis narasi, "SADIS.. Buat Oknum Wercok ****** .. Semoga Secepatnya Mendapatkan Balasan... Dan Buat Korban.. Semoga Husnul Khatimah.. Aamiiin..."
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Arba.
Apa benar pemuda dalam foto di atas merupakan mahasiswa yang meninggal akibat ditendang polisi saat demo Omnibus Law UU Cipta Kerja?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi informasi tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait dengan memasukkan kata kunci "Mahasiswa STKIP Bima meninggal" di mesin pencarian Google. Hasilnya, ditemukan sejumlah berita, baik dari media lokal maupun media nasional, yang menyatakan bahwa isu tersebut hoaks.
Dilansir dari media lokal Bima, Kabar Harian Bima, Koordinator Lapangan Aksi Gerakan Rakyat dan Mahasiswa (Geram) di Bima, Asmudiyanto, mengatakan kabar soal meninggalnya Ufran, mahasiswa Jurusan Ekonomi STKIP Bima, sama sekali tidak benar.
Menurut Asmudiyanto, kabar yang diunggah oleh akun Facebook Arif Ramadhan tersebut merupakan hoaks yang dapat meresahkan seluruh warga Bima, terutama keluarga Ufran. Faktanya, kata Asmudiyanto, Ufran dalam kondisi sehat dan berada di Polres Kota Bima. Ufran sedang bersama kami di polres dan dalam keadaan sehat,” ujar Asmudiyanto pada 10 Oktober 2020.
Asmudiyanto menuturkan bahwa unggahan tersebut beredar pada 9 Oktober pagi, dan berpotensi mengadu domba mahasiswa dengan polisi. Saat aksi kemarin pun, kendati terjadi kericuhan antara massa dan polisi, tidak ada mahasiswa yang meninggal. “Kami hanya diamankan kemarin, hari ini kami sudah dipulangkan," katanya.
Dilansir dari situs media lokal Bima, Bimakini.com, Polres Kota Bima telah menangkap pria yang diduga menyebar hoaks tersebut, yakni Arif Ramadhan, di kediamannya di Rasanae Timur, Bima, pada 9 Oktober sore. "Tim juga mengamankan handphone yang dipakai untuk menuliskan status hoaks itu,” ujar Kapolres Kota Bima Ajun Komisaris Besar Harya Tejo Wicaksono.
Penangkapan ini juga diberitakan oleh Kompas.com pada 10 Oktober 2020. Menurut laporan Kompas.com, Polres Kota Bima menangkap Arif Ramadhan, 27 tahun, yang diduga sebagai pelaku penyebar hoaks. Arif menulis status bahwa ada seorang mahasiswa yang tewas dalam demo UU Cipta Kerja yang berujung ricuh di DPRD Kota Bima pada 8 Oktober 2020.
Kapolres Bima Harya Tejo Wicaksono menjelaskan, dalam unggahan itu, Arif menyertakan foto Ufran yang dikelilingi aparat keamanan saat mengamankan demo UU Cipta Kerja. Dia pun memberi keterangan, "Kalembo ade (Bersabar atau lapang dada) bagi keluarga yang ditinggalkan, kami segenap keluarga Almamater Kuning turut berdukacita atas meninggalnya saudara kami".
Informasi ini pun viral dalam waktu singkat. Namun, setelah dicek, informasi yang disebarkan Arif itu tidak benar. Tim dari Polres Kota Bima pun menelusuri akun Arif. Setelah diketahui alamatnya, tim bergerak dan menangkap pelaku. "Saat ditangkap, pelaku tidak melawan. Dari hasil penggeledahan, ditemukan barang bukti berupa handphone," kata Harya.
Dia pun menegaskan bahwa tidak ada mahasiswa yang meninggal dalam demonstrasi yang menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di DPRD Kota Bima pada 8 Oktober 2020. Menurut Harya, informasi yang disebarkan oleh Arif di media sosial merupakan kabar bohong atau hoaks yang dapat menimbulkan keonaran di masyarakat.
"Informasi yang sebarkan RA itu tidak benar. Mahasiswa bernama Ufran tidak meninggal. Dia adalah salah satu peserta demo yang sempat diamankan saat aksi unjuk rasa ricuh di DPRD Kota Bima. Kemarin, saudara Ufran bersama mahasiswa lainya telah diperbolehkan pulang dengan kondisi baik," ujar Harya.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa pemuda dalam foto di atas merupakan mahasiswa yang meninggal akibat ditendang polisi saat demo Omnibus Law UU Cipta Kerja, keliru. Pemuda itu merupakan mahasiswa STKIP Bima yang mengikuti demo UU Cipta Kerja di DPRD Kota Bima pada 8 Oktober 2020. Namun, pemuda yang bernama Ufran tersebut tidak meninggal. Dalam demo di DPRD Kota Bima yang berakhir ricuh itu pun tidak ada mahasiswa yang meninggal.
IBRAHIM ARSYAD
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/uu-cipta-kerja
- https://archive.ph/eyMv7
- https://kahaba.net/berita-bima/81297/mahasiswa-yang-meninggal-saat-demo-di-bima-hoax.html
- https://www.bimakini.com/2020/10/polisi-akhirnya-garuk-oknum-penyebar-hoax-kematian-pendemo/
- https://regional.kompas.com/read/2020/10/10/14041511/penyebar-hoaks-mahasiswa-tewas-saat-demo-ricuh-di-dprd-kota-bima-ditangkap
- https://www.tempo.co/tag/demo-uu-cipta-kerja
- https://www.tempo.co/tag/kota-bima
- https://www.tempo.co/tag/omnibus-law
(GFD-2020-8333) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Gatot Nurmantyo Kabur ke Luar Negeri setelah Tahu Pengurus KAMI Ditangkap Polisi?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 16/10/2020
Berita
Gambar tangkapan layar sebuah unggahan di Facebook yang berisi klaim bahwa mantan Panglima TNI, Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo, kabur ke luar negeri beredar di media sosial. Menurut klaim itu, Gatot kabur setelah mengetahui para pengurus Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia atau KAMI ditangkap polisi.
Klaim tersebut terdapat dalam unggahan akun Biro Bayurini. Akun tersebut menulis, "Setelah mengetahui Ketua KAMI berisial " C " dan 3 Pengurus KAMI ditangkap Polda Sumut karena provokasi demo dan ajak melakukan penjarahan, Si Gatot Nurmantyo ********* ternyata sudah kabur ke Luar Negeri." Unggahan ini disertai dengan foto Gatot bersama dua orang.
Gambar tangkapan layar unggahan itu dibagikan salah satunya oleh akun Sumijan, yakni pada 13 Oktober 2020. Akun ini pun menulis, "Insya Allah pertengahan Nopember 2020 Presiden Jokowi, Ibu Negara Hj. Iriana Joko Widodo, Mas Kaesang beserta Rombongan akan menjalankan Umroh VVIP memenuhi undangan Raja Salman bin Saud. Tapi informasi dari otoritas Imigrasi, kayaknya ada yg mendahului ke luar negeri karena terkait penangkapan ******* KAMI oleh Polda Sumut, Polda PMJ dan Bareskrim Mabes Polri."
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Sumijan.
Apa benar Gatot Nurmantyo kabur ke luar negeri setelah tahu pengurus KAMI ditangkap polisi?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri unggahan asli yang memuat klaim itu, yang tautannya juga dibagikan oleh akun Sumijan. Namun, tautan yang disebut merujuk pada unggahan akun Biro Bayurini tersebut telah dihapus.
Tempo pun menelusuri berbagai pemberitaan tentang penangkapan pengurus KAMI oleh polisi. Dilansir dari berita di Kompas.com pada 16 Oktober 2020, polisi menetapkan sembilan tersangka terkait demonstrasi yang menolak UU Cipta Kerja yang berujung ricuh. Sebagian dari para tersangka itu merupakan petinggi KAMI.
Sebanyak empat tersangka ditangkap terkait aksi menolak UU Cipta Kerja yang berujung rusuh di Medan, Sumatera Utara. Dari empat tersangka itu, satu di antaranya adalah Khairi Amri, Ketua KAMI Medan. Sementara dari lima tersangka yang ditangkap di Jabodetabek, tiga di antaranya merupakan petinggi KAMI, yakni Anton Permana, Syahganda Nainggolan, dan Jumhur Hidayat.
Dikutip dari berita di Detik.com pada 13 Oktober 2020, Khairi Amri ditangkap oleh Polda Sumatera Utara pada 9 Oktober 2020. Anton Permana ditangkap oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada 12 Oktober 2020. Sementara Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat ditangkap oleh Bareskrim Polri pada 13 Oktober 2020.
Pada 14 Oktober 2020, dalam pernyataan tertulisnya, pimpinan KAMI Gatot Nurmantyo menyesalkan penangkapan terhadap sejumlah anggota KAMI tersebut. "KAMI menyesalkan dan memprotes penangkapan tersebut sebagai tindakan represif dan tidak mencerminkan fungsi Polri sebagai pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat," katanya seperti dilansir dari Suara.com.
Pada 15 Oktober 2020, Gatot Nurmantyo bersama pimpinan KAMI lainnya, Din Syamsuddin, pun mendatangi para petinggi KAMI yang ditahan di Bareskrim Polrim. Namun, upaya tersebut gagal. Keduanya tiba sekitar pukul 12.00 WIB. Setelah satu jam berlalu, keduanya menyatakan bahwa permohonan izin mereka untuk menemui para petinggi KAMI yang ditahan itu ditolak.
"Ya gini, kami kan bertamu, meminta izin untuk menengok. Kami menunggu sampai ada jawaban. Ya, terima kasih, enggak ada masalah," ujar Gatot pada 15 Oktober 2020. Namun, Gatot tidak mengetahui alasan polisi melarangnya menjenguk para petinggi KAMI tersebut. "Enggak tahu, ya pokoknya enggak dapat izin, ya enggak masalah," kata Gatot.
Kesimpulan
Berdasarkan semua bukti yang ada, klaim bahwa "Gatot Nurmantyo kabur ke luar negeri setelah tahu pengurus KAMI ditangkap polisi" keliru. Penangkapan terhadap sejumlah petinggi KAMI terkait demo UU Cipta Kerja dilakukan pada 9-13 Oktober 2020. Hingga 15 Oktober 2020, Gatot masih berada di Indonesia. Ia bersama pimpinan KAMI lainnya mendatangi Bareskrim Polri untuk menemui para petinggi KAMI yang ditahan.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirim ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/gatot-nurmantyo
- https://archive.ph/0Aoqm
- https://bit.ly/3duWbhE
- https://nasional.kompas.com/read/2020/10/16/07395491/penangkapan-petinggi-kami-beserta-bukti-buktinya-versi-polisi?page=all
- https://www.tempo.co/tag/uu-cipta-kerja
- https://news.detik.com/berita/d-5211929/kronologi-penangkapan-8-petinggi-anggota-kami-di-5-kota
- https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201013091126-12-557716/petinggi-kami-jumhur-hidayat-juga-ditangkap-polisi
- https://www.suara.com/news/2020/10/14/123821/gatot-nurmantyo-bereaksi-ungkap-kejanggalan-penangkapan-8-aktivis-kami?page=1
- https://nasional.tempo.co/read/1396273/mau-jenguk-anggota-kami-gatot-nurmantyo-dan-din-syamsuddin-ditolak-polisi
- https://www.tempo.co/tag/koalisi-aksi-menyelamatkan-indonesia-kami
(GFD-2020-8332) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Vonis Seumur Hidup bagi Koruptor Baru Terjadi di Era Jokowi?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 16/10/2020
Berita
Gambar yang berisi klaim bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta resmi menjatuhkan vonis penjara seumur hidup terhadap enam tersangka kasus Jiwasraya diunggah oleh akun Info Seputar Jokowi di Facebook dan Instagram pada 16 Oktober 2020. Dalam keterangannya, vonis penjara seumur hidup bagi koruptor itu diklaim baru terjadi di era Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Dalam gambar itu, terdapat foto lima terdakwa kasus Jiwasraya, yakni Benny Tjokro, Heru Hidayat, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan. Adapun satu terdakwa lainnya, yang fotonya tidak tercantum dalam gambar itu, adalah Joko Hartono Tirto.
Akun Info Seputar Jokowi menulis keterangan, "Hanya di Era Jokowi, Vonis Hukuman Seumur Hidup bisa dijatuhkan kepada 6 orang sekaligus. Jika sebelumnya, vonis seumur hidup hanya diberikan kepada tahanan teroris, pembunuhan dan narkoba, kini vonis yang sangat berat diberikan kepada Koruptor."
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Info Seputar Jokowi.
Artikel ini akan berisi pemeriksaan terhadap dua klaim, yakni:
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, baru empat terdakwa kasus korupsi Jiwasraya yang telah menerima vonis Pengadilan Tipikor Jakarta, yakni penjara seumur hidup. Selain itu, sebelum vonis ini, terdapat kasus-kasus korupsi lain yang pelakunya divonis penjara seumur hidup.
Terkait klaim bahwa enam terdakwa kasus Jiwasraya divonis seumur hidup, berdasarkan arsip berita Tempo, baru empat terdakwa kasus korupsi pengelolaan dana investasi tersebut yang divonis penjara seumur hidup. Vonis ini dijatuhkan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada 12 Oktober 2020.
Empat terdakwa itu ialah mantan Direktur Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan, serta Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Dua terdakwa lain dalam kasus Jiwasraya, yaitu Komisaris PT Hanson International Benny Tjokro dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat baru menghadapi tuntutan pada 15 Oktober kemarin. Benny dituntut hukuman penjara seumur hidup dan pembayaran uang pengganti Rp 5 triliun, sedangkan Heru dituntut hukuman penjara seumur hidup dan pembayaran uang pengganti Rp 10,728 triliun.
Adanya vonis seumur hidup ini setelah Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 yang mengatur pedoman pemidanaan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Peraturan MA ini menyatakan bahwa korupsi di atas Rp 100 miliar dapat dipidana atau terkena hukuman seumur hidup.
Peraturan tersebut ditetapkan dengan pertimbangan bahwa penjatuhan pidana harus memberikan kepastian dan proporsionalitas pemidanaan serta menghindari disparitas perkara yang memiliki karakter serupa. Peraturan ini diteken pada 8 Juli 2020 dan resmi diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM pada 24 Juli 2020.
Terkait klaim bahwa vonis seumur hidup bagi koruptor baru terjadi di era Presiden Jokowi, tidak sepenuhnya benar. Sebelum vonis terhadap terdakwa kasus Jiwasraya, terdapat kasus-kasus korupsi lain yang pelakunya divonis seumur hidup, yakni sebagai berikut:
Meskipun begitu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai hukuman koruptor di Indonesia belum memberikan efek jera. Menurut pantauan ICW, sepanjang Januari-Juni 2020 misalnya, rata-rata vonis pengadilan tipikor adalah 2 tahun 11 bulan, pengadilan tinggi (banding) 3 tahun 6 bulan, dan Mahkamah Agung (kasasi atau peninjauan kembali) 4 tahun 8 bulan.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "enam terdakwa kasus Jiwasraya divonis penjara seumur hidup dan vonis penjara seumur hidup bagi koruptor baru terjadi di era Jokowi" sebagian benar. Terkait klaim pertama, dari enam terdakwa kasus korupsi Jiwasraya, baru empat terdakwa yang divonis penjara seumur hidup oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Dua terdakwa lainnya baru menghadapi tuntutan pada 15 Oktober lalu. Adapun terkait klaim kedua, tidak sepenuhnya benar. Satu kasus korupsi dengan vonis penjara seumur hidup pernah terjadi pada 2016, sementara empat kasus korupsi lainnya dengan vonis penjara seumur hidup pernah terjadi sebelum era Presiden Jokowi.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirim ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://archive.ph/xQz7D
- https://www.instagram.com/p/CGYbh5aJV4b/
- https://www.tempo.co/tag/jiwasraya
- https://nasional.tempo.co/read/1395386/empat-terdakwa-kasus-korupsi-jiwasraya-divonis-hukuman-seumur-hidup/full&view=ok
- https://nasional.tempo.co/read/1396412/kasus-jiwasraya-benny-tjokrosaputro-dituntut-penjara-seumur-hidup-denda-rp-6-t/full&view=ok
- https://nasional.tempo.co/read/1396436/kasus-jiwasraya-heru-hidayat-dituntut-penjara-seumur-hidup-dan-denda-rp-10-t/full&view=ok
- https://www.tempo.co/tag/presiden-jokowi
- https://nasional.tempo.co/read/1395007/kajian-icw-rata-rata-vonis-persidangan-korupsi-hanya-3-tahun/full&view=ok
- https://www.tempo.co/tag/jokowi
Halaman: 5643/7143



